• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Hasil panen kelompok petani Jagung di Kabupaten Aceh Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Hasil panen kelompok petani Jagung di Kabupaten Aceh Tenggara"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

SE

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA NA

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG

DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

TESIS

Oleh

IRVAN ISKANDAR

037019034

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG

DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Ilmu Manajemen Pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRVAN ISKANDAR 037019034

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN

KELOMPOK PETANI JAGUNG DI

KABUPATEN ACEH TENGGARA

Nama : Irvan Iskandar

Nomor Pokok : 037019034

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Rismayani, SE, MS) (Prof. Dr. Ir. Sumono, MS

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Rismayani, SE, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 22 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Rismayani, MS

Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Sumono, MS

2. Dr. Arlina Nurbaity Lubis MBA

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa Tesis saya yang berjudul :

”Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Hasil panen kelompok petani Jagung di Kabupaten Aceh Tenggara”

Adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya.

Sumber-sumber daya yang diperoleh dan digunakan telah dinyatakan secara jelas dan jelas.

Medan, November 2010 Yang membuat Pernyataan,

(6)

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG

DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

ABSTRAK

Tanaman jagung merupakan salah satu komoditi strategis, bernilai ekonomis dan mempunyai peluang untuk dikembangkan. Dalam beberapa tahun terakhir, kebutuhan akan jagung terus meningkat lebih tinggi dibandingkan laju produksi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruh hasil panen jagung petani kelompok di Kabupaten Aceh Tenggara.Pertanian tradisional diarahkan menjadi pertanian modern (agribisnis) yaitu upaya peningkatan pendapatan petani melalui reorientasi kebijakan dan pengembangan pertanian. Orientasinya dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil panen. Pendekatan yang digunakan adalah

survey (primer) dengan cluster stratified random sampling, menggunakan

multiple regression analysis. Populasi penelitian mencakup seluruh kelompok petani yang tersebar di Kabupaten Aceh Tenggara dengan kegiatan melakukan penanaman di jagung.Hasil panen petani jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : jenis bibit, luas lahan, jenis lahan, jenis pupuk, obat-obatan dan pengetahuan para petani kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan dan pengaruh dari faktor tersebut, baik secara bersama maupun parsial, relatif kuat dan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung. Reorientasi dan revitalisasi kebijakan pembangunan pertanian di Aceh Tenggara harus segera dilakukan dengan meningkatkan perhatian dan pemberian insentif oleh pemerintah daerah baik berupa pemberian bibit unggul, pupuk, obat-obatan serta peningkatan pengetahuan melalui bimbingan teknis yang berkesinambungan.

(7)

ANALYSIS OF FACTORS THAT INFLUENCED CORN HARVEST THROUGH FARMERS GROUP IN

SOUTHEAST ACEH

ABSTRACT

Corn is a strategic commodity, economical, and possible to develop. Data showed that in current year, demand of corn domestic increase significantly (more higher) rather than supply. The aim of the reasearch is to identify the factors that could be influence in farmer’s harvet of corn. Research used survey approach (primary data), cluster stratified random sampling which multiple regression analysis.Corn harvest influenced by factors: seed, plants wide, kind of land, fertilizer, insecticide-pesticide and knowledge. Result showed that all the factors had corellated and influeced, both general and partial, in corn harvest. Develpoing corn production should be done basically by local goverment, reorientation and revitalisation of policy, improve the attention and provide more incentive, finally create more value added for the farmers and communtiy.

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, atas segala rahmat dan karunia Allah SWT yang

berlimpah, sehingga penulis mampu meneyelesaikan tesis dengan judul

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL

PANEN JAGUNG PETANI KELOMPOK DI KABUPATEN ACEH

TENGGARA”.

Penulisan tesis ini juga terlaksana berkat dukungan dari berbagai pihak

yang pada kesempatan ini tidak lupa penulis sampaikan terima kasih

sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat ;

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), SP.A (K),

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesikan Sekolah

Pascasarjana.

2. Bapak Prof. Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSI, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang senantiasa dengan sabar dan

secara berkesinambungan meningkatkan layanan pendidikan di Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera.

4. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang

telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam

membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku Direktur PPs USU dan juga selaku

(9)

6. Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA selaku Anggota Dosen Pembanding

yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam

membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

7. Drs. HB. Tarmizi, SU selaku Anggota Dosen Pembanding yang telah banyak

memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis

sejak awal hingga selesainya tesis ini.

8. Drs. Syahyunan, M.Si selaku Anggota Dosen Pembanding yang telah banyak

memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis

sejak awal hingga selesainya tesis ini.

9. Para Dosen di lingkungan PPs USU, khususnya Program Studi Pascasarjana

Ilmu Manajemen.

10.Ayahanda Drs. H. Syahbudin BP, MM , dan Ibunda Hj. Murni Dewi Selian

yang telah memberi petunjuk dan memotivasi baik secara moril maupun

material kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana hingga

selesai.

11.Istri dan ananda yang tercinta yang telah memberikan dukungan sepenuhnya

kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

12.Teman saya Pahala Indra Budi Sitompul sebagai sahabat dan tim kelompok

belajar dalam menempuh Program Sekolah Pascasarjana.

13.Rekan-rekan mahasiswa dilingkungan PPs USU, khususnya Program Studi

Ilmu Manajemen.

14.Jajaran Pimpinan, Staf Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara yang telah

(10)

Meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat

membuat penelitian ini dengan sebaik-baiknya namun sebagai manusia biasa

penulis mempunyai keterbatasan kemampuan dan pengetahuan, sehingga tulisan

ini jauh dari sempurna, baik dalam penyajian maupun isinya. Penulis

mengucapkan terima kasih atas kritikan untuk membangun dan menyempurnakan

tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan berguna kepada pembaca dan

khususnya pada penulis sendiri.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan serta memaafkan semua

kesalahan dan dosa kita. Amin.

Medan, November 2010

Penulis

Irvan Iskandar

(11)

RIWAYAT HIDUP

Pada Tanggal 30 April 1979, terlahir seorang Putra dari pasangan Suami/Istri Drs.

H. Syahbuddin BP, MM dan Hj. Murni Dewi Selian. Diberi nama Irvan Iskandar,

beragama Islam, berdomisili di Jalan Raje Bintang No. 136 Kuta Cane, dan telah

menikah dengan Elviana Sembiring, SKM, MM, dikarunia 2 orang putri yang

diberi nama Chumaira Nayla Balqis dan Delyanoor Ilva Syah.

Pada tahun 1991 menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar dari SD Negeri 01 Kuta

Cane, Tahun 1994 menamatkan Pendidikan MTsN Medan, Tahun 1997

menamatkan Pendidikan Sekolah Menengah Umum dari SMU Negeri 4 Medan,

dan Tahun 2002 menamatkan Pendidikan Strata-1 (S1) dari Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Bandung (UNISBA), dan kini kuliah di

Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Dari Bulan Agustus 2002 hingga Bulan Juni 2004 bekerja di Biro Pemerintahan

Sekretariat Provinsi Aceh, bulan April 2005 hingga bulan Oktober 2007 bekerja di

Kantor Dinas Koperasi Kabupaten Aceh Tenggara, Bulan Oktober 2007 hingga

bulan Februari 2008 bekerja di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten

Aceh Tenggara, dari Februari hingga Agustus 2008 bekerja di Bagian Umum dan

Perlengkapan Sekretariat Daerah Aceh Tenggara, bulan Agustus 2008 hingga Kini

(12)

DAFTAR ISI

2.1.1. Transformasi Struktural Pertanian ... 15

2.1.2. Pengertian Produksi dan Produsen Pertanian ... 17

2.1.3. Sistem Produksi Pertanian ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

3.2. Metode Penelitian ... 46

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 46

3.4. Populasi dan Sampel ... 47

3.5. Identifikasi Variabel Penelitian ... 49

3.6. Definisi Operasional Variabel ... 50

3.7. Metode Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1. Gambaran Umum Aceh Tenggara ... 54

4.2. Hasil Penelitian ... 63

4.2.1. Karakteristik Responden ... 63

(13)

4.2.2.1. Variabel Jenis Bibit ... 65

4.2.2.2. Variabel Jenis Lahan ... 66

4.2.2.3. Variabel Luas Lahan ... 66

4.2.2.4. Variabel Pupuk ... 67

4.2.2.5. Variabel Obat-obatan ... 69

4.2.2.6. Variabel Pengetahuan ... 71

4.3. Pembahasan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 76

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Perkembangan Produksi Jagung Berdasarkan Negara

Tahun 1999 – 2007 (ribu Ton) ... 2

1.2. Perkembangan Produksi dan Perdagangan Jagung Dunia 1999 – 2007 (Ribu Ton) ... 3

1.3. Perkembangan Rata-rata Luas Panen (ha) dan Pertumbuhan (%) Periode 1999 – 2007 ... 4

1.4. Perkembangan Produksi Jagung Kabupaten Aceh Tenggara 1990 – 2009 ... 6

1.5. Perkembangan Perbandingan Harga Jagung Aceh Tenggara Sumatera Utara 1990 – 2009 ... 8

2.1. Kebutuhan Benih Jagung pada Berbagai Jarak Tanam ... 28

3.1. Daftar Nama Kecamatan, Jumlah Desa dan Jumlah Kelompok Petani Berdasarkan Komoditi Utama di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2010 ... 48

3.2. Teknik Sampling Penelitian Petani Jagung di Kabupaten Aceh Tenggara, 2010 ... 49

3.3. Distribusi Sampel Penelitian Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara, 2010 ... 49

4.1. Rincian Luas Daerah Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009 ... 54

4.2. Rincian Luas Lahan Sawah dan Bukan Sawah (ha) Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009 ... 55

4.3. Potensi Lahan Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara Tahun

4.7. Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009 ... 60

4.8. Produktifitas Sektor Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara, 2009 ... 61

4.9. Luas Tanam Intensifikasi (ha) Kabupaten Aceh Tenggara, 2009 ... 61

4.10. Perkembangan Produktifitas Tananaman Jagung Kabupaten Aceh Tenggara 1990 – 2009... 63

4.11. Karakterisitk Responden Penelitian, 2010 ... 64

4.12. Status Petani Jagung dan Luas Lahan ... 65

4.13. Jenis Bibit Tanaman Jagung yang Digunakan ... 66

4.14. Jenis Lahan yang Dimanfaatkan untuk Menanam Jagung .. 66

(15)

4.16. Penggunaan Pupuk pada Tanaman Jagung ... 67

4.17. Alasan Penggunaan Pupuk ... 68

4.18. Jenis Pupuk yang Digunakan ... 69

4.19. Frekwensi Hama dan Penyakit pada Tanaman Jagung ... 69

4.20. Konsultasi Hama dan Penyakit ... 69

4.21. Terjadinya Hama dan Penyakit ... 70

4.22. Hama dan Penyakit Dapat Diatasi ... 70

4.23. Sumber Pengetahuan Tentang Tanaman Jagung ... 71

4.24. Merasa Cukup dengan Pengetahuan Tanaman Jagung ... 72

4.25. Dengan Bekal Pengetahuan, Hasil Panen Meningkat ... 72

4.26. Reliability Statistics ... 73

4.27. Case Processing Summary ... 73

4.28. Model Summary ... 73

4.29. Anovab 4.30. Coefficients ... 73

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Panen Jagung di

Kabupaten Aceh Tenggara ... 14

2.1. Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Mengatasi Kelebihan

Produksi Pada Saat Panen Raya ... 41

2.2. Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Mengatasi Kekurangan

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

(18)

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG

DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

ABSTRAK

Tanaman jagung merupakan salah satu komoditi strategis, bernilai ekonomis dan mempunyai peluang untuk dikembangkan. Dalam beberapa tahun terakhir, kebutuhan akan jagung terus meningkat lebih tinggi dibandingkan laju produksi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruh hasil panen jagung petani kelompok di Kabupaten Aceh Tenggara.Pertanian tradisional diarahkan menjadi pertanian modern (agribisnis) yaitu upaya peningkatan pendapatan petani melalui reorientasi kebijakan dan pengembangan pertanian. Orientasinya dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil panen. Pendekatan yang digunakan adalah

survey (primer) dengan cluster stratified random sampling, menggunakan

multiple regression analysis. Populasi penelitian mencakup seluruh kelompok petani yang tersebar di Kabupaten Aceh Tenggara dengan kegiatan melakukan penanaman di jagung.Hasil panen petani jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : jenis bibit, luas lahan, jenis lahan, jenis pupuk, obat-obatan dan pengetahuan para petani kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan dan pengaruh dari faktor tersebut, baik secara bersama maupun parsial, relatif kuat dan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung. Reorientasi dan revitalisasi kebijakan pembangunan pertanian di Aceh Tenggara harus segera dilakukan dengan meningkatkan perhatian dan pemberian insentif oleh pemerintah daerah baik berupa pemberian bibit unggul, pupuk, obat-obatan serta peningkatan pengetahuan melalui bimbingan teknis yang berkesinambungan.

(19)

ANALYSIS OF FACTORS THAT INFLUENCED CORN HARVEST THROUGH FARMERS GROUP IN

SOUTHEAST ACEH

ABSTRACT

Corn is a strategic commodity, economical, and possible to develop. Data showed that in current year, demand of corn domestic increase significantly (more higher) rather than supply. The aim of the reasearch is to identify the factors that could be influence in farmer’s harvet of corn. Research used survey approach (primary data), cluster stratified random sampling which multiple regression analysis.Corn harvest influenced by factors: seed, plants wide, kind of land, fertilizer, insecticide-pesticide and knowledge. Result showed that all the factors had corellated and influeced, both general and partial, in corn harvest. Develpoing corn production should be done basically by local goverment, reorientation and revitalisation of policy, improve the attention and provide more incentive, finally create more value added for the farmers and communtiy.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia (1997-1998) terutama bagi

Indonesia, memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa para pelaku

ekonomi pada sektor pertanian mampu bertahan dan memberikan kontribusi yang

positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Mubyarto, 2004). Kenaikan harga-harga

pangan yang terjadi tidak cukup merangsang bagi produksi pertanian, bahkan

peluang tersebut dimanfaatkan oleh negara tetangga (Vietnam dan Thailand). Hal

ini mengindikasikan bahwa pondasi sektor pertanian yang dibangun selama ini

tidak dibangun dengan kokoh dan mendasar. Reorientasi dan revitalisasi

kebijakan pembangunan pertanian harus segera dilakukan.

Salah satu reorientasi kebijakan pertanian adalah merubah paradigma yang

selama ini terlanjur berkembang, yaitu penyediaan harga pangan murah, yang

secara jelas hanya menguntungkan bagi konsumen dan di sisi lain tidak

memberikan rangsangan bagi para pelaku pada sektor pertanian. Dengan

demikian, revitalisasi kebijakan pertanian harus diarahkan pada kesejahteraan

petani yang berasaskan kerakyatan dan keadilan.

Upaya meningkatkan kesejahteraan petani dilakukan sejalan dengan upaya

menciptakan ketahanan pangan (food security). Konsekwensi logis dari upaya ini

adalah tuntutan keterlibatan pemerintah secara aktif dan nyata, misalnya

(21)

berbagai komoditi pertanian, peningkatan fasilitas dan insentif pertanian, yang

kesemua itu berlaku universal bagi komoditi unggulan, termasuk tanaman jagung.

Jagung merupakan salah satu komoditi strategis dan bernilai ekonomis, serta

mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber

utama karbohidrat protein setelah beras. Disamping itu jagung berperan sebagai

pakan ternak bahan baku industri (termasuk industri perunggasan) dan rumah

tangga (Ditjen Tanaman Pangan, 2002). Beberapa tahun terakhir, kebutuhan akan

jagung terus meningkat. Rata-rata kebutuhan jagung domestik setiap tahun

meningkat sebesar 6,6% sementara laju produksi hanya sekitar 2,5% setiap

tahunnya, sementara rata-rata produksi jagung nasional sekitar 3,2 ton/ha/tahun,

(Deptan, 2007). Hal ini membuktikan walaupun ditingkatkan produksinya,

permintaan terhadap jagung akan tetap nyata (effective demand).

(22)

Tabel I.1 diatas memberikan gambaran bahwa produksi jagung disetiap

negara menunjukkan peningkatan yang cenderung fluktuatif. Negara produsen

jagung terbesar adalah U.S dan dari 16 negara produsen tersebut, Indonesia berada

pada urutan terakhir. Hasil produksi setiap negara, tidak secara langsung

diperdagangkan dalam pasar internasional. Pemenuhan kebutuhan domestik

menjadi prioritas masing-masing negara. Sebagai catatan, bahwa produksi jagung

yang diperdagangkan di pasar dunia relatif konstan atau sekitar 11,5 persen dari

produksi jagung dunia.

Tabel 1.2. Perkembangan Produksi dan Perdagangan Jagung Dunia 1999- 2007 (Ribu Ton)

Tahun Produksi Perdagangan Dunia Persentase (%)

1999 538.575 62.226 11,55

Produk jagung yang diperdagangkan di pasar dunia sebagian besar berasal

dari Amerika Serikat, China, Fiji, Mexico dan Argentina. Namun tidak semua

negara produsen jagung menjadi negara pengekspor. Brazil merupakan salah satu

produsen jagung dunia, tetapi bukan merupakan negara eksportir jagung. Hal ini

dikarenakan tingginya kebutuhan domestik akan jagung, sehingga hampir semua

produksinya dialokasikan untuk pemenuhan dalam negeri. Hal serupa terjadi pada

Uni Eropa, dimana produksi jagung hampir diperuntukkan bagi negara-negara 8

(23)

berperan sebagai negara eksportir jagung, sekaligus berperan sebagai negara

importir.

Indonesia, yang terdiri dari ribuan pulau dan bercirikan negara agraris,

menjadikan tanaman jagung juga sebagai salah satu komoditi unggulan yang

selama ini dilakukan oleh masyarakat (petani) baik sebagai tanaman utama

maupun sebagai tanaman tumpang sari. Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa

luas tanaman jagung, khususnya luas panen, berbeda-beda antara satu propinsi

dengan propinsi lainnya.

Tabel 1.3. Perkembangan Rata-rata Luas Panen (ha) dan Pertumbuhan (%)Periode 1999-2007

Propinsi Luas Panen (ha) Rata-rata Pertumbuhan (%)

I. Sumatera

Propinsi Luas Panen (ha) Rata-rata Pertumbuhan

(24)

2. Kalimantan Tengah 4.816 8,08

Sumber : BPS, 1999-2007 (diolah)

Melalui tabel diatas, konstribusi Pulau Jawa & Madura menduduki urutan

pertama, sebesar 1.941.797 ha (58,06%). Bila dilihat dari rata-rata pertumbuhan

per tahun selama kurun waktu tersebut, pertumbuhan luas panen pulau Sumatera

adalah yang paling tinggi yaitu rata-rata 8,77 persen per tahun. Salah satu propinsi

di Sumatera yang memiliki peluang dalam meningkatkan produksi jagung adalah

Propinsi Aceh. Jika dilihat dari struktur perekonomian, dominan seluruh

kabupaten bercirikan pertanian, termasuk Aceh Tenggara.

Kabupaten Aceh Tenggara merupakan daerah penghasil jagung terbesar di

Propinsi Aceh. Dilihat dari keunggulan komparatif, kabupaten ini sangat

diuntungkan karena berbatasan lansung dengan Provinsi Sumatera Utara yang

memiliki industri pengolahan jagung. Berdasarkan data statisik (BPS Agara,

2008), saat ini sekitar 80% dari total 152.042 orang penduduk Kabupaten Aceh

Tenggara tinggal di wilayah pedesaan. Lebih dari 78.72% diantaranya

menggantungkan hidup pada sektor pertanian.

(25)

Tabel 1.4. Perkembangan Produksi Jagung Kabupaten Aceh Tenggara 1990-2009

Tahun Produksi (ton) Perkembangan (%)

1990 147.453 -

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara, 2010

Melalui tabel diatas, secara jelas bahwa produksi menunjukkan

pertumbuhan yang fluktuatif. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 1992

dimana masyarakat secara massal melakukan penanaman jagung secara serentak

karena beberapa pengalaman petani sebelumnya mampu memberikan nilai tambah

yang baik bagi keluarga. Hal itu mendorong masyarakat untuk menanam jagung.

Disisi lain, penurunan terbesar terjadi pada tahun 2002-2004, yang disebabkan

oleh kondisi mencekam akibat konflik. Akibatnya, masyarakat tidak berani untuk

turun ke ladang untuk menanam jagung. Sebagai informasi, bahwa lahan produksi

(26)

Para petani di Kabupaten Aceh Tenggara memiliki ciri antara lain : petani

gurem. Dalam kegiatannya, para petani tersebut banyak menghadapi kendala,

yaitu tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan alat dan mesin

pertanian (alsintani), banyaknya hama, harga pupuk dan obat-obatan yang relatif

mahal serta tidak menentunya curah hujan. Disamping itu, sifat jagung yang

volumenya besar tetapi nilainya relatif kecil (bulky), tidak tahan disimpan lama,

lokasinya yang terpencar, rantai pemasaran yang relatif panjang (transit market),

belum tersedianya industri pengolahan jagung serta tanaman yang bersifat

musiman menjadikan harga jual jagung menjadi sangat fluktuatif. Misalnya, saat

panen raya harga jatuh mendekati Rp. 1.600 dan pada saat paceklik harga berada

pada kisaran Rp.2.200. Singkatnya, harga memiliki pengaruh terhadap pendapatan

dan kesejahteraan petani.

Disisi lain, perbedaan harga antar daerah juga menjadi stimulator bagi

daerah lainnya dalam memanfaatkan peluang tersebut. Selama ini, harga jual di

pasar Aceh Tenggara relatif lebih rendah dari pada harga di Sumatera Utara. Hal

ini disebabkan, karena di Sumatera Utara terdapat sejumlah industri pengolahan

jagung, baik berupa pakan ternak maupun lainnya yang menuntut tersedianya

bahan baku secara berkesinambungan. Berikut ditampilkan tabulasi data,

perbandingan harga jual jagung antara Aceh Tenggara dengan Sumatera Utara.

(27)

Tabel 1.5. Perkembangan Perbandingan Harga Jagung Aceh Tenggara – Sumber : Dinas Pertanian Kab Aceh Tenggara, 2010

Kiranya, disinilah, peran pemerintah melalui kebijakannya diharapkan

dapat menjadi stimulator yang bermuara pada terciptanya kestabilan harga yang

menguntungkan bagi para petani. Analisis keunggulan komparatif dan daya saing

usahatani jagung sudah banyak dilakukan. Secara umum, dapat disimpulkan

bahwa usahatani jagung mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, tidak

hanya pada regim substitusi impor tetapi juga pada regim promosi ekspor.

Artinya, usahatani jagung menghasilkan keuntungan yang layak dan mempunyai

(28)

Relevan dengan peluang pasar, Rachman (1998) mengungkapkan bahwa

menurut pola perdagangan, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam

usahatani jagung, baik untuk tujuan perdagangan antar daerah, substitusi dan

tujuan peningkatan ekspor layak diusahakan di hampir semua daerah di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Melalui uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian

sebagai berikut : faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil panen jagung

petani kelompok di Kabupaten Aceh Tenggara?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruh hasil panen jagung petani kelompok di Kabupaten

Aceh Tenggara.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk :

1. Pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten), khususnya Dinas terkait

(Pertanian) dalam menentukan program pengembangan komoditi unggulan

sektor pertanian khususnya tanaman jagung di Propinsi Aceh.

2. Sebagai landasan dalam penyusunan, arah dan kebijakan pengembangan

(29)

3. Sebagai wawasan dan memperkayah khasanah keilmuan bagi penulis,

khususnya mengenai fakor-faktor (controlable) yang dapat mempengaruhi

hasil panen jagung para petani di Kabupaten Aceh Tenggara.

4. Sebagai acuan atau landasan untuk penelitian selanjutnya terutama yang

terkait dengan tanaman jagung.

1.5. Kerangka Berfikir

Badan Litbang Pertanian (1999) mengarahkan pertanian tradisional

menjadi pertanian modern (agribisnis) yaitu upaya peningkatan pendapatan petani

melalui reorientasi kebijakan penelitian dan pengembangan pertanian, dan

mendukung pengembangan agribisnis, yaitu perubahan dari peningkatan kuantitas

menjadi peningkatan kualitas. Badan Litbang Pertanian sendiri telah

melaksanakan program Prima Tani pada beberapa wilayah di Indonesia, dengan

mengembangkan model agribisnis terintegrasi secara vertikal dan horizontal

berbasis lahan marjinal dalam program pengembangan model agribisnis berbasis

inovasi teknologi pertanian. Program ini dilaksanakan untuk mendukung

pengembangan komoditas pertanian unggulan dalam suatu kawasan dengan

didukung oleh beberapa unsur terkait (kelembagaan) dalam proses produksi dan

pemasaran hasil. Tujuan akhir dari program ini adalah mendukung upaya

peningkatan pendapatan petani dan unsur yang terkait dalam usahatani dan

pemberdayaan masyarakat pertanian pada umumnya. Sejalan dengan hal tersebut,

kiranya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil panen jagung :

1. Jenis bibit. Penggunaan jenis bibit yang berbeda diyakin dapat mempengaruhi

(30)

bibit hybrida lebih banyak memberikan hasil panen daripada penggunaan bibit

lokal, (Dahlan et.al, 1996).

2. Luas lahan. Terdapat kecenderungan pada masyarakat bahwa semakin besar

luas lahan yang digunakan maka semakin banyak produksi yang dihasilkan.

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa senjang

hasil antara rata-rata produksi yang dicapai petani saat ini dengan potensi hasil

kemampuan lahan masih cukup lebar, (Swastika dkk, 2001).

3. Jenis lahan. Budidaya tanaman jagung pada dasarnya dapat dilaksanakan pada

dua kelompok lahan, yaitu lahan kering dan lahan basah (baik sawah irigasi

maupun sawah tadah hujan). Penggunaan lahan basah diyakini mampu

memberikan hasil panen yang relatif banyak dibandingkan lahan kering. Hal

ini menyebabkan para petani berupaya memanfaatkan lahan basah yang ada

untuk budidaya tanaman jagung (Kasryno, 2002). Disisi lain, pada awal tahun

1980-an, lahan kering lebih dominan digunakan untuk tanaman jagung

daripada lahan basah (Mink et al. 1987).

4. Pupuk, merupakan salah satu faktor input yang memegang peran penting dalam

produktitas tanaman. Teknik penggunaan pupuk dan Mutu dan produksi jagung

di Sulawesi Selatan dapat ditingkatkan melalui penggunaan pupuk NPK dan

pupuk S, (Syafruddin et.al 1998) dan (Subandi, 1998).

5. Pengetahuan, dari hasil pengkajian (Litbang Deptan Bengkulu 2007) dapat

disimpulkan bahwa diperlukan perbaikan teknik budidaya, melalui peningkatan

pengetahuan para petani melalui pengenalan terhadap teknologi baru,

penggunaan benih bermutu, penyesuaian dosis pupuk, dan perlakuan benih

(31)

pengetahuan baru, terkait dengan pengelolaan dan penanganan pasca panen

mengingat hal ini turut mempengaruhi kualitas jagung. Selama ini, peningkatan

produksi jagung di Indonesia belum diikuti oleh penanganan pascapanen yang

baik. Petani kurang mendapatkan informasi tentang kegiatan panen dan

pascapanen yang dapat mengurangi biaya dan menekan susut mutu jagung.

Karena itu, petani di beberapa wilayah pengembangan jagung masih belum

merasakan nilai tambah dengan meningkatnya kualitas produk biji jagung

(Firmansyah 2006).

Upaya meningkatkan kesejahteraan petani jagung melalui perbaikan pada

proses penanaman dan penanganan pasca panen merupakan kegiatan yang dapat

dilakukan secara bersama, yang pada akhirnya diharapkan harga jual mereka

mengalami peningkatan. Singkatnya, harga memegang peranan yang penting.

Semakin tinggi harga jual maka semakin meningkat pula keinginan untuk

berproduksi (sebagai insentif). Harga jual di daerah lain juga mempengaruhi harga

jual pada daerah tetangga. Purwoto dkk (2005) melakukan kajian terhadap

pengaruh harga komoditi jagung di daerah lain (tetangga) terhadap harga jagung

di daerah penghasil, secara tegas dinyatakan bahwa ada korelasi harga di tingkat

dunia (luar negeri) dan derajat integrasi spatial baik antara pasar dunia dan pasar

domestik, maupun antar pasar domestik dalam era liberalisasi perdagangan

dengan mengambil studi kasus di Sulawesi Selatan.

Simatupang dan Syafaat (1999) menjelaskan melalui analisis dekomposisi

fluktuasi harga di pasar domestik ditemukan bahwa dibandingkan kondisi kuartal

IV 1998, harga jagung pada kondisi kuartal I 1999 mengalami penurunan 0,6

(32)

yang sama terjadi depresiasi rupiah. Disisi lain, pada saat harga jagung dunia

menurun, pemerintah justru meningkatkan derajat liberalisasi perdagangan

melalui penghapusan beberapa hambatan tarif. Hal ini terlihat dari pertumbuhan

komponen sisa yang negatif (-16,2%), yang mengindikasikan bahwa penurunan

harga domestik lebih banyak disebabkan oleh penurunan siklus harga dunia dan

peningkatan liberalisasi perdagangan. Terdapatnya korelasi negatif antara harga

jagung domestik dengan nilai tukar memberi makna adanya penguatan nilai tukar

cenderung akan menurunkan harga jagung domestik.

Instrumen penting lainnya yaitu kebijakan pemerintah. Mubyarto (2004)

menjelaskan bahwa pemerintah tidak boleh menyerah menghadapi kekuatan

kekuatan ekonomi dunia yang bersemangat kapitalistik-neoliberal seperti

“kesepakatan-kesepakatan” WTO dan “Konsensus Washington” 1989. Pedoman

kebijakan pembangunan pertanian didasarkan atas asas kerakyatan, keadilan, dan

nasionalisme, yang harus berpihak pada bagian masyarakat yang lemah dan

miskin. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran

(33)

Sumber : Badan Litbang Pertanian, 1999

Gambar 1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Panen Jagung di Kabupaten Aceh Tenggara

1.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut : Jenis Bibit, Jenis Lahan, Luas Lahan, Pupuk, Obat-obatan dan

Pengetahuan merupakan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap hasil

panen jagung petani kelompok di Kabupaten Aceh Tenggara.

(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Produksi Pertanian

2.1.1. Transformasi Struktural Pertanian

Chenery dan Sirquin, dalam teori perubahan struktural, sebagai hasil studi

empiris yang dilakukan terhadap beberapa negara pada tahun 1950-1970,

mengemukakan bahwa semakin maju suatu negara semakin dominan sumbangan

sektor industri (dan sektor jasa) terhadap pendapat nasional dibandingkan dengan

sumbangan sektor pertanian (Todaro, 1997). Lebih lanjut Chenery dan Sirquin

menyatakan bahwa titik yang membagi negara miskin dan negara maju adalah

titik dimana sumbangan sektor industri dan sektor pertanian berimpit. Dengan

kata lain, bahwa keberhasilan proses industrialisasi merupakan prasyarat menuju

negara maju.

Proses industrialisasi yang terjadi pada masa orde baru yang dilakukan

dengan gencar, cepat dan berhasil melakukan transformasi struktural

perekonomian Indonesia, ternyata belum mengait ke belakang (backward linkage)

ke sektor pertanian. Dengan kata lain, sektor pertanian tidak mendapatkan

perhatian yang cukup seimbang dibandingkan dengan sektor industri. Ini

berakibat pada tertinggalnya sektor petanian dari sektor industri. Tidak saja dalam

struktur PDB, tetapi juga juga dalam struktur masyarakat, dimana sampai saat ini

masyarakat yang hidup di sektor pertanian (petani) tak kunjung sejahtera

(35)

Transformasi struktural bukan berarti meninggalkan sektor pertanian

menuju sektor industri, tetapi menjadikan pangsa sektor industri terhadap PDB

yang lebih besar dari sektor pertanian, yang disebabkan oleh pertumbuhan sektor

industri yang lebih tinggi akibat faktor eksternalitas industrialisasi yang lebih

besar. Transformasi struktural yang telah dicapai di atas, akan kurang berarti

apabila masih menyisakan adanya ketimpangan antarsektor atau ketertinggalannya

suatu sektor dalam pembangunan. Karena proses pembangunan adalah proses

yang saling mengkait antara satu sektor dengan sektor yang lain. Ketertinggalan

suatu sektor dalam pembangunan akan mengakibatkan pertumbuhan

pembangunan yang tidak seimbang dan tidak kokoh. Hal ini terbukti ketika terjadi

krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1998. Sektor industri mengalami

keterpurukan yang dahsyat, sementara sektor pertanian – sektor yang tertinggal itu

sebagian besar masih mampu bertahan.

Setidaknya ada beberapa faktor yang bisa diungkapkan bahwa sektor

pertanian menjadi penting dalam proses pembangunan, yaitu:

1. Sektor pertanian menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai

input sektor lain, terutama sektor industri, seperti: industri tekstil, industri

makanan dan minuman.

2. Sebagai negara agraris (kondisi historis) maka sektor pertanian menjadi

sektor yang sangat kuat dalam perekonomian dalam tahap awal proses

pembangunan. Populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk suatu

proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi

(36)

konsumsi, terutama produk pangan. Sejalan dengan itu, ketahanan pangan

yang terjamin merupakan prasyarat kestabilan sosial dan politik.

3. Karena terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian ke sektor industri

maka sektor pertanian menjadi sektor penyedia faktor produksi (terutama

tenaga kerja) yang besar bagi sektor non-pertanian (industri).

4. Sektor pertanian merupakan sumber daya alam yang memiliki keunggulan

komparatif dibanding bangsa lain. Proses pembangunan yang ideal mampu

menghasilkan produk-produk pertanian yang memiliki keunggulan

kompetitif terhadap bangsa lain, baik untuk kepentingan ekspor maupun

substitusi impor (Tambunan, 2001).

2.1.2. Pengertian Produksi dan Produsen Pertanian

Dalam melakukan usaha pertanian, produksi diperoleh melalui suatu proses

yang cukup panjang dan penuh resiko. Menurut Kartasapoetra dkk (1986)

Panjangnya waktu yang dibutuhkan tidak sama tergantung pada jenis

komoditas yang diusahakan karena produk-produk pertanaian memiliki sifat

(1) Dalam memproduksi hasil bumi, sifatnya hanya mengatur yaitu agar

tanaman dapat tumbuh dengan baik, dengan baiknya pertumbuhan tanaman

tersebut maka akan didapat hasil yang baik, (2) Produksinya bersifat inelastis,

artinya tidak dapat diperbesar sekehendak hati dalam waktu-waktu yang

dikehendaki, mengingat segala sesuatunya tergantung pada iklim dan kondisi

tanah, dan (3) Lekas rusak, maka usaha peningkatan produk tergantung dari

pasar atau para konsumen, dekatnya pasar, lancarnya pemasaran, banyaknya

permintaan dan terciptanya harga yang wajar merupakan pangkal kegairahan

(37)

Selanjutnya Komarudin (1991) menyatakan bahwa proses produksi

mencakup satu operasi yang terpisah atau lebih, mungkin bersifat mekanis,

kimiawi, perakitan, gerakan, hubungan pribadi atau administrasi. Oleh sebab

itu dalam proses nya produsen perlu mempertimbangkan, jumlah dan mutu

yang diperlukan, waktu siklus produksi dan penyerahan produknya, serta

pemilihan dan penggunaan metode produksi yang paling ekonomis untuk

mencapai jumlah, mutu dan waktu yang diperlukan. Berbagai komoditas bisa

dilakukan dua kali sampai tiga kali dalam satu tahun. Sedangkan Daniel

(2004) menyatakan bahwa produksi merupakan terjemahan dari production,

yang merupakan sejumlah hasil dalam satu lokasi dan waktu tertentu.

Dapat disimpulkan bahwa produksi adalah suatu aktivitas mengubah

masukan (input) yang dilakukan oleh individu maupun kelompok tertentu

(Produsen) berupa faktor-faktor produksi yang kemudian melalui suatu proses

transformasi dalam satuan waktu tertentu dihasilkan keluaran berupa produk

yang memiliki nilai manfaat.

2.1.3. Sistem Produksi Pertanian

Pada dasarnya produksi pertanian merupakan penciptaan atau penambahan

manfaat, baik bentuk, tempat, waktu maupun gabungan dari manfaat tersebut.

Dengan demikian yang dimaksud dengan sistem produksi pertanian

merupakan gabungan dari beberapa unit atau elemen yang saling berhubungan

dan saling menunjang untuk melaksanakan proses produksi tertentu (Ahyari,

2002). Beberapa elemen yang termasuk kedalam sistem produksi pertanian

tersebut adalah komoditi yang akan dihasilkan, lokasi untuk menghasilkannya,

(38)

produksi yang berlaku. Secara umum dapat dikatakan sistem produksi

pertanian ini akan memerlukan input, yang kemudian diproses dalam sistem

produksi untuk kemudian mendapatkan output.

Sistem produksi pertanian terdiri dari beberapa subsistem, demikian pula

input untuk sistem produksi akan terdiri dari beberapa macam tergantung

kepada sistem produksi yang dipergunakan. Untuk melaksanakan proses

produksi pertanian diperlukan adanya beberapa masukan untuk sistem

produksi, antara lain adalah bahan baku yang dipergunakan, tenaga kerja

langsung yang diperlukan, dana yang tersedia untuk modal kerja serta hal-hal

lain yang diperlukan. Dengan adanya masukan sistem produksi pertanian

tersebut maka akan dapat dilaksanakan kegiatan produksi dengan

mempergunakan sistem produksi yang ada. Bahan baku yang dapat

dipergunakan akan menjadi input dari sistem produksi. Jumlah dan jenis dari

bahan baku tentunya akan terkait dengan sistem produksi, yaitu kepada

komoditi yang akan dihasilkan serta alat yang digunakan untuk menghasilkan

komoditi tersebut. Dengan demikian, bahan baku ini akan mempunyai

ketergantungan pula terhadap sistem produksi yang dipergunakan.

Terkait penggunaan tenaga kerja langsung, keterampilan khusus sangat

dibutuhkan. Tanpa adanya keterampilan khusus yang dimiliki oleh tenaga

kerja seperti operator Hand traktor atau traktor maka pelaksanaan produksi

melalui pengolahan tanah yang berupa faktor produksi akan mempunyai hasil

yang kurang memuaskan. Untuk melaksanakan kegiatan produksi sangat

dibutuhkan dana sebagai modal kerja yang juga merupakan input yang

(39)

kerja, maupun penyediaan bahan baku serta biaya lainnya yang diperlukan

akan mengakibatkan terganggunya pelaksanaan produksi dalam perusahaan

tersebut.

2.1.4. Faktor Produksi Tanaman Jagung

Pengusaha (dalam hal ini petani) akan selalu berpikir bagaimana ia

mengalokasikan input yang paling efisien untuk dapat memperoleh produksi

(output) yang maksimal. Hubungan fisik antara input dan output disebut

fungsi produksi yang bergantung pada sejumlah variabel : iklim dan cuaca,

tanah, mutu bibit, alat-alat, pupuk, pestisida, modal dan tenaga kerja. Jumlah

input yang tepat dapat ditentukan melalui perencanaan, pelaksanaan serta

pengendalian yang akurat. Daniel (2004) menyatakan bahwa masing – masing

faktor produksi memiliki fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama

lain.

Kelana (1994) mendefinisikan fungsi produksi sebagai proses perubahan

dari input menjadi output. Suatu fungsi produksi menunjukkan output

maksimum yang bisa diproduksi pada setiap kombinasi input dalam jangka

waktu tertentu. Fungsi produksi yang eksplisit akan memberikan indikasi

secara tepat kuantitas output yang akan di produksi pada tingkat input tertentu.

Untuk dapat melakukan produksi yang baik maka penggunaan faktor produksi

harus dikelola. Penggunaan lahan sangat tergantung pada keadaan lingkungan

lahan berada. Pembagian penggunaan lahan menurut topografinya sangat

penting karena mencirikan karektiristik usaha tani didaerah tersebut.

Topogarfi lahan menggambarkan kategori lahan antara lain : lahan dataran

(40)

yang bertempat tinggal dilokasi tersebut. Elevasi atau ketinggian tempat dari

muka laut mempunyai peranan dalam usaha tani. Berdasarkan ketinggian,

tanah atau lahan dapat dibedakan :

1. Lahan dataran tinggi >= 700 m dari atas permukaan laut. Lahan dataran

tinggi terdiri dari lahan kering dataran tinggi dan lahan basah dataran tinggi.

2. Lahan dataran rendah <= 700 m dari permukaan laut. Lahan dataran rendah

terdiri dari lahan kering datan rendah, lahan sawah dataran rendah, lahan

sawah tadah hujan, lahan pesisir, lahan rawa, dan lahan pasang surut.

Kesuburan lahan pertanian akan menentukan produktivitas tanaman. Lahan

yang subur akan menentukan hasil yang lebih tinggi dari pada lahan yang

tingkat kesuburannya rendah. Lahan pertanaian berkaitan dengan tekstur tanah

yang pada akhirnya menentukan jenis tanah : tanah liat, grumosol, alluvial dan

sebagainya. Jenis tanah perlu menjadi perhatian dalam usaha pertanian karena

keadaan dan jenis tanah akan memberikan atau mengarahkan petani kepada

pilihan komoditas, pilihan pemupukan, pilihan teknologi, serta pilihan metode

dalam melakukan pengolahan tanah tersebut. Spesifikasi dari tanah tersebut

memang tidak selamanya menjadi baku. Disamping diperlukan kesuburan fisis

yang baik, juga diperlukan kesuburan kimiawi yang baik agar tanaman dapat

tumbuh dengan baik.

Modal merupakan semua harta berupa uang, tabungan, tanah, rumah, mobil

dan sebagainya yang dimiliki. Modal tersebut dapat mendatangkan

penghasilan bagi si pemilik modal. Modal dapat dibagi dua yaitu :

1. Modal tetap, artinya barang-barang dalam proses produksi yang dapat

(41)

2. Modal bergerak, artinya barang-barang dalam proses produksi yang hanya bisa

dipakai satu kali.

Dalam usaha pertanian dikenal modal fisik dan modal manusiawi. Modal

fisik atau modal material yaitu berupa alat-alat pertanian, bibit, pupuk, ternak,

dan lain-lain. Sedangkan modal manusiawi adalah biaya yang dikeluarkan

untuk pendidikan, latihan, kesehatan, dan lain-lain. Modal pertanian selalu

diukur dengan uang, karena uang merupakan alat tukar yang sah dan berlaku

di mana-mana. Oleh karena itu dalam usaha tani modal dapat diklasifikasikan

sebagai bentuk kekayaan berupa uang maupun barang yang digunakan untuk

menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

suatu proses produksi.

Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti membutuhkan tenaga

kerja. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja

dalam keluarga yang tidak membutuhkan keahlian secara khusus. Usaha tani

keluarga digerakkan dan dikelola dibawah pimpinan sang ayah. Bila terjadi

kekurangan tenaga kerja, mereka biasanya saling tolong menolong antar famili

atau antar keluarga yang bertetangga. Dengan semakin meningkatnya

kebutuhan manusia dan semakin majunya usaha pertanian, sehingga

dibutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayar sebagi tenaga

kerja upahan. Sebaliknya usaha pertanian skala besar, lebih banyak

menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga dengan cara menyewa. Tenaga

kerja dari luar tersebut memiliki keahlian seperti menggunakan traktor. Dalam

analisa tenaga kerja diperlukan standarisasi untuk mengalokasikan sebaran

(42)

kerja pada saat berlangsungnya kegiatan tersebut dapat dihindarkan. Oleh

karena itu, tenaga kerja tidak bisa dipisahkan dengan manusia atau penduduk.

Melalui uraian diatas serta beberapa kajian yang telah dilakukan, maka

fungsi produksi (hasil panen) khususnya pada tanaman jagung, dapat

dijelaskan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Dahlan et.al, (1996) menjelaskan bahwa penggunaan jenis bibit yang

digunakan masyarakat, khususnya pada tanaman jagung sangat menentukan

jumlah hasil panen. Saat ini, terdapat 2 (dua) jenis, yaitu bibit lokal dan bibit

hibrida. Bibit lokal merupakan hasil pembiakan dari tanaman sebelumnya yang

dianggap oleh petani sebagai bibit yang baik, dengan pemilihan berdasarkan

kriteria tertentu. Sedangkan bibit hibrida, merupakan pengembangan dari hasil

uji lab yang dihasilkan oleh para produsen bibit, dimana kualitas dan produksi

yang dihasilkan dapat diestimasi dan bibit ini harganya relatif lebih mahal

daripada bibit lokal. Oleh karena itu, masyarakat petani cenderung lebih

menggunakan bibit lokal yang diperoleh tanpa adanya tambahan biaya. Potensi

hasil jagung varietas hybrida rata-rata mencapai 5-6 ton per hektar.

2. Swastika dkk (2001) mengemukakan pendapatnya bahwa senjang hasil antara

rata-rata produksi yang dicapai petani saat ini dengan potensi hasil kemampuan

lahan masih cukup lebar. Selain itu, semakin besar luas lahan yang ditanami

maka semakin besar hasil panen.

3. Kasryno (2002) menjelaskan bahwa penggunaan jenis lahan untuk budidaya

tanaman jagung juga menentukan hasil panen. Lahan yang relatif basah (baik

sawah tadah hujan maupun sawah irigasi) cenderung lebih banyak

(43)

tanaman jagung memerlukan kadar air yang relatif banyak dibandingkan

tanaman lain. Hal ini sejalan dengan hasil penelitiannya, bahwa terdapat

kecenderungan peningkatan penggunaan lahan basah untuk tanaman jagung

yang dilaksanakan oleh para petani (diperkirakan saat ini areal pertanaman

jagung pada lahan sawah irigasi dan lahan sawah tadah hujan meningkat

masing-masing menjadi 10-15% dan 20-30% terutama pada daerah produksi

jagung komersial). Fenomena ini juga didukung oleh Mink et al. (1987)

dimana hasil penelitian nya dengan jangka waktu pengamatan 18 tahun

menunjukkan bahwa sekitar 79% areal pertanaman jagung terdapat pada lahan

kering, 11% pada lahan sawah irigasi, dan sisanya (10%) pada lahan sawah

tadah hujan.

4. Syafruddin et.al (1998) menjelaskan bahwa teknik penggunaan pupuk yang

tepat dan benar akan dapat meningkatkan mutu dan hasil panen tanaman

jagung. Hal ini, ia buktikan dengan melakukan penelitian di Propinsi Sulawesi

Selatan dimana hasil panen tanaman jagung meningkat secara signifikan

melalui penggunaan pupuk NPK dan pupuk S. Bahkan pada lahan kering,

Subandi (1998) mengemukakan bahwa dengan pemupukan berimbang

produksi jagung di lahan kering di Nusa Tenggara dapat mencapai 3,4 hingga

6,5 ton per hektar.

2.1.5. Teknik Budi Daya Jagung

Bercocok tanam pada prinsipnya mempunyai tujuan utama untuk

memperoleh produksi maksimal. Khusus, tanaman jagung, ditanam untuk

dipetik hasilnya yang berupa biji jagung. Biji-biji ini terbentuk dalam satu

(44)

dalam bentuk makanan, maupun diproses terlebih dahulu diolah menjadi

tepung jagung. Sedangkan konsumsi jagung secara tidak langsung digunakan

untuk makanan ternak. Kanisius (1993) menyatakan produksi tanaman adalah

kegiatan atau sistem budidaya tanaman yang melibatkan beberapa faktor

produksi seperti tanah, iklim, varietas, pengelolaan serta alat-alat agar

diperoleh hasil maksimum secara berkesinambungan.

Persiapan dan pelaksanakan merupakan suatu kegiatan yang sangat

dibutuhkan secara signifikan dimulai dengan penyiapan lahan, pengolahan

lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman agar dicapai panenan yang baik.

Lahan yang digunakan untuk tempat bertanam akan menentukan

kebijaksanaan perencanaan tanam seperti tempat bertanam, iklim, benih

(varietas) yang digunakan serta alat-alat yang akan digunakan. Tanaman

jagung toleran terhadap berbagai jenis tanah seperti tanah yang berstektur

ringan, misalnya andosol, dan latosol asalkan memiliki (pH) yang memadai

serta tanah yang berstektur berat, misalnya grumosol bila aerasi dan drainase

tanah diatur dengan baik. Adisarwanto dan Astuti (2000) menyatakan tempat

bertanam jagung dibagi menjadi dua bagian yaitu : penanaman dilahan kering

dan penanaman dilahan persawahan.

Jagung dapat tumbuh pada suhu 13◦ C - 38◦ C dan mendapatkan sinar

matahari secara penuh. Suhu udara yang ideal untuk perkecambahan benih adalah

30◦C - 32◦C dengan kapasitas air tanah antara 25% - 60%. Selama pertumbuhan,

tanaman jagung membutuhkan suhu optimum antara 23◦C - 27◦C. Unsur iklim

penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan fase reproduktif terutama

(45)

Benih sebagai bahan utama atau modal pokok dalam budidaya jagung harus

dipersiapkan. Benih yang diperlukan, dikaitkan dengan tujuan dan perencanaan

penanaman. Benih yang baik adalah jenis benih vareitas unggul, benih yang

berasal dari varietas unggul memiliki daya tumbuh yang tinggi (lebih dari 90

persen), mempunyai viabilitas yaitu dapat mempertahankan kelangsungan

pertumbuhannya menjadi tanaman yang baik. Mutu benih sangat menentukan

tingkat produktivitas jagung yang dicapai. Penggunaan benih yang bermutu tinggi

bersifat lebih respons terhadap teknologi produksi yang diterapkan dan

menentukan kepastian populasi tananaman yang tumbuh.

Mutu benih ditetapkan melalui standarisasi yang bersertifikasi dari Direktorat

Jenderal Tanaman Pangan. Adisarwanto dan Astuti (2000) menyatakan untuk

memperoleh benih unggul yang bermutu bisa dilakukan dengan berbagai macam

cara yaitu :

1. Menggunakan benih bersari bebas, yaitu varietas yang benihnya dapat

digunakan terus menerus pada setiap penanaman. Benih bersari bebas

berasal dari pemilihan pada saat pemungutan hasil (panen) yang mempunyai

sifat-sifat unggul seperti bulir lebih besar, umur pendek, produksi tinggi,

tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tahan terhadap perubahan suhu

atau iklim, batangnya kokoh (tidak mudah roboh ketika terkena angin),

tahan terhadap kadar garam yang tinggi, serta tahan terhadap kemasaman

tanah (pH). Beberapa varietas bersari bebas yang beredar dipasaran antara

lain Arjuna, Bisma, Logaligo, Kalingga, Wiyasa, Rama, dan Wisanggeni.

2. Menggunakan benih hibrida, yang diperoleh dari hasil seleksi kombinasi,

(46)

satu spesies untuk mendapatkan genotype (sifat-sifat dalam) yang unggul,

biasa disebut breeding (hibridisasi). Beberapa varietas hibrida yang beredar

dipasaran antara lain Hibrida jenis C, Pioneer, CPI, BISI, IPB dan Semar.

Soekartawi (2002) menyatakan pertanian di Indonesia dicirikan banyaknya

penggunaan tenaga kerja manusia dikarenakan luas usaha relatif sempit, relatif

kurang dari satu hektar, peranan tenaga kerja yang bersifat kekeluargaan relatif

lebih besar mengakibatkan tenaga kerja dari luar masih kurang diperlukan dan

penggunaan tenaga kerja mesin masih relatif sedikit hanya berkisar pada tenaga

pendukung saja. Secara umum alat-alat yang digunakan untuk bercocok tanam

jagung seperti cangkul, alat tanam dengan tugal, alat penyemprotan, sedangkan

pada lahan yang luas digunakan tenaga mesin seperti jettor atau traktor untuk

melakukan pembajakan serta mesin penanam untuk melakukan kegiatan

penanaman. Tata cara pengolahan tanah tergantung pada jenis atau keadaan tanah.

Rukmana (1997) menyatakan pengolahan tanah untuk tanaman jagung dapat

dilakukan dengan cara yaitu :

1. Tanpa olah tanah (TOT) atau disebut Zerro tillage dilakukan pada lahan

yang bertekstur ringan, tanah hanya dicangkul untuk lubang tanam serta

pada lahan tersebut perlu diberi mulsa untuk mengatasi erosi dan menekan

jumlah gulma.

2. Pengolohan tanah minimum (minimum tillage) dilakukan pada tanah yang

peka terhadap erosi seperti tanah yang berpasir atau tanah ringan,

mencangkul dengan kedalaman 15-25 cm hingga tanah menjadi gembur

(47)

3. Pengolahan tanah maksimum atau sempurna (maximum tillage) dilakukan

pada tanah yang berstektur berat dengan mencangkul atau membajak selama

dua kali atau lebih sedalam 15-20 cm, gulma dan sisa tanaman dibenamkan

serta tanah digaru sampai rata, dan dilakukan paling lambat seminggu

sebelum waktu tanam.

Penanaman jagung juga perlu memperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi yang akan diperoleh. Faktor-faktor yang perlu

diperhatikan tersebut adalah waktu tanam, jarak tanam, dan cara menanam. Waktu

tanam perlu diperhatikan dengan cermat agar penanaman dapat dilakukan dengan

baik. Warisno (1998) menyatakan dari beberapa jenis lahan tersebut waktu

tanamnya berbeda-beda. Pertama, pada tanah tegal dan pekarangan sebaiknya

penanaman dilakukan pada musim labuhan yaitu saat hujan mulai turun sekitar

bulan September hingga November, Bisa juga pengolahan tanah pada musim

marengan yaitu pada saat hujan mulai berakhir sekitar bulan Februari sampai

dengan Maret dengan syarat pengairan selama musim kemarau terjamin. Kedua,

pengolahan tanah pada tanah sawah sebaiknya dilakukan setelah tanaman padi

dipanen.

Berbagai pengaturan jarak tanaman perlu dilakukan guna mendapatkan

produksi yang optimal. AAK (1998) menyatakan pengaturan jarak tanaman akan

menentukan kebutuhan benih. Dalam tabel 2.1 dibawah ini disajikan beberapa

pilihan bagi petani untuk menentukan jarak tanam dalam satuan hektare.

Tabel 2.1. Kebutuhan Benih Jagung Pada Berbagai Jarak Tanam

Jarak Tanam Jumlah Tanaman

(48)

75 x 20

AAK (1998) menyatakan penanaman dilakukan dengan cara penugalan pada

lahan yang sempit dan pekarangan. Tugal adalah alat semacam tongkat yang

terbuat dari kayu dan pada salah satu ujungnya dibuat meruncing. Tugal tersebut

ada yang bermata tunggal, ada juga bermata dua atau segi tiga sesuai dengan

lubang yang dibentuk. Kedalaman lubang antara 2,5 cm sampai dengan 5 cm.

Setelah lubang terbentuk, benih yang dipersiapkan sebelumnya dimasukkan

kedalam lubang tersebut sesuai dengan jumlah lubang. Selanjutnya lubang yang

sudah ada benihnya ditutup dengan baik. Penanaman ini dilakukan oleh dua orang

yaitu satu orang yang membuat lubang, sedangkan yang lain mengisi lubang

dengan benih sekaligus menutup lubang. Kedalaman dan penutupan lubang sangat

berpengaruh terhadap kecepatan perkecambahan benih. Sedangkan pada lahan

yang sangat luas dan datar, dengan jumlah tenaga kerja manusia yang terbatas,

penanaman dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi berupa mesin

penanam sekaligus penutup lubang.

Pertumbuhan tanaman jagung jua memerlukan curah hujan yang merata. Air

sangat berperan dalam peningkatan produksi. Keterlambatan penambahan air pada

fase kecambah, berbunga, pengisian, dan pemasakkan biji tentu akan

mempengaruhi kuantitas dan kualitas biji yang dihasilkan. Selanjutnya Rukmana

(1997) menyatakan jagung yang kekurangan air dan mengalami kelayuan selama

(49)

1-2 hari pada saat pembungaan dapat menurunkan hasil sampai 22 %, bila

kelayuan pada tanaman terjadi selama 5-8 hari, akan mengakibatkan penurunan

hasil hingga 50 %. Cara pemberian air di daerah yang kering dilakukan 1- 2

minggu sekali atau tergantung pada keadaan tanah dengan cara mengalirkan air

melalui saluran pemasukkan air (bedengan). Sedangkan pada lahan persawahan

pengairan berasal dari saluran irigasi.

Setelah bibit jagung tumbuh, maka perlu dipelihara sebaik-baiknya.

Pemeliharaan tanaman jagung meliputi kegiatan pokok seperti penyulaman,

penyiangan dan pembubunan, pemupukan serta pengairan bagi daerah yang

kering (Rukmana, 1997). Penyulaman dilakukan jika ada benih yang rusak atau

tidak tumbuh. Kegiatan ini dilakukan sekitar 7-10 hari setelah tanam dengan

menggunakan benih yang sejenis. Penyulaman yang terlambat (lebih dari 15 hari

setelah tanam) mengakibatkan pertumbuhan jagung tidak merata dan menyulitkan

kegiatan pemeliharaan berikutnya. Supaya tanaman dapat tumbuh dengan baik

maka dibutuhkan kegiatan penyiangan untuk pengendalian atau pengurangan

gulma (rumput liar) yang tumbuh diareal penanaman. Gulma (rumput liar) yang

tumbuh di areal penanaman adalah pesaing dalam hal kebutuhan sinar matahari,

air, dan unsur hara. Tergantung perkembangannya, penyiangan gulma dapat

dilakukan 2-3 kali. Penyiangan pertama dilakukan sebelum pemupukan susulan

yang kedua. Penyiangan kedua dapat dilakukan sebulan setelah penyiangan

pertama disertai dengan pembubunan, dan penyiangan ketiga dapat dilakukan jika

dianggap perlu, yaitu jika pertumbuhan gulma terlihat subur atau lebat.

(50)

kimiawi yaitu dengan menggunakan herbisida seperti Gramoxone, Roundup,

Sundup dan lain sebagainnya.

Selama pertumbuhan, tanaman jagung membutuhkan unsur hara yang

memadai. Untuk memenuhinya dilakukan pemupukkan, baik secara organik

sebanyak 15-20 ton/hektar maupun dengan menggunakan pupuk yang anorganik

seperti Urea 300 Kg/Ha, TSP atau SP-36 100 Kg/Ha, dan KCL 50 Kg/Ha.

Berdasarkan keperluannya, jagung dapat dipanen pada tingkat kemasakan

yang berbeda. Pemanenan masak susu dilakukan untuk keperluan sebagai sayur.

Jagung semi dapat dipanen pada umur 47-48 hari setelah tanam untuk dataran

rendah, dan 60 hari setelah tanam untuk dataran tinggi. Jagung masak susu atau

Semi (baby corn) memiliki ciri-ciri antara lain :

a. Tanaman masih kelihatan segar dan masih berwarna hijau.

b. Panjang rambut jagung antara 3-5 cm.

c. Biji mulai terisi zat pati yang berbentuk seperti cairan susu atau santan.

d. Biji belum keras dan bila dipijit akan keluar cairan putih seperti susu atau

santan.

Pemanenan saat masak lunak dilakukan untuk keperluan jagung rebus,

jagung bakar, atau jagung sayur. Jagung masak lunak atau jagung manis (sweet

corn) memiliki ciri-ciri antara lain :

a. Ujung daun bagian bawah mulai kering.

b. Keadaan tongkol agak besar dan agak berat.

c. Biji jagung mulai agak keras dan bila dipijit akan keluar isi seperti tepung

(51)

Pemanenan jagung pada tingkat masak tua merupakan pemanen yang paling

banyak dilakukan petani. Jagung hasil panen ini digunakan untuk berbagai

keperluan konsumsi, misalnya untuk makanan pokok, pembuatan tepung jagung,

makanan ternak serta untuk keperluan lainnya. Jagung dapat dipanen setelah

tanaman berumur antara umur 90 hari sampai dengan 110 hari tergantung pada

varietas yang digunakan. Jagung masak tua atau masak mati memiliki cirri-ciri :

a. Batang, daun, dan kelobot buah berubah warna menjadi kuning bahkan

sebagian besar sudah mengering.

b. Semua bagian tanaman telah kering dan mati.

c. Biji jagung sudah tampak keras, dan mengilap.

d. Bila ditekan dengan kuku tangan, bijinya tidak tampak bekas tekanan

e. Kadar air sudah mencapai 30% - 35%.

Dalam melakukan kegiatan pemanenan, hal yang perlu diperhatikan sekali

adalah keadaan cuaca. Hasil panen jagung persatuan hektarnya adalah berkisar

antara 7 – 9 ton/ha, tergantung pada potensi hasil, kesuburan lahan, dan teknik

budi daya yang dipraktekkan. Tata cara panen jagung adalah sebagai berikut :

a. Petik tongkol dengan tangan hingga terlepas dari batangnya dan sekaligus

mengupas kulitnya.

b. Dilakukan pada hari yang cerah (tidak ada hujan).

c. Dimasukkan kedalam sebuah wadah seperti goni atau bakul.

d. Setelah sampai ditempat penampungan, segera dihamparkan dilantai yang

bersih dan kering.

Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air serendah mungkin, agar

(52)

energinya, pengeringan pada jagung dapat dibedakan menjadi pengeringan alami

dan pengeringan buatan. Pengeringan alami merupakan pengeringan yang

dilakukan dengan bantuan sinar matahari (penjemuran). Agar didapat hasil

pengeringan yang baik, sebaiknya disediakan areal yang cukup luas karena

pengeringan jagung tidak boleh dilakukan dengan cara menumpukkannya. Tata

cara pengeringan jagung yaitu :

a. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan lantai jemur, alas anyaman

bambu, dan tikar.

b. Pengeringan tongkol dilakukan sampai kadar air ± 18 %.

c. Pada proses pengeringan tongkol sampai kadar air ± 18 %, tongkol jangan

dimasukkan kedalam karung dalam waktu yang cukup lama, akan

menyebabkan biji jagung akan mengalami kerusakan.

Apabila hujan terus menerus, pengeringan dapat dilakukan dengan

menggunakan alat pengering mekanis atau mengalirkan udara yang panas ke

tempat-tempat pengeringan. Beberapa jenis alat yang biasa digunakan adalah

omprongan, alat pengering dengan aerasi dan alat pengering tipe continuos.

Setelah pengeringan dilakukan maka kegiatan selanjutnya adalah pemipilan.

Pemipilan merupakan kegiatan melepaskan biji dari tongkol, memisahkan

tongkol, dan memisahkan kotoran dari jagung pipilan. Tujuan pemipilan adalah

untuk menghindari kerusakan, menekan kehilangan, memudahkan pengangkutan,

dan memudahkan pengolahan selanjutnya. Pemipilan dapat dilakukan apabila

tongkol sudah cukup kering, kadar air biji jagung berkisar 17% - 20%. Pemipilan

(53)

menggunakan tongkat yang dipukul pada sebuah karung yang berisi

jagung-jagung yang masih bertongkol.

Selain menggunakan tangan, pemipilan jagung dapat dilakukan dengan

bantuan alat yang sederhana seperti kikian, Pemipil tipe Sulawesi Utara, pemipil

tipe silinder (tipe F11.223), pemipil model ARS-2002, pemipil model TPI, dan

tipe Ramapil, maupun pemipil yang menggunakan mesin seperti pemipil tipe

Senapil. Sebelum jagung hasil pemipilan dijual, kegiatan panenan yang terakhir

adalah melakukan penyimpanan atau penggudangan. Kegiatan penyimpanan

terdiri dari dua cara. Pertama, penyimpanan jagung dalam bentuk berkolobot

dilakukan dengan cara mengikat jagung dalam besaran tertentu seperti 15 tongkol

– 20 tongkol atau 30 tongkol – 40 tongkol, kemudian digantung dan diletakkan

secara tersusun diatas para-para. Kedua, Jagung yang telah dipipil, dapat juga

disimpan dalam sebuah wadah plastik yang kedap udara, dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut :

a. Jagung yang telah dipipil dimasukkan kedalam sebuah wadah plastik yang

kedap udara seperti karung plastik.

b. Karung-karung plastik tersebut diletakkan diatas balok kayu untuk

mencegah kontak langsung antara karung dengan lantai sehingga karung

tidak lembab dan sirkulasi udara terjamin.

c. Untuk mencegah serangan-serangga sehingga daya simpannya menjadi lebih

panjang, karung-karung tersebut disemprot dengan cairan insektisida Silosan

(54)

2.2. Kebijakan Pemerintah

2.2.1. Pengertian Harga

Harga merupakan persoalan yang fundamental baik bagi penjual maupun

pembeli. Harga dapat membantu dalam menentukan jumlah volume penjualan dan

dapat pula mempengaruhi biaya-biaya produksi bilamana pengeluaran sejalan

dengan volume penjualan atau besarnya produksi. Harga, nilai, dan faedah

(utility) merupakan konsep-konsep yang sangat berkaitan. Faedah (utility) adalah

atribut suatu produk yang dapat memuaskan kebutuhan. Sedangkan nilai adalah

ungkapan secara kuantitatif tentang kekuatan barang untuk dapat menarik barang

lain dalam pertukaran. Untuk melaksanakan pertukaran tersebut digunakan pasar

sebagai tempatnya. Dimana pasar merupakan mekanisme pada saat pembeli dan

penjual suatu komoditi mengadakan interaksi menentukan harga dan kuantitasnya

(Samuelson dan Nordhaus, 1992)

Berbagai pengertian harga, antara lain sebagai mana yang dikemukakan oleh

(Basu Swasta dan Irawan, 1990) menyatakan bahwa harga adalah jumlah uang

yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi produk dan

pelayanannya. Sedangkan Samuelson dan Nordhaus (1992) menyatakan bahwa

harga merupakan nilai suatu barang dalam satuan mata uang

Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa harga pasar

merupakan suatu mekanisme saat pembeli dan penjual mengadakan interaksi

(55)

kuantitasnya. Harga ditetapkan oleh pembeli dan penjual yang saling bernegoisasi,

penjual akan meminta harga lebih tinggi dari pada yang mereka harap akan

diterima., dan pembeli akan menawar kurang dari pada yang mereka harap

dibayar. Dalam perekonomian saat ini untuk mengadakan pertukaran atau untuk

mengukur nilai suatu komoditi dengan menggunakan uang. Jumlah uang yang

digunakan dalam pertukaran tersebut mencerminkan tingkat harga dari suatu

barang. Barang yang dinilai dengan harga tersebut perlu ditetapkan untuk

mendekatkan produsen dengan konsumen melalui transaksi jual – beli.

2.2.2. Metode Penetapan Harga

Gitosudarmo (1994) menyatakan beberapa penentapan harga yaitu

berdasarkan pada biaya, konsumen, dan persaingan.

Selanjutnya Basu Swastha (1990) menyatakan tingkat harga yang terjadi

dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti (1) kondisi perekonomian, (2)

Penawaran dan permintaan, (3) elastisitas permintaan, (4) persaingan, (5) biaya,

(6) tujuan manajer, (7) pengawasan pemerintah.

Dalam dunia nyata sulit untuk mengumpulkan data yang akurat tentang

penerimaan marjinal (MR) dan biaya marjinal (MC), agar dapat menentukan

tingkat output dan harga yang optimal pada titik dimana MR dan MC. Metode

penentuan harga yang paling luas dipergunakan adalah cost-plus pricing (

penetapan harga di atas biaya) atau disebut juga markup pricing/full cost pricing.

Praktek penetapan harga diatas biaya mencerminkan perbedaan dalam biaya

marjinal dan elastisitas permintaan merupakan cara yang efisien untuk beroperasi

Gambar

Gambar 1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Panen Jagung di                         Kabupaten Aceh Tenggara
Tabel 2.1. Kebutuhan Benih Jagung Pada Berbagai Jarak Tanam
Gambar 2.1. Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Mengatasi Kelebihan                        Produksi Pada Saat Panen Raya
Tabel 3.2. Teknik Sampling Penelitian Petani Jagung di Kabupaten                    Aceh Tenggara, 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa kelas VIII-1 MTs Islamiyah Medan mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II setelah

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sujarno (2008), yang menyatakan bahwa variabel jarak tempuh berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan

Hana Indah Kurniawati ( 2015 ) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode Outdoor Study untuk meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD

Maka dari penjelasan di atas pandangan Natsir tentang Islam sebagai ideologi dapat disimpul bahwa Natsir memperjuangkan ini karena kayakinan ideologi beliau sebagai seorang

RusselyiInti Dwi Permata, FransiscaiYaningwatiwdan ZahrohqZ.A dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Pengaruh Pembiayaan Mudharabah Dan Musyarakah Terhadap

Penilaian awal stabilitas untuk memperki- rakan letak titik berat kapal secara melintang dila- kukan berdasarkan rumusan dari Rawson and Tupper (1994) dengan berat kapal

Adapun cara pengamanan bagi perusahaan yaitu adanya GPS (Global Positioning System) yang akan terus memantau kerja dari petugas Cater sehingga petugas Cater tidak bisa

Jika berdasarkan situasi tersebut digunakan strategi linier maka akan sulit untuk mempertahankan wilayah-wilayah yang diserang (Soetanto, 2006).. Salah satu permasalahan