• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Produksi Pertanian

2.1.5. Teknik Budi Daya Jagung

Bercocok tanam pada prinsipnya mempunyai tujuan utama untuk memperoleh produksi maksimal. Khusus, tanaman jagung, ditanam untuk dipetik hasilnya yang berupa biji jagung. Biji-biji ini terbentuk dalam satu kesatuan yang melekat pada tongkol. Biji jagung dapat dikonsumsi langsung

dalam bentuk makanan, maupun diproses terlebih dahulu diolah menjadi tepung jagung. Sedangkan konsumsi jagung secara tidak langsung digunakan untuk makanan ternak. Kanisius (1993) menyatakan produksi tanaman adalah kegiatan atau sistem budidaya tanaman yang melibatkan beberapa faktor produksi seperti tanah, iklim, varietas, pengelolaan serta alat-alat agar diperoleh hasil maksimum secara berkesinambungan.

Persiapan dan pelaksanakan merupakan suatu kegiatan yang sangat dibutuhkan secara signifikan dimulai dengan penyiapan lahan, pengolahan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman agar dicapai panenan yang baik. Lahan yang digunakan untuk tempat bertanam akan menentukan

kebijaksanaan perencanaan tanam seperti tempat bertanam, iklim, benih (varietas) yang digunakan serta alat-alat yang akan digunakan. Tanaman jagung toleran terhadap berbagai jenis tanah seperti tanah yang berstektur ringan, misalnya andosol, dan latosol asalkan memiliki (pH) yang memadai serta tanah yang berstektur berat, misalnya grumosol bila aerasi dan drainase tanah diatur dengan baik. Adisarwanto dan Astuti (2000) menyatakan tempat bertanam jagung dibagi menjadi dua bagian yaitu : penanaman dilahan kering dan penanaman dilahan persawahan.

Jagung dapat tumbuh pada suhu 13C - 38 C dan mendapatkan sinar

matahari secara penuh. Suhu udara yang ideal untuk perkecambahan benih adalah

30C - 32C dengan kapasitas air tanah antara 25% - 60%. Selama pertumbuhan,

tanaman jagung membutuhkan suhu optimum antara 23C - 27C. Unsur iklim

penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan fase reproduktif terutama pada saat mengakhiri pembuahan jagung adalah faktor penyinaran matahari.

Benih sebagai bahan utama atau modal pokok dalam budidaya jagung harus dipersiapkan. Benih yang diperlukan, dikaitkan dengan tujuan dan perencanaan penanaman. Benih yang baik adalah jenis benih vareitas unggul, benih yang berasal dari varietas unggul memiliki daya tumbuh yang tinggi (lebih dari 90 persen), mempunyai viabilitas yaitu dapat mempertahankan kelangsungan pertumbuhannya menjadi tanaman yang baik. Mutu benih sangat menentukan tingkat produktivitas jagung yang dicapai. Penggunaan benih yang bermutu tinggi bersifat lebih respons terhadap teknologi produksi yang diterapkan dan menentukan kepastian populasi tananaman yang tumbuh.

Mutu benih ditetapkan melalui standarisasi yang bersertifikasi dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Adisarwanto dan Astuti (2000) menyatakan untuk memperoleh benih unggul yang bermutu bisa dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu :

1. Menggunakan benih bersari bebas, yaitu varietas yang benihnya dapat

digunakan terus menerus pada setiap penanaman. Benih bersari bebas berasal dari pemilihan pada saat pemungutan hasil (panen) yang mempunyai sifat-sifat unggul seperti bulir lebih besar, umur pendek, produksi tinggi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tahan terhadap perubahan suhu atau iklim, batangnya kokoh (tidak mudah roboh ketika terkena angin), tahan terhadap kadar garam yang tinggi, serta tahan terhadap kemasaman tanah (pH). Beberapa varietas bersari bebas yang beredar dipasaran antara lain Arjuna, Bisma, Logaligo, Kalingga, Wiyasa, Rama, dan Wisanggeni.

2. Menggunakan benih hibrida, yang diperoleh dari hasil seleksi kombinasi,

satu spesies untuk mendapatkan genotype (sifat-sifat dalam) yang unggul, biasa disebut breeding (hibridisasi). Beberapa varietas hibrida yang beredar dipasaran antara lain Hibrida jenis C, Pioneer, CPI, BISI, IPB dan Semar. Soekartawi (2002) menyatakan pertanian di Indonesia dicirikan banyaknya penggunaan tenaga kerja manusia dikarenakan luas usaha relatif sempit, relatif kurang dari satu hektar, peranan tenaga kerja yang bersifat kekeluargaan relatif lebih besar mengakibatkan tenaga kerja dari luar masih kurang diperlukan dan penggunaan tenaga kerja mesin masih relatif sedikit hanya berkisar pada tenaga pendukung saja. Secara umum alat-alat yang digunakan untuk bercocok tanam jagung seperti cangkul, alat tanam dengan tugal, alat penyemprotan, sedangkan pada lahan yang luas digunakan tenaga mesin seperti jettor atau traktor untuk melakukan pembajakan serta mesin penanam untuk melakukan kegiatan penanaman. Tata cara pengolahan tanah tergantung pada jenis atau keadaan tanah. Rukmana (1997) menyatakan pengolahan tanah untuk tanaman jagung dapat dilakukan dengan cara yaitu :

1. Tanpa olah tanah (TOT) atau disebut Zerro tillage dilakukan pada lahan

yang bertekstur ringan, tanah hanya dicangkul untuk lubang tanam serta pada lahan tersebut perlu diberi mulsa untuk mengatasi erosi dan menekan jumlah gulma.

2. Pengolohan tanah minimum (minimum tillage) dilakukan pada tanah yang

peka terhadap erosi seperti tanah yang berpasir atau tanah ringan, mencangkul dengan kedalaman 15-25 cm hingga tanah menjadi gembur seminggu atau kurang dari seminggu sebelum waktu tanam.

3. Pengolahan tanah maksimum atau sempurna (maximum tillage) dilakukan pada tanah yang berstektur berat dengan mencangkul atau membajak selama dua kali atau lebih sedalam 15-20 cm, gulma dan sisa tanaman dibenamkan serta tanah digaru sampai rata, dan dilakukan paling lambat seminggu sebelum waktu tanam.

Penanaman jagung juga perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang akan diperoleh. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan tersebut adalah waktu tanam, jarak tanam, dan cara menanam. Waktu tanam perlu diperhatikan dengan cermat agar penanaman dapat dilakukan dengan baik. Warisno (1998) menyatakan dari beberapa jenis lahan tersebut waktu tanamnya berbeda-beda. Pertama, pada tanah tegal dan pekarangan sebaiknya penanaman dilakukan pada musim labuhan yaitu saat hujan mulai turun sekitar bulan September hingga November, Bisa juga pengolahan tanah pada musim marengan yaitu pada saat hujan mulai berakhir sekitar bulan Februari sampai dengan Maret dengan syarat pengairan selama musim kemarau terjamin. Kedua, pengolahan tanah pada tanah sawah sebaiknya dilakukan setelah tanaman padi dipanen.

Berbagai pengaturan jarak tanaman perlu dilakukan guna mendapatkan produksi yang optimal. AAK (1998) menyatakan pengaturan jarak tanaman akan menentukan kebutuhan benih. Dalam tabel 2.1 dibawah ini disajikan beberapa pilihan bagi petani untuk menentukan jarak tanam dalam satuan hektare.

Tabel 2.1. Kebutuhan Benih Jagung Pada Berbagai Jarak Tanam

Jarak Tanam Jumlah Tanaman

Tiap lubang Jumlah Tanaman Tiap hektare 100 x 40 75 x 25 2 1 50.000 60.000

75 x 20 60 x 60 60 x 30 60 x 25 60 x 20 60 x 15 60 x 10 50 x 20 50 x 10 1 2-3 2 2 2 1 1 2 1 65.000 55. 112 – 82.668 110.000 133.000 165.000 110.000 165.000 200.000 200.000 Sumber : AAK, 1993

AAK (1998) menyatakan penanaman dilakukan dengan cara penugalan pada lahan yang sempit dan pekarangan. Tugal adalah alat semacam tongkat yang terbuat dari kayu dan pada salah satu ujungnya dibuat meruncing. Tugal tersebut ada yang bermata tunggal, ada juga bermata dua atau segi tiga sesuai dengan lubang yang dibentuk. Kedalaman lubang antara 2,5 cm sampai dengan 5 cm. Setelah lubang terbentuk, benih yang dipersiapkan sebelumnya dimasukkan kedalam lubang tersebut sesuai dengan jumlah lubang. Selanjutnya lubang yang sudah ada benihnya ditutup dengan baik. Penanaman ini dilakukan oleh dua orang yaitu satu orang yang membuat lubang, sedangkan yang lain mengisi lubang dengan benih sekaligus menutup lubang. Kedalaman dan penutupan lubang sangat berpengaruh terhadap kecepatan perkecambahan benih. Sedangkan pada lahan yang sangat luas dan datar, dengan jumlah tenaga kerja manusia yang terbatas, penanaman dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi berupa mesin penanam sekaligus penutup lubang.

Pertumbuhan tanaman jagung jua memerlukan curah hujan yang merata. Air sangat berperan dalam peningkatan produksi. Keterlambatan penambahan air pada fase kecambah, berbunga, pengisian, dan pemasakkan biji tentu akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas biji yang dihasilkan. Selanjutnya Rukmana (1997) menyatakan jagung yang kekurangan air dan mengalami kelayuan selama

1-2 hari pada saat pembungaan dapat menurunkan hasil sampai 22 %, bila kelayuan pada tanaman terjadi selama 5-8 hari, akan mengakibatkan penurunan hasil hingga 50 %. Cara pemberian air di daerah yang kering dilakukan 1- 2 minggu sekali atau tergantung pada keadaan tanah dengan cara mengalirkan air melalui saluran pemasukkan air (bedengan). Sedangkan pada lahan persawahan pengairan berasal dari saluran irigasi.

Setelah bibit jagung tumbuh, maka perlu dipelihara sebaik-baiknya. Pemeliharaan tanaman jagung meliputi kegiatan pokok seperti penyulaman, penyiangan dan pembubunan, pemupukan serta pengairan bagi daerah yang kering (Rukmana, 1997). Penyulaman dilakukan jika ada benih yang rusak atau tidak tumbuh. Kegiatan ini dilakukan sekitar 7-10 hari setelah tanam dengan menggunakan benih yang sejenis. Penyulaman yang terlambat (lebih dari 15 hari setelah tanam) mengakibatkan pertumbuhan jagung tidak merata dan menyulitkan kegiatan pemeliharaan berikutnya. Supaya tanaman dapat tumbuh dengan baik maka dibutuhkan kegiatan penyiangan untuk pengendalian atau pengurangan gulma (rumput liar) yang tumbuh diareal penanaman. Gulma (rumput liar) yang tumbuh di areal penanaman adalah pesaing dalam hal kebutuhan sinar matahari, air, dan unsur hara. Tergantung perkembangannya, penyiangan gulma dapat dilakukan 2-3 kali. Penyiangan pertama dilakukan sebelum pemupukan susulan yang kedua. Penyiangan kedua dapat dilakukan sebulan setelah penyiangan pertama disertai dengan pembubunan, dan penyiangan ketiga dapat dilakukan jika dianggap perlu, yaitu jika pertumbuhan gulma terlihat subur atau lebat. Penyiangan gulma, selain secara manual atau mekanis, dapat dilakukan secara

kimiawi yaitu dengan menggunakan herbisida seperti Gramoxone, Roundup, Sundup dan lain sebagainnya.

Selama pertumbuhan, tanaman jagung membutuhkan unsur hara yang memadai. Untuk memenuhinya dilakukan pemupukkan, baik secara organik sebanyak 15-20 ton/hektar maupun dengan menggunakan pupuk yang anorganik seperti Urea 300 Kg/Ha, TSP atau SP-36 100 Kg/Ha, dan KCL 50 Kg/Ha.

Berdasarkan keperluannya, jagung dapat dipanen pada tingkat kemasakan yang berbeda. Pemanenan masak susu dilakukan untuk keperluan sebagai sayur. Jagung semi dapat dipanen pada umur 47-48 hari setelah tanam untuk dataran rendah, dan 60 hari setelah tanam untuk dataran tinggi. Jagung masak susu atau Semi (baby corn) memiliki ciri-ciri antara lain :

a. Tanaman masih kelihatan segar dan masih berwarna hijau.

b. Panjang rambut jagung antara 3-5 cm.

c. Biji mulai terisi zat pati yang berbentuk seperti cairan susu atau santan.

d. Biji belum keras dan bila dipijit akan keluar cairan putih seperti susu atau

santan.

Pemanenan saat masak lunak dilakukan untuk keperluan jagung rebus, jagung bakar, atau jagung sayur. Jagung masak lunak atau jagung manis (sweet corn) memiliki ciri-ciri antara lain :

a. Ujung daun bagian bawah mulai kering.

b. Keadaan tongkol agak besar dan agak berat.

c. Biji jagung mulai agak keras dan bila dipijit akan keluar isi seperti tepung

Pemanenan jagung pada tingkat masak tua merupakan pemanen yang paling banyak dilakukan petani. Jagung hasil panen ini digunakan untuk berbagai keperluan konsumsi, misalnya untuk makanan pokok, pembuatan tepung jagung, makanan ternak serta untuk keperluan lainnya. Jagung dapat dipanen setelah tanaman berumur antara umur 90 hari sampai dengan 110 hari tergantung pada varietas yang digunakan. Jagung masak tua atau masak mati memiliki cirri-ciri :

a. Batang, daun, dan kelobot buah berubah warna menjadi kuning bahkan

sebagian besar sudah mengering.

b. Semua bagian tanaman telah kering dan mati.

c. Biji jagung sudah tampak keras, dan mengilap.

d. Bila ditekan dengan kuku tangan, bijinya tidak tampak bekas tekanan

e. Kadar air sudah mencapai 30% - 35%.

Dalam melakukan kegiatan pemanenan, hal yang perlu diperhatikan sekali adalah keadaan cuaca. Hasil panen jagung persatuan hektarnya adalah berkisar antara 7 – 9 ton/ha, tergantung pada potensi hasil, kesuburan lahan, dan teknik budi daya yang dipraktekkan. Tata cara panen jagung adalah sebagai berikut :

a. Petik tongkol dengan tangan hingga terlepas dari batangnya dan sekaligus

mengupas kulitnya.

b. Dilakukan pada hari yang cerah (tidak ada hujan).

c. Dimasukkan kedalam sebuah wadah seperti goni atau bakul.

d. Setelah sampai ditempat penampungan, segera dihamparkan dilantai yang

bersih dan kering.

Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air serendah mungkin, agar didalam penyimpanannya jagung tidak mudah rusak. Berdasarkan sumber

energinya, pengeringan pada jagung dapat dibedakan menjadi pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami merupakan pengeringan yang dilakukan dengan bantuan sinar matahari (penjemuran). Agar didapat hasil pengeringan yang baik, sebaiknya disediakan areal yang cukup luas karena pengeringan jagung tidak boleh dilakukan dengan cara menumpukkannya. Tata cara pengeringan jagung yaitu :

a. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan lantai jemur, alas anyaman

bambu, dan tikar.

b. Pengeringan tongkol dilakukan sampai kadar air ± 18 %.

c. Pada proses pengeringan tongkol sampai kadar air ± 18 %, tongkol jangan

dimasukkan kedalam karung dalam waktu yang cukup lama, akan menyebabkan biji jagung akan mengalami kerusakan.

Apabila hujan terus menerus, pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengering mekanis atau mengalirkan udara yang panas ke tempat-tempat pengeringan. Beberapa jenis alat yang biasa digunakan adalah omprongan, alat pengering dengan aerasi dan alat pengering tipe continuos. Setelah pengeringan dilakukan maka kegiatan selanjutnya adalah pemipilan. Pemipilan merupakan kegiatan melepaskan biji dari tongkol, memisahkan tongkol, dan memisahkan kotoran dari jagung pipilan. Tujuan pemipilan adalah untuk menghindari kerusakan, menekan kehilangan, memudahkan pengangkutan, dan memudahkan pengolahan selanjutnya. Pemipilan dapat dilakukan apabila tongkol sudah cukup kering, kadar air biji jagung berkisar 17% - 20%. Pemipilan secara tradisional dilakukan dengan menggunakan tangan, yaitu dengan

menggunakan tongkat yang dipukul pada sebuah karung yang berisi jagung-jagung yang masih bertongkol.

Selain menggunakan tangan, pemipilan jagung dapat dilakukan dengan bantuan alat yang sederhana seperti kikian, Pemipil tipe Sulawesi Utara, pemipil tipe silinder (tipe F11.223), pemipil model ARS-2002, pemipil model TPI, dan tipe Ramapil, maupun pemipil yang menggunakan mesin seperti pemipil tipe Senapil. Sebelum jagung hasil pemipilan dijual, kegiatan panenan yang terakhir adalah melakukan penyimpanan atau penggudangan. Kegiatan penyimpanan terdiri dari dua cara. Pertama, penyimpanan jagung dalam bentuk berkolobot dilakukan dengan cara mengikat jagung dalam besaran tertentu seperti 15 tongkol – 20 tongkol atau 30 tongkol – 40 tongkol, kemudian digantung dan diletakkan secara tersusun diatas para-para. Kedua, Jagung yang telah dipipil, dapat juga disimpan dalam sebuah wadah plastik yang kedap udara, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Jagung yang telah dipipil dimasukkan kedalam sebuah wadah plastik yang

kedap udara seperti karung plastik.

b. Karung-karung plastik tersebut diletakkan diatas balok kayu untuk

mencegah kontak langsung antara karung dengan lantai sehingga karung tidak lembab dan sirkulasi udara terjamin.

c. Untuk mencegah serangan-serangga sehingga daya simpannya menjadi lebih

panjang, karung-karung tersebut disemprot dengan cairan insektisida Silosan 25 EC 2% dan Damfin 50 EC dengan dosis 500 CC/10 Liter air.

Dokumen terkait