• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan Jenis Pohon Faktor ekologis, ekonomi dan budaya telah mendorong budidaya hutan

4.4.1 Faktor Sosial Budaya

Komponen sub faktor pertimbangan petani terkait faktor sosial budaya yaitu turun temurun, adat istiadat, pengaruh masyarakat, dan pengaruh petani lain. Pengelolaan hutan rakyat umumnya sangat kental dengan pengetahuan lokal masyarakat setempat. Pengetahuan lokal yang dimaksud dapat berupa pengetahuan turun temurun dalam mengelola hutan rakyat maupun adat istiadat

masyarakat setempat yang berhubungan dengan hutan. Pemilihan jenis tanaman pada pengelolaan hutan di luar Pulau Jawa, salah satunya Tapanuli Utara, Sumatera Utara sangat bergantung pada adat istiadat turun temurun daerah tersebut. Sinaga (2009) menjelaskan bahwa pengelolaan hutan rakyat di Desa Sibaganding, Sumatera Utara senantiasa mempertahankan tradisi turun temurun dalam mengelola hutan rakyat dengan jenis kemenyan (Styrax spp) yang diwariskan kepada anak laki-laki dalam suatu keluarga.

Lain halnya dengan kondisi di Desa Bojonggedang, dimana tidak ada budaya dan adat istiadat khusus yang berhubungan dengan pengelolaan hutan rakyat. Namun demikian, petani di Desa Bojonggedang dalam memilih jenis pohon, tetap mempertimbangkan faktor sosial budaya yaitu pengalaman dari orang tua yang telah menanam sejak dahulu maupun mengikuti petani lain yang sukses dalam menanam suatu jenis pohon (dalam hal ini pohon sengon). Kebiasaan turun temurun oleh sebagian petani (57%) dalam menanam pohon sengon dikarenakan memang sebelum petani mulai mengusahakan hutan rakyat, di kebunnya telah terdapat pohon sengon peninggalan orang tua mereka.

Pada umumnya, petani hutan rakyat tidak terlalu terpengaruh pada jenis pohon baru yang ditawarkan kepada mereka jika jenis tersebut belum jelas hasilnya. Salah satu penyebab fenomena ini terkait dengan umur petani yang rata- rata mencapai umur 56,8 tahun sehingga cukup sulit dalam menerima inovasi baru dan cenderung bersifat konservatif. Hal ini berkaitan dengan pendapat Siahaan (2002) yang menyimpulkan bahwa umur berkaitan dengan peningkatan pengetahuan masyarakat, sehingga terkadang petani lebih berfikir bahwa pendapat mereka lebih benar dan sulit menerima pendapat baru dari luar. Namun, berdasarkan pemaparan petani, sebagian petani yang memilih mengusahakan pohon sengon di kebunnya, antara lain dikarenakan terpengaruh oleh petani lain yang berhasil dalam mengusahakan pohon tersebut. Artinya petani yang memang cenderung baru dalam mengusahakan hutan rakyat jenis sengon ini, terlebih dahulu melihat contoh konkrit dari keberhasilan petani lain sebelum dapat menerima pendapat dari luar. Secara umum, tidak semua petani menyatakan sangat setuju dalam melakukan pertimbangan berdasarkan faktor sosial budaya

pada pemilihan jenisnya, dengan kata lain, faktor ini bukan alasan utama petani dalam menentukan pemilihan jenis, seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Sikap petani pada pertimbangan faktor sosial budaya

Sub Faktor

Persentase (%)

Sangat Setuju

Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Turun Temurun 57 0 0 40 3 Adat Istiadat 0 7 20 67 6 Pengaruh Masyarakat 13 43 27 17 0 Pengaruh Petani Lain 27 20 36 17 0 4.4.2 Faktor Ekonomi

Sub faktor yang dominan mendasari pemilihan jenis oleh petani dalam faktor ekonomi adalah jenis tersebut cepat menghasilkan, lalu kemudahan akses petani terhadap pasar, dan kestabilan harga jual jenis tersebut, seperti disajikan pada Tabel 4. Hal ini senada dengan pemaparan Widiarti dan Mindawati (2006) terkait alasan yang mendasari petani dalam memilih jenis pohon kayu, antara lain 1) pertumbuhannya cepat, 2) pemasaran mudah, dan 3) harga cukup baik. Pemaparan peneliti terdahulu lainnya yang juga senada adalah hasil penelitian Lubis (1997) terkait repong damar di Krui Lampung, yaitu faktor harga jual dan akses pasar merupakan insentif ekonomi yang mendasari masyarakat untuk memilih jenis tanamannya sehingga dapat mempertahankan pengelolaan hutan rakyat. Jenis pohon dengan pertumbuhan cepat, dipilih petani untuk diusahakan di hutan rakyatnya agar dapat segera dipanen untuk keperluan penting yang mendesak, ketika penghasilan dari tanaman pertanian hasil agroforestri belum mencukupi memenuhi keperluan tersebut. Dengan memilih pohon dengan pertumbuhan yang cepat, maka petani akan semakin cepat mendapatkan uang dari hasil penjualan kayu tersebut. Selain itu biaya yang dikeluarkan untuk memelihara pohon tersebut juga berkurang baik biaya pemeliharaan berupa pupuk dan obat untuk hama dan penyakit, maupun biaya upah pekerja untuk melakukan pemeliharaan.

Terlepas dari pertimbangan petani memilih jenis yang cepat menghasilkan, pada kenyataannya tetap ada petani yang memiliki jenis pohon lambat tumbuh. Namun, petani yang memiliki jenis pohon dengan kriteria lambat tumbuh di lahan miliknya ini, semata-mata hanya menjadikan pohon tersebut sebagai pendapatan sampingan untuk jangka panjang dan jumlah pohon tersebut hanya sedikit.

Sebagian besar petani (73%) menyatakan sangat setuju pada pertimbangan memilih jenis pohon yang cepat menghasilkan untuk ditanam di lahan miliknya, 23% menyatakan setuju, dan 4% lainnya menyatakan ragu-ragu. Tidak ada satupun petani yang menyatakan tidak setuju pada pertimbangan ini, artinya tujuan utama petani dalam memilih jenis pohon pada umumnya adalah agar dapat memperoleh keuntungan keuangan sesegera mungkin. Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian Febryano (2008) yang menyatakan salah satu alasan petani dalam pemilihan jenis tanaman adalah kecepatan jenis tersebut dalam berproduksi.

Kemudahan akses petani terhadap pasar, menjadi salah satu pertimbangan dominan bagi petani dalam menentukan jenis yang akan ditanam. Berdasarkan pemaparan petani, mereka membutuhkan jenis pohon yang dapat dengan mudah dijual kapanpun mereka butuhkan, dan pada kenyataannya konversi pohon berdiri menjadi uang sangatlah mudah dan cepat. Sehingga petani memilih mengusahakan jenis pohon yang umum dicari oleh pembeli. Petani merasa dimudahkan oleh tengkulak maupun pihak penggergajian kayu yang akan membeli pohon di kebun mereka. Kondisi tersebut senada dengan uraian Suharjito (2002) pada penelitian di Desa Buniwangi-Sukabumi yang menyatakan bahwa kemudahan pemasaran merupakan salah satu alasan utama pemilihan jenis tanaman yang diusahakan di kebun-talun, selanjutnya tengkulak dianggap dapat menolong petani jika sewaktu-waktu petani membutuhkan uang.

Lubis (1997) menyatakan bahwa fluktuasi harga yang tajam mempengaruhi petani dalam memutuskan jenis tanaman yang akan dibudidayakan. Kondisi ini juga berlaku pada pengambilan keputusan jenis pohon oleh petani. Petani memahami bahwasanya kestabilan harga jual suatu jenis pohon merupakan aspek yang penting dipertimbangkan. Petani umumnya tidak ingin mengambil resiko dalam mengusahakan jenis pohon yang stabilitas harganya belum jelas, karena rentang periode penanaman bibit pohon sampai akhirnya dapat dijual

membutuhkan waktu bertahun-tahun. Berbagai kemungkinan perubahan kondisi pasar dan harga jual dapat terjadi selama rentang periode waktu tersebut. Jenis tanaman yang baru diintroduksi dan menjadi trend di saat tertentu, belum dapat dipastikan harga jualnya tetap tinggi saat periode pemanenan. Petani lebih memilih mengusahakan jenis yang sudah terbukti kestabilan harga jualnya.

Aspek pertimbangan petani dalam menentukan jenis pohon yang ditanamnya, lebih mengarah kepada bagaimana petani mendapatkan hasil yang besar dari penjualan pohon tersebut. Hal ini terlihat dari sub faktor yang dominan mendasari pemilihan jenis oleh petani dalam faktor ekonomi, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Hal senada dinyatakan pada hasil penelitian Febryano (2008) terkait alasan petani di Desa Sungai Langka dalam pemilihan jenis tanaman di lahan hutan negara dan hutan milik, yaitu karena pendapatan uang. Begitu pula dengan Krause dan Uibrig (2006) yang menjelaskan bahwa pengambilan keputusan oleh petani dalam pemilihan jenis tanaman ditentukan oleh kegunaan dan pendapatan uang dari jenis tanaman.

Pertimbangan batasan modal dan biaya pengelolaan tidaklah menjadi pertimbangan yang dominan dalam pemilihan jenis pohon oleh petani. Artinya petani lebih memperhatikan keuntungan dari hasil penjualan pohon dari hutan rakyat daripada mengkhawatirkan biaya produksi dari hutan rakyat tersebut. Kondisi ini antara lain dikerenakan kemudahan mendapatkan uang dalam penjualan pohon dan kemudahan akses petani dalam memperoleh bibit dari membeli, cabutan, maupun bantuan pemerintah.

Petani di Desa Bojonggedang mendasari pemilihan jenis pada faktor ekonomi yang paling utama, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4, dimana persentase petani yang menyatakan sangat setuju terhadap sub faktor ekonomi relatif banyak. Artinya dalam pemilihan jenis pohon, petani hutan rakyat selalu mengutamakan kepentingan atau faktor ekonomi daripada kepentingan lain. Penelitian yang dilakukan di Desa Bojonggedang menunjukkan bahwa dalam melakukan pemilihan jenis, petani selalu mempertimbangkan faktor ekonomi dari jenis yang akan ditanam sebagai pertimbangan utama, setelah itu disusul dengan pertimbangan-pertimbangan dari faktor lain.

Tabel 4. Sikap petani pada pertimbangan faktor ekonomi

Sub Faktor

Persentase (%)

Sangat Setuju

Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Akses Pasar 67 30 3 0 0 Batasan Modal 3 17 20 60 0 Biaya Pengelolaan 10 37 30 23 0 Kestabilan Harga 40 53 7 0 0 Cepat Menghasilkan 73 23 4 0 0 4.4.3 Faktor Ekologis

Faktor ekologis juga mendasari sebagian petani dalam menentukan jenis pohon yang akan ditanamnya, karena tidak dapat dipungkiri bahwa banyak petani yang mulai memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, bukan hanya menginginkan keuntungan ekonomi semata. Namun tidak semua petani mempertimbangkan faktor ekologis ini sebagai pertimbangan utama dalam menentukan pemilihan jenis yang akan ditanamnya, melainkan hanya sebatas pertimbangan pelengkap atau tambahan saja. Artinya, tidak semua petani memahami peran ekologis dari pohon maupun sifat-sifat pohon tersebut, dan pertimbangan utama petani masih bersifat komersial. Komponen sub faktor pertimbangan petani terkait faktor ekologis yaitu mudah beradaptasi dengan lingkungan tempat tumbuh, tahan terhadap perubahan iklim, tahan dari hama dan penyakit, masa tebang singkat, serta dapat mencegah erosi dan banjir, seperti disajikan pada Tabel 5.

Aspek yang dominan dipertimbangkan petani pada faktor ekologis ini adalah usia produktif jenis pohon (87% petani menyatakan setuju), dimana jenis tersebut dapat menghasilkan hasil yang optimal saat penebangan. Berdasarkan harga jual yang berlaku, diameter pohon sengon yang dihargai tinggi adalah 30 cm atau lebih. Petani mengharapkan hasil yang besar dan maksimal dari penjualan hasil hutan rakyatnya, namun disaat tertentu ketika membutuhkan dana cepat, petani tidak terlalu memperhatikan pertimbangan usia produktif pohon melainkan

pertimbangan cepat tidaknya pohon tersebut dapat dijual dan menghasilkan uang, meskipun tidak maksimal.

Selanjutnya pertimbangan petani terkait bagaimana bibit pohon yang ditanam dapat tumbuh subur di lahan kebun dan beradaptasi pada kondisi tanah di Desa Bojonggedang. Alasan ini dimaksudkan pada orientasi produktivitas, yang tujuan utamanya juga bermuara pada aspek ekonomi. Pertimbangan ini diikuti dengan pertimbangan ketahanan pohon terhadap iklim di Desa Bojonggedang. Kondisi iklim yang ekstrim cenderung mempersulit beberapa jenis pohon untuk berkembang dan tumbuh dengan baik. Petani pada umumnya melihat aspek ketahanan suatu jenis pohon berdasarkan pengalaman orang tua atau petani lain dalam mengusahakan jenis pohon tersebut.

Beberapa petani tidak terlalu mempertimbangkan aspek ketahanan pohon pada hama dan penyakit, selama pohon tersebut dapat terus tumbuh dan tidak mati. Hal ini terlihat dari 50% petani menyatakan tidak setuju terkait pemilihan jenis berdasarkan ketahanan jenis terhadap hama dan penyakit. Aspek yang juga menjadi pertimbangan sekaligus harapan beberapa petani (64%) dalam menanam jenis pohon adalah, jenis tersebut dapat mencegah erosi dan banjir. Pada dasarnya, seluruh jenis pohon kehutanan dapat menahan erosi dan banjir, khususnya jika ditanam dalam jumlah yang relatif banyak. Sehingga pertimbangan ini hanya bersifat pertimbangan tambahan atau pelengkap saja, dan bukan merupakan pertimbangan utama dalam memilih jenis untuk diusahakan di hutan rakyat. Tabel 5. Sikap petani pada pertimbangan faktor ekologis

Sub Faktor

Persentase (%)

Sangat Setuju

Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Mudah Beradaptasi 7 60 23 10 0 Tahan Iklim 3 44 30 23 0 Tahan Hama Penyakit 0 13 34 50 3 Usia Produktif 10 87 0 3 0 Mencegah Erosi dan banjir 3 64 20 13 0

BAB V

Dokumen terkait