• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pengambilan Keputusan

Keputusan adalah kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pemikiran dan kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan yang terbaik. Oleh karena itu teori keputusan juga merupakan suatu teknik analisis yang berkenaan dengan

pengambilan keputusan melalui bermacam-macam model (Manik 2003). Seseorang yang melakukan pengambilan keputusan, pada dasarnya dia telah melakukan pemilihan terhadap alternatif-alternatif yang tersedia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kemungkinan atau pilihan yang tersedia bagi tindakan pengambilan keputusan itu akan dibatasi oleh kondisi dan kapasitas individu yang bersangkutan dan faktor eksternal misalnya lingkungan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan fisik, dan sebagainya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan menurut Depdiknas (2007), yaitu:

1. Posisi/kedudukan

2. Masalah. Masalah atau problem adalah apa yang menjadi penghalang untuk tercapainya tujuan yang merupakan penyimpangan dari apa yang diharapkan, direncanakan atau dikehendaki, dan harus diselesaikan. Masalah tidak selalu dapat dikenali dengan segera, ada yang memerlukan analisis, ada pula yang bahkan memerlukan riset sendiri.

3. Situasi. Situasi adalah keseluruhan faktor dalam keadaan yang berkaitan satu sama lain dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap kita beserta apa yang hendak kita perbuat.

4. Kondisi. Kondisi adalah keseluruhan faktor-faktor yang secara bersama-sama menentukan daya gerak, daya berbuat atau kemampuan kita. Sebagian besar faktor tersebut merupakan sumber daya-sumber daya.

5. Tujuan. Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan), tujuan organisasi, maupun tujuan usaha, pada umumnya telah ditentukan.

Pada pengambilan keputusan, terdapat bermacam-macam dasar yang digunakan. Terry (1977) dalam Depdiknas (2007) menjelaskan dasar-dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:

1. Intuisi. Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat yang subyektif sehingga mudah terkena pengaruh.

2. Pengalaman. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki

manfaat bagi pengetahuan praktis, karena dengan pengalaman seseorang maka dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan untung-

ruginya dan baik-buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Begitu pula karena pengalaman seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat memperkirakan cara penyelesaiannya.

3. Fakta. Pengambilan keputusan berdasarkan data dan fakta empiris dapat memberikan keputusan yang sehat, solid, dan baik. Dengan fakta, tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.

4. Wewenang. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya

dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya, atau oleh orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.

5. Rasional. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasio, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, dan konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.

Berdasarkan analisis terhadap kasus-kasus pengambilan keputusan di tingkat rumah tangga, secara garis besar ditemukan paling sedikit empat jenis pengaruh yang mendasari keputusan petani dalam pengelolaan lahan hutan. Keempat jenis pengaruh itu adalah 1) pengaruh ekonomis, 2) pengaruh ekologis, 3) pengaruh sosial, dan 4) pengaruh kultural (Lubis 1997). Beragamnya pertimbangan dalam pengambilan keputusan, juga dialami oleh petani dalam menentukan jenis pohon yang akan ditanam di lahan miliknya. Suharjito (2000) mengatakan bahwa beberapa faktor telah mendorong budidaya hutan rakyat di Jawa, yaitu faktor ekologis, ekonomi, dan budaya. Ketiga faktor tersebut turut menentukan pemilihan jenis pohon oleh petani hutan rakyat.

Alasan yang mendasari petani dalam memilih jenis pohon kayu adalah 1) pertumbuhannya cepat; 2) pemasaran mudah; 3) harga cukup baik; 4) produksinya bagus; 5) bibit mudah didapat; 6) tempat tumbuh sesuai; dan 7) pemeliharaan mudah. Sedangkan alasan petani memilih membudidayakan jenis pohon penghasil buah yaitu 1) mereka mendapatkan penghasilan secara rutin dari hasil buah-

buahan dan tanaman lainnya; 2) akibat urbanisasi ketersediaan tenaga kerja di pedesaan berkurang budi daya pohon sedikit membutuhkan masukan tenaga kerja dan memberikan penghasilan yang relatif lebih tinggi; 3) keterbatasan kondisi lingkungan dan akses pada kredit menghambat petani untuk mengusahakan lahan secara intensif; dan 4) ketersediaan pasar produk kebun campuran (Widiarti dan Mindawati 2006).

Penelitian lain juga memaparkan alasan-alasan petani terkait pemilihan tanaman. Alasan-alasan utama pemilihan jenis tanaman yang diusahakan di kebun-talun saat ini adalah: 1) supaya hasilnya banyak atau maksimal; 2) supaya hasilnya beragam; 3) mudah memelihara; 4) mudah pemasarannya; 5) harga stabil/naik; 6) warisan orang tua; 7) tanahnya kecil/sempit; dan 8) sesuai dengan kondisi tanahnya (Suharjito 2002). Pada dimensi waktu, usaha kebun-talun memberikan jaminan hasil untuk memenuhi kebutuhan keluarga petani sehari-hari atau pada waktu tertentu. Pada dimensi kegunaan, kebun-talun mempunyai fungsi sebagai sumber pendapatan uang (cash income) yang dapat diperoleh setiap hari dan sepanjang tahun, yang berarti menunjukkan orientasi komersial; dan fungsi sebagai sumber makanan, yang berarti menunjukkan orientasi subsisten (Suharjito 2002).

Alasan-alasan lain terkait pemilihan jenis oleh petani di lahan hutan negara maupun lahan milik menurut Febryano (2008), adalah: 1) pendapatan uang, 2) kontinuitas produksi, 3) kecepatan berproduksi, 4) kemudahan pemeliharaan dan pemanenan, 5) kemudahan pengolahan pascapanen, 6) kemampuan ditanam dengan tanaman lain, dan 7) keamanan penguasaan lahan (khusus penanaman di lahan hutan negara).

Lubis (1997) menyatakan bahwa fluktuasi harga yang tajam

mempengaruhi petani dalam memutuskan jenis tanaman yang akan

dibudidayakan. Kasus melonjaknya harga cengkeh pada tahun 1970-an mendorong petani untuk berlomba-lomba menanam cengkeh, dan ketika harga cengkeh merosot tajam mereka segera pula mengeliminasi cengkeh dari pilihannya.

Pertimbangan petani dalam menanam tanaman berkayu pada lahan miliknya, mendapatkan perhatian dari peneliti-peneliti di seluruh dunia. Antara

lain penelitian pada kasus di dataran tinggi Ethiopia Tengah, yang menyatakan “hasil dari pemodelan keputusan mengungkapkan bahwa tanaman berkayu yang tumbuh di lahan pertanian dipilih berdasarkan kegunaan spesies pohon tersebut, terutama untuk kayu bakar dan produk berbasis kayu, diikuti oleh pendapatan uang“ (Krause dan Uibrig 2006). Pada dasarnya, kegunaan dari jenis pohon yang ditanam dan keuntungan keuangan telah menjadi alasan-alasan petani dalam memilih jenis pohon berkayu untuk ditanam di lahan miliknya. Kasus lain yang terdapat di Pakistan terkait keputusan petani untuk menanam pohon, peneliti memaparkan bahwa ”kecuali masalah yang berkaitan dengan pemasaran, kurangnya pembibitan, persepsi kehutanan-pertanian sebagai bisnis jangka panjang, dan kerusakan bibit oleh hewan dan manusia dapat ditangani, intervensi kebijakan untuk meningkatkan pohon yang tumbuh di lahan pertanian sebagai bagian dari strategi mata pencaharian petani akan tetap dipertanyakan” (Zubair dan Garforth 2005).

BAB III

Dokumen terkait