• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Paru

Faktor yang mempengaruhi kapasitas paru khususnya yang berhubungan dengan karakteristik individu antara lain:

1) Usia

Usia merupakan faktor yang secara alamiah menurunkan kapasitas fungsi paru. Sistem pernapasan akan berubah secara anatomi dan imunologi sesuai bertambahnya usia. Daya pengembangan paru, kekuatan otot pernapasan, kapasitas vital, FEV1, FVC, dan cairan antioksidan

epiteal akan menurun sesuai peningkatan usia (Sharma & Goodwin, 2006). Seiring bertambahnya usia, mulai dari masa anak-anak hingga dewasa sekitar 24 tahun kapasitas paru seseorang akan berkembang dan mencapai optimum. Setelah itu akan menetap (stationer) sampai pada usia 30 tahun, kemudian menurun secara gradual sesuai pertambahan usia. Rata-rata penurunan yang terjadi untuk nilai FVC dan FEV1 adalah 20 ml tiap satu

pertambahan usia (Guyton, 1997). 2) Masa kerja

Seseorang yang bekerja di lingkungan kerja yang mengandung debu atau aerosol kondisi parunya sangat dipengaruhi oleh masa kerja. Paparan dalam kadar tinggi jika terpejan dalam waktu yang lama maka akan semakin banyak partikel debu atau aerosol yang akan tertimbun dalam saluran pernapasan. Akibatnya, risiko terjadinya gangguan fungsi paru tinggi (Wardhana, 2001).

3) Kebiasaan merokok

Asap rokok adalah salah satu polutan paling penting dalam praktik karena asap rokok dihirup perokok dalam jumlah yang lebih besar daripada polutan udara yang ada di atmosfir. Hidrokarbon aromatik dan

bahan lain yang disebut tar merupakan zat yang berperan penting sebagai pemicu karsinoma bronkial pada perokok. Seorang pria perokok dengan dosis 35 batang/perhari berisko 40 kali lebih besar untuk karsinoma bronkial dibandingkan bukan perokok. Satu batang rokok menyebabkan peningkatan resistensi jalan napas dan meningkatkan risiko bronkitis kronis, emfisema serta penyakit jantung koroner (West, 2011). Hasil penelitian lain menyebutkan perokok usia 30 – 40 tahun dengan dosis rokok 30 pack-tahun berisiko bronkitis (Ryu dkk, 2001). Penelitian lain oleh Menezes (1994) menyebutkan perkokok dengan dosis ≥ 20 batang perhari berisiko enam kali lipat terkena bronkitis kronis dibandingkan bukan perokok. Perbedaan dosis rokok yang dapat menimbulkan efek tersebut kemungkinan karena pengaruh tingkat kerentanan individu yang berbeda-beda, selain itu juga mungkin cara menghisap rokok juga turut berperan.

Efek toksikologi paparan debu di lingkungan kerja dapat bersinergi dengan efek dari paparan rokok. Oleh karena itu pekerja dilingkungan yang berdebu dan perokok akan lebih rentan terkena gangguan faal paru dibandingkan dengan pekerja dilingkungan yang sama namun tidak merokok (Mengkidi, 2006).

4) Status gizi

Berdasarkan WHO (2014), status gizi dikategorikan menjadi tiga kelompok berikut:

b. Gizi Normal, yaitu jika nilai IMT 18,50 – 24,99 kg/m² c. Gizi Lebih, yaitu jika nilai IMT ≥ 25 kg/m²

Individu dengan tingkat gizi rendah lebih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi karena imunitas tubuh yang lemah. Status gizi yang lebih (obesitas) juga tidak baik terhadap kapasitas faal paru seseorang. Akibat obesitas, terdapat tambahan jaringan adiposa pada dinding dada dan rongga perut yang menekan rongga dada, rongga abdomen dan paru. Akibatnya, daya complience paru menurun, otot pernapasan harus memompa lebih kuat untuk menghasilkan tekanan negatif hingga memungkinkan udara masuk saat inspirasi sehingga kecepatan otot berkurang. Hal tersebut menyebabkan menurunnya nilai FEV1 dan

menurunnya kapasitas udara paru (Costa dkk, 2008). 5) Kebiasaan olahraga

Latihan fisik yang dilakukan secara rutin mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap sistem pernapasan. Kebiasaan olahraga dapat meningkatkan kapasitas vital paru karena aliran darah akan meningkat dengan olahraga yang rutin. Akibat peningkatan aliran darah yang melalui paru, kapiler paru mendapatkan perfusi maksimum sehingga oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar. Disisi lain, dengan berolahraga daya tahan tubuh lebih terjaga sehingga tidak rentan terhadap penyakit infeksi saluran pernapasan serta menguatkan otot-otot pernapasan. Olahraga rutin minimal 3 kali seminggu selama 30 menit/olahraga dapat menurunkan denyut nadi istirahat, meningkatkan

volume paru sekuncup, meningkatkan kapasitas vital, mengurangi penumpukan asam laktat, meningkatkan HDL kolesterol dan mengurangi aterosklerosis (Karim, 2006 ; Afriwardi, 2010).

6) Riyawat penyakit saluran pernapasan

Gangguan obstruksi dan restriksi juga dapat terjadi oleh penyebab penyakit-penyakit yang menyerang saluran pernapasan. Penyebab turunnya volume sekuncup paru antara lain dapat karena penyakit pada rangka toraks (kifoskoliosis, spondillitis ankilosa, dan cidera akut rangka), penyakit akut yang dapat mempengaruhi persyarafat otot napas (distrofi otot, abnormalitas rongga pleura, kista, gagal jantung kiri, dan infeksi virus (West, 2011).

7) Kebiasaan menggunakan alat pelindung pernapaan

Penggunaan alat pelindung diri mempunyai tujuan untuk menghalangi paparan masuk ke dalam tubuh, sehingga kemunginan kadar paparan yang terinhalasi dapat seminimal mungkin. Ada berbagai macam jenis alat pelindung pernapasan. Pemilihan alat pelindung pernapasan tersebut disesuaikan dengan jenis paparan dan tujuannya. Ada tiga jenis kategori alat pelindung pernapasan, yiatu air purifying respirators, air supplying respirators, dan self-contained breathing apparatus (SCBA) (Revoir, 1997).

a. Air Purifying Respirators

Jenis air purifying respirators membersihkan udara yang terkontaminasi dengan cara filtrasi atau absorbsi. Jenis ini tidak boleh

digunakan pada tempat dimana kadar oksigennya rendah (harus lebih dari 16%). Air purifying respirators dapat melindungi dari paparan debu, gas, uap, fume, asap, fog dalam kadar paparan rendah.

b. Air supplying respirators

Merupakan jenis alat pernapasan dimana udara pernapasan yang digunakan dipasok dari suatu kompresor atau carsade system. Jenis ini digunakan untuk melindungi dari udara atmosfer berbahaya yang mungkin mengandung gas, debu, fume, atau asap dengan toksisitas tinggi serta kadar oksigen di atmosfir yang rendah.

c. Self-contained breathing apparatus (SCBA)

Hampir sama dengan jenis Air supplying respirators, SCBA juga merupakan alat pelindung pernapasan dimana udara untuk pernapasan didapatkan dari tabung yang tidak terkontaminasi. Bedanya, tabung suplai udara tersebut bisa dibawa oleh pengguna langsung sehingga mobilitas pengguna tidak terbatas. Jenis SCBA digunakan untuk melindungi dari paparan debu, gas, uap, atau asap dengan toksisitas tinggi serta pada kadar oksigen yang rendah.

Faktor yang mempengaruhi efektifitas penggunaan alat pelindung pernapasan selain intensitas penggunaannya adalah kesesuaian antara jenis partikel paparan dan jenis alat pelindung pernapasannya, cara pemakaian, dan kelayakan alat pelindung pernapasan tersebut. (Harrington dan Gill, 2005).

BAB III

Dokumen terkait