• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang menghambat partisipas

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT PROVINSI SUMATERA BARAT PADA PEMILU TAHUN

SPLIT VOTING (%)

5.4. Faktor yang menghambat partisipas

Dari data-data hasil rekapitulasi pemilu tahun 2009-2014, angka partisipasi politik masyarakat Sumatera Barat baik pada Pemilu Legislatif ataupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menunjukkan tren penurunan atau bisa dikatakan tidak memenuhi target angka partisipasi nasional yang mematok target 70% (legislatif) dan 75% (pilpres). Ketidaktercapaian target partisipasi masyarakat ini mencerminkan adanya kegagalan secara

222JA Karp & SA. Banducci, ―Absentee Voting, Mobilization and Participation,‖ dalam American Politics Research 29, 2001:7-12.

223

163

kelembagaan dari penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam penetrasi politik masyarakat pemilih.

Kegagalan ini, disinyalir karena KPU belum maksimal dalam sosialisasi pendidikan politik, kurangnya soliditas lembaga KPU dalam penyelenggaraan pemilu. Bahkan, keadaan ini disebabkan rendahnya stimulus yaitu pendidikan politik dan demokrasi. Hal ini terkonfirmasi dalam hasil wawancara dengan penyelenggara pemilu pada tingkat PPK, PPS, diakui bahwa sosialisasi pemilu di tengah-tengah masyarakat baru pada tahapan teknis pelaksanaan pemilu dalam artian sosialisasi hanya tahapan tanggal, tempat dan cara memberikan suara, tidak substansi nilai baik pemilu tersebut. Sebagaimana penuturan Ardyan:

―...Faktor yang tak kalah penting adalah faktor penyelenggara. Soliditas dan kecermatan KPU menjadi hal yang bisa mempengaruhi partisipasi. KPU juga seharusnya mengembangkan antisipasi terhadap kerawanan ketika penyelenggaraan pemilu yaitu dengan membuat daftar pemicu kerawanan. Jangan sampai KPU sebagai penyelenggara justru menjadi penyebab munculnya partisipasi yang rendah. Oleh karena itu, pada waktu rekrutmen KPU, harus jelas, tegas, bukan karena sebagai ajang mencari kerja, tetapi betul-betul penyelenggara yang mempunyai kemampuan...‖ 224

Penuturan lain yang diungkapkan oleh Mufti bahwasanya:

―...Dalam hal terkait dengan partisipasi masyarakat ini, yang paling penting adalah peningkatan pemahaman politik masyarakat. Hal ini karena masyarakat ini dikasih apapun tapi bila yang bersangkutan tidak berkepentingan dengan politik, atau pemahaman politiknya rendah, maka mereka akan cenderung pasif. Oleh sebab itu, penting memberi nuansa bahwa pemilu ini adalah pesta, atau seperti pesta. Hal ini juga harus didasari adanya kepercayaan kepada KPU terlebih ahulu. Bila tidak ada kepercayaan terhadap KPU, maka bisa jadi pemilunya juga sepi pemilih, sepi partisipasi. Jadi soal melek politik ini menjadi faktor penting untuk memperoleh partisipasi politik yang baik. Apa yang disebut dengan rational voters itu akan terwujud apabila pemilih mempunyai pemahaman yang bagus soal pemilu. Oleh karena itu, perlu kerja keras KPU agar pemilih mempunyai pemahaman politik yang lebih bagus...‖

Secara bijak, tidak seluruhnya menjadi kegagalan KPU yang mengakibatkan rendahnya partisipasi politik masyarakat di Sumatera Barat. Banyak faktor yang perlu dielaborasi lebih tajam lagi atas peran aktif lembaga-lembaga lainnya seperti partai politik, media massa, tokoh adat, masyarakat dan tokoh agama dan khususnya masyarakat sendiri memiliki kewajiban yang sama dalam mensukseskan perhelatan demokrasi lima tahunan ini. Di tilik dari berbagai faktor, isu-isu politik lokal terkait faktor psikologis pemilih, faktor social ekonomi dan budaya menjadi faktor penting yang dapat meningkatkan partisipasi

224

Wawancara dengan Ardyan, mantan KPU Sumbar di Padang tanggal 3 November 2015.

164

politik yang membawa pengaruh peningkatan atau justru menjadi penghambat partisipasi masyarakat dalam pemilu.

Ditinjau dari sisi faktor psikologis pemilih, berdasarkan riset yang dilakukan pada 2 (dua) daerah di Kota Bukit Tinggi dan Kabupaten Pasaman Barat menunjukkan bahwa kehadiran pemilih (voter turn-out) atau ketidakhadiran pemilih (non-voting) dari faktor psikologis pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua kategori. Penjelasan Pertama

melihat bahwa perilaku golput disebabkan oleh kepribadian yang tidak toleran, otoriter, tak acuh, perasaan tidak aman, perasaan khawatir, kurang mempunyai tanggungjawab secara pribadi. Hal itu dikarenakan apa yang diperjuangkan kandidat atau parpol tidak selalu sejalan dengan kepentingan perorangan secara langsung. Sementara itu, penjelasan Kedua lebih menitikberatkan faktor orientasi kepribadian masyarakat pemilih itu sendiri.225

Masyarakat menganggap bahwa pemilu tidak dapat merubah nasib masyarakat di Pasaman Barat. Bahkan masyarakat menganggap masa kampanye dalam Pileg hanya

lipstick/lip service para calon pejabat, lalu setelah terpilih menjadi anggota legislatif mereka tidak akan kenal lagi dengan masyarakat. Hal ini yang membuat tren partisipasi cenderung turun.

Di Bukit tinggi, selain karena hari pemungutan suara jatuh pada hari rabu yaitu hari dagang bagi banyak masyarakat Bukit Tinggi yang berprofesi sebagian besar berdagang, menurut hasil survey yang dilakukan karena tidak paham tatacara memilih, tidak mengenal calon maupun sebab lain. Dari data, jumlah masyarakat Kota Bukittinggi yang berpartisipasi dalam Pemilihan DPRD Kota Bukittinggi pada Pemilu 2014 lalu hanya 25,63% (Data KPU Kota Bukittinggi 2014). Sedangkan untuk pemilihan DPRD Propinsi dan DPR masing- masing 60,8%. Bahkan dari jumlah yang ikut memilih tersebut, terdapat sebanyak 881 suara atau 4,22 % kertas suara tidak sah. Terdapat berbagai sebab kertas suara tidak sah, yaitu karena rusak dan dikembalikan tanpa dicoblos. 226

Faktor penghambat partisipasi yang lain adalah disebabkan oleh rendahnya sosialisasi atau rangsangan (stimulus) politik, atau adanya perasaan (anggapan) bahwa aktivitas politik tidak menyebabkan perasaan kepuasan atau hasil secara langsung. Anomi menunjukkan pada perasaan tidak berguna. Mereka melihat bahwa aktivitas politik sebagai sesuatu yang sia-sia, karena mereka merasa tidak mungkin mampu mempengaruhi peristiwa dan kebijaksanaan

225

Riset Perilaku Pemilih Kabupaten Pasaman Barat Dalam Pemilu Tahun 2014 dipublikasikan oleh KPU Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat.

226

165

politik. Bagi para pemilih semacam ini, memilih atau tidak memilih, tidak mempunyai pengaruh apa-apa, karena keputusan-keputusan politik seringkali berada di luar kontrol para pemilih.

Dari sisi faktor sosial ekonomi terjadi lebih banyak ditentukan oleh tingkat pendidikan dan pekerjaan. Riset yang dilakukan menunjukkan bahwa hampir sebagian besar masyarakat di perkotaan rata-rata bekerja pada sektor informal seperti petani, pedagang, pengendara angkutan umum maupun tukang ojek. Sedangkan di Kabupaten lebih di dominasi oleh pedagang, petani dan masyarakat pesisir banyak yang menjadi nelayan.227

Data di atas menunjukkan penghasilan menjadi faktor signifikan yang sangat terkait dengan intensitasnya bekerja. Banyak dari sektor informal yang baru mendapatkan penghasilan ketika mereka bekerja, tidak bekerja berarti tidak ada penghasilan. Kemudian ada pekerjaan masyarakat yang mengharuskan mereka untuk meninggal tempat tinggalnya seperti para pelaut, penggali tambang. Kondisi seperti membuat mereka harus tidak memilih, karena faktor lokasi mereka bekerja yang jauh dari TPS. Maka dalam faktor pekerjaan cukup singifikan pada pada faktor internal membuat pemilih untuk tidak memilih. Pemilih dalam kondisi seperti ini dihadapkan pada dua pilihan menggunakan hak pilih yang akan mengancam berkurang yang penghasilannya atau pergi bekerja dan tidak memilih.

Sebagai contoh, riset yang dilakukan di Pasaman Barat, adalah daerah yang memiliki partisipasi pemilih paling rendah yaitu kecamatan Sungai Bremas, Partisipasi pemilih pada pemilihan legislatif 2014 hanya 63,26% sementara pada pilpres 2014 partisipasi sebanyak 54,39%. Hasil wawancara didapatkan faktor yang menyebkan ketidakhadiran masyarakat didalam pemilu adalah lebih dari 90% pekerjaan masyarakat Sungai Bremas disektor Informal yaitu sebagai Petani, Pedagang dan Nelayan. Dari 90% yang bekerja disektor Informal 60% nya berprofesi sebagai Nelayan. Menjadi Nelayan di Sungai Bremas mengharuskan meninggalkan tempat tinggalnya selama 5–7 hari dilaut.

Dari riset yang dilakukan diketahui bahwa sebenarnya masyarakat mempunyai keinginan cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam setiap pelaksaan pemilu ketergantungan perekonomian masyarakat terhadap alam memaksa mereka untuk tidak hadir dan memlih di TPS pada saat pemilihan umum. Dari riset diketahui apabila bulan sedang gelap dipastikan

227

BPS Provinsi Sumatera Barat, 2013. Sumatera Barat Dalam Angka.: Badan Pusat Statistik.

166

kuantitas masyarakat yang pergi melaut juga akan lebih banyak.228 Khusus untuk daerah Bukit Tinggi, di Kota Bukit Tinggi, hari pemungutan suara yang jatuh pada hari rabu, menjadikan tantangan tersendiri karena hari itu adalah hari dagang, dimana rata-rata pedagang memilih untuk berdagang ketimbang ke tempat pemungutan suara terlebih dahulu.229

Konstruksi identitas lokal yang bersifat religious yaitu, adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah menjadi penting. Fenomena hubungan antara Kaum Adat, Kaum Agama, dan Negara dalam konteks Islam telah mendorong sebuah proses kontestasi politik, adat dan pemerintahan. Konstruksi politik orang Minang modern adalah orang beragama Islam yang hidup di Sumatera Barat sangat dipengaruhi oleh budaya Minangkabau. Negara dan Islam memandang tidak penting, apakah warga atau umat menganut sistem matrilineal atau tidak. Namun bagi masyarakat Minangkabau, sangat gigih berusaha mempertahankan kesucian tradisi tersebut.230

Faktor ini menjadi kendala bagi kandidat atau calon legislatif untuk menerobos masuk ke dalam komunitas masyarakat tersebut dalam rangka sosialisasi atau sekedar silaturahmi. Jika calon legislatif berhasil masuk ke dalam komunitas masyarakat tersebut, hanya sebatas etika pergaulan masyarakat yaitu menerima setiap tamu yang bersilaturahmi, tetapi tidak akan mengikuti apa yang diinginkan oleh kandidat/calon legislatif yang bersangkutan. Meskipun banyak partai-partai politik berupaya untuk mendorong ketokohan lokal baik yang berasal dari gender hingga tokoh lokal yang berpengaruh. Namun, masyarakat Sumatera Barat memilii penilaian sendiri dalam menentukan calon-calonnya. Ini membuktikan karakteristik keunikan dari Sumatera Barat disinyalir tetap mendominasi perilaku dan partisipasi politik di

nagari ‗urang awak‘.

5.5. Isu-isu strategis partisipasi masyarakat ke depan

Menganalisis mengenai isu-isu strategis ke depan, perlu lihat beberapa instrument pemilu di luar soal adanya mobilisasi politik dengan menggunakan money politics atau pengaruh- pengaruh yang sifatnya primordial .

228

Riset Perilaku Pemilih Kabupaten Pasaman Barat Dalam Pemilu Tahun 2014 dipublikasikan oleh KPU Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat.

229

Wawancara dengan anggota KPU Kota Bukit Tinggi, 6 November 2015 230Mas‘oed Abidin,

Implementasi Adat Basandi Sarak, Syarak Basandi Kitabullah,