• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

2.2.2.5. Faktor Yang Menimbulkan Inflasi…

1. Inflasi Tarikan Permintaan ( Demand Pull Inflation )

inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregrat demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh ataun hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Kenaikan permintaan total disamping menaikkan harga dapat juga menaikkan hasil produksi (output), apabila kesempatan kerja penuh (full-employment) telah tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikan harga saja (sering disebut dengan inflasi murni). Apabila kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya “inflationary gap”.

2. Inflasi Dorongan Penawaran ( Cost Pust Inflation )

berbeda dengan demand pull inflation, cost-push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta turunya produksi. Jadi, inflasi yang di barengi dengan resesi. Hal ini terjadi karena dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregrate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi.

2.2.2.6. Cara Mengatasi Inflasi

Menurut Nopirin,(2000 : 34), cara mengatasi inflasi dapat dilakukan melalui beberapa kebijaksanaan antara lain :

a) Kebijaksanaan Moneter

Sasaran kebijaksanaan moneter dicapai melalui

- Pengaturan jumlah uang beredar, yang salah satu komponennya adalah uang giral. Bank sentral dapat mengatur uang ini melalui penetapan kenaikan cadangan minimum, sehingga jumlah uang menjadi kecil.

- Tingkat Dikonto, untuk pinjaman yang diberikan oleh bank sentral kepada bank umum, yang biasanya berwujud tambahan cadangan umum yang ada pada bank sentral. Apabila tingkat diskonto dinaikkan oleh bank sentral maka gairah bank umum untuk meminjamkan makinkecil sehinnga cadangan yang ada pada bank umum juga kecil. Akibat kemampuan bank dalam memberikan kredit kepada nasabah makin kecil sehingga jumlah uang beredar turun dan inflasi dapat dicegah.

- Politik Pasar Terbuka, dengan cara menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga laju inflasi dapat lebih rendah.

b) Kebijaksanaan Fiskal

Menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi harga kebijaksanaan fiskal yang berupa

pengurangan, pengeluaran pemerintah serta kenaikkan pajak akan dapat mengurangi permintaan total sehingga inflasi dapat ditekan.

c) Kebijaksanaan dan yang berkaitan dengan output

Kenaikkan jumlah output dapat dicapai dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor harga cenderung meningkat dan menurunkan harga, dengan demikian kenaikkan output dapat memperkecil laju inflasi.

d) Kebijaksanaan penentuan harga dan indexing

Kebijaksanaan ini dilakukan dengan celling harga serta berdasarkan pada index harga tertentu untuk gaji atau upah.

2.2.3. Pertumbuhan Ekonomi

2.2.3.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. ( Todaro, 2004 : 99 ).

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat meningkat. ( Sukirno, 2002 : 10 ).

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan pendapatan nasional secara berarti (dengan meningkatnya pendapatan perkapita) dalam suatu periode perhitungan tertentu. ( Putong, 2003 : 252 ).

Melalui penjelasan tentang pengertian pertumbuhan ekonomi diatas, pengertian pertumbuhan ekonomi dapat kita tarik kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemakmuran masyarakat yang dapat dilihat dari kenaikan pendapatan perkapita penduduk dari tahun ke tahun.

2.2.3.2. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi mayarakat adalah :

a. Akumulasi Modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiscal dan sumber daya manusia.

b. Pertambahan penduduk, dan karenanya terjadi pertumbuhan dalam angkatan kerja walaupun terlambat.

c. Kemajuan teknologi, dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional. ( Todaro, 2000 : 137 ).

Dengan adanya ketiga factor utama tersebut dapat dikatakan bahwa dengan investasi yang besar dapat memperbaiki mutu fisik dan sumber daya manusia yang ada, meningkatkan sumber-sumber produktif yang sama dan mengembangkan semua produktifitas atau sumber-sumber daya spesifik melalui penemuan, pembaharuan dan kemajuan teknologi yang sudah dicapai akan terus menjadi factor-factor utama dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat di mana saja.

2.2.3.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi a. Teori Pertumbuhan Adam Smith

Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi lima tahap yang berurutan, yaitu dimulai dari masa perburuan, beternak, bercocok tanam, perdagangan dan tahap perindustrian. Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya system pembagian kerja antarpelaku ekonomi.

Proses pertumbuhan ekonomi sebagai suatu fungsi tujuan pada akhirnya harus tunduk terhadap fungsi kendala yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan mulai mengalami perlambatan jika daya dukung alam tidak mampu lagi mengimbangi aktivitas ekonomi yang ada.

Mengenai Teori Pertumbuhan Adam Smith ini adalah pembagian kelompok masyarakat yang secara eksplisit dapat menabung dan tidak dapat menabung hanya didasarkan pada jenis usaha yang digelutinya. ( Kuncoro, 2006 : 46-48 ).

b. Teori Pertumbuhan Schumpeter

Teori ini menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha didalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan

barang-barang baru, mempertinggi efisiensi dalam memproduksi barang-barang baru, memperluas pasar suatu barang kepasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi perusahaan dengan tujuan mempertinggi efisiensinya.

Didalam mengemukakan Schumpeter memulai analisisnya dengan memisalkan bahwa perekonomian sedang dalam keadaan tidak berkembang. Pada waktu keadaan tersebut berlaku segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan, dimana mereka akan meminjam modal dan melakukan penanaman modal. Maka pendapatan masyarakat bertambah dan tingkat konsumsi menjadi bertambah tinggi. Kenaikan tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menghasilkan lebih banyak barang dan melakukan penanaman modal baru.

Menurut Schumpeter semakin tinggi tingkat kemajuan suatu perekonomian maka semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi bertambah lambat jalannya. Yang pada akhirnya nanti akan tercapai tingkat keadaan tidak berimbang atau “stationary state”. (Sukirno, 2004 : 434).

c. Teori Pertumbuhan Harrod - Domar

Teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang.

Dalam analisisnya Harrod-Domar menunjukkan bahwa walaupun pada suatu tahun tertentu barang-barang modal sudah mencapai kapasitas penuh, pengeluaran agregat dalam tahun itu akan menyebabkan kapasitas barang modal menjadi semakin tinggi pada tahun berikutnya. Dengan perkataan lain, investasi yang berlaku dalam tahun tersebut akan menambah kapasitas barang modal untuk mengeluarkan barang dan jasa pada tahun berikutnya.

Dalam teori Harrod-Domar tidak diperhatikan syarat untuk mencapai kapasitas penuh apabila ekonomi terdiri dari tiga atau empat sektor. Walau bagaimanapun berdasarkan teorinya diatas dengan mudah dapat disimpulkan hal yang perlu berlaku apabila pengeluaran meliputi komponen lebih banyak, yaitu meliputi pengeluaran pemerintah dan ekspor. (Sukirno, 2004 : 435-436).

2.2.3.4 Pengukuran Pertumbuhan Ekonomi

Untuk menentukan Pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu Negara, dihitung berdasarkan laju perubahan Pendapatan Nasional riil per tahun dalam persentase atau besarnya pertambahan riil Pendapatan Nasional riil tahun t

(sekarang) dari tahun t-1 (sebelumnya), kemudian dikalikan 100% atau dengan

menggunakan rumus persamaan sebagai berikut : Gt = PNRt − PNRt-1

PNRt-1 Dimana :

Gt = Pertumbuhan ekonomi tahun t PNRt = Pendapatan Nasional riil tahun t

PNRt-1 = Pendapatan Nasional riil tahun t-1

2.2.4. Kurs Valuta Asing

2.2.4.1. Pengertian Kurs Valuta Asing

Valuta asing atau foreign exchange atau foreign currency dapat diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan internasional dan biasanya mempunyai catatan kurs resmi pada Bank Sentral atau Bank Indonesia. (Hady, 2001 : 24)

Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya. Hard currency pada umumnya berasal dari negara-negara industri maju. Sedangkan soft currency dalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresiasi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya. Soft currency pada umumnya berasal dari negara-negara yang sedang berkembang. (Hady, 2001 : 24)

Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu

banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing. (Sukirno, 2004 : 392)

2.2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurs Valuta Asing

Perubahan dalam permintaan dan penawaran suatu valas, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

a. Perubahan dalam citarasa masyarakat

Citarasa masyarakat mempengaruhi corak konsumsi mereka. Maka perubahan citarasa masyarakat akan mengubah corak konsumsi mereka atas barang-barang yang diproduksikan di dalam negeri maupun yang diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan ia dapat pula menaikkan ekspor. Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. (Sukirno, 2004 : 402)

b. Perubahan harga barang ekspor dan impor

Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang, pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya, kenaikan harga

barang impor akan mengurangi jumlah impor. Dengan demikian perubahan harga-harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan atas mata uang negara tersebut. (Sukirno, 2004 : 402)

c. Kenaikan harga umum (inflasi)

Infalasi sangat besar pengaruhnya terhadap kurs pertukaran valuta asing. Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menurunkan nilai suatu valuta asing. Kecenderungan seperti ini disebabkan efek inflasi yang : 1). Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri lebih mahal dari harga-harga di luar negeri dan oleh sebab itu infalasi berkecenderungan menambah impor. Dan keadaan ini menyebabkan permintaan atas valuta asing bertambah, 2). Inflasi menyebabkan barang-barang ekspor menjadi lebih mahal, oleh karena itu inflasi berkecenderungan mengurangi ekspor. Dan keadaan ini menyebabkan penawaran atas valuta asing berkurang, maka harga valuta asing akan bertambah yang berarti harga mata uang negara yang mengalami inflasi merosot. (Sukirno, 2004 : 402). d. Perubahan suku bunga atau tingkat pengembalian investasi

Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting peranannya dalam mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri. Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi cenderung akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke negara itu. Apabila lebih banyak mengalir ke suatu negara, permintaan atas mata

uangnya bertambah, maka nilai mata uang tersebut bertambah. Nilai mata uang suatu negara akan merosot apabila lebih banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi di negara-negara lain. (Sukirno, 2004 : 402)

e. Pertumbuhan ekonomi.

Efek yang akan diakibatkan oleh suatu kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya tergantung pada corak pertumbuhan ekonomi yang berlaku. Apabila kemajuan ini terutama diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan atas mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara itu naik. Sebaliknya, apabila kemajuan tersebut menyebabkan impor bertambah dari permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut akan merosot. (Sukirno, 2004 : 403).

2.2.4.3. Sistem Penetapan Kurs Valuta Asing Sistem penetapan kurs valuta asing terdiri dari : a) Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate)

Sistem kurs tetap, baik yang disetarakan oleh suatu lembaga keuangan internasional (IMF) maupun oleh masing-masing negara sesuai dengan kemampuan ekonominya (biasanya berdasarkan nilai dari hard currency) adalah sistem kurs yang mematok nilai kurs mata uang asing terhadap mata uang negara

yang bersangkutan dengan nilai tertentu yang selalu sama dalam periode tertentu. (Putong, 2003 : 278)

b) Sistem Kurs Mengambang (Floating Exchange Rate)

Sistem kurs ini menentukan bahwa nilai mata uang suatu negara ditentukan oleh kekuatan permintaaan dan penawaran pada pasar uang (resmi). Sistem ini dibagi menjadi dua macam yaitu, clean float (mengambang murni), merupakan penentuan nilai kurs tanpa adanya campur tangan pemerintah dan dirty float (mengambang terkendali), merupakan penentuan nilai kurs dengan adanya campur tangan pemerintah secara langsung (melalui pasar uang) maupun tidak langsung (melalui himbauan dan semacamnya).

c) Sistem Kurs Terkait (Pegged Exchange Rate)

Penentuan nilai kurs dalam sistem ini dikaitkan dengan nilai mata uang negara lain, atau sejumlah mata uang tertentu yang mana menggunakan nilai kurs tengah mata uang tertentu yang mensyaratkan lebih atau kurang dari kurs tengah sebesar 2,5%. (Putong, 2003 : 278)

2.2.5 Produksi

2.2.5.1 Pengertian Produksi

Produksi dapat diartikan sebagai cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber ( tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana )

yang ada. Suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran output. ( Assauri, 1993 : 11 ).

2.2.5.2. Sistem Produksi

Menurut ( Assauri, 1993 : 28 ). Yang dimaksud system produksi adalah suatu keterkaitan unsur-unsur yang berbeda secara terpadu, menyatu dan menyeluruh dalam pentrasformasian masukan menjadi keluaran.

Sistem produksi yang sering dipergunakan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :

a. Sistem seri, dimana dua atau lebih merupakan system satu system yang lebih besar

b. Sistem pararel, dimana perusahaan memproduksi barang-barang yang serupa di beberapa pabrik dengan lokasi yang berbeda tetapi saat pengerjaan yang sama, sehingga dapat berproduksi dengan jumlah yang lebih besar.

2.2.5.3. Proses Produksi

Menurut ( Assauri, 1993 : 28 ).Proses produksi dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu :

1. Proses produksi yang terus-menerus (Continuous Processes)

Dimana peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur dengan memperhatikan urt-urutan kegiatan atau routing dalam menghasilkan produk tersebut, serta arus bahan dalam proses telah distandarisir.

2. Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent Processes)

Dimana kegiatan produksi dilakukan tidak standart, tetapi didasarkan pada produk yang dikerjakan sehingga peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur dapat bersifat luwes (flexible) untuk dapat dipergunakan untuk menghasilkan produk dan berbagai ukuran.

3. Proses produksi yang bersifat proyek

Dimana kegiatan produksi yang dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda-beda, sehingga peralatan produksi yang digunakan ditempatkan ditempat atau lokasi dimana proyek tersebut dilaksanakan dan pada saat yang direncanakan.

2.2.5.4. Jenis Proses Produksi

1. Proses produksi yang terus-menerus (Continuous Processes)

 Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah besar / produksi massa dengan variasi yang sangat kecil dan susah distandartisasi

 Apabila terjadi salah satu alat / mesin terhenti atau rusak maka seluruh proses produksi akan terhenti

 Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses adalah lebih rendah dari intermittent process

 Oleh karena mesin-mesin bersifat khusus dan variasi dari produksinya kecil maka job strukturnya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak perlu banyak

2. Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent Processes)

 Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil dengan variasi yang sangat besar (berbeda) dan didasarkan atas pesanan

 Proses produksi yang tidak mudah / terhenti walaupun terjadi kerusakan atau peralatan

 Persediaan bahan mentah biasanya tinggi, karena tidak dapat ditentukan pesanan apa yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan dalam prosesnya lebih tinggi dari continuous process, karena prosesnya terputus-putus.

2.2.6. Tenaga Kerja

2.2.6.1. Pengertian Penduduk

Definisi penduduk menurut ( Anonim, 1997 : 11 ), adalah sejumlah orang yang mendiami suatu tempat atau wilayah tertentu. Dalam hal ini penduduk adalah manusia yaitu yang memgang peranan penting dalam

kegiatan ekonomi karena penduduk merupakan tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan dan tenaga usahawan. Berikut ini beberapa factor yang mempengaruhi factor penduduk dalam pembangunan, yaitu :

1. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk yang samgat besar, apabila dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan merupakan modal pembangunan yang besar dan sangat menguntungkan bagi usaha pembangunan di segala bidang. Jika tidak demikian, maka akan timbul pengangguran dan problem social yang dapat melemahkan ketahanan social.

2. Komposisi Penduduk

Komposisi penduduk adalah susunan penduduk berdasarkan suatu pendekatan tertentu. Masalah-masalah yang muncul dari komposisi penduduk yang tidak seimbang jika tidak teratasi maka akan timbul kegoncangan social.

3. Persebaran penduduk

Persebaran penduduk yang ideal adalah persebaran yang sekaligus dapat memenuhi persyaratan kesejahteraan dan keamanan yaitu persebaran dan proporsional.

4. Kualitas Penduduk

Faktor yang mempengaruhi kualitas penduduk ialah factor fisik meliputi kesehatan gizi dan kebugaran sedangkan factor non fisik meliputi mentalitas dan intelektualitas.

Jadi, penduduk adalah sejumlah orang yang mendiami suatu tempat atau wilayah tertentu. Dalam hal ini manusia yaitu yang memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi. ( Anonim, 1997 : 11 ),

2.2.5.2. Pengertian Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggp bekerja. Pengertian tenaga kerja ini meliputi mereka yang bekerja untuk diri sendiri ataupun untuk anggota keluarga yang tidak menerima bayaran berupa upah ataupun mereka yang bersedia dan mampu untuk bekerja, dalam arti mereka menganggur dengan terpaksa karena tidak ada kesempatan kerja. (Sumarsono, 2003 : 5).

Tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja (16-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. (Subri, 2003:57).

Tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir (pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga) walaupun sedang

tidak bekerja, mereka dianggap fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. (Simanjuntak, 2001 : 2 ).

Dengan demikian dalam konteks ketenagakerjaan, penduduk dipilah-pilah menurut angkatan kerja yaitu sebagai berikut :

Gambar 1 : Komposisi Penduduk, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja

Tenaga Kerja (berusia ≥ 10 tahun)

Angkatan Kerja : • Pekerja

• Pengangguran

Bukan Tenaga Kerja (berusia < 10 tahun)

Bukan Angkatan Kerja : • Pelajar

• Pengurus rumah tangga • Penerima pendapatan lain Penduduk

Sumber : Dumairy, 1997. Perekonomian Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal 75.

Keterangan :

Gambar 1 diatas menunjukkan bahwa tenaga kerja ( man power ) dipilah menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua sebab, yaitu :

1. Pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja, serta orang-orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja

2. Pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan masih atau sedang mencari pekerjaan.

Sedangkan tenaga kerja yang bukan angkatan kerja dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu penduduk dalam usia kerja yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga (tanpa mendapat upah), serta penerimaan pendapatan lain. ( Dumairy, 1997 : 75 ).

Tenaga Kerja = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja

Dokumen terkait