• Tidak ada hasil yang ditemukan

IKLIMA PUTRI BUNGSU H 24076055

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Oleh

IKLIMA PUTRI BUNGSU

H 24076055

PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Persaingan ritel modern terhadap ritel tradisional merupakan fenomena global sejak tahun 1990-an. Hal tersebut dipicu oleh liberalisasi penanaman modal asing dan tuntutan gaya hidup masyarakat terutama kalangan menengah ke atas. Pangsa pasar ritel tradisional menunjukkan trend semakin menurun. Penelitian ACNielsen menunjukkan bahwa kontribusi pasar tradisional mengalami penurunan rata-rata sebesar 74,34 persen pada periode tahun 2001-2004 (Reardon, 2006).

Bentuk dari ritel yaitu minimarket, supermarket dan hypermarket. Berdasarkan data yang diperoleh dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) tahun 2008, minimarket dan hypermarket menunjukkan trend peningkatan dalam lima tahun terakhir (2004-2008). Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan tingkat pengembalian rata-rata sebesar 38,1 persen per tahun pada minimarket. Pada periode yang sama, hypermarket juga mengalami peningkatan secara signifikan yaitu sebesar 21,5 persen per tahun. Sedangkan supermarket hanya mengalami peningkatan sebesar 6,2 persen per tahun.

Berkembangnya ritel modern tidak terlepas dari terjadinya perubahan lingkungan yang dinamis. Hal tersebut ditandai dengan perubahan demografi konsumen, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat yang semakin variatif dengan harga yang murah. Ritel dapat menyediakan peralatan rumah tangga, elektronik, hingga sembilan bahan pokok. Kelengkapan dan kenyamanan pada saat berbelanja merupakan keunggulan dari ritel. Saat ini pasar tidak hanya dianggap sebagai suatu tempat untuk melakukan transaksi, tetapi juga sebagai tempat rekreasi bagi pengunjung.

Salah satu hypermarket yang berkembang di Indonesia adalah PT Hero Supermarket Tbk, yang terdiri atas 6 (enam) unit usaha yaitu Hero Supermarket, Star Mart, Guardian, Giant Hypermarket, Giant Supermarket, dan Mitra Toko Diskon. Konsolidasi Hero Supermarket dengan peritel Malaysia mengarah pada

Hypermarket. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah gerai dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2007, gerai Giant Hypermarket yang berjumlah 17 gerai meningkat menjadi 23 gerai pada tahun 2008. Giant memiliki pangsa pasar 32,35 persen dengan omset Rp 2,4 triliun (Kompas, 2008). Selain itu, Giant telah memberikan kontribusi pendapatan sebesar 40 persen pada tahun 2005 dan meningkat sebesar 78,3 persen pada tahun 2008 terhadap total perdagangan nasional (APRINDO, 2008).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Divisi HRD Giant Hypermarket Botani Square, Departemen Fresh merupakan departemen yang paling sering melakukan pemesanan produk namun dalam jumlah yang sedikit. Hal ini disebabkan karena produk yang ditawarkan pada umumnya tidak dapat bertahan lama. Produk yang dipesan merupakan produk segar yang belum diolah dan daya tahannya singkat. Departemen Fresh terbagi atas Divisi Produce (buah-buahan), meat and chicken, seafood, ready to eat, dan bakery. Divisi yang paling sering melakukan pemesanan produk sampai double order adalah Divisi Produce (buah-buahan). Buah-buahan merupakan produk yang

sering dibeli oleh konsumen dengan peningkatan rata-rata pembelian sebesar 17 persen per bulan. Peningkatan tersebut dapat menjadi peluang bisnis bagi masing-masing pihak, yaitu petani, pemasok, dan Giant.

Kunci keberhasilan dari ritel adalah kemampuan bersaing dalam memperoleh pangsa pasar. Persaingan tersebut dapat dimenangkan melalui kekuatan Manajemen Rantai Pasokan (MRP). MRP adalah kumpulan teknik pendekatan yang ditujukan untuk mengintegrasikan pemasok, perusahaan, gudang, distribusi serta pedagang kecil secara efisien. Pengelolaan rantai pasokan yang baik diharapkan dapat mendistribusikan produk dalam jumlah yang tepat. Hal tersebut dapat mengurangi biaya dari suatu sistem yang luas dan menjamin tingkat pelayanan produk terhadap permintaan (Petra, 2006).

Kinerja rantai pasokan dapat mempengaruhi Giant dalam membangun kerjasama dengan berbagai pemasok. Menurut Chopra dan Meindl (2004), terdapat 4 (empat) faktor pendorong kinerja rantai pasokan yaitu: fasilitas,

persediaan, transportasi, dan informasi. Fasilitas merupakan tempat dari jaringan rantai pasokan dimana produk disimpan, diperbaiki, atau diproses. Persediaan adalah keseluruhan bahan mentah, barang setengah jadi, dan barang jadi. Transportasi adalah perpindahan persediaan dari satu tempat ke tempat lain dalam rantai pasokan. Informasi menyangkut data dan analisis fasilitas, persediaan, transportasi, dan konsumen secara keseluruhan.

Pemilihan pemasok merupakan hal yang penting dalam pengadaan dan pengendalian buahan di Giant. Dalam rangka memenuhi persediaan buah-buahan yang berkelanjutan, maka pemasok berperan sangat signifikan. Saat Giant dibuka di suatu daerah, Giant mengundang para pemasok dari dalam dan luar negeri untuk menjadi pemasok tetap. Pemasok dalam negeri diantaranya berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, dan Palembang. Pemasok luar negeri diantaranya berasal dari Cina, Thailand, dan Amerika Serikat. Giant memberikan beberapa persyaratan termasuk Standard Operating Procedure (SOP) kepada pemasok. SOP merupakan prosedur yang memberikan gambaran umum mengenai suatu proses dan dalam pelaksanaanya membutuhkan dokumen penunjang (Petra, 2006). SOP akan menjadi pedoman bagi pemasok dalam menyelaraskan rantai pasokan dengan tujuan dan harapan yang ingin dicapai oleh Giant maupun kedua belah pihak.

Pemasok yang telah memenuhi persyaratan akan menandatangani kontrak dan menerima kode pemasok. Namun, pada kenyataannya tidak semua pemasok buah-buahan dapat memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Misalnya, keterlambatan dalam pengiriman barang, kuantitas yang tidak dapat dipenuhi, serta barang cacat pada saat diterima. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap proses pengadaan dan pengendalian buah-buahan di Divisi Produce Giant Hypermarket Botani Square, dan struktur hirarki dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Giant dalam memilih pemasok utama buah-buahan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana proses pengadaan buah-buahan di Giant Hypermarket Botani Square, khususnya Divisi Produce selama ini?

2. Bagaimana proses pengendalian buah-buahan di Giant Hypermarket Botani Square, khususnya Divisi Produce selama ini?

3. Bagaimana struktur hirarki dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Giant dalam memilih pemasok utama buah-buahan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi proses pengadaan buah-buahan di Giant Hypermarket Botani Square, khususnya Divisi Produce selama ini

2. Mengidentifikasi proses pengendalian buah-buahan di Giant Hypermarket Botani Square, khususnya Divisi Produce selama ini

3. Menyusun struktur hirarki dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Giant dalam memilih pemasok utama buah-buahan

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya dilakukan di Divisi produce yang khusus mengelola persediaan dan pengedalian buah-buahan. Kriteria yang diidentifikasi, fokus pada pemasok buah-buahan di Giant. Teknik pengambilan keputusan menggunakan PHA.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perusahaan, penulis, dan peneliti lainnya yang memperdalam MRP, khususnya dalam memilih pemasok.

a. Perusahaan

Perusahaan dapat meningkatkan kinerja dalam memuaskan konsumen serta mampu menghadapi persaingan melalui pendekatan MRP. Selain itu, perusahaan dapat mengetahui susunan hirarki pengambilan keputusan dalam memilih pemasok buah-buahan.

b. Peneliti

Peneliti dapat mengetahui proses pengadaan buah-buahan di Giant Hypermarket Botani Square khususnya divisi produce. Selain itu, peneliti dapat menyusun hirarki pengambilan keputusan yang dilakukan

Giant dalam memilih pemasok buah-buahan.

c. Ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan MRP, khususnya pemilihan pemasok dengan pendekatan PHA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rantai Pasokan

Menurut Indrajit dan Pranoto (2002), rantai pasokan adalah suatu tempat sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu menyelenggarakan pengadaan atau penyalur barang.

Menurut DHL (2009), rantai pasokan adalah perjalanan barang, informasi dan keuangan. Berawal dari pembelian bahan dasar ataupun setengah jadi, yang kemudian dikirim ke pabrik untuk diolah menjadi barang jadi (Gambar 1). Barang-barang jadi tersebut akan dikirim ke gudang atau pusat distribusi untuk dikirim ke ritel, distributor ataupun langsung ke rumah/kantor pelanggan. Layanan purna jual seperti perawatan dan perbaikan atau pengembalian dan daur ulang produk-produk tersebut berada diakhir masa gunanya. Perencanaan rantai pasokan yang baik akan mengoptimalisasikan rantai pasokan.

Gambar 1. Model Rantai Pasokan (DHL, 2009) Rencana Rantai Pasokan Manufaktur Distrubusi Pemasaran Penyimpanan Manufaktur Retail/ Distributor Pusat Distribusi Konsumen/ Pengguna Pusat Pelayanan

Menurut Pujawan (2005), rantai pasokan terdiri atas 3 (tiga ) macam aliran yang harus dikelola, yaitu :

1. Aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari pemasok ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, produk dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir.

2. Aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu 3. Aliran informasi yang dapat terjadi dari hulu ke hilir ataupun

sebaliknya. Informasi tentang persediaan produk yang masih ada di masing-masing supermarket dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh pemasok juga dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima. Perusahaan perkapalan harus membagi informasi seperti ini guna perencanaan yang lebih akurat.

2.2 Supplier Relationship Management

Menurut Carter dalam Supriharyanti (2005), Supplier Relationship Management (SRM) merupakan suatu proses yang menjelaskan bagaimana perusahaan berinteraksi dengan pemasok, dan hal tersebut merupakan salah satu kunci bagi MRP secara keseluruhan. Quinn(1999) dalam Supriharyanti (2005), menyoroti bahwa tujuan hubungan mengalami pergeseran dari sekedar untuk mendapatkan komponen atau bahan baku hingga bertujuan pada peningkatan keahlian dan transfer pengetahuan. Pernyataan tersebut sejalan dengan rekomendasi para akademisi yang menyarankan praktisi untuk melakukan perubahan hubungan dengan pemasok menjadi hubungan yang berifat kolaboratif dan jangka panjang.

Hal tersebut didasarkan atas bukti empiris yang dilakukan oleh beberapa peneliti (Stuart, 1993; Dyer & Ouchi, 1993; Ellram & Edis, 1996; Wong, 2002). Studi-studi itu menyimpulkan kemitraan dapat menjadi inti kompetensi dan merupakan sumber keunggulan kompetetif. Pernyataan tersebut membawa implikasi bagi perusahaan, bahwa untuk menjadi lebih baik perusahaan harus membangun kemitraan dengan pemasok.

Ellram (1995) dalam Supriharyanti (2005), mendefinisikan pola hubungan kemitraan sebagai hubungan terus menerus antara dua organisasi yang melibatkan komitmen pada periode waktu yang lama dan terdapat pembagian risiko dan manfaat dari hubungan tersebut. Dengan demikian dalam hubungan yang bersifat jangka panjang tersebut, terdapat pertukaran informasi dan pengetahuan, aktivitas pembelajaran hingga pemecahan masalah secara bersama. Pola hubungan kemitraan menggunakan beberapa kriteria dalam menyeleksi pemasok diantaranya kinerja pemasok sebelumnya, harga, kualitas, dan sebagainya. Pemasok banyak terlibat dalam keputusan-keputusan strategik diantaranya pengembangan produk baru, dan pengembangan proses logistik. Menurut Mustamu (2007), mata rantai pasokan yang terlalu panjang dapat menyebabkan kerugian. Waktu perlaluan (throughput time) yang semakin panjang menyebabkan berkurangnya peluang produk untuk lebih cepat diserap konsumen. Pada sisi lain, lambatnya proses penyerapan produk oleh konsumen memunculkan risiko kerusakan produk (waste) akibat keterbatasan waktu kadaluwarsa. Faktor kerugian kedua adalah munculnya kerusakan barang akibat kesalahan penanganan (misshandling), baik dalam bentuk kerusakan akibat proses perpindahan antar sarana transportasi dan antar gudang, maupun akibat kesalahan proses pengelolaan ruang penyimpanan (gudang). Berdasarkan konteks inilah pendekatan MRP menjadi sangat penting. Jika memungkinkan, penghapusan salah satu mata rantai pasokan (sub-distributor) akan sangat bermanfaat karena dapat menurunkan biaya setidaknya 15-16 persen.

2.3. Kriteria Pemilihan Pemasok

Pujawan (2005) menyatakan bahwa hubungan jangka panjang memungkinkan semua pihak untuk menciptakan kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi dapat tercipta karena hubungan jangka panjang berarti mengurangi biaya untuk mendapatkan perusahaan mitra baru. Kriteria pemilihan adalah salah satu hal penting dalam pemilihan pemasok. Kriteria yang digunakan harus mencerminkan strategi rantai pasokan maupun karakteristik dari item yang akan dipasok. Secara umum banyak perusahaan yang menggunakan kriteria-kriteria dasar seperti kualitas barang yang ditawarkan, harga, dan ketepatan waktu pengiriman. Namun sering kali pemilihan pemasok membutuhkan kriteria lain yang dianggap penting oleh perusahaan seperti kemasan, lokasi, termasuk sistem komunikasi.

Setelah kriteria ditetapkan dan beberapa kandidat pemasok diperoleh maka perusahaan harus melakukan pemilihan. Perusahaan akan memilih satu atau beberapa dari alternatif yang ada melalui perangkingan. Perangkingan dilakukan untuk menentukan mana pemasok yang akan dipilih atau mana yang akan dijadikan sebagai pemasok utama dan mana yang akan dijadikan pemasok cadangan. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam merangking alternatif berdasarkan beberapa kriteria yang ada adalah metode PHA (Pujawan, 2005).

Pemilihan pemasok dalam manajemen rantai pasok menjadi penting, sebagai akibat adanya kompetisi antara rantai pasokan pada perusahaan. Trend menunjukkan bahwa konsumen menginginkan harga yang lebih murah, produk yang berkualitas tinggi, pengiriman yang tepat waktu serta layanan purna jual yang lebih baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut adalah dengan melakukan pemilihan dan evaluasi kinerja pemasok. Hal ini akan membantu proses peningkatan kinerja pemasok, yang selanjutnya akan meningkatkan kinerja perusahaan dengan pengalokasian sumber daya yang optimal pada program pengembangan pemasok serta membantu manajer dalam merestrukturisasi jaringan pemasok perusahaan berdasarkan kinerjanya (Vani, 2007).

Sebagai suatu konsep yang melibatkan banyak pihak dalam satu mata rantai, MRP menuntut beberapa persyaratan yang tidak hanya terkait dengan bahan baku, tetapi juga informasi. Dukungan manajemen merupakan syarat utama dari penerapan MRP. Manajemen di semua tingkat dari strategis sampai operasional harus memberikan dukungan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, pelaksanaan, sampai pengendalian (Irghandi, 2008). Selain dukungan manajemen, perusahaan melibatkan faktor eksternal yaitu pemasok dan distributor. Sebelum membangun komitmen dan melaksanakan kontrak kerja dengan para pemasok, perusahaan terlebih dahulu melaksanakan evaluasi pemasok (Irghandi, 2008).

Evaluasi pemasok dilakukan apabila bahan baku yang sama dapat diperoleh lebih dari satu alternatif pemasok. Tiga kriteria dalam melakukan evaluasi pemasok, yaitu: keadaan umum pemasok, keadaan pelayanan, dan keadaan bahan baku. Beberapa contoh indikator dari setiap kriteria evaluasi pemasok adalah sebagai berikut (Gaspersz dalam Irghandi, 2008):

1. Keadaan umum pemasok

a. Ukuran atau kapasitas produksi b. Kondisi finansial

c. Kondisi operasional d. Fasilitas riset dan desain e. Lokasi geografis

f. Hubungan dagang antar industri

2. Keadaan pelayanan

a. Waktu penyerahan bahan baku b. Kondisi kedatangan bahan baku c. Kuantitas pemesanan yang ditolak d. Penanganan keluhan dari pembeli e. Bantuan teknik yang diberikan f. Informasi harga yang diberikan

3. Keadaan bahan baku

a. Kualitas bahan baku b. Keseragaman bahan baku c. Jaminan dari pemasok

d. Keadaan pengepakan (pembungkusan)

Menurut Chopra dan Meindl (2004), perusahaan dapat memilih pemasok berdasarkan beberapa mekanisme yaitu penawaran kompetitif, sistem lelang, atau negoisasi langsung. Mekanisme yang digunakan harus tetap menekankan pada biaya total yang dikeluarkan oleh pemasok dan tidak hanya pada harga penjualannya. Sebelum memilih pemasok, perusahaan harus memutuskan akan menggunakan pemasok tunggal atau banyak pemasok sebagai sumber dari produk. Pemasok tunggal hanya melayani pemesanan produk yang spesifik. Sedangkan banyak pemasok dapat meningkatkan persaingan dan ada kemungkinan produk gagal untuk dikirim. Setelah pemasok dipilih, maka dibuat kontrak antara pembeli dengan pemasok. Kontrak tersebut merupakan parameter kewajiban yang harus diperhatikan dan dipenuhi oleh pembeli dan pemasok.

Trend globalisasi menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur yang berskala besar telah menghubungkan rantai pasokan di hulu dan hilir untuk mengefisienkan biaya. Hubungan antara pemasok dengan perusahaan tidak lagi sebagai musuh, namun sebagai rekan yang bekerjasama. Kerjasama dengan sedikit pemasok dapat meningkatkan kualitas dengan menggunakan sumber pasokan yang berbiaya rendah. Oleh karena itu, pemilihan pemasok menjadi suatu hal penting (Lin dan Juang, 2008).

Pemilihan pemasok yang tepat sebagai mitra merupakan jantung dari MRP, sedangkan bahan baku atau pelayanan yang dihasilkan merupakan bagian yang sangat terkait dengan perusahaan. Jika perusahaan dapat menemukan pemasok yang sesuai dengan karakter industri dan memenuhi persyaratan rantai pasokan, maka rantai pasokan perusahaan dapat bersaing. Namun terkadang pemasok tidak dapat beroperasi secara maksimal. Hal ini dikarenakan keterlambatan pengiriman dan rencarna produksi, atau disebabkan pengeluaran biaya yang terlalu besar (Lin dan Juang, 2008).

2.4. Strategi Rantai Pasokan

Pujawan (2005) menyatakan bahwa, strategi tidak dapat dilepaskan dari tujuan jangka panjang. Persaingan pasar dapat dimenangkan melalui rantai pasokan yang dapat menyediakan produk yang murah, berkualitas, tepat waktu, dan bervariasi. Namun perlu disadari bahwa tingkat kepentingan untuk masing-masing tujuan tersebut berbeda untuk tiap jenis produk dan segmen pelanggan. Beberapa konsumen ada yang membeli produk dengan pertimbangan utama harga yang murah, namun ada juga pelanggan yang membeli dengan kualitas sebagai pertimbangan utama. Berdasarkan hal tersebut, maka rantai pasokan harus dapat menterjemahkan tujuan-tujuan tersebut ke dalam sumber daya yang dimiliki.

Masing-masing aspirasi pelanggan tersebut dapat didukung oleh satu atau beberapa kemampuan strategis suatu rantai pasokan. Aspirasi untuk mendapatkan produk yang murah tidak hanya didukung oleh kemampuan rantai pasokan untuk beroperasi secara efisien, tetapi juga oleh kemampuannya untuk menciptakan kualitas. Kualitas tidak selalu diasosiasikan dengan produk, tetapi juga dengan proses. Manajemen kualitas juga besar perannya dalam mengurangi produk yang rusak atau yang harus dikerjakan ulang (rework). Kualitas proses yang dijaga akan banyak memberikan penghematan sehingga rantai pasokan mampu menawarkan dengan harga yang lebih murah.

Menurut Chopra dan Meindl (2004), perusahaan membutuhkan keseimbangan antara responsifitas dan efisiensi, yang dapat memenuhi kebutuhan strategi kompetisi Perusahaan. Untuk mengerti Bagaimana Perusahaan dapat meningkatkan kinerja rantai pasokan, maka harus diuji terlebih dahulu mengenai logistik dan penggerak rantai pasokan antar organ fungsional perusahaan, seperti fasilitas, persediaan, transportasi, dan kebijakan harga.

Menurut Maheswari (2008), perusahaan harus memutuskan suatu rantai pasokan dalam rangka memperoleh barang dan jasa dari luar. Strategi yang digunakan dalam manajemen rantai pasokan:

a. Bernegoisasi dengan banyak pemasok dan mengadu satu pemasok dengan pemasok lain. Berhubungan kepada banyak pemasok memudahkan perusahaan untuk mendapatkan harga yang paling murah. Biasanya dipakai untuk komoditas. Pendekatan ini mengutamakan tanggung jawab pemasok untuk dapat mempertahankan teknologi, keahlian, dan kemampuan memprediksi, begitu pula biaya, dan kemampuan pengiriman yang diperlukan.

b. Mengembangkan hubungan kemitraan jangka panjang dengan sedikit pemasok untuk memuaskan pelanggan. Perusahaan ingin menjalin hubungan jangka panjang dengan pemasok yang setia. Kondisi ini akan menghasilkan biaya transaksi dan biaya produksi rendah.

c. Integrasi vertikal, dimana perusahaan dapat memutuskan untuk menggunakan integrasi balik vertikal dengan benar-benar membeli pemasok tersebut. Mengembangkan kemampuan untuk membuat produk yang sebelumnya dibeli atau membeli perusahaan pemasok.

d. Kombinasi sedikit pemasok dengan integrasi vertikal yang dikenal dengan strategi keiretsu. Dalam keiretsu, pemasok menjadi bagian dari kesatuan perusahaan.

e. Mengembangkan perusahaan virtual yang menggunakan para pemasok sesuai kebutuhan. Contoh bisnis pakaiana jadi, para perancang pakaian jarang memproduksi hasil rancangan mereka, namun mereka menyerahkan ke manufaktur untuk diproduksi.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan MRP adalah sebagai berikut :

a. Oktiya (2006) meneliti Analisis Rantai Pasokan terhadap Produktivitas di UKM keramik Kelompok Banjarnegara. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa, model MRP di UKM keramik Kelompok Banjarnegara terdiri atas beberapa anggota pemasok, UKM/produsen, pengepul barang ekspor dan pelanggan. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa dari beberapa elemen MRP yang berpengaruh signifikan terhadap produktivitas adalah kerjasama. Penulis juga menyatakan bahwa MRP berpengaruh nyata terhadap produktivitas UKM keramik Kelompok Banjarnegara. Hal tersebut dibuktikan dengan regresi logistik dan diketahui bahwa variable yang berhubungan signifikan dengan produktivitas yaitu kerjasama (p-value sebesar 0,122 < taraf nyata 0,2).

b. Irmawati (2007) meneliti Pengaruh MRP terhadap Kinerja di PTPN VIII Gunung Mas Bogor. Alat analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa strategi MRP mempengaruhi kinerja perusahaan secara signifikanmdan nyata sebesar 84 persen. Strategi MRP perusahaan sangat mempengaruhi kepuasan pelanggan dengan ג=1,46.

c. Setyawan (2009) meneliti Analisis Rantai Pasokan Sayuran Unggulan Dataran Tinggi di Jawa Barat. Penulis menyatakan bahwa alternatif sistem rantai pasok paprika adalah dengan mensinergikan antara rantai pasok primer dan rantai pasok sekunder. Rantai pasuk primer terdiri atas petani, koperasi, bandar, retailer, packaging house, eksportir dan pedagang pasar tradisional. Sedangkan anggota rantai pasok sekunder

terdiri atas pemasok input budidaya paprika, pemerintah, Balista, Perbankan, perusahaan swasta, LSM, dan perguruan tinggi. Hasil perhitungan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) diperoleh tiga jenis sayuran unggulan yaitu paprika (12.236,33), lettuce (9.967,33), dan brokoli (8.272). Paprika memberikan marjin keuntungan yang besar dan potensi pasar domestik maupun mancanegara.

d. Mardhiyyah (2008) meneliti Kinerja Penyampaian Suku Cadang PT Toyota-Astra Motor dengan Model Supply Chain Operation Reference (SCOR). Aspek kritis yang sangat mempengaruhi keberhasilan rantai pasok adalah ketepatan waktu penyiapan suku cadang untuk dikirim (picking, checking dan packing). Hal tersebut dibuktikan dengan Delivery performance yang menunjukkan bahwa, pengiriman on time untuk tujuan luar Jakarta di atas 90 persen dan Jakarta 98 persen.

3.1. Kerangka Pemikiran

Giant Hypermarket Botani Square merupakan hypermarket terbesar yang terletak di jalan Padjajaran, Bogor. Lokasi tersebut mudah diakses dan dijangkau oleh pengunjung karena letaknya strategis. Departemen fresh merupakan departemen yang paling sering melakukan pemesanan produk namun dalam jumlah yang sedikit, karena produk yang ditawarkan pada umumnya tidak dapat bertahan lama. Divisi Produce merupakan salah satu divisi dari Departemen Fresh yang paling sering melakukan pemesanan produk

Dokumen terkait