3. Implementasi SJSN dan Perubahan yang Terjadi
1.2. a Fase Pertama
Perdebatan mengenai perlunya perlindungan sosial sudah ada sejak abad ke-18, yakni ketika kapitalisme ternyata tidak mampu mendistribusikan kesejahteraan dengan baik. Dengan kesuksesan revolusi industri dan perdagangan bebas kapitalisme telah menjadikan beberapa negara seperti inggris menjadi pengekspor modal terbesar di dunia, dengan London sebagai pusat finansialnya.
Namun kesuksesan tersebut tidak serta-merta dinikmati oleh buruh dan para pencari kerja yang menyerbu kota-kota dan pabrik-pabrik, seperti yang dicatat oleh Engels,
“para majikan memperlakukan para buruhnya benar-benar sebagai tenaga kerja yang dapat diperas untuk menurunkan ongkos produksi, gaji rendah, kerja 12-13 jam sehari, tempat kerja pengap dan kotor, melemparkan para buruh dalam bentuk kehidupan yang menyedihkan.”76
Tetapi tidak demikian halnya dengan Jerman yang berada dibawah pengaruh Uni Soviet, Jerman merupakan negara yang memiliki sistem jaminan sosial tertua di dunia yang ditawarkan oleh Otto Von Bismarck dimana buruh mendapat aneka santunan, jauh lebih maju daripada di inggris maupun Amerika, seperti santunan sakit, santunan kecelakaan, asuransi cacat, asuransi pensiun bagi pekerja kerah putih. Hal ini bisa terjadi karena sejak Mei 1863 telah dibentuk Asosiasi Umum Pekerja jerman, dan di tahun 1890 didirikan sebuah partai SPD (sozialdemokratische Partei Deutschland) yang sangat berpengaruh dalam membela kepentingan buruh di negara tersebut.77
Desakan untuk memberikan jaminan sosial semakin menguat ketika terjadi perang dunia pertama 1914-1918 dan di tahun 1930an dunia dilanda oleh depresi ekonomi yang membawa kehancuran ekonomi dan dampak sosial yang begitu besar. Dengan berakhirnya perang dunia kedua maka yang terpenting bagi negara-negara saat itu adalah memperbaiki keadaan ekonomi dan sosial
76
Roeslan Abdulgani, Sosialisme Indonesia, Surabaya: Grip, 1965, hal. 33. Dikutip dari Frederick Engels, The Condition of the working class, London: Kessinger Publishing, 1884.
77
Penjelasan mengenai pengaruh Sosial Demokrasi tersebut tentu saja tidak sesederhana gambaran diatas. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi Partai Sosial Demokrasi untuk memenangkan kursi di parlemen. Bahkan Kansellir Jerman Otto von Bismarck awalnya merupakan penentang Partai SPD. Lihat Paskal Kleden, Menuju Tengah Baru, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
rakyatnya dan oleh negara-negara maju jaminan sosial dianggap sebagai solusi yang paling tepat. Massa ini disebut sebagai the golden age of social democracy, dimana Sosial-Demokrasi terbukti sukses di beberapa negara dibandingkan kapitalisme, intervensi negara dan paket-paket kesejahteraan dianggap lebih relevan dalam mengatasi situasi krisis tersebut. Setelah Jerman, ada Swedia, Finlandia dan Denmark yang mulai membangun sendiri sistem jaminan dan kesejahteraan sosial. Pengaruh Sosial-Demokrasi tidak hanya dibidang kesejahteraan sosial tetapi juga dalam sistem ekonomi. Seorang ekonom Swedia, Ernest Wigforss yang mengusulkan kebijakan ekonomi kounter-siklis (a counter- cyclical economic policy) untuk menstimulus permintaan dan menurunkan pengangguran.
Kesuksesan Sosial-Demokrasi tersebut membuat kaum Liberal terpaksa melunakkan kapitalismenya sebagai upaya menandingi program kesejahteraan sosial dan menghalau pengaruh Uni Soviet yang semakin meluas. 78 Adalah John Mayard Keyness, seorang penganut Liberal Inggris yang memberikan penjelasan dalam kerangka teoritis mengenai bagaimana sebuah pemerintahan bisa menstimulus ekonomi selama masa depresi.79
78
Norena Hertz, Munculnya Gelombang Neoliberalisme, hal. 16. Dalam I. Wibowo dan Francis Wahono (ed), Neoliberalisme, Yogyakarta: Cindelaras, 2003. Dikutip dari William Greider, One World: Ready or Not, 1997, hlm. 362.
79
John Mayard Keyness meyakini bahwa pemerintah dapat dan harus melakukan intervensi dalam perekonomian, dan membangun sebuah model yang sama sekali baru yang mendekati perekonomian dari arah money and finance karena ekonomi tidak mempunyai kecenderungan alamiah untuk menciptakan “full employment”, mempekerjakan penuh faktor-faktor produksi, tiada pengangguran. Sehingga pada saat self- regulation gagal menciptakan kesempatan kerja, pemerintah harus mengadakan intervensi untuk menyediakannya.
Doktrin Keynessiannya telah mengungguli berbagai pemikiran yang berkembang saat itu karena dianggap sangat relevan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang hancur paska
perang dan depresi ekonomi. Ketika ekonomi Keynessian diterapkan antara akhir tahun1940an hingga awal tahun 1970an, terdapat sebuah periode pertumbuhan ekonomi yang panjang yang mengarah kepada standar-standar kehidupan yang lebih tinggi di Eropa Barat, dan proporsi dari GDP dicurahkan untuk belanja kesejahteraan sosial jauh lebih besar ketimbang masa sebelumnya.80 Pada masa itu pula di inggris untuk pertama kalinya dibentuk suatu sistem jaminan sosial yang dinamakan National Health Service (NHS), dimana proporsi GDP yang dibelanjakan untuk kesejahteraan umum meningkat dari hanya 5% menjadi sekitar 20%.81
Pengaruh doktrin Keynessian tidak berhenti hanya sebatas Eropa dan Inggris, bahkan negara paling liberal seperti Amerika pun mengadopsi sistem ekonomi Keynessian. Dibawah kepemimpinan Presiden Rosevelt, Amerika juga membentuk suatu sistem jaminan sosial yang menganut model Residual. Artinya jaminan sosial dari pemerintah lebih diutamakan kepada kelompok-kelompok lemah, seperti orang miskin, cacat dan penganggur. Distribusi kesejahteraan dan jaminan sosial harusnya lebih menjadi menjadi perhatian kaum Sosialis karena dekat dengan nilai-nilai Sosialisme yakni gotong royong dan pemerataan, namun perubahan yang terjadi di Inggris maupun Amerika justru dimotori oleh kaum Liberal tidak seperti di Jerman maupun negara-negara Skandinavia dimana pencetus ide-ide kesejahteraan sosial berasal dari kaum Sosial-Demokrasi. Hal tersebut telah membawa perubahan bagi kaum Sosial-Demokrasi di Amerika maupun Inggris dalam memandang kapitalisme. Ketika pengeluaran sosial
80
Michael Newman, Sosialisme Abad 21, Yogyakarta: Resist Book, 2006, hal. 80.
81
Norena Hertz, Op. Cit., Dikutip dari David Marquand dan Anthony Seldon, The Ideas that Shaped Post- War Britain, 1996, hlm. 151.
meningkat dan tingkat full employment tercapai, kebanyakan kaum sosial- demokrat mengalami evolusi lebih lanjut. Saat itu mereka menjadi lebih terbuka komitmennya terhadap tujuan reformasi sosial yang progresif ketimbang terhadap tujuan penghapusan sistem kapitalis.82
Setelah perubahan yang terjadi di Amerika dan negara-negara Eropa barat maka dengan sesaat dunia juga mengalami perubahan mainstream, dan jaminan sosial tiba-tiba menjadi salah satu isu penting. Ketika PBB dibentuk, jaminan sosial ikut dimasukkan sebagai salah satu Hak Asasi Manusia dalam DUHAM.
Kesuksesan negara-negara Anglo-Saxon juga tak terlepas dengan dibentuknya the Bretton Woods System yakni sistem yang mengatur dan menyelenggarakan kerjasama ekonomi internasional untuk meraih tujuan-tujuan bersama. Amerika menjadi kekuatan dominan yang menjalankan peran kepemimpinan dan Dollar digunakan sebagai mata uang yang ditukarkan dengan emas. Sistem ini menjadi lebih unggul karena pada masa itu negara-negara komunis cenderung memisahkan diri dari sistem ekonomi internasional dan Jepang dalam kondisi ekonomi lemah paska perang.
83
82
Hal ini tentu saja tak terlepas dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, sehingga program- program kesejahteraan sosial bisa dijalankan tanpa menganggu profitabilitas atau kepentingan-kepentingan privat. Lihat Michael Newman, Loc. Cit., hal. 81.
83
Adnan Buyung Nasution, Op. Cit.,
Di dalam Pasal 22 DUHAM tersebut disebutkan tentang kesadaran akan pentingnya jaminan sosial dan di dalam Pasal 25 disebutkan:
“Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.”
Dengan diakuinya jaminan sosial menjadi hak dasar manusia, terjadi perubahan besar di dunia, negara-negara yang sedang membangung perekonomiannya pada masa setelah perang dengan sangat menggantungkan diri pada bantuan Amerika dengan waktu singkat membentuk suatu sistem jaminan sosial dan mengadopsi model welfare state, begitu pula halnya dengan negara- negara persemakmuran Inggris. Diwaktu yang hampir bersamaan Indonesia memperoleh kemerdekaannya, sedikit banyak perdebatan mengenai Hak Asasi Manusia Indonesia dan negara kesejahteraan tersebut sampai ke Indonesia.
Perdebatan tersebut hadir ditengah-tengah para pendiri bangsa (founding father) Inonesia, dimana Soekarno dan Soepomo mengajukan pendapat bahwa hak-hak warga negara tidak perlu dicantumkan dalam pasal-pasal konstitusi, sedangkan Hatta dan Yamin yang pernah bersekolah ke Belanda, mendukung HAM dimasukkan kedalam konstitusi UUD 1945. Adapun ke-empatnya sama- sama menolak faham liberalisme dan individualisme dan menginginkan negara yang mau didirikan itu didasarkan pada asas kekeluargaan atau gotong-royong. Perlu ditekankan disini, bahwa perdebatan tersebut tidak sama dengan contoh- contoh yang dipaparkan sebelumnya, perdebatan tersebut tidak berada dalam dua kutub yang berbeda. Keduanya menunjukkan bahwa pada awal kemerdekaannya Indonesia masih di dominasi oleh kaum kiri, baik Sosial-Demokrasi, Integralistik maupun Komunis, yang semuanya menekankan pentingnya peranan negara.
Perdebatan tersebut menjelaskan mengapa Indonesia tidak mencantumkan mengenai sistem jaminan sosial di dalam konstitusi nya, situasi ini sama sekali berbeda dengan situasi saat amandemen UUD 1945 di tahun 2002 yang memasukkan mengenai kewajiban negara menyelengarakan suatu sistem jaminan
sosial, maupun ketika reformasi sistem jaminan sosial melalui UU SJSN. Ketika pertama kali membentuk konstitusi pikiran-pikiran yang meliputi pada massa itu ialah bagaimana mengisi kemerdekaan dengan melakukan pembangunan yang berpusat pada negara (state centered) untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan dalam pembagian manfaatnya. Jadi, setiap orang bergotong royong dalam memperoleh kesejahteraan bersama, tidak ada paham individualisme yang mendorong setiap manusia untuk memperoleh kesejahteraannya sendiri sehingga diperlukan sistem kesejahteraan distributif yang ada hanyalah sistem kesejahteraan komunal. Ini berbeda dengan welfare state ala barat yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan kepada kelompok paling bawah dengan mendistribusikan kesejahteraan dari kelompok yang paling atas. Dengan demikian wajar saja bila konstitusi Indonesia pada awalnya tidak mencantumkan mengenai sistem jaminan sosial, bukan karena tidak perduli dengan standar hidup ataupun hak-hak paling dasar tetapi karena memiliki pandangan dan cara yang berbeda untuk memperoleh kesejahteraan tersebut.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada dua kutub dalam dunia pada masa itu, pada kelompok kiri kiblatnya adalah Uni Soviet dan pada kelompok kanan kiblatnya adalah Amerika. Indonesia sendiri, sejak 1945 hingga 1965 lebih condong kepada Uni Soviet, tetapi bukan berarti Indonesia tidak mendapat pengaruh sama sekali dengan kekuatan politik Amerika dan sekutu- sekutunya. Pengaruh tersebut mulai terlihat ketika pada 18 Agustus 1950 diterbitkan UUD Sementara yang memuat semua pasal tentang HAM, namun hanya berlaku hingga 5 Juli 1959. Pengaruh tersebut semakin terlihat ketika rezim Orde Baru menggantikan rezim Orde Lama, dan dalam waktu singkat
komunisme disalahkan atas terjadinya perang saudara dan menjadi ideologi paling dilarang saat itu.
Untuk pertama kalinya Indonesia membiayai pembangunan dengan utang luar negeri melalui organisasi yang bernama IGGI/CGI yang penggunaannya diawasi oleh lembaga-lembaga internasional. Sejak tahun 1967 setiap tahunnya pemerintah mengemis utang dari IGGI/CGI sambil menuruti dan tunduk kepada berbagai persyaratannya. Tidak ada yang salah dengan hal ini, dalam konteks ini pemaparan hal tersebut hanya bertujuan untuk menjelaskan telah terjadi perubahan paradigma berpikir Indonesia kearah pikiran-pikiran yang dominan (mainstream thougts) dari masyarakat internasional melalui pembentukan opini publik dan doktrin-doktrin oleh elit intelektual Orde Baru. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia telah berubah menjadi lebih condong kepada pemikiran-pemikiran ekonom Amerika dengan teori big push nya. Pengaruh tersebut mungkin saja terkait dengan kembalinya Indonesia kedalam forum- forum internasional.
Bila di awal-awal kemerdekaannya hingga tahun 1966 perdebatan yang terjadi selalu berada dalam satu kutub, yakni antara Komunisme dan Sosial- Demokrasi, maka pada masa kepemimpinan Orde baru perdebatan terjadi di dua kutub yang berbeda, antara Sosial-Demokrasi dan Liberal. Orde baru sebenarnya tidak sepenuhnya menganut Liberalisme, karena Orde baru dan beberapa negara Asia lainnya beranggapan negara tidak mungkin melepaskan begitu saja perekonomian pada pasar karena sebagian besar rakyatnya masih sangat rentan dan belum mandiri, dengan demikian negara masih sangat dibutuhkan sebagai komando pembangunan atau masa yang dikenal sebagai era state led
development. Yang lebih sering terjadi justru ide-ide dan semangat sosialisme hanya dipakai oleh kaum liberal Orde baru untuk memuluskan jalan masuk kapitalisme.84
Perubahan besar terjadi di tahun 1970a n, dan dampak perubahan tersebut telah merombak total pikiran-pikiran yang dominan (mainstream thougts) dari masyarakat internasional. Perubahan tersebut telah tidak hanya menyerang kaum Sosialis tetapi juga kebijakan-kebijakan yang bersandar pada Keynessian dengan Bagi kaum Liberal di Amerika hal ini tidak menjadi masalah karena tidak bertentangan dengan apa yang dilakukan mereka saat itu, seperti yang dijelaskan sebelumnya Keynessian telah mengubah cara berpikir kaum Liberal, bahwa untuk kondisi tertentu negara memang dianggap perlu mengambil peran dan melakukan intervensi terhadap pasar. Asal kan pemerintah Orde baru tidak dekat- dekat dengan Uni Soviet dan kapitalisme diperbolehkan masuk dengan leluasa, maka peranan pemerintah Orde baru yang begitu besar tidak menjadi persoalan. Namun harus dipahami pula bahwa Kapitalisme pada masa itu berbeda dengan Kapitalisme pada masa sekarang ini, pada masa itu Kapitalisme belum menjadikan negara-negara berkembang sebagai target pasar utamanya, melainkan hanya untuk memperoleh SDA maupun barang setengah jadi yang murah.