• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reformasi Sitem Jaminan Sosial Sebagai Upaya Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Studi Kasus: Implementasi Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Reformasi Sitem Jaminan Sosial Sebagai Upaya Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Studi Kasus: Implementasi Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional)"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

Proposal Skripsi:

REFORMASI SITEM JAMINAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA

MEWUJUDKAN NEGARA KESEJAHTERAAN

(Studi Kasus: Implementasi Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 mengenai

Sistem Jaminan Sosial Nasional)

O

L

E

H

050906067 FX OCTAVIANUS S.

Dosen Pembimbing: Warjio, S.S, MA

Dosen Pembaca : Indra Fauzan, M.Soc. Sc.

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Penulis : FX Octavianus S.

Judul : Reformasi Sitem Jaminan Sosial Sebagai Upaya Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Studi Kasus: Implementasi Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional)

ABSTRAKSI

Berbagai skema perlindungan sosial mulai diterapkan sejak bergulirnya reformasi tahun 1998, namun di dalam perkembangannya bentuk-bentuk perlindungan sosial tersebut dinilai terfragmentasi dan belum mencakup keseluruhan. Selain itu pemerintahan Megawati juga menilai bahwa skema tersebut tidak memperhatikan prinsip kesinambungan, oleh karena itu di tahun 2004 diterbitkan Undang-Undang No. 40 mengenai Sistem Jaminan Sosial dengan tujuan mereformasi sistem jaminan sosial dan mewujudkan negara kesejahteraan. Pergantian pemerintahan menyebabkan implementasi UU SJSN tersebut berada pada tangan pemerintahan berikutnya, baik pemerintahan SBY-JK dan diteruskan dengan pemerintahan SBY-Boediono, dan di era pemerintahan SBY implementasi UU SJSN belum terlaksana namun digantikan oleh berbagai skema perlindungan sosial model baru.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan melalui studi pustaka, yaitu dengan mengumpulkan data, informasi serta segala sesuatu yang relevan dan mendukung penelitian. Selain pemaparan data mengenai bentuk-bentuk perlindungan sosial, sebelum dan sesudah diterbitkannya UU SJSN, peneliti juga berupaya melihat sejauh mana kaitan antara fenomena tersebut dengan evolusi konsep negara kesejahteraan dengan menggunakan pendekatan teoritis dan historis. Adapun tujuan lain dari penelitian ini ialah memberikan alternatif lain dalam melihat fenomena reformasi sistem jaminan sosial tidak hanya berupa alasan-alasan normatif tetapi juga kepentingan politik dan faktor-faktor ideologi yang mempengaruhi paradigma negara kesejahteraan, khususnya dalam hal memberikan jaminan sosial.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini ialah, reformasi sistem jaminan sosial dilakukan tidak hanya dilakukan sebagai perwujudan negara kesejahteraan tetapi juga ada kepentingan politik dan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan lainnya. Selain itu perubahan sistem jaminan sosial tersebut terkait erat dengan perubahan konsep negara kesejahteraan itu sendiri. Di akhir skripsi ini peneliti juga menambahkan beberapa saran untuk dapat dilihat dan diperhatikan sebelum menentukan model sistem jaminan sosial.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya serta petunjuk sehingga skripsi dengan judul “Reformasi Sistem Jaminan Sosial Sebagai Upaya Mewujudkan Negara Kesejahteraan” dapat diselesaikan.

Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) Departmen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap fenomena reformasi sistem jaminan sosial di Indonesia sejak yang dimulai sejak krisis moneter tahun 1997 dan gelombang reformasi tahun 1998. Ketertarikan peneliti dalam konteks ini adalah untuk mengetahui secara mendalam faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan sistem jaminan sosial tersebut di Indonesia.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna. Oleh karena itu dengan kerendahan hati peneliti menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun intelektualitas dan meningkatkan kualitas skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan kalangan akademis.

(4)

kita. Begitu pula dengan keluarga besar dari Ayah dan dari Ibu, yang tak mungkin semuanya disebutkan satu persatu.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, saya banyak memperoleh bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Dengan kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak, prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak, Drs. Heri Kusmanto, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak, Warjio, SS. MA selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan banyak saran selama penulisan skripsi ini. 4. Bapak, Indra Fauzan, S.H.I.,M.Soc.Sc selaku Dosen Pembaca yang

telah memberikan arahan dan petunjuk dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen FISIP-USU khususnya yang mengajar pada

departemen Ilmu Politik atas bekal ilmu yang tak ternilai harganya selama kuliah.

6. Kepada Staf Pegawai FISIP-USU yang telah banyak memberikan bantuan kepada saya semasa kuliah sampai selesai.

7. Khususnya kepada sahabat-sahabat saya yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini dengan menjadi teman diskusi diskusi dan begitu pula sahabat-sahabat yang telah banyak membantu dimasa perkuliahan, kepada semua teman-teman ilmu politik angkatan 2005 terima kasih atas dukungan, doa dan kerjasamanya.

Penulis dengan segala kerendahan hati yang tulus berharap skripsi saya ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang bersangkutan.

Medan, Juli 2010 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………. ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR SINGKATAN ... vi

BAB I

6.1.1. Teori Negara Kesejahteraan ... 18

6.2. Perlindungan Sosial ... 21

6.2.1. Jaminan Sosial ... 25

6.3. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial ... 26

7. Metodologi Penelitian... ... 30 1. Bentuk-Bentuk Perlindungan Sosial di Indonesia……….34

1.1. Jaminan Kesehatan………... 34

1.1.a. JPK-Gakin……….. 35

1.1.b. JPKM………. 36

1.2. Jaminan Kesejahteraan Sosial ………37

1.2.a. BKS………37

1.2.b. ASKESOS………..39

1.3. Perlindungan Sosial Bagi Tenaga Kerja……….39

1.3.a. JAMSOSTEK……….40

1.3.b. ASABRI……….41

1.3.c. TASPEN……… 42

1.3.d. ASKES……….. 44

1.4. Perlindungan Sosial Bagi Masyarakat Rentan……….. 45

1.4.a. Jaring Perlindungan Sosial………. 45

1.4.b. Bantuan Sosial……… 49

1.4.c. Pemberdayaan Masyarakat……… 51

2. Reformasi Sistem Jaminan Sosial Melalui UU SJSN……… 52

2.1. Tiga Pilar Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional………… 55

(6)

2.3. Prinsip-Prinsip dalam SJSN……….. 58

2.4. Program dan Cakupan SJSN……… 61

3. Implementasi SJSN dan Perubahan yang Terjadi……… 65

3.1. Program Asuransi Sosial……… 66

3.1.a. ASKESKIN……….. 66

3.1.b. ASKESOS……… 68

3.2. Program Bantuan Sosial……… 70

3.2.a. Bantuan Langsung Tunai……….. 70

3.2.b. Bantuan Operasional Sekolah……… 70

3.2.c. Bantuan Beras Bersubsidi……….. 70

3.2.d. Program Keluarga Harapan………70

3.2.e. PNPM……… 70

3.2.f. KUR……….. 70

BAB III ANALISA DATA 1. Menjelaskan Perdebatan……… 72

1.1. Pendekatan Teoritis……… 72

1.1.a. Pendekatan Fungsional..……… 73

1.1.b. Pendekatan Konflik……… 75

1.2. Evolusi Konsep Negara Kesejahteraan………. 78

1.2.a. Fase Pertama……….. 79

1.2.b. Fase Kedua………. 87

2. Kepentingan Politik Dalam Reformasi SJSN……… 102

2.1. Masa Pemerintahan Megawati………... 104

2.1.a Berlimpahnya Bantuan Asing……… 104

2.1.b. Efisiensi Anggaran………. 106

2.1.c. Menggalang Dana Cadangan Negara………. 107

2.1.d. Menekan Laju Inflasi………. 108

2.1.e. Mengisi Kekosongan Segmen Asuransi……… 110

2.2. Masa Pemerintahan SBY……….. 111

2.2.a. Meniru Model Amerika………. 111

2.2.b. Melapangkan Jalan Neoliberalisme………... 113

2.2.c. Mengembalikan Kekuatan Sentralistik……….. 114

2.2.d. Kepentingan Perusahaan Farmasi……….. 115

2.2.e. Meninggalkan Model Negara Kesejahteraan………. 118

BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan………... 121

2. Saran……….. 122

(7)

DAFTAR SINGKATAN

ASKES Asuransi Kesehatan

ASKESKIN Asuransi Kesehatan Warga Miskin

ASKESOS Asuransi Kesejahteraan Sosial

ASABRI Asuransi ABRI

BKS Bantuan Kesejahteraan Sosial

BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial DJSN Dewan Jaminan Sosial Nasional JAMKESMAS Jaminan Kesehatan Masyarakat

JAMSOSTEK Jaminan sosial tenaga kerja JKS Jaminan Kesejahteran Sosial JPK Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

JPKM Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat JPS Jaring Pengaman Sosial

KUBE Kelompok Usaha Bersama

PPK Pemberi Pelayanana Kesehatan

PMKS Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial TASPEN Tabungan Pensiun

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia telah banyak mengalami kemajuan dan perubahan di berbagai bidang sejak reformasi digulirkan dan melengserkan pemerintah otoriter yang berkuasa pada massa itu. Kemajuan di bidang ekonomi mulai merangkak naik menunjukkan peningkatan sejak dilanda krisis moneter pada tahun 1997 dan di penghujung tahun 2009 kekuatan ekonomi Indonesia terbukti mampu bertahan dari gelombang krisis global. Tetapi dampak yang diakibatkan krisis moneter di tahun 1997 demikian hebatnya, hingga tercatat jumlah orang miskin di Indonesia pada akhir tahun 1999 mencapai 129,6 juta atau sekitar 66,3 persen dari seluruh jumlah penduduk. Data yang dirilis oleh International Labour Organization (ILO) ini belum termasuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang jumlahnya lebih dari 21 juta orang.1

Tekanan dari berbagai elemen masyarakat seperti serikat pekerja maupun LSM serta pengalaman pahit di massa lalu seputar pelanggaran HAM telah mendorong negara menjadi lebih manusiawi dan mengakui Hak-Hak Asasi Manusia. Di tahun 1998 MPR meratifikasi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) melalui TAP MPR NO XVII/MPR/1998. Terjadi perubahan besar pada paradigma pemerintah dalam memandang kesejahteraan, bila pada

1

(9)

massa sebelumnya pemerintah hanya terfokus pada pembangunan negara (state centered) dan orientasinya adalah pertumbuhan ekonomi akan dengan sendirinya memberikan kesejahteraan bagi setiap orang dan pada gilirannya standar hidup yang layak mampu diupayakan setiap orang, sedangkan pemerintahan paska reformasi lebih percaya bahwa pertumbuhan ekonomi hanya akan tercapai bila negara menjamin Hak-Hak atas standar hidup yang layak setiap warganya terpenuhi.

Di dalam Pasal 22 DUHAM tersebut disebutkan tentang kesadaran akan pentingnya perlindungan sosial dan di dalam Pasal 25 disebutkan: “Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.”2

Dalam upaya menyesuaikan dengan DUHAM tersebut maka dalam amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945,

Dengan meratifikasi kovenan tersebut maka negara berkewajiban untuk mengupayakan semaksimal mungkin untuk memenuhi Hak warga negaranya dan langkah pertama yang diambil oleh pemerintah adalah mengamandemen UUD 1945 agar sejalan dengan prinsip DUHAM tersebut.

3

2

Adnan Buyung Nasution, Instrumen internasional pokok hak-hak asasi manusia, BAB 22: Hak Atas Jaminan Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997, Mengutip pengertian Jaminan Sosial dalam Deklarasi PBB.

3

Perodisasi konstitusi di indonesia adalah sebagai berikut: 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1945 berlaku UUD 1945 yang disusun oleh PPKI; 28 Desember 1945 sampai 17 Agustus 1950 berlaku UUD RIS; 18 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara yang memuat semua pasal tentang HAM; sejak 5 Juli 1959 sampai sekarang kembali ke UUD 1945 yang kemudian empat kali diamandemen: 14-21 Oktober 1999, perubahan pertama; 7-18 Agustus 2000, perubahan kedua; 1-9 November 2001 perubahan ketiga; 1-11 Agustus 2002 perubahan keempat. Pasal-pasal tentang HAM dimasukkan dalam perubahan kedua.

(10)

manfaatnya dapat diterima oleh setiap warga negara tak terkecuali warga negara yang tidak mampu, antara lain:

• Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya Tahun 2002, Pasal 28H

ayat (1), “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”

• Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya Tahun 2002, Pasal 28H

ayat (3), “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat” • Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya Tahun 2002, pasal 4 ayat

(1) “ Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” • Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya Tahun 2002, pasal 34

ayat (2) “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”

Di samping itu, Ketetapan MPR No. X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001 juga menugaskan kepada Presiden untuk membentuk sistem jaminan sosial nasional dalam rangka memberi perlindungan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu.

(11)

tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya menunjukkan belum adanya suatu mekanisme distribusi kesejahteraan yang lebih adil. Pengalaman di negara-negara kesejahteraan menunjukkan bahwa tersedianya sistem jaminan sosial yang baik mampu mencegah kemiskinan dan mendistribusikan kesejahteraan lebih merata.

Pengertian jaminan sosial sangat beragam. Dilihat dari pendekatan asuransi sosial, maka berarti jaminan sosial sebagai teknik atau metoda penanganan resiko hubungan industrial yang berbasis pada hukum bilangan besar (law of large number), dari sisi bantuan sosial, maka jaminan sosial berarti sebuah dukungan pendapatan bagi komunitas kurang beruntung untuk mendapatkan konsumsi.4

Perubahan tersebut dapat dicermati dari defenisi jaminan sosial yang dikeluarkan oleh ILO: “ Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyrakat untuk masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan ekonomi sosial bahwa jika tidak diadakan sistem jaminan sosial akan menimbulkan hilangnya sebagian pendapatan sebagai akibat sakit, persalinan, kecelakaan kerja, sementara tidak bekerja, cacat, hari tua dan kematian dini, perawatan medis termasuk pemberian subsidi bagi anggota keluarga yang

Pengertian jaminan sosial telah banyak mengalami perubahan, hal ini tak lain dipengaruhi oleh desakan untuk meminimalisir peranan pemerintah dan doktrin pasar bebas serta ketidak-mampuan APBN suatu negara untuk menanggung beban biaya yang sangat besar dalam memberikan jaminan sosial bagi rakyatnya.

4

(12)

membutuhkan.”5

1. Bantuan sosial (social assistance), Sistem ini didanai dari sumber pajak oleh negara atau sumbangan dari pihak yang mempunyai status ekonomi yang kuat.

Untuk membentuk sistem jaminan sosial semacam itu Bank Dunia merekomendasikan pendekatan tiga pilar (Three Pilars of Social Security World Bank), yang meliputi:

2. Asuransi sosial (social insurance), Setiap orang diwajibkan menabung untuk dirinya sendiri (provident fund) sebagaimana dilaksanakan dalam Jaminan Hari Tua Jamsostek atau sebagian jaminan pensiun Taspen. 3. Jaminan sosial sukarela (voluntary), Dimana setiap orang

mengiur/berkuntribusi atau membayar premi yang sifatnya wajib. Bisa juga premi/iuran dibayarkan oleh pihak lain atau oleh pemerintah, bagi mereka yang miskin.6

Ketiga pilar jaminan sosial itu menjadi dasar untuk membangun sistem penyediaan dana pensiun yang mana di dalam pengelolaannya dana tersebut harus bersifat non-profit (nirlaba).

Terlepas dari apakah jaminan sosial sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara terhadap warganya (vertikal) atau memang merupakan perlindungan dari masyarakat untuk masyarakat (horizontal), fungsi dari jaminan sosial mencakup tiga aspek, yakni:

5

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Perlindungan sosial bagi semua, Jilid 9 dari Seri rekomendasi kebijakan kerja layak dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia, Jakarta: ILO, 2004, hal. 14.

6

(13)

Aspek hukum jaminan sosial berkaitan dengan tanggung jawab negara untuk

melaksanakan Amanat Pasal 5 (2), Pasal 20, Pasal 28H (1), (2), (3), dan Pasal 34 (1) dan (2) UUD 1945: yaitu sistem perlindungan dasar bagi masyarakat terhadap risiko risiko sosial ekonomi.

Aspek ekonomi jaminan sosial terkait dengan redistribusi pendapatan melalui

mekanisme kepesertaan wajib dan implementasi uji kebutuhan untuk keadilan. sistem jaminan sosial diperlukan untuk ketahanan negara dan sekaligus peningkatan daya beli masyarakat agar terwujud keamanan ekonomi dalam jangka panjang.

Aspek politik jaminan sosial merupakan keinginan politik dari pemerintah

dalam upaya memberikan kesejahteraan yang seluas-luasnya bagi warga negaranya yang merupakan tujuan dibentuknya negara tersebut (welfare state).

Dari ketiga aspek tersebut terlihat bahwa di Indonesia jaminan sosial menjadi sangat penting dan berpengaruh terhadap eksistensi negara. Bila dari aspek hukum hal tersebut merupakan tanggung jawab negara yang diatur oleh konstitusi dan dalam aspek ekonomi hal tersebut diperlukan untuk stabilitas ekonomi dan sebagai upaya mendistribusikan kesejahteraan secara lebih merata, maka dari aspek politik hal tersebut merupakan tujuan dari dibentukknya negara, hal ini terkait dengan teori Negara kesejahteraan atau welfare state yang dianut oleh Indonesia.7

7

Lihat pembukaan UUD 1945 dan sila kelima dari pancasila, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” ini berarti negara bertujuan untuk memberikan keadilan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyatnya.

(14)

Dengan kata lain suatu negara kesejaheraan harus mempunyai komitmen kuat untuk memberikan kesejahteraan bagi warganya yang mana salah satunya melalui pemberian sistem jaminan sosial. Namun yang menjadi pertanyaan ialah apakah Indonesia masih menganut sistem welfare state, ditengah gempuran kapitalisme dan doktrin Neoliberalisme banyak negar-negara kesejahteraan mempertanyakan kembali makna kesejahteraan komunal dan pemerataan. Kesuksesan kapitalisme telah mengubah paradigma berpikir sebagian besar manusia dan negara-negara yang awalnya menganut sistem welfare state, untuk menjadi lebih percaya kepada fundamentaslime pasar dan persaingan individu untuk mengupayakan kesejahteraannya masing-masing.

Di Indonesia memang telah lama beroperasi program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh beberapa badan usaha milik negara yaitu PT Jamsostek, PT Askes, PT Taspen, PT Asabri, Bapel JPKM dan berbagai program-program jaminan sosial mikro. Badan-badan penyelenggara tersebut beroperasi secara parsial masing-masing berlandaskan Undang-undang atau peraturan-peraturan yang terpisah, tumpang tindih, tidak konsisten, dan kurang tegas. Sementara itu, diketahui bahwa manfaat yang diterima peserta masih terbatas sehingga peserta tidak terlindungi secara optimal. Pengelolaan lembaga dianggap belum transparan dan dengan manajemen yang profesionalitasnya masih perlu ditingkatkan.8

Sistem jaminan sosial yang sudah ada sejak jaman Orde baru tersebut cakupannya masih relatif rendah dan terbatas pada pekerja sektor formal. Bila pegawai negeri sipil diatur pemerintah melalui taspen maka angkatan

8

(15)

bersenjata diatur melalui PT Asabri, sedangkan di sektor swasta sistem jaminan sosial diatur dengan pendekatan skema asuransi yang mewajibkan pekerja formal untuk mengikuti program Jamsostek pada aspek jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja, jaminan hari tua, pensiun dan kematian. Sedangkan bagi tenaga kerja informal dan masyarakat miskin belum tercantum.

Melihat fenomena demikian dan berpegang pada UUD 1945 yang telah direvisi serta mendapat dukungan dari MPR maka pemerintah berniat untuk melakukan reformasi sistem jaminan sosial nasional. Niat tersebut ditunjukkan dengan penerbitan Kepres RI No.20 Thn. 2002 Tentang Pembentukan Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kepres yang diterbitkan oleh Presiden Megawati ini sebenarnya bukan yang pertama kali, melainkan memperbaharui Kepseswapres No. 7 Tahun 2001, 21 Maret sebelumnya yang ia terbitkan saat ia masih menjabat sebagai wakil presiden.

Tim SJSN memulainya dengan membuat Naskah Akademik (NA) SJSN yang kemudian di tuangkan kedalam RUU SJSN untuk diserahkan kepada pemerintah. Periode ini menghabiskan banyak waktu karena berulang kali terjadi revisi, baru pada 26 Januari 2004 pemerintah menyerahkan RUU SJSN tersbut pada pansus SJSN di DPR RI. Setelah mengalami beberapa kali revisi akhirnya pada 19 Oktober Tahun 2004 RUU tersebut disahkan menjadi UU No. 40 tentang SJSN sesaat sebelum Presiden Megawati mengakhiri massa jabatannya.

(16)

Presiden. Selain itu pasal 52 ayat (3) Undang-Undang No.40 tentang SJSN menyatakan bahwa semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang ada saat ini; PT. JAMSOSTEK, PT. TASPEN, PT. ASABRI dan PT. ASKES perlu disesuaikan paling lambat 19 Oktober 2009 terutama mengenai badan hukum dengan prinsip nirlaba. Dan untuk pembentukan BPJS harus berdasarkan pada undang-undang, oleh karena itu pemerintah juga harus menerbitkan UU BPJS terlebih dahulu.

(17)

yang tergabung dalam ACFTA hanya Indonesia saja yang belum memiliki sistem jaminan sosial.

Pada massa pemerintahan SBY-JK memang bisa ditemui berbagai program pemerintah yang berorientasi jaminan sosial sebagai upaya untuk mensubstitusi peranan SJSN, seperti Kementerian Sosial dengan Asuransi Sosial, Kementerian Kesehatan dengan Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun bentuk-bentuk perlindungan sosial semacam itu sifatnya parsial dan temporer, sama saja halnya dengan masa-masa awal reformasi dimana berbagai bentuk perlindungan sosial justru tidak efektif dan tidak efisien. dan upaya untuk mereformasi sistem jaminan sosial melalui UU SJSN sejak tahun 2001 hingga tahun 2004 dimentahkan kembali, karena berbagai terobosan perlindungan sosial tersebut membebankan pembiayaannya pada APBN.

(18)

sebelumnya implementasi SJSN terkesan sangat lambat karena pemerintah lebih fokus pada program barunya, hingga tahun 2010 pemerintahan SBY baru hanya membentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tetapi belum membentuk Undang-Undang Badang Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) dan 11 (sebelas) Peraturan Pemerintah serta 10 (sepuluh) Peraturan Presiden terkait dengan UU SJSN tersebut.

Apapun itu berbagai betuk perlindungan sosial yang sifatnya diberikan secara cuma-cuma sebagai hak setiap orang, seperti bantuan sosial, program keluarga harapan, jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan beras bersubsidi, pember- dayaan masyarakat mandiri, serta penyaluran kredit usaha rakyat (KUR), meskipun dampak negatifnya sangat membebani APBN, namun dampak positifnya telah merebut simpati masyarakat luas dan menimbulkan kepercayaan terhadap pemerintahan SBY, dan SBY kembali terpilih pada pemilu tahun 2009 .

Benarkah langkah tersebut hanya terkait dengan kepentingan pemilu semata? Karena respon pemerintah yang lambat dan terkesan mengulur-ulur waktu, seperti tanggapan Wakil Presiden Boediono beberapa waktu lalu: “sistem jaminan sosial untuk seluruh rakyat dapat terwujud asalkan dilakukan dengan perhitungan yang jelas. Pemerintah tidak perlu menargetkan tanggalnya, namun mulai tahun 2010 pemerintah akan mempersiapkan sistem untuk mencapai SJSN secepat mungkin.”9

9

Harian Kompas, Menagih Sistem Jaminan Sosial nasional, 1 Mei 2010

(19)

membatasi masa jabatan maksimal dua kali. Sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono : “pemerintah sedang mengupayakan pelaksanaan SJSN dengan semaksimal mungkin dan optimis penyelenggaraan SJSN tahap pertama yakni jaminan kesehatan akan mencakup keseluruhan di tahun 2014.10

Dengan demikian UU SJSN akan merusak keseimbangan tersebut karena memperoleh haknya tetapi mengalihkan kewajibannya kepada masyarakat khususnya pekerja dan pemberi kerja. Bila memang benar demikian, sudah sepantasnya pemerintahan SBY berinisiatif untuk menolak atau merevisi UU SJSN. Namun seperti yang sudah dikatakan di awal, tidak hanya Indonesia bahkan sebagian besar negara-negara yang menganut model kesejahteraan, telah merefomasi sistem jaminan sosialnya dan melibatkan pembiayaan dari tripartit (negara, pasar dan masyarakat), agar setiap orang memiliki tanggung jawab atas dirinya dan negara terhindar dari kebangkrutan. Sejarah telah membuktikan bahwa negara-negara dengan kapitalisme industri paling maju seperti Inggris dan

Atau langkah tersebut sengaja diambil karena pemerintahan SBY merasa mempunyai tugas mulia untuk mengembalikan fungsi negara kesejahteraan kepada bentuk semula, karena memang bila dasarnya diletakkan pada DUHAM, maka Jaminan Sosial adalah Hak setiap orang yang diberikan oleh negara, seperti yang tercatat berikut ini;

“Setiap negara ber-Hak untuk memperoleh dan mengumpulkan pajak, dan oleh karena itu negara juga ber-Kewajiban untuk memberikan apa yang menjadi Hak setiap orang, dengan demikian terjadi keseimbangan dalam prinsip Hak dan Kewajiban.”

10

(20)

Jerman sekalipun, tidak mampu membiayai belanja publik sepenuhnya tanpa melibatkan masyarakat dan pasar.

Disinilah yang menjadi letak permasalahannya, seringkali perubahan kepemimpinan diikuti oleh perubahan kebijakan, dampaknya ialah fungsi pemerintahan menjadi kurang efektif, namun hal tersebut bisa dipahami karena terdapat perbedaan pandangan dan perbedaan kepentingan politik dari tiap-tiap pemerintahan. Itu sebabnya sejak era Orde Lama, Orde Baru, Reformasi dan hingga era pemerintahan SBY seperti sekarang ini, Jaminan Sosial dan konsep negara kesejahteraan selalu mengalami perubahan intervensi negara di dalamnya, terkait dengan kondisi sosial-politik dan paradigma yang selalu berubah-ubah pula. Berangkat dari permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; Pertama, bagaimana bentuk perlindungan sosial yang ada di Indonesia dan perubahan apa yang terjadi setelah reformasi jaminan sosial (UU SJSN). Kedua, apa yang menjadi kepentingan politik atau pertimbangan pemerintah dalam menentukan model jaminan sosial bagi rakyatnya.

2. Perumusan Masalah

(21)

pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah dan pembatasan masalah.11

1. Bagaimana kondisi jaminan sosial yang ada di indonesia saat ini?

Berangkat dari latarbelakang masalah, peneliti mencoba untuk merumuskan masalah yang hendak di teliti yaitu:

2. Apa yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam menentukan model jaminan sosial pada masa pemerintahannya?

3. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas dan mempertegas serta membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang sistematis maka diperlukan adanya batasan masalah. Penenelitian ini membatasi masalah yang dibahas hanya pada hal berikut :

1. Penelitian ini akan melihat bagaimana kondisi jaminan sosial yang ada di Indonesia sebelum maupun sesudah UU SJSN dikeluarkan

2. Penelitian ini juga akan menganalisis apa saja pertimbangan pemerintah dalam menetukan model jaminan sosial.

4. Tujuan Penelitian

Ada pun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi jaminan sosial yang ada di Indonesia mengingat betapa pentingnya jaminan sosial untuk eksistensi suatu negara

11

(22)

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam menentukan model jaminan sosial.

5. Manfaat Penelitian

Layaknya penelitian ilmiah tentunya penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat baik bagi penulis maupun orang lain yang membaca laporan penelitian ini. Berikut adalah manfaat yang ingin dicapai dalam penlitian ini :

1. Secara akademis, penelitian ini untuk memperkaya penelitan ilmiah dibidang sistem jaminan sosial yang ada di Indonesia dan di beberapa negara lainnya.

2. Bagi penulis sendiri penelitian ini untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah khususnya dalam bidang jaminan sosial dan mengasah kemampuan penulis untuk menganalisis kepentingan politik suatu kebijakan.

6. Kerangka Dasar Pemikiran

(23)

mengandung suatu pandangan yang sistematis dan fenomenat.12

6.1. Teori Negara

Penggunaan teori menjadi penting dalam mengamati suatu masalah atau fenomena yang terjadi agar supaya pemaparan suatu permasalahan tersebut lebih sistematis. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ada dua pembedaan fungsi dan tujuan negara, yakni fungsi dan tujuan negara klasik dan fungsi dan tujuan negara modern. Fungsi dan tujuan negara klasik ialah hanya memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat, negara hanya merupakan negara penjaga malam (nacht wakerstaat). Sedangkan fungsi dan tujuan negara yang modern adalah di samping berfungsi pemeliharaan ketertiban dan keamanan, negara juga berfungsi dan bertujuan untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum bagi seluruh warganya dalam arti seluas-luasnya, jasmaniah, rohaniah, di lapangan ekonomi, sosial, kultural, dan lain-lain.13

Proses terbentuknya negara klasik diasumsikan lahir karena sifat dasar manusia itu terkesan egois, sedangkan sifat keramahan, cinta, simpati kebaikan, semangat kerja sama dan berkorban tidaklah terdapat dalam unsur-unsur utama dari sifat dasar. Pada Dasarnya kelakuan manusia itu ditentukan oleh nafsu untuk mendapat kesenangan dan menjauhi kesakitan. Manusia maju beraktifitas tidak didasari oleh intelektual atau pertimbangan akal yang sehat, akan tetapi didasari

12

M. Arif Nasution, Metode Penelitian, Medan: FISIP USU Press, 2008, hal. 76.

13

(24)

oleh nafsu yang besar.14

Berbeda halnya dengan Negara modern mengacu kepada teori kontrak yang banyak dipengaruhi oleh kaum Ulitarianisme seperti John Locke dan Rosseau. Dalam teori kontrak sosial disebutkan bahwa setiap warga membuat ‘persekutuan’ untuk melahirkan sebuah negara. Persekutuan adalah ketika orang menyerahkan kebebasannya untuk bergabung dalam suatu badan politik. Ini berarti bahwa kebebasan yang telah diserahkan akan dipertahankan dan dilindungi oleh negara. Negara tidak akan pernah bisa memiliki hak untuk menghancurkan, memperbudak atau secara sengaja memiskinkan warganya. Jika itu yang terjadi, maka warga negara berhak melakukan revolusi, menghancurkan persekutuan tersebut dan melakukan negosiasi ulang.

Karena setiap manusia berusaha untuk memenuhi hasratnya, dengan menggunakan power-nya masing-masing, maka yang terjadi adalah benturan power antarsesama manusia, itu sebabnya negara diperlukan untuk membatasi sifat dasar manusia itu dan bertidak demi memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat melalui hukum.

15

Karena itu, proses pembangunan sebagai sebuah upaya untuk memperbaiki kualitas hidup warga harus senantiasa di orientasikan pada penghormatan atas hak-hak dasar kemanusiaan. John Locke dapat dianggap sebagai pemikir pertama yang mengedepankan prinsip bahwa dalam merumuskan berbagai kebijakan, pemerintah harus melalui persetujuan rakyat dan komitmen negara haruslah dalam rangka melindungi kebebasan. “Manusia pada hakekatnya

14

Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Dikutip dari Thomas Hobbes, Leviathan, 1651.

15

(25)

bebas, sama, dan independen. Tak seorang pun dapat dikeluarkan dari keadaan ini dan tunduk kepada kekuasaan politik dari orang lain tanpa persetujuannya. Satu-satunya cara, seseorang menyerahkan kebebasan alamiahnya dalam persekutuan masyarakat/warga negara adalah bersepakat dengan orang lain untuk bergabung dan bersatu dalam suatu komunitas.16

6.1.1. Negara Kesejahteraan (Welfare State)

Tujuannya, demi penghidupan yang nyaman, aman, dan berdamai satu dengan yang lainnya dalam suasana yang aman atas harta miliknya.

Di era globalisasi pembangunan ekonomi jelas sangat mempengaruhi tingkat kemakmuran suatu negara. Namun, pembangunan ekonomi yang sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar tidak akan secara otomatis membawa kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat. Pengalaman negara maju dan berkembang membuktikan bahwa meskipun mekanisme pasar mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, ia selalu gagal menciptakan pemerataan pendapatan dan memberantas masalah sosial. Untuk itu diperlukan sistem redistribusi pendapatan dan sistem jaringan pengaman sosial yang dikenal dalam konsep negara kesejahteraan

“The welfare state is an attempt to break away from the stigma of the Poor Law. It was not designed for the poor; it was supposed to offer social protection for everyone, to prevent people from becoming poor.”17

Dengan kata lain, dalam mengatasi kemiskinan, sistem negara kesejahteraan tidak hanya berupaya memberi bantuan pada orang miskin.

16

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 39. Dikutip dari John Locke, Second Treatise of Government: Of the Beginning of Political Society, 1690

17

(26)

Melainkan memberikan perlindungan sosial bagi semua orang agar terhindar dari kemiskinan. Nilai penting yang dibawa Negara kesejahteraan adalah mereduksi jurang pemisah antara kaum kaya dan kaum miskin dengan cara mendistribusikan uang dari si kaya kepada si miskin. Distribusi kesejahteraan yang diatur oleh Negara ini bergantung pada bagaimana Negara tersebut memaknai welfare state. Didalam perkembangannya jaminan sosial di berbagai negara memang selalu berubah-ubah, namun paling tidak bisa dibedakan menjadi empat model kesejahteraan:18

1. Model minimal

Model ini umumnya diterapkan di negara-negara berkembang karena keterbatasan pemerintah dalam pendanaan. Model ini ditandai oleh pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat kecil. Program kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial dan minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, aparat militer dan pegawai swasta yang mampu membayar premi. 2. Model Residual

Model ini menjamin pelayanan sosial, khususnya kebutuhan dasar, diberikan terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin, penganggur, penyandang cacat dan orang lanjut usia yang tidak kaya. Model ini mirip model universal yang memberikan pelayanan sosial berdasarkan hak warga negara dan memiliki cakupan yang luas. Namun, seperti yang dipraktekkan di Inggris, jumlah tanggungan dan pelayanan relatif lebih

18

(27)

kecil dan berjangka pendek daripada model universal. Perlindungan sosial dan pelayanan sosial juga diberikan secara ketat, temporer dan efisien. 3. Model Korporasi atau Work Merit Welfare States

Seperti model pertama, jaminan sosial juga dilaksanakan secara melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan sosial berasal dari tiga pihak, yakni pemerintah, dunia usaha dan pekerja (buruh). Pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi melalui skema asuransi sosial. Model ini sering disebut sebagai Model Bismarck, karena idenya pertama kali dikembangkan oleh Otto von Bismarck dari Jerman.

4. Model universal

Pengertian ini biasanya merujuk kepada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya standar minimum kebutuhan material dan non-material. Pada model ini pelayanan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh penduduknya, baik kaya maupun miskin.

(28)

Internasional (IMF) menjual kebijakan ekonomi dan sosial kepada negara-negara berkembang dan negara-negara Eropa Timur agar memperkecil pengeluaran pemerintah, memberikan pelayanan sosial yang selektif dan terbatas, serta menyerahkan jaminan sosial kepada pihak swasta.19

Hal tersebut menjelaskan fenomena perubahan sistem jaminan sosial diberbagai negara-negara maju dimana pengeluaran negara yang semakin tinggi dalam memberikan jaminan sosial berakibat perubahan mekanisme jaminan sosial yang melibatkan masyarakat dan pihak swasta. Tak terkecuali Indonesia yang meskipun konstitusi mengamanahkan bahwa jaminan merupakan hak setiap warga negaranya namun bila demikian dipastikan APBN tidak akan mampu menanggung beban tersebut sehingga pendekatan asuransi sosial atau compulsory social insurance, dipilih sebagai mekanisme SJSN.20

6.2. Perlindungan Sosial (social protection).

Hingga saat ini terdapat berbagai macam definisi perlindungan sosial dan jaminan sosial. Keragaman ini dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Berikut adalah beberapa dari sekian banyak definisi yang digunakan oleh berbagai institusi dan negara.

Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa perlindungan sosial pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang

19

Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi negara kesejahteraan: Peran Negara dalam Produksi dan Alokasi Kesejahteraan Sosial, Jakarta: LP3ES, 2006, hal. 31. Dikutip dari Mishra Ramesh (2000), Globalization and the Welfare State. USA: Edward Elgar Publishing, 1999

20

(29)

untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka dari bencana dan kehilangan pendapatan; tidak berarti bahwa perlindungan sosial merupakan keseluruhan dari kegiatan pembangunan di bidang sosial, bahkan perlindungan sosial tidak termasuk upaya penurunan resiko (risk reduction).21 Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah jaring pengaman sosial (social safety net) dan jaminan sosial (social security) seringkali digunakan sebagai alternatif istilah perlindungan sosial; akan tetapi istilah yang lebih sering digunakan di dunia internasional adalah perlindungan sosial. ADB membagi perlindungan sosial ke dalam 5 (lima) elemen,22

Namun, menurut Bank Dunia dalam “World Bank Social Protection Strategy”, konsep yang digunakan oleh ADB dalam membagi perlindungan sosial

tersebut masih tradisional. Bank Dunia mendefinisikan perlindungan sosial sebagai

yaitu: (i) pasar tenaga kerja (labor markets); (ii) asuransi sosial (social insurance); (iii) bantuan sosial (social assitance); (iv) skema mikro dan area-based untuk perlindungan bagi komunitas setempat; dan (v) perlindungan anak (child protection).

23

21

Alex Arifianto, Loc Cit., hal. 41. Dikutip dari Asian Development Bank, Social Safety Net

22

Alex Arifianto, Ibid., hal. 44.

23

Alex Arifianto, Ibid., hal. 51. Dikutip dari World Bank, World Bank Social Protection Strategy.

(30)

perlindungan sosial dengan jejaring pengaman bisa berarti menyempitkan makna perlindungan sosial itu sendiri.

Demikian pula halnya dengan ILO dalam “Social Security and Coverage for All”, perlindungan sosial merupakan konsep yang luas yang juga

mencerminkan perubahan-perubahan ekonomi dan sosial pada tingkat internasional. Konsep ini termasuk jaminan sosial (social security) dan skema-skema swasta. Lebih jauh, dijelaskan bahwa sistem perlindungan sosial bisa dibedakan dalam 3 (tiga) lapis (tier)24

Interpretasi yang agak berbeda diberikan oleh Hans Gsager. Gsager berpendapat bahwa sistem-sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk mendukung penanggulangan situasi darurat ataupun kemungkinan terjadinya keadaan darurat.

: Lapis (tier) Pertama merupakan jejaring pengaman sosial yang didanai penuh oleh pemerintah; Lapis Kedua merupakan skema asuransi sosial yang didanai dari kontribusi pemberi kerja (employer) dan pekerja; dan Lapis Ketiga merupakan provisi suplementari yang dikelola penuh oleh swasta. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa definisi tersebut berdasarkan kontributor dana dalam tiap skema.

25

24

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Op. Cit.

25

Bambang Purwoko, Loc. Cit., hal. 41. Dikutip dari Hans Gsänger, Mainstreaming Poverty Reduction in German Development Co-operation, Berlin: German Development Institute, 1998

(31)

lebih luas dari asuransi sosial, dan lebih luas dari jejaring pengaman sosial.26

PBB dalam “United Nations General Assembly on Social Protection”, Saat ini perlindungan sosial didefinisikan sebagai kumpulan upaya publik yang dilakukan dalam menghadapi dan menanggulangi kerentanan, resiko dan kemiskinan yang sudah melebihi batas.

27

26

Bambang Purwoko, Ibid. Dikutip dari Armando Barrientos, Social protection for the poor and poorest: concepts, policies and politics, Basings Stoke: Palgrave Macmillan, 2008

27

Penjelasan UU RI No. 40/2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pustaka Yustisia, 2004, hal.9. Mengutip definisi perlindungan sosial yang digunakan oleh PBB, United Nations General Assembly on Social Protection.

(32)

pendekatan asuransi yang dibiayai oleh pengusaha maupun pekerja di sektor formal maupun informal dan pembiayaan oleh pemerintah bagi warga miskin.

6.2.1. Jaminan Sosial (Social Security).

Seperti halnya perlindungan sosial, terdapat pula berbagai macam interpretasi jaminan sosial (social security). ILO menyebutkan bahwa jaminan sosial merupakan bentuk perlindungan yang disediakan dalam suatu masyarakat untuk masyarakat itu sendiri melalui berbagai upaya dalam menghadapi kesulitan keuangan yang dapat terjadi karena kesakitan, kelahiran, pengangguran, kecacatan, lanjut usia, ataupun kematian.28

Dalam World Summit for Social Development di Kopenhagen tahun 1995 dikatakan bahwa sistem jaminan sosial merupakan komponen esensial dari perluasan pembangunan sosial dan dalam upaya menanggulangi kemiskinan.

Lebih jauh dijelaskan bahwa jaminan sosial terdiri dari asuransi sosial, bantuan sosial, tunjangan keluarga, provident funds, dan skema yang diselenggarakan oleh employer seperti kompensasi dan

program komplimenter lainnya.

29

Von Hauff menambahkan selain untuk penanggulangan kemiskinan, jaminan sosial juga berfungsi sebagai perlindungan bagi individual dalam Lebih rinci, deklarasi summit tersebut antara lain mencanangkan:

“to develop and implement policies which ensure that all persons enjoy adequate economic and social protection in the event of unemployment, sickness, during motherhood and child-rearing, in the event of widowhood, disability and in old age.”

28

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Loc cit., hal. 21.

29

(33)

menghadapi kondisi kehidupan yang semakin memburuk yang tidak dapat ditanggulangi oleh mereka sendiri.30

Barrietos dan Shepherd menjelaskan bahwa jaminan sosial lebih sempit dibandingkan perlindungan sosial. Jaminan sosial umumnya dihubungkan dengan hal-hal yang menyangkut kompensasi dan program kesejahteraan yang lebih bersifat ‘statutory schemes’.31

6.3. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Adapun bentuk jaminan sosial yang sudah diselenggarakan adalah asuransi sosial yang mencakup asuransi kesehatan (PT Askes dan PT Asabri), asuransi kesejahteraan sosial (Askesos), tabungan pensiun (Taspen), jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek); kebijakan ketenagakerjaan seperti cuti hamil, cuti haid, tunjangan sakit/kecelakaan yang dibayarkan oleh perusahaan, dan sebagainya.

Salah satu keajiban negara adalah memberikan perlindungan sosial bagi warga negaranya dan jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Hal tesebut tertuang di dalam deklarasi PBB tahun 1948 tentang HAM, dan Indonesia adalah salah satu negara yang telah meratifikasi kovenan tersebut. Tidak hanya itu, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 yang

30

Bambang Purwoko, Loc. Cit. Dikutip dari Michael von Hauff, The Relevance of Social Security for Economic Development, 1997

31

(34)

mengatur lebih rinci mengenai kewajiban negara memberikan jaminan sosial kepada pengangguran, cacat, janda dan jaminan hari tua.

Di Indonesia, ratifikasi terhadap kedua kovenan tersebut membawa dampak pada UUD Tahun 1945 hingga di tahun 2001 perihal mengenai jaminan tersebut diamanatkan dalam amandemen kedua, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta pasal 34 ayat (1) dan ayat (2). Berdasarkan perubahan tersebut MPR menugaskan kepada Presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional TAP MPR RI No. X/MPR/2001.

Amanat ini direalisasikan dengan dibentuknya Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pokja SJSN) Tahun 2001 oleh Wakil Presiden RI (Kepseswapres, No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001), dengan tugas utama menyiapkan Naskah Akademik (NA) SJSN dan konsep Rancangan Undang-Undang (RUU) SJSN. Kepseswapres tersebut diperbaharui dengan Keppres No. 20 Tahun 2002, tanggal 10 April 2002, tentang pembentukan Tim SJSN dengan bentuk penugasan yang sama.

Penyusunan NA SJSN merupakan langkah awal dirintisnya penyusunan RUU SJSN. NA SJSN yang merupakan hasil kajian dan pemahaman tentang jaminan sosial, yang dilengkapi dengan hasil studi banding, lokakarya, pembahasan informal dengan DPR RI, sosialisasi, dan masukan dari masyarakat lainnya. NA SJSN mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga 8 (delapan) kali dan naskah terakhir dihasilkan tertanggal 26 Januari 2004.

(35)

puluh dua) pasal, hingga konsep terakhir, 14 Januari 2004, terdiri dari 12 (dua belas) bab dan 74 (tujuh puluh empat) pasal, yang diserahkan oleh Tim SJSN kepada Pemerintah, setelah mengalami 52 (lima puluh dua) kali perubahan dan penyempurnaan. Kemudian Pemerintah menyerahkan RUU SJSN yang terdiri dari 12 (dua belas) bab dan 80 (delapan puluh) pasal kepada DPR RI pada tanggal 26 Januari 2004.

(36)

Dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN tersebut, mensyaratkan seluruh rakyat, terlepas apakah ia pegawai negeri, pegawai swasta, atau pekerja mandiri seperti petani, nelayan, dan pedagang, harus mendapat jaminan sosial yang sama, yaitu Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian.

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tatacara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara. Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun.

Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Kebutuhan dasar hidup yang layak yang dimaksud oleh UU SJSN adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. UU SJSN mensyaratkan Jaminan Sosial diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi sosial yaitu suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.

(37)

Sistem jaminan sosial nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Asas manfaat merupakan asas yang bersifat operasional menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif. Asas keadilan merupakan asas yang bersifat ideal. Ketiga asas tersebut dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan program dan hak peserta.

Program jaminan sosial diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi sosial, bantuan sosial, dan atau tabungan wajib yang bertujuan untuk menyediakan jaminan sosial bagi seluruh penduduk, guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Sistem Jaminan Sosial juga dirancang untuk mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara yang telah ada yakni PT Jamsostek, PT Askes, PT Taspen, PT Asabri agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi seluruh peserta. Penyesuaian dijadwalkan terlaksana maksimal 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya UU SJSN.

7. Metodologi Penelitian

7.1. Jenis Penelitian

(38)

diungkap oleh metode kuantitatif. Disamping itu, metode ini dapat dipergunakan untuk menyelidiki konsep atau ide-ide.32

7.2. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif, artinya peneilitian ini menganalisis masalah dengan melakukan pengumpulan data dan melalui studi pustaka (Library Research) dengan teknik pengumpulan bahan kepustakaan buku-buku, artikel, media massa baik cetak maupun elektronik serta data-data lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian.

7.3. Teknik Analisa Data

Metode kualitatif merupakan metode yang digunakan penulis dalam menganalisis berbagai hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian disusun sehingga diharapkan mampu memberikan keterangan terhadap masalah-masalah aktual yang dihadapi. Dalam penelitian kualitatif penulis tidak mencari kebenaran moralitas tetapi lebih kepada upaya pemahaman dari situasi yang dihadapi.

8. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci dan untuk mempermudah pemahaman dari isi skripsi ini, maka penulis membagi penelitian ini menjadi empat bagian (bab). Untuk itu disusun sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

32

(39)

Bab ini membahas tentang latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesa, teknik pengumpulan data, serta sistematika penulisan

BAB II :

PENYAJIAN DATA

Bab ini akan menggambarkan berbagai bentuk perlindungan sosial yang ada di Indonesia sebelum Undang-Undang No.40 tahun 2004 serta perubahan sistem jaminan sosial yang terjadi setelah UU SJSN diterbitkan

BAB III :

ANALISIS DATA

Bab ini membahas tentang reformasi sistem jaminan sosial di berbagai negara yang menjadi dasar bagi pemerintah dalam menetukan model Jaminan Sosial di Indonesia serta pertimbangan-pertimbangan lainnya yang mempunyai pengaruh.

BAB IV : PENUTUP

(40)

BAB II

PENYAJIAN DATA

Salah satu kewajiban negara adalah memberikan perlindungan sosial bagi warga negaranya. Hal ini dikarenakan situasi yang tidak selalu bisa diprediksi di dalam masyarakat, baik yang dikarenakan oleh bencana alam, krisis maupun penyakit dan masyarakat mempunyai kemampuan berbeda-beda dalam menghadapi situasi demikian. Oleh karena itu negara berkewajiban untuk tanggap dan memberikan perlindungan sosial agar masyarakat dapat bangkit dan keluar dari situasi tersebut, maka wajar bila di hampir seluruh negara-negara yang menganut sistem negara kesejahteraan (welfare state), kesadaran untuk memberikan perlindungan sosial justru muncul ketika sebagian besar warga negara tersebut berada pada kondisi yang buruk.

Pada dasarnya bentuk dan mekanisme jaminan sosial di berbagai negara berbeda-beda karena adanya penyesuaian dengan kondisi sosial dan politik di negaranya masing-masing. Seperti di Swedia, Norwegia, Denmark maupun Finlandia, jaminan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh penduduknya, baik kaya maupun miskin dan negara sebagai pembayar tunggal (sole payer) berbeda dengan Jerman dan Austria yang memberikan jaminan sosial dengan melibatkan dunia usaha. Berbeda pula halnya AS, Inggris, Australia dan Selandia Baru yang memberikan jaminan sosial terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantaged groups).

(41)

sosial yang berlaku di Indonesia sebagian besar masih produk orde baru yang menganut model minimal, dimana program kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial, minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, aparat militer dan pegawai swasta yang mampu membayar premi. Meskipun sejak keruntuhan Orde baru ada beberapa program yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan sosial, namun itu hanya bersifat sementara dan tidak memiliki payung Undang-Undang.

1. BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN SOSIAL DI INDONESIA

Perlindungan sosial bukanlah hal baru bagi Indonesia, sejak pemerintahan Orde baru hingga diterbitkannya UU SJSN sudah ada 24 Undang-Undang yang terkait dengan perlindungan sosial,33 dan ada 17 Peraturan Pemerintah yang juga terkait dengan jaminan sosial.34

1.1. JAMINAN KESEHATAN

Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebutlah yang mendasari berbagai bentuk perlindungan sosial yang ada di Indonesia, berikut ini akan dipaparkan berbagai bentuk perlindungan sosial tersebut berdasarkan bidangnya.

Kondisi Jasa pelayanan kesehatan saat itu yang makin lama makin mahal dan tingginya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh perseorangan

33

UU No. 33/1964; UU No. 34/1964; UU No. 11/1969; UU No. 6/1974; UU No. 8/1874 Jo UU No. 43/1999; UU No.2/1992; UU No. 3/1992; UU No. 11/1992; UU No. 23/1992; UU No. 4/1997; UU No. 13 1998; UU No. 13/2003; UU No. 34/2004

34

(42)

menyebabkan tidak semua anggota masyarakat mampu untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Cara yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi tingginya pembiayaan kesehatan adalah memperbaiki pembiayaan kesehatan dengan jaminan kesehatan sosial.

1.1.a. JPK-Gakin

Sejak tahun 1998, pemerintah telah membiayai pemeliharaan keluarga miskin (Gakin), melalui program jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin (JPK-Gakin) khususnya untuk pelayanan kesehatan dasar yang kemudian diperluas untuk pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (khususnya malaria, diare, dan TB paru).35

35

Daud Bahransyaf, Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat Melalui Sistem Jaminan Sosial Berbasis Masyarakat, Jakarta: Departemen Sosial RI, 2004, hal. 37

Untuk menjamin kesinambungan pembiayaan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin, sistem jaminan kesehatan dalam bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin (JPK Gakin) disubsidi pemerintah untuk keluarga miskin namun tidak langsung disalurkan ke pemberi pelayanan kesehatan (puskesmas, bidan atau rumah sakit), melainkan lewat badan penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan (Bapel JPK).

(43)

Paket pelayanan standar untuk keluarga miskin meliputi rawat jalan di puskesmas, rawat jalan spesialistis di rumah sakit, rawat inap di rumah sakit sesuai kebutuhan medik untuk rata-rata lima hari serta pelayanan gawat darurat di puskesmas maupun rumah sakit.

Selain membebani APBN, kelemahan dari sistem asuransi ini adalah sebagian besar dana justru dihabiskan untuk membentuk dan membiayai operasional Bapel JPK, selain itu timbul diskriminasi pada penerapannya di lapangan oleh pihak Pemberi Pelayanan Kesehatan.

1.1.b. JPKM

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) merupakan kelanjutan dari program-program sosial sebelumnya yang dibuat untuk mengatasi krisis multi dimensi yang dialami masyarakat dari tahun 2001-2005. JPKM dirancang untuk memberi manfaat kepada semua pihak yang terkait dengan pemeliharaan kesehatan, baik masyarakat konsumen jasa kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan (PPK). JPKM mengarah kepada penyelenggaraan asuransi kesehatan komersial. JPKM bukan asuransi biasa, melainkan asuransi plus. Dalam arti, mengambil dana masyarakat dalam bentuk premi, kemudian melaksanakan pembiayaan kesehatan secara paripurna dan terkendali lewat pembayaran prospektif kepada penyedia pelayanan kesehatan, disertai sistem kendali mutu dan pemantauan utilisasi.36

JPKM adalah cikal bakal dibentukinya asuransi sosial kesehatan bersifat wajib bagi seluruh penduduk seperti yang kemudian ditegaskan oleh UU SJSN,

36

(44)

dimana untuk pembayarannya, premi bagi keluarga miskin dibayar oleh pemerintah, sedangkan keluarga mampu diminta membayar sendiri preminya.

Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM) yang diperkirakan bisa mengurangi beban masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Sampai dengan akhir tahun 2002, cakupan JPKM baru mencapai 20,2 persen (Data Susenas) dengan coverage 6,3 persen keluarga miskin yang memperoleh kartu sehat JPSBK.37

1.2. JAMINAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Upaya lain dari pemerintah saat itu dalam menjamin kesejahteraan sosial adalah dengan Jaminan Kesejahteran Sosial (JKS), Bentuk dari Jaminan Kesejahteraan Sosial ini terbagi dua, yaitu:

1.2.a. BKS

Bantuan Kesejahteraan Sosial diberikan kepada individual, keluarga, kelompok, atau komunitas yang tidak mampu. BKS terbagi dalam dua skema, yaitu skema permanen dan skema sementara. BKS Permanen diberikan secara terus menerus pada penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang permanen seperti lansia terlantar, anak terlantar, anak yatim piatu miskin, dan penyandang cacat fisik dan mental (cacat ganda). Adapun BKS Sementara diberikan dalam kurun waktu tertentu kepada PMKS non permanen seperti korban bencana alam dan sosial.

37

(45)

Bentuk dari BKS permanen adalah Jaminan Kesejahteraan Sosial Gotong Royong (JKS-GR). JKS-GR memberikan modal usaha kepada kelompok-kelompok penduduk miskin yang tergabung dalam koperasi-koperasi, kelompok-kelompok usaha bersama (KUBE), dan lain-lain. Hasil usaha dari kelompok-kelompok tersebut kemudian disisihkan sebagian untuk membantu kesejahteraan PMKS permanen tadi.38

Kelemahan dari skema JKS-GR ini adalah bahwa kelompok-kelompok yang menjadi sasaran penerima bantuan modal umumnya adalah kelompok masyarakat yang tergolong miskin dengan penghasilan yang sangat terbatas. Penghasilan dari usaha kelompok bisa diperkirakan hanya akan cukup untuk keperluan mereka sendiri. Dengan mensyaratkan mereka untuk membagikan sebagian dari hasil usaha mereka pada PMKS permanen, tentu akan terasa sangat membebani.

Dengan kata lain, jaminan kesejahteraan sosial tidak diberikan secara langsung pada PMKS, tetapi dengan melalui kelompok-kelompok sosial dan ekonomi yang ada di masyarakat. Sedangkan mekanisme yang digunakan dalam program pengembangan potensi kesejahteraan sosial dana diberikan secara langsung kepada PMKS.

39

Demikian pula halnya dengan BKS sementara, ini sama saja dengan bantuan sosial tanggap darurat yang tercakup dalam program pembangunan bidang kesejahteraan sosial dengan sasaran utama penerima manfaat (target beneficiary) adalah korban bencana alam dan bencana sosial untuk menstimulasi

keberdayaan mereka menuju kemandirian. Dalam program pengembangan

38

Daud Bahransyaf, Loc Cit., hal. 43.

39

(46)

potensi kesejahteraan sosial, pelayanan sosial juga diperuntukkan bagi lanjut usia terlantar dan penyandang cacat. Perbedaan dari kedua upaya tersebut hanya pada mekanismenya.

1.2.b. ASKESOS

Bentuk lain dari JKS adalah Asuransi Kesejahteraan Sosial yang keanggotaannya masih bersifat sukarela dan terbatas dengan sasaran utama sebagai klien adalah pencari nafkah utama dalam keluarga miskin dan bekerja di sektor informal seperti pedagang kaki lima, tukang becak, pedagang sayur, dll. ASKESOS bertujuan untuk: 1) memperkuat sistem ketahanan keluarga rentan atau miskin melalui program pemeliharaan penghasilan; 2) memfasilitasi jaminan pertanggungan bagi warga negara yang kondisinya diambang batas miskin agar mereka mampu meningkatkan taraf hidupnya; dan 3) menciptakan suatu sistem perlindungan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi warga masyarakat pekerja mandiri pada sektor informal.40

1.3. PERLINDUNGAN SOSIAL BAGI TENAGA KERJA

Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia secara umum meliputi penyelengaraan program-program Jamsostek, Taspen, Askes, dan Asabri. Penyelengaraan program Jamsostek didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, program Taspen didasarkan pada PP No 25 Tahun 1981, program Askes didasarkan pada PP No 69 Tahun 1991, program Asabri didasarkan pada PP No 67 Tahun 1991, sedangkan program Pensiun didasarkan pada UU No 6 Tahun 1966. Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis kepesertaan, yang

40

(47)

dapat dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta, pegawai negeri sipil (PNS),dan anggota TNI/Polri.

1.3.a. JAMSOSTEK

Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, pada dasarnya bertujuan untuk memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja. Program ini merupakan program perlindungan yang bersifat dasar bagi tenaga kerja yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya apabila terjadi resiko-resiko sosial ekonomi, dengan mekanisme asuransi yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.

PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan dalam bentuk 4 program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya.41

41

Lanny Ramli, Jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia, Jakarta: Airlangga, 1997, hal. 23

(48)

Pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system), yang bersumber dari pemberi kerja dan pekerja. Model fully funded

system tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi tetapi dalam hal ini

pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit.42 Namun sampai dengan tahun 2002, secara akumulasi JKK telah mencapai 1,07 juta klaim, JHT mencapai 2,85 juta klaim, JK mencapai 140 ribu klaim, dan JPK mencapai 54 ribu klaim. Secara keseluruhan, nilai klaim yang telah diterima oleh peserta Jamsostek adalah sekitar Rp 6,2 trilyun. Namun demikian, posisi PT Jamsostek mengalami surplus sebesar Rp 530 milyar pada Juni 2002.43

Penyelenggaraan Program asuransi bagi PNS Dephan dan prajurit TNI/POLRI (waktu itu ABRI) diselenggarakan terhitung mulai tanggal 1 Agustus

Dengan demikian pemerintah justru ikut mendapatkan keuntungan dari dana yang dikumpulkan pemberi kerja dan pekerja karena di sisi lain, apabila penyelenggara program Jamsostek memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Jamsostek adalah Persero, selain itu tanpa deviden pun pemerintah juga mendapat bagian dari pajak yang diwajibkan pada setiap perusahaan persero termasuk jamsostek, karena itu peserta sebenarnya sangat dirugikan.

1.3.b. ASABRI

42

Lanny Ramli, Ibid.

43

(49)

1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1971 dan diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991.44

Pada tahun 1992 telah ditetapkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang

Dana Pensiun sebagai landasan hukum bagi penyelenggaraan program pensiun. Di

samping itu, penyelenggaraan program jaminan kesejahteraan PNS diatur dalam

undang Nomor 11 Tahun 1956 tentang Pembelanjaan Pensiun;

Undang-undang No. 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda;

Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian; dan

Sedangkan Pembayaran pensiun diselenggarakan terhitung mulai tanggal 1 April 1989 berdasarkan Kepmenkeu Nomor 13/KMK.013/1989 tanggal 4 Januari 1989 dan Surat Keputusan Menhankam Nomor Skep/140/I/1989 Tanggal 19 Januari 1989

Selain itu program kesejahteraan bagi anggota TNI juga diatur dalam beberapa Undang-undang, seperti: Undang-undang No. 2 Tahun 1959 tentang Pemberian Pensiun Angkatan Perang RI; Undang-undang No. 6 Tahun 1966 tentang Pensiun, Tunjangan bersifat Pensiun dan Tunjangan bagi Mantan prajurut TNI dan Anggota POLRI; Undang-undang No. 75 tahun 1957 tentang Veteran Pejuang Kemerdekaan RI; dan Undang-undang No. 15 Tahun 1965 tentang Veteran RI.

Tidak banyak data yang bisa ditemukan mengenai Asabri ini, namun secara teknis Asabri tidak ada bedanya dengan Taspen, hanya cakupan pesertanya saja yang berbeda.

1.3.c. TASPEN

44

(50)

Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974

tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

Berdasarkan PP No. 26 Tahun 1981 (pasal 2), PT. TASPEN (Persero) ditetapkan

sebagai penyelenggara program asuransi sosial bagi PNS yang terdiri dari Dana

Pensiun dan Tabungan Hari Tua (THT). Disamping itu, pada saat ini PT. TASPEN

juga membayarkan beberapa program lainnya seperti Asuransi Kematian; Uang

Duka Wafat; Bantuan untuk Veteran; dan Uang TAPERUM dari BAPERTARUM.

Pada awalnya pendanaan pension dibebankan kepada APBN, seperti yang tertulis

dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1969. Sistem ini disebut sebagai pendanaan

“pay as you go” (seorang PNS begitu pensiun langsung dibayar) dan telah dilakukan

sampai dengan akhir 1993. Namun di tahun 1994 pemerintah melalui Menteri

Keuangan telah menetapkan sistem pendanaan pensiun dengan pola “current cost

financing” yaitu suatu metode gabungan pay as you go dengan sistem funded,

dengan perbandingan 75 persen berasal dari APBN dan 25 persen dari iuran yang

dibebankan pada PNS.45

Metode current cost financing digunakan sebagai upaya untuk meringankan beban

APBN yang semakin besar akibat semakin banyaknya jumlah PNS aktif maupun

PNS yang sudah pensiun, namun metode ini belum membawa dampak signifikan

terhadap beban APBN, bahkan di tahun-tahun belakangan ini kebijakan itu kembali

diperlunak menjadi 79 persen dibebankan pada APBN dan 21 persen dibebankan

pada Taspen, meskipun demikian beban yang harus ditanggungnya masih relatif

berat. Taspen harus membayar Rp 4,23 triliun (dari total Rp 16,93 triliun),

sedangkan sisanya dibayar oleh APBN.46

45

Alex Arifianto, Ibid., hal. 58.

46

(51)

1.3.d. ASKES

Penyelenggara Asuransi Kesehatan di Indonesia adalah PT Askes, dimana 100 persen kepemilikannya adalah milik pemerintah RI dibawah Departemen Kesehatan. Tujuan dibentuknya Askes adalah untuk menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, serta pembangunan di bidang asuransi khususnya asuransi kesehatan bagi PNS, penerima pensiunan, veteran, perintis kemerdekaan berserta keluarganya, dan peserta lainnya serta menjalankan jaminan pemeliharaan kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip perseroan terbatas. Potongan iuran wajib atau premi untuk dana pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negeri sipil (PNS), dan penerima pensiun beserta anggota keluarganya, diatur melalui Keputusan Presiden. Keputusan Presiden yang masih berlaku sampai sekarang adalah Keputusan Presiden No. 8 tahun 1977, menyatakan bahwa 2 persen dari penghasilan pegawai digunakan untuk pemeliharaan kesehatan Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun. Kemudian dengan UU No. 43 tahun 1999, pasal 32, dinyatakan bahwa untuk penyelenggaraan asuransi kesehatan pemerintah menanggung subsidi dan iuran yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.47

Selain menyelenggarakan asuransi kesehatan sosial bagi PNS/ABRI dan pesiunannya, PT Askes juga menyelenggarakan asuransi kesehatan untuk komersil, dengan target masyarakat dengan penghasilan tetap (kelompok menengah keatas). Peserta askes jenis ini adalah peserta PT Askes dalam program Asuransi Kesehatan Sukarela, dimana premi yang dibayarkan lebih

47

(52)

besar dari premi yang ditetapkan kepada peserta Askes yang berasal dari PNS/ABRI. Jenis asuransi komersil lainnya yang ditawarkan oleh PT Askes adalah Askes Diamond, Askes Platinum, Askes Gold, Askes Silver, Askes Blue, dan Askes Alba.

1.4. PERLINDUNGAN BAGI MASYARAKAT RENTAN

Sejak Indonesia merdeka telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengangkat kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun, kemiskinan masih menjadi masalah utama yang harus ditangani bersama. Sampai dengan tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia yang tergaolong miskin telah mencapai sekitar 37,5 juta jiwa, dan 13,4 juta di antaranya tergolong penduduk yang sangat miskin (crust of the poor).48

JPS merupakan bagian dari perlindungan sosial yang diberikan oleh pemerintah dalam menghadapi masa krisis ekonomi. Sebagai rescue project, maka JPS tidak direncanakan untuk bertahan dan berlanjut setelah masa krisis berakhir.

Pemerintah, dalam mengupayakan kesejahteraan sosial rakyat terutama masyarakat yang tergolong rentan seperti penduduk miskin, lanjut usia, anak, penyandang cacat ganda (fisik dan mental), serta penduduk yang tinggal di kawasan terpencil, telah menyelenggarakan beberapa bentuk perlindungan sosial.

1.4.a. Jaring Perlindungan Sosial (JPS)

49

48

Edi Suharto, Loc Cit., hal. 41.

49

Julfita Rahardjo, Jaring Pengaman Sosial: Pengembangan, Konsep, dan Aplikasinya, Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1998, hal. 21

Referensi

Dokumen terkait