2. Reformasi Sistem Jaminan Sosial Melalui UU SJSN
2.4. Program dan Cakupan SJSN
Selain memiliki 9 (Sembilan) prinsip dalam penyelenggaraannya SJSN sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, merupakan sebuah asuransi sosial yang menganut pendekatan tiga pilar. Pilar pertama dan kedua merupakan bersifat wajib yang pendanaannya berasal dari pemerintah, pengusaha dan pekerja ataupun orang-orang yang mampu membayar iuran. Pilar tersebut menjamin kebutuhan dasar untuk hidup yang layak meliputi Jaminan Kesehatan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, sedangkan pilar ketiga merupakan asuransi komersil yang bersifat sukarela yang meliput i Jaminan Pensiun dan hanya bisa diikuti setelah terdaftar sebagai peserta asuransi sosial wajib.63
63
Sulastomo, Ibid., hal. 11.
Tetapi sebagaimana yang tertulis pada pasal 17 ayat 4 dan ayat 5, pada tahap pertama pemerintah hanya akan membayar iuran (bagi yang tidak mampu membayar iuran) untuk program jaminan kesehatan, sedangkan Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian pada tahap pertama hanya mencakup setiap orang yang telah membayar iurannya sendiri, dibayarkan oleh orang lain atau dibayarkan oleh pemberi kerja di tempat ia bekerja. Adapun
ke-5 (lima) program jaminan sosial substansi jaminan sosial yang disetujui dalam UU SJSN tersebut meliputi:
1. Jaminan Hari Tua
Merupakan jaminan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan bekal kepada peserta ketika memasuki masa purna tugas/pensiun. Tetapi apabila peserta mengalami cacat tetap sehingga tidak mampu bekerja atau meninggal dunia sebelum masa pensiun maka peserta atau ahli warisnya berhak menerima jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
2. Jaminan Kecelakaan kerja
Suatu program Jaminan Sosial dengan tujuan memberikan kepastian Jaminan pelayanaan dan santunan apabila tenaga kerja mengalami kecelakaan saat menuju, menunaikan dan selesai menunaikan tugas pekerjaan dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. 3. Jaminan Pensiun
Merupakan program jaminan yang diselenggarakan berdasarkan sistem asuransi dan tabungan dengan tujuan untuk menjamin kebutuhan hidup minimum yang layak ketika peserta menjalani pensiun atau mengalami cacat tetap sehingga tidak dapat bekerja yang dibayarkan secara berkala. 4. Jaminan Kematian
Merupakan program jaminan/santunan kematian berdasarkan mekanisme asuransi sosial yang dibayarkan kepada keluarga ahli waris yang meninggal dunia.
Suatu program Jaminan Sosial dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh (komprehensif) bagi setiap peserta/ rakyat Indonesia agar dapat hidup sehat, produktif, atau sejahtera. Diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Jaminan Kesehatan menjadi prioritas segera untuk dilaksanakan karena pada hakekatnya Jaminan Kesehatan merupakan kebutuhan jangka pendek yang mendesak dan menjadi tahapan pertama untuk dilaksanakan sesuai dengan amanat yang tertuang di dalam undang undang. Bangsa yang rakyatnya sakit- sakitan tidak akan bisa menjadi bangsa yang pintar dan produktif. Jadi, suatu bangsa yang sehat dan kuat fisiknya merupakan fondasi dasar agar bangsa tersebut dapat berproduksi tinggi, pandai, dan mampu bersaing dengan bangsa- bangsa lain. Untuk itulah, negara harus menjamin agar semua penduduknya dapat hidup sehat dan produktif.64
Selain pertimbangan bahwa Jaminan Kesehatan lebih mendesak dan harus mendapat prioritas, Jaminan kesehatan juga diniali paling rasional untuk diterapkan saat ini. Karena dana yang telah tersedia cukup besar meskipun masih terbagi-bagi dalam berbagai bentuk jaminan sosial. Apalagi di tahun 2008 hampir 100 juta orang telah mendapatkan jaminan kesehatan melalui berbagai skema perlindungan yang ada seperti Askes, Taspen dan Asabri yang telah menjamin sekitar 45 juta PNS dan TNI/POLRI, Jamsostek yang melindungi sedikitnya 8 juta pekerja, dan 36 juta rakyat miskin yang telah dijamin oleh Askeskin.
65
64 Sulastomo dan Son H. Adami, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN): Penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan, Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia, 2005., hal. 25
65
Peningkatan biaya kesehatan di Negara-negara yang tidak memiliki sistem jaminan sosial termasuk Indonesia juga lebih tinggi dibanding inflasi yang rata-rata mengalami kenaikan 5,8 persen. Sehingga lama-kelamaan biaya pemeliharaan kesehatan semakin tidak terjangkau oleh sebagian besar orang.66
Penyempurnaan sistem jaminan sosial memang membutuhkan pengorbanan banyak pihak pada awalnya, baik pemerintah yang harus menyediakan APBN sedikitnya 37 triliun rupiah, kesadaran peserta mampu untuk membayar premi, maupun penyesuaian dari keempat BUMN yang mengelola jaminan sosial saat ini. Apabila sistem jaminan sosial nasional diselenggarakan dengan adekuat, sistem proteksi sosial ini akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berdampak pada pembangunan ekonomi dan mampu mencegah terjadinya ledakan sosial yang diakibatkan oleh ledakan jumlah penduduk lanjut usia berumur 60 tahun keatas sekitar 11% penduduk atau 24,5 juta pada tahun 2015.
Akibatnya, pelayanan kesehatan yang awalnya mengacu pada pelayanan sosial kemanusian berubah menjadi suatu industry yang berbasis pada prinsip-prinsip ekonomi, salah satu ciri yang menonjol adalah sifat kompetitif yang menjadi basis pengembangan mutu pelayanan kesehatan. Maka tidak heran dalam tujuan pembangunan millennium (millennium development goals), yang disepakati oleh 189 negara di dunia, memuat delapan target yang menjadi tujuan utama pembangunan dan salah satunya adalah kesehatan.
67
66
Sulastomo dan Son H. Adami, Ibid., hal. 29.
67
Antara sistem jaminan sosial dan pembangunan ekonomi sebenarnya merupakan dua hal yang harus dilihat sebagai satu kesatuan. Kesalahan yang sering terjadi selama ini adalah memandangnya sebagai program yang berdiri sendiri, bahkan terpisah. Seolah-olah hanya pembangunan ekonomi yang akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Meskipun seringkali sistem jaminan sosial dihadapkan pada masalah yang dilematis karena semuanya akan tergantung pada kemampuan dana yang tersedia namun komitmen pemerintah yang kuat akan mampu mengatasinya, hal ini terbukti pada Negara yang memulai SJSN ketika keadaan ekonomi dan jumlah angkatan kerja yang jauh dibawah apa yang dimiliki Indonesia saat ini. Sejarah telah membuktikan tidak ada negara maju atau kuat yang memulai sistem jaminan sosialnya setelah mereka kuat. Suatu negara yang kuat memiliki jaminan sosial yang kuat dan mencakup seluruh rakyat.