• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.5. Perencanaan Lanskap Wisata

4.4.3. Fasilitas Penunjang

Kawasan Kampung Tugu merupakan kawasan yang sedang melalui tahap pengembangan dan persiapan sebagai kawasan wisata. Tahap pengembangan wisata pada kawasan ini sudah mencakup kepada tahapan pengenalan kawasan terhadap masyarakat umum. Namun kawasan ini belum memiliki fasilitas penunjang wisata yang secara khusus dibangun untuk memfasilitasi kegiatan wisata. Beberapa bangunan maupun fasilitas penunjang yang sudah tersedia hanya terdapat pada kawasan Gereja Tugu. Maka dari itu, perlu dilakukan penambahan fasilitas baik secara fungsi maupun jumlahnya untuk menunjang kegiatan wisata di kawasan Kampung Tugu.

Berikut merupakan beberapa fasilitas yang telah berada pada kawasan Gereja Tugu, antara lain:

(a) Gerbang

Fasilitas ini merupakan sarana yang digunakan oleh pengelola Gereja Tugu untuk menjaga keamanan, serta sebagai pembatas masif yang membatasi kawasan Gereja Tugu dengan kawasan yang berada di sekitar Gereja Tugu, seperti pemukiman penduduk dan kawasan garasi truk-truk kontainer (Gambar 40).

Gambar 40. Pintu

(a) Pagar pada bagian depan tapak (b) Tembok pembatas pada bagian timur tapak

Jumlah kendaraan yang mampu ditampung oleh luas lapangan parkir harus diperhitungkan dan disesuaikan dengan luas area parkir yang telah tersedia maupun disesuaikan dengan area parkir baru. Ukuran serta sudut standar untuk setiap kendaraan yang akan diparkir pada kawasan tersebut harus diperhatikan dan ditentukan agar sesuai dengan jumlah kendaraan yang mampu ditampung. Pemberlakuan perbedaan lapangan parkir antara kendaraaan pribadi dengan bis pariwisata yang akan berkunjung ke kawasan wisata Gereja Tugu, hrus dilakukan. Jalur sirkulasi untuk keluar dan masuk, serta berputarnya kendaraan harus disesuaikan dengan standar agar tidak terjadi kepadatan kendaraan sehingga dapat menciptakan kenyamanan pada kawasan wisata Gereja Tugu.

(e) Gedung serba guna

Kegiatan wisata tentu membutuhkan fasilitas untuk membantu terlaksananya kegiatan wisata, terutama dalam hal bangunan penunjang. Beberapa gedung yang telah ada pada kawasan Gereja Tugu, antara lain gedung P.O.T, rumah pendeta, kator sekretariat Ikatan Kelaurga Besar Tugu (IKBT), dan gedung serna guna Yeruel (Gambar 44).

Gedung P.O.T berfungsi sebagai tempat rapat dewan pengurus gereja GPIB Tugu maupun dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan gereja lainnya. Rumah pendeta merupakan rumah dengan gaya arsitektur betawi ini ditempati oleh pendeta yang bertugas sebagai pemimpin pengurus harian gereja GPIB Tugu dan juga sebagai pemimpin ibadat pada Gereja Tugu. Kantor sekretariat IKBT menjadi satu dengan taman bacaan IKBT. Gedung serba guna Yeruel yang saat ini merupakan tempat pelaksanaan ibadat selama gedung Gereja Tugu masih dalam tahap pemugaran. Gedung-gedung tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan wisata dengan melakukan pengembangan atau pun dengan memanfaatkan gedung yang telah ada.

Gambar 44. Gedung Serba Guna (c) Sekretariat IKBT dan Kantor

Pengurus Gereja GPIB Tugu

Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10 Tahun 2004 Tentang Kepariwisataan, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 9 Tahun 1999.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1993, kepentingan perlindungan kawasan cagar budaya diatur dengan memberlakukan batas-batas kawasan benda cagar budaya dan lingkungannya yang disesuaikan dengan kebutuhan. Batas-batas tersebut ditetapkan dengan sistem pemintakatan yang terdiri dari mintakat inti, penyangga, dan pengembangan. Pemintakatan yang dimaksud meliputi:

1. Mintakat Inti

Lahan situs yang ditetapkan berdasarkan batas asli situs. Kegiatannya menitikberatkan pada upaya memberi peluang seluas-luasnya untuk mengapresiasikan nilai benda cagar budaya sebagai pusat perhatian tanpa penghalang. Untuk itu di bagian ini harus terbebas dari halangan bangunan, maupun benda-benda lainnya.

2. Mintakat Penyangga

Lahan di sekitar situs yang berfungsi sebagai daerah penyangga kelestarian situs yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan. Kegiatannya menitikberatkan pada upaya perlindungan bangunan dan situs dari pengaruh alam seperti panas, hujan, dan angin. Untuk keperluan ini lingkungannya dapat ditanami tanaman-tanaman hias yang dapat menciptakan suasana rindang dan sejuk yang sifatnya dapat membantu melindungi lingkungan tersebut

3. Mintakat Pengembangan

Lahan disekitar daerah penyangga atau lahan situs yang dapat dikembangkan sebagai sarana sosial, ekonomi, dan budaya yang berwawasan pelestarian. Bentuk kegiatan menitik beratkan pada penyediaan fasilitas dan kemudahan-kemudahan dalam mengapresiasikan nilai bangunan dan situs serta pengelolaanya. Fasilitas

tersebut seperti ruang informasi, kamar mandi atau WC, kios cinderamata, sarana parkir kendaraan dan sebagainya.

Hingga saat ini pemberlakukan batas-batas bagi perlindungan benda cagar budaya belum diterapkan dan tidak diperhatikan oleh pemerintah dalam hal pembangunan kawasan lain disekeliling kawasan Kampung Tugu. Oleh sebab itu, dibutuhkan lebih banyak perhatian terhadap kawasan di sekeliling Kampung Tugu untuk mendukung kelestarian kawasan benda cagar budaya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1993, pemanfaatan kawasan cagar budaya hanya diberikan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan/atau kebudayaan. Pemanfaatan benda cagar budaya dilakukan dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian benda cagar budaya. Berkaitan dengan keberadaan kawasan Gereja Tugu sebagai kawasan cagar budaya, maka kawasan ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata dengan memperhatikan kelestarian dan pemeliharaan kawasan.

Adapun pengembangan suatu kawasan menjadi kawasan destinasi wisata, dilakukan melalui penataan kawasan dan jalur wisata, penyediaan sarana dan prasarana kota, serta pemeliharaan kelestarian dan mutu lingkungan hidup. Pengembangan kawasan wisata tersebut dilakukan oleh masyarakat, industri pariwisata, Pemerintah Daerah atau dalam bentuk kemitraan, sebagaimana diatur oleh pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10 Tahun 2004. Penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan pasal 3 Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10 Tahun 2004 memiliki tujuan:

a. melestarikan, mendayagunakan, mewujudkan dan memperkenalkan segenap anugerah kekayaan destinasi sebagai keunikan dan daya tarik wisata yang memiliki keunggulan daya saing,

b. memupuk rasa cinta serta kebanggaan terhadap tanah air guna meningkatkan persahabatan antar daerah dan bangsa;

c. mendorong pengelolaan dan pengembangan sumber daya destinasi yang berbasis komunitas secara berkelanjutan;

d. memberikan arah dan fokus terhadap keterpaduan pelaksanaan pembangunan destinasi;

e. menggali dan mengembangkan potensi ekonomi, kewirausahaan, sosial, budaya dan teknologi komunikasi melalui kegiatan kepariwisataan;

f. memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; g. mengoptimalkan pendayagunaan produksi lokal dan nasional,

h. meningkatkan pendapatan asli daerah dalam rangka mendukung peningkatan kemampuan dan kemandirian perekonomian daerah;

i. mewujudkan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan kepariwisataan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

Berdasarkan peraturan tersebut, pengembangan kawasan Kampung Tugu sebaiknya memiliki tujuan serta berusaha untuk memenuhi tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan memberikan pengetahuan serta memupuk rasa cinta terhadap sejarah dan budaya bangsa.

Dokumen terkait