• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJ IAN PUSTAKA

2.1.2. Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Dalam Bahasa Inggris, komunikasi berasal dari kata dasar common yang kemudian menjadi communication yang bermakna suatu pertukaran informais, konsep, ide, perasaan, dan lainnya antara dua pihak ataupun lebih (Fajar, 2009:31). Hal tersebut menunjukkan bahwa komunikasi memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Dengan besarnya peranan tersebut, maka komunikasi dibagi menjadi empat menurut Cangara (2009:30), antara lain: komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi, komunikasi publik, dan komunikasi massa. Dari keempat komunikasi tersebut, penelitian ini menggunakan tipe komunikasi massa.

Menurut Rakhmat (dalam Darwanto, 2007:30), komunikasi massa merupakan salah satu jenis komunikasi yang ditujukan kepada khalayak yang tersebar, heterogen, dan menimbulkan media alat-alat elektronik sehingga pesan yang sama dapat diartikan secara serempak dan sesaat. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi yang ditujukan kepada massa dengan media massa merupakan komunikasi massa. Nurudin (2007:19-32) menambahkan tentang ciri-ciri komunikasi massa antara lain: komunikator melembaga, komunikan bersifat heterogen, pesan bersifat umum, berlangsung satu arah, menimbulkan keserempakan, mengandalkan peralatan teknis, dan dikontrol oleh gatekeeper

yang berfungsi untuk menambah atau mengurangi informasi yang disebarkan agar lebih mudah dipahami. Dengan demikian, komunikasi massa selalu menggunakan peralatan teknis berupa media massa.

Menurut Cangara (2009:126), media massa merupakan alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak yang

menerima dengan menggunakan alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi. Dalam penelitian ini, media massa yang difokuskan yaitu film. Hal ini dikarenakan film merupakan media unik yang berbeda dengan bentuk kesenian lainnya seperti seni lukis, seni pahat, seni musik, dan cabang seni lainnya. Adapun alasan ketertarikan pembahasan film dalam penelitian ini adalah film merupakan perpaduan antara semua cabang seni yang pernah ada.

Dalam Anggaran Dasar Pasal 3 pada Persatuan Karya Film dan Televisi Indonesia, menyebutkan bahwa film dan televisi adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil teknologi lainnya dalam bentuk, jenis, ukuran, melalui kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya. Hal tersebut menunjukkan kekayaan seni dari sebuah hasil karya yang dinamakan film.

Adapun definisi film menurut Palapah dan Syamsudin (1986:114), menyebutkan bahwa film sebagai salah satu media yang berkarakteristik masal, yang merupakan kombinasi antara gambar-gambar yang bergerak dan perkataan. Hal tersebut senada dengan pernyataan Soegiono (1984:13) yang mendefinisikan bahwa film adalah rekaman segala macam gambar hidup atau bergerak dengan atau tanpa suara yang dibuat di atas pita seluloid, jalur pita magnetik, piringan audiovisual, dan atau benda hasil teknik kimiawi atau elektronik lainnya yang mungkin ditemukan oleh kemajuan teknologi dalam segala bentuk jenis dan ukuran baik hitam/putih/berwarna yang dapat disajikan dan atau dipertunjukkan kembali sebagai tontonan di atas layar proyeksi/layar putih/layar televisi dengan menggunakan sarana-sarana mekanis dari segala macam bentuk peralatan

proyeksi. Dari beberapa definisi film tersebut dapat disimpulkan bahwa film merupakan media komunikasi massa yang terbentuk dari dua indera, yaitu penglihatan dan pendengaran, yang mempunyai inti cerita yang mengungkapkan realita sosial yang terjadi di sekitar lingkungan tempat dimana film itu sendiri tumbuh.

Dari definisi film di atas, dapat ditunjukkan bahwa film merupakan sebuah karya seni yang banyak digunakan di zaman modern saat ini. Pada saat film dimulai, suasana di bioskop akan diatur sedemikian rupa sehingga emosi penonton akan tercurah habis di tempat tersebut. Adapun adegan-adegan yang ditimbulkan oleh orang-orang film dibuat senyata mungkin. Hal ini mengakibatkan adanya istilah “peralihan dunia” seorang penonton yang mampu mengimajinasikan dirinya sebagai tokoh yang dilihat dalam cerita tersebut. Adanya “peralihan dunia” tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar dan biasanya akan berlangsung sampai waktu yang cukup lama. Adapun pengaruh tersebut tidak hanya akan timbul di gedung bioskop saja, melainkan mampu berpengaruh ke luar gedung bioskop, bahkan sampai pada aktivitas kesehariannya. Biasanya remaja dan anak-anak relatif lebih mudah terpengaruh. Hal ini ditunjukkan dengan remaja dan anak-anak menirukan gaya atau tingkah laku para bintang film (Effendy, 2004:208).

Dengan menirukan gaya atau tingkah laku para bintang film, hal tersebut membuktikan bahwa film sebagai media komunikasi massa mampu memberikan efek yang dirasakan oleh komunikan. Menurut Ray dalam bukunya yang berjudul

The Marketing Communication and The Hierarchy of Effects menjelaskan bahwa

efektif, dan tahap ketiga yaitu konatif (behavioral). Menurut Ray (dalam Ruslan, 2004:115), tahapan efek komunikasi massa tersebut dapat digambarkan dalam hierarki pembelajaran seperti Gambar 2.2. berikut,

Gambar 2.2. The Learning Hierarchy (Hierarki Pembelajaran) Sumber: Ruslan (2004:115)

Dari Gambar 2.2. di atas, Rakhmat (2005:189) dan Effendy (2004:318) menjelaskan sebagai berikut:

1. Kognitif

Efek kognitif berhubungan dengan pikiran atau penalaran, misalnya dengan apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi. Pengetahuan didapatkan dari informasi yang terstruktur. Gambaran ini disebut citra (image), yang didefinisikan bahwa citra menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia yang diolah dan disimpan oleh individu. Tanpa citra, seseorang akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Hal ini menunjukkan bahwa khalayak yang semula tidak tahu dan tidak mengerti, akan menjadi jelas karena telah mendapatkan informasi yang menggambarkan realitas.

2. Afektif

Efek afektif akan timbul bila ada perubahan sikap, yaitu perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci oleh khalayak. Efek ini Tahap ke-1

Cognitive

(Kognitif)

Tahap ke-2 Tahap ke-3

Affective

(Afektif)

Behavioral

mengarah pada perasaan secara emosional setelah mengonsumsi media, seperti melihat film, mendengarkan radio, menonton televisi, dan lainnya. Efek ini berhubungan erat dengan emosi, sikap, ataupun nilai. Adapun efek afektif ini bersumber pada efek kognitif.

3. Konatif (perilaku)

Efek konatif ini bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang merujuk apda perilaku nyata yang dapat diamati. Adapun efek tersebut meliputi pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku. Efek ini baru muncul setelah efek kognitif dan efek afektif.

Dengan adanya efek film sebagai media komunikasi massa tersebut, posisi film menurut Qardhawi (2009:311) merupakan alat yang sangat vital untuk mengarahkan dan memberikan hiburan yang dapat dilakukan untuk hal-hal yang baik maupun hal-hal yang tidak baik. Hal tersebut dikuatkan oleh teori Siagian (2006:3) yang menyebutkan bahwa jika ada itikad baik dan sanggup mempergunakan dengan baik kemungkinan-kemungkinan yang positif dari film, maka itu akan dapat memberi manfaat yang sangat besar bagi manusia. Salah satu manfaatnya adalah akan mampu memperkaya jiwa manusia sehingga dapat memberi bantuan yang sangat berharga bagi manusia. Jika itikad tidak baik, maka akan dapat menyalahgunakan dengan mengeksploitir segi negatif film dan meracuni jiwa manusia. Oleh karenanya, film dapat disebut sebagai sebuah propaganda yang paling ampuh untuk mempengaruhi umum dengan tujuan baik maupun tidak baik.

Dengan kemampuan film mempengaruhi khalayak tersebut, maka film selalu berkembang pada setiap masanya. Menurut Effendy (2004:210) dalam

bukunya Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, film dapat dibedakan menurut jenisnya menjadi 4 macam, antara lain:

1. Film cerita (story film)

Merupakan jenis film yang menceritakan kepada khalayak atau publik sebuah cerita. Sebagai sebuah film cerita, film harus mengandung unsur yang dapat menyentuh rasa manusia. Film yang bersifat audiovisual yang dapat disajikan kepada khalayak dalam bentuk gambar yang dapat dilihat dan suara yang dapat didengar, merupakan sebuah hidangan yang sudah masak untuk dinikmati.

2. Film berita (newsreel)

Film berita ini merupakan film tentang sebuah fakta ataupun peristiwa yang benar-benar terjadi. Dengan sifat film sebagai berita, maka film disajikan kepada khalayak harus mengandung nilai berita (news value). Sebenarnya, jika dibandingkan dengan media lainnya seperti surat kabar dan radio, film berita tidak ada. Hal ini dikarenakan berita harus aktual, sehingga proses pembuatan dan penyajiannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Akan tetapi, dengan adanya televisi yang juga bersifat audiovisual seperti film, maka berita dapat difilmkan dan dihidangkan lebih cepat ke khalayak melalui televisi daripada dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Biasanya, film berita ini mengawali film utama, yang mayoritas merupakan jenis film cerita.

3. Film dokumenter (documentary film)

Istilah dokumenter pada awalnya digunakan seorang sutradara Inggris, John Grierson, untuk menggambarkan jenis film khusus. Oleh karenanya,

film dokumenter didefinisikan sebagai karya cipta tentang sebuah kenyataan

(creative treatment of actuality). Adapun titik berat dari film dokumenter

adalah fakta ataupun persitiwa yang terjadi. Perbedaan film dokumenter dengan film berita ini pada hidangan film berita yang harus dihidangkan kepada khalayak secepat-cepatnya, sedangkan film dokumenter dapat dihidangkan dengan pemikiran dan perencanaan yang matang.

4. Film kartun (cartoon film)

Titik berat pembuatan film kartun ini adalah pada seni lukis yang pada tiap lukisannya memerlukan ketelitian. Satu persatu dilukis dengan seksama untuk kemudian dipotret satu persatu pula. Jika rangkaian lukisan yang berjumlah 16 buah setiap detiknya diputar dalam proyeksi film, maka lukisan-lukisan itu menjadi hidup. Sebuah film kartun tidaklah mungkin dilukis hanya satu orang, tetapi membutuhkan pelukis dalam jumlah banyak.

Dari berbagai jenis film di atas, pada dasarnya film terdiri dari unsur-unsur yang bersatu membentuk film.

Dokumen terkait