• Tidak ada hasil yang ditemukan

FISIKA BINTANG

Dalam dokumen MODUL OLIMPIADE ASTRONOMI (EDISI I) (Halaman 101-108)

BINTANG SEBAGAI BENDA HITAM

 Benda hitam adalah suatu benda yang hanya memancarkan energi tanpa menyerap energi atau benda yang hanya menyerap energi tanpa memancarkan energi

 Benda hitam yang memancarkan energi (seperti bintang), maka jumlah energi total yang dipancarkan setiap detiknya ke segala arah (disebut Luminositas) dapat dirumuskan sebagai (Hukum Stefan Boltzman) :

Dengan: σ ≡ tetapan Stefan Boltzman (5,67 x 10-8 W.m-2.K-4), e ≡ koefisien benda hitam (untuk bintang e = 1), R ≡ Jari-jari bintang, T ≡ Suhu mutlak benda hitam (dalam Kelvin).

Suhu bintang yang dihitung melalui Hukum Stefan Boltzman tersebut disebut suhu efektif.

Energi yang dipancarkan ini mencakup seluruh panjang gelombang elektromagnetik (dari gelombang radio sampai sinar gamma)

 Tetapi ada panjang gelombang tertentu yang dipancarkan dengan intensitas yang lebih besar (disebut λmax)yang memiliki kebergantungan terhadap suhunya. Lihat grafik di bawah ini :

 Hubungan antara λmax dan T disebut Hukum Wien, yaitu : λmax. T = k, Dengan k ≡ konstanta Wien = 2,898 x 10-3 m.K

101 SPEKTRUM BINTANG SEBAGAI RADIASI BENDA HITAM

 Energi yang dipancarkan bintang berupa radiasi gelombang elektromagnetik yang mencakup seluruh rentang panjang gelombang :

 Spektrum gelombang elektromagnet, atau biasa disebut spektrum cahaya umumnya dapat dibagi sebagai berikut:

1) Sinar gamma, dengan frekuensi

10

19

10

25

Hz

. 2) Sinar-X dengan frekuensi

10

16

10

20

Hz

.

102 4) Sinar tampak (visual) dengan frekuensi

410

14

7,510

14

Hz

, atau sekitar

800

3

Å –

7500

Å. Spektrum sinar tampak ini adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia, dan terbagi menjadi spektrum merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu.

5) Sinar inframerah dengan frekuensi

10

11

10

14

Hz

.

6) Gelombang mikro dengan frekuensi

10

8

10

12

Hz

, seperti gelombang radar dan gelombang televisi.

7) Gelombang radio dengan frekuensi

10

4

10

8

Hz

 Hubungan frekuensi dengan panjang gelombang dari gelombang elektromagnetik adlaah sbb :

, dengan c adalah kecepatan cahaya (c = 3 x 108 m/s)

 Diantara seluruh panjang gelombang tersebut, yang bisa mencapai permukaan bumi hanyalah gelombang radio dan gelombang cahaya tampak, karena itu teleskop landas bumi hanyalah menangkap kedua jenis gelombang tersebut.

 Untuk dapat mendeteksi gelombang yang lain maka harus naik lebih tinggi lagi atau ke ruang angkasa

PENGUKURAN JARAK DENGAN CARA PARALAKS

 Paralaks adalah gerak semu bintang (terhadap bintang latar belakang) karena gerak orbit bumi terhadap matahari

 Perhatikan segitiga siku-siku Bintang X, Matahari dan Bumi, maka

103  Karena sudut p sangat kecil (dalam radian), maka dapat dinyatakan sebagai berikut :

 p bisa dinyatakan dalam detik busur , karena 1 radian = 206265 detik busur, maka persamaan di atas menjadi :

 Jika jarak bumi-matahari dBM , dinyatakan dalam Satuan Astronomi (SA), maka dBM = 1, sehingga persamaan di atas menjadi (p dalam radian) :

 Untuk menyederhanakan rumus tersebut, dipilih satuan parsec (Parallax Second),

biasa disingkat dengan pc. 1 parsec didefinisikan sebagai jarak sebuah bintang yang parallaksnya 1 detik busur dan jaraknya 206265 AU.

 Maka, jika parallax p dalam detik busur, sedangkan jarak bintang d dalam parsec (pc), maka formulasinya menjadi sebagai berikut :

 Satuan lain yang digunakan dalam astronomi adalah tahun cahaya (light year, ly). Tahun Cahaya adalah seberapa jauh jarak yang ditempuh cahaya, selama satu tahun.

  6 Paralaks bintang terdekat :

Bintang Paralaks (“) Jarak (Pc) Jarak (t.c.)

Proxima Centauri 0,76 1,31 4,27 Alpha Centauri 0,74 1,35 4,40 Barnard 0,55 1,81 5,90 Wolf 359 0,43 2,35 7,66 Lalande 21185 0,40 2,52 8,22 Sirius 0,38 2,65 8,64

GERAK DIRI BINTANG

 Matahari bersama bintang-bintang lain melakukan gerakan rotasi mengelilingi pusat galaksi dengan kecepatan sekitar 200-300 km/s.

 Selain itu bintang juga memiliki gerak lokal dengan kecepatan sekitar 10 km/s.

 Gerakan bintang di dalam ruang tersebut terlihat dari bumi dinamakan ‗proper motion‘ (gerak sejati = μ) bintang

104  Proper motion bintang sangat kecil, lebih kecil dari 10‖/tahun (yang terbesar Bintang

Barnard 10‖,25 per tahun)

Kecepatan Tangensial

Dari gambar di samping, dapat diperoleh hubungan :

Jika μ (―/th) dan d (Pc) dan Vt (km/s), maka :

Kecepatan Radial

Kecepatan radial bintang dapat diperoleh dari analisis Doppler dari spektrum bintang.

Dari perumusan efek Doppler, diperoleh hubungan :

c = kecepatan cahaya Δ

λ

=

λ

diamati

λ

diam

Δ

λ

 negatif : blue shift (mendekat), Δ

λ

 positif : red shift (menjauh) Kecepatan Total (Kecepatan Gerak Bintang)

Dengan mengetahui kecepatan tangensial Vt dan kecepatan radial Vr, maka kecepatan bintang dalam ruang (relatif terhadap kecepatan bumi) dapat diketahui :

d

V

t

 

d

V

t

 4,74

c

V

r diam

2 2 r t

V

V

V  

105 FLUKS BINTANG

 Fluks (F) dalam astronomi memiliki tiga pengertian, yaitu :

1) Besarnya energi dari bintang yang dipancarkan oleh tiap satuan luas permukaan bintang :

Dengan R adalah jari-jari bintang! Satuan F ≡ Watt/m2

2) Besarnya energi bintang yang diterima oleh pengamat pada jarak tertentu (disebut juga iradiansi) :

Dengan d adalah jarak bintang - pengamat! Satuan F ≡ Watt/m2. Energi matahari yang diterima oleh Bumi disebut konstanta Matahari, yang besarnya 1,368 x 103

W/m2

3) Besarnya energi matahari yang diterima oleh planet (luasnya permukaan planet yang menerima energi berbentuk lingkaran)

Dengan d adalah jarak matahari – planet dan R adalah jari-jari planet. Satuan F ≡ Watt

 Albedo (Al) adalah perbandingan antara energi yang dipantulkan planet (Fpantul) dengan energi yang diterima planet (Eterima) dari matahari :

TERANG BINTANG

 Hipparchus (160 - 127 B.C.) mengelompokkan bintang menurut terangnya, yaitu : Bintang paling terang  magnitudo = m = 1

Bintang paling lemah  magnitudo = m = 6

 John Herschel  kepekaan mata menilai terang bintang bersifat logaritmik. Bintang dengan m = 1 adalah 100 kali lebih terang dari bintang dengan m = 6  Pogson (1856) memberi perumusan terang bintang secara matematis 

m1 = 1  Energi yang dipancarkan E1

m2 = 6  Energi yang dipancarkan E2

Setiap selisih magnitudo = 5, maka perbedaan terang 100 kali, jadi :

) ( 2 1 2,512 m1 m2 E E          2 1 2 1 2,5 log E E m m 5 2 1 100 n 2 1 n E E   mm

n

5

100  2,512

106 Magnitudo Bintang Sirius, m = -1.41

Magnitudo Bulan Purnama, m = -12.5

Magnitudo Matahari, m = -26.5

 Contoh soal : Berapa kali lebih terangkah bintang dengan magnitudo 1 dibandingkan dengan bintang bermagnitudo 5 ?

Jawab :

 Jika ada sebuah bintang sebagai bintang acuan yang diketahui magnitudonya, maka magnitudo bintang lain bisa ditentukan :

 Jika dua buah bintang dibandingkan Luminositasnya, maka diperoleh :

 Jika dua buah bintang dibandingkan fluksnya maka diperoleh :

MAGNITUDO MUTLAK

 Didefinisikan Magnitudo Mutlak adalah magnitudo bintang yang diukur dari jarak 10 parsec, maka rumus Pogson menjadi :

Dengan d adalah jarak bintang dalam parsec BERBAGAI JENIS MAGNITUDO

 Magnitudo bintang yang ditentukan dengan cara visual disebut magnitudo visual

 Magnitudo bintang yang diukur dengan perlatan yang diberi filter (hanya melewatkan satu panjang gelombang tertentu saja) disebut berdasarkan filternya, misalanya magnitudo biru, magnitudo kuning, magnitudo ungu, dll.

 Magnitudo Biru (mB (B) dan MB) dan magnitudo visual (mV dan MV) adalah magnitudo suatu bintang dihitung berdasarkan panjang gelombang biru (3500 Å). Rumus Pogson untuk magnitudo biru dan visual adalah





2 1 2 1

2,5 log

E

E

m

m

) ( 2 1 2,512 m1 m2 E E kali E E 8 , 39 512 , 2 512 , 2 (15) 4 2 1 4 2 4 1 2 2 2 1 2 1 T T R R L L   4 2 4 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 1 T T R R d d E E    d M m 55log

107 B B B E C m 2,5log  V V V

E C

m 2,5log 

CV dan CB adalah suatu konstanta yang sedemikian rupa sehingga mV = mB. Bintang Vega dengan kelas spektrum A0 dipilih sebagai standar, yaitu mV Vega = mB Vega.

 Kuantitas CB dan CV ini dirumuskan sebagai B-V (indeks warna), sehingga diperoleh V = B – (B-V). Disebut indeks warna karena nilai B-V ini menunjukkan warna bintang, makin biru bintang (makin panas), makin negatif indeks warnanya begitu pula sebaliknya makin merah bintang (makin dingin) makin positif indeks warnanya.

 Dalam sistem UBV dari Johnson dan Morgan dikenal 3 macam magnitudo menurut kepekaan panjang gelombangnya (panjang gelombang efektif), yaitu magnitudo ungu (U) pada

U 3,50107 m, magnitudo biru (B) pada

B

4,3510

7

m

dan magnitudo visual (V) pada

V 5,55107 m. Jadi indeks warna pada U – B dan B – V dapat dihitung dengan membandingkan energi radiasi pada masing-masing panjang gelombang.

 Rumus aproksimasi indeks warna dan temperatur dari sebuah bintang yaitu:

T

V

B 0,717090

MAGNITUDO BOLOMETRIK

 Magnitudo bolometrik adalah magnitudo rata-rata bintang diukur dari seluruh panjang gelombang. Rumus Pogson untuk magnitudo bolometrik adalah :

bol bol bol

E C

m 2,5log 

d

Mbol

Dalam dokumen MODUL OLIMPIADE ASTRONOMI (EDISI I) (Halaman 101-108)