• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Konsep Fisiologi dan Kinetika pada Pediatrik

2.3.1 Fisiologi dan Kinetika pada Neonatus (Term

3. 4. 5. 6. 7. 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 217.072.346 218.868.791 222.192.000 225.642.124 228.523.342 231.369.592 237.641.326 29,61% 29,04% 28,26% 29,30% 27,23% 26,96% 28,87%. Depkes RI, 2006 Depkes RI, 2007 Depkes RI, 2007 Depkes RI, 2008 Depkes RI, 2009 Depkes RI, 2010 Depkes RI, 2011

2.3 Konsep Fisiologi dan Kinetika pada Pediatrik

Pada pediatrik, secara fisiologi beberapa organ penting belum matang seperti halnya orang dewasa. Oleh karena itu akan mempengaruhi proses farmakokinetik obat, dan perubahan akan terjadi sejalan dengan pendewasaan, sehingga mempengaruhi respon obat pada pasien anak-anak (Hashem, 2005).

2.3.1 Fisiologi dan Kinetika pada Neonatus (Term Newborn Infants)

Variasi kerja obat terjadi pada neonatus karena adanya variasi karakteristik biologis pada bayi yang baru lahir, diantaranya massa tubuh yang kecil, kandungan lemak tubuh rendah, volume air tubuh tinggi dan permeabilitas beberapa membran lebih besar seperti pada kulit dan sawar otak (Hashem, 2005).

2.3.1.1 Absorpsi pada Neonatus

Pada bayi yang baru lahir (neonatus), waktu transit lambung lebih lama, pH lambung dan fungsi enzim bervariasi, tidak ada flora usus akan mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan secara oral (Hashem, 2005). Dengan demikian selama periode neonatal, obat-obat yang tidak tahan asam seperti benzilpenisilin dan ampisilin akan diserap lebih baik, sedangkan penyerapan obat-obatan seperti fenitoin, fenobarbital dan rifampisin rendah (WHO, 2007).

Pada minggu pertama sejak lahir, neonates mengalami hanya setelah usia tiga tahun ekskresi asam lambung menyerupai orang dewasa. Dalam usia hingga satu bulan waktu pengosongan lambung lebih lama dan gerak peristalsis tidak teratur. Massa otot rangka lebih terbatas dan kontraksi otot yang berperan mendorong aliran darah untuk penyebaran obat yang diberikan secara intramuskular relatif lemah (Rowland dan Tozer, 1995).

Tingkat perfusi perifer rendah dan mekanisme pengaturan panas belum sempurna pada neonatus mengganggu penyerapan. Obat topikal diserap lebih cepat, dan biasanya lebih baik karena penghalang kulit neonatus masih relatif tipis sehingga risiko toksisitas yang lebih besar (Hashem, 2005).

2.3.1.2 Distribusi pada Neonatus

Bayi yang baru lahir memiliki konsentrasi protein plasma dan kapasitas pengikatan albumin yang rendah, sehingga berpengaruh pada kemampuan mengikat terhadap obat yang terikat ekstensif dengan protein plasma. Rendahnya kapasistas protein plasma mengikat obat menyebabkan beberapa efek obat yang merugikan. Misalnya, protein plasma dapat mengikat bilirubin. Obat sangat kuat berikatan dengan protein dapat menggantikan bilirubin sehingga menyebabkan

kerusakan otak dari kernikterus akibat hiperbilirubinemia. Antibiotik sulfonamid adalah contoh obat utama pada kasus ini (Hashem, 2005).

Volume distribusi dalam kompartemen tubuh bayi sangat berbeda dengan orang dewasa. Jumlah total kandungan air tubuh mencapai 70-80% dari berat badan pada bayi prematur dan bayi baru lahir, dibandingkan dengan orang dewasa sekitar 50-55%. Cairan ekstraseluler sekitar 40% dari total berat badan, sekitar dua kali pada orang dewasa. Tingginya kandungan air tubuh dan rendahnya kapasitas protein plasma mengakibatkan volume distribusi obat yang larut dalam air lebih besar. Sehingga dibutuhkan dosis relatif lebih besar untuk obat yang larut dalam air untuk menghasilkan efek terapi yang diinginkan (Hashem, 2005). Secara substansial jumlah lemak tubuh pada neonatus lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa, dan hal ini juga dapat mempengaruhi efek terapi obat. Beberapa obat yang kelarutannya tinggi dalam lemak, distribusinya lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa. Sebagai contoh, perbedaan volume distribusi diazepam berkisar 1,4-1,8 L/kg pada neonatus dan 2,2-2,6 L/ kg pada dewasa (Nahata dan Taketomo, 2008).

2.3.1.3 Metabolisme pada Neonatus

Neonatus memiliki kemampuan lebih rendah untuk metabolisme obat yang rentan dibandingkan dengan bayi dan anak-anak (Nahata dan Taketomo, 2008). Secara umum metabolisme obat oleh enzim hati belum sempurna pada neonatus. Setelah lahir, kapasitas metabolisme akan naik secara dramatis dari sekitar seperlima hingga sepertiga tingkat orang dewasa selama minggu pertama kehidupan (Hashem, 2005).

Jalur utama metabolisme obat dibagi menjadi fase reaksi 1 dan fase reaksi 2. Fase 1 melibatkan reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan hidrasi. Jalur paling utama adalah reaksi oksidasi yang melibatkan enzim sitokrom P450 (CYP). Enzim-enzim CYP utama dibagi menjadi CYP1A2, CYP2B6, CYP2C8 - 10, CYP2C19, CYP2D6, CYP2E1 dan CYP3A4 dan 5. Jalur untuk fase 2 melibatkan glukuronidasi, sulfasi, metilasi, asetilasi dan konjugasi glutation. Jumlah kandungan sitokrom P450 di hati janin adalah antara 30% dan 60% dari nilai dewasa dan mendekati nilai-nilai orang pada usia 10 tahun (Choonara, 2005). Tempat utama metabolisme obat adalah dalam hati, selain saluran pencernaan, sel darah, dan organ lain juga terlibat dalam metabolisme obat. Tujuan biologis metabolisme obat adalah untuk mengkonversi senyawa lipofilik (larut dalam lemak) menjadi lebih polar dan lebih larut dalam air dengan demikian lebih mudah diekskresikan ke dalam empedu atau urin (Choonara, 2005). Obat-obat yang nonpolar, dan larut dalam lipid (misalnya diazepam, teofilin dan parasetamol) akan dimetabolisme dalam hati sehingga menjadi lebih polar. Sedangkan obat yang larut dalam air, biasanya diekskresikan dalam bentuk tidak berubah oleh filtrasi glomerulus dan / atau sekresi tubular pada ginjal (misalnya aminoglikosida, penisilin, dan diuretik) (WHO, 2007).

Bayi baru lahir memiliki kemampuan memetabolisme obat yang rendah dibandingkan dengan bayi dan anak terutama pada neonatus prematur. Perubahan metabolisme dapat mempengaruhi neonatus yaitu terjadinya resiko toksisitas obat lebih besar. Neonatus biasanya membutuhkan dosis obat yang lebih kecil dan diberikan lebih jarang dari pada bayi dan anak-anak (Choonara, 2005).

2.3.1.4 Ekskresi pada Neonatus

Pada neonatus fungsi ginjal belum berkembang secara sempurna, sehingga ekskresi obat pada neonates obat lebih lambat. Neonatus memiliki kemampuan yang rendah memekatkan urin sehingga pH urin rendah, sehingga mempengaruhi ekskresi beberapa senyawa. Fungsi ginjal secara keseluruhan mendekati tingkat dewasa pada akhir atau tahun pertama sejak kelahiran (Hashem, 2005).

Fungsi ginjal sangat penting untuk disposisi obat pada periode neonatus. Banyak pasien neonatus yang mengalami infeksi diberi antibiotik yang larut dalam air. Secara umum pada neonatus waktu paruh eliminasi obat semakin lama. Laju eliminasi meningkat pesat selama minggu-minggu berikutnya, dan waktu paruh sama dengan orang dewasa biasanya dicapai pada akhir bulan pertama (WHO, 2010).

Dokumen terkait