• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Retrospektif Interaksi Obat pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari–Juni 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Retrospektif Interaksi Obat pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari–Juni 2012"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI RETROSPEKTIF INTERAKSI OBAT PADA PASIEN

PEDIATRIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM

PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

PERIODE JANUARI - JUNI 2012

TESIS

OLEH:

UMI CHAIRANI MANIK

NIM 107014006

PROGRAM STUDI MAGISTERFARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

STUDI RETROSPEKTIF INTERAKSI OBAT PADA PASIEN

PEDIATRIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM

PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE

JANUARI - JUNI 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

UMI CHAIRANI MANIK

NIM 107014006

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERSETUJUAN TESIS

Nama Mahasiswa : Umi Chairani Manik Nomor Induk Mahasiswa : 107014006

Program Studi : Magister Ilmu Farmasi

Judul Tesis : Studi Retrospektif Interaksi Obat Pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari –Juni 2012

Tempat dan Tanggal Ujian Lisan Tesis : Medan, 24 Mei 2013

Menyetujui:

Komisi Pembimbing Ketua,

Prof. Dr.Urip Harahap, Apt. NIP195301011983031004

Medan, Agustus 2013 Ketua Program Studi, Dekan

Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

Anggota,

(4)

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Umi Chairani Manik Nomor Induk Mahasiswa : 107014006

Program Studi : Magister Ilmu Farmasi

Judul Tesis : Studi Retrospektif Interaksi Obat Pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari – Juni 2012

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Jum’at tanggal dua puluh empat bulan Mei Tahun dua ribu tiga belas

Mengesahkan: Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : Umi Chairani Manik Nomor Induk Mahasiswa : 107014006

Program Studi : Magister Ilmu Farmasi

Judul Tesis : Studi Retrospektif Interaksi Obat Pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari – Juni 2012

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Agustus 2013 Yang membuat Pernyataan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Studi Retrospektif Interaksi Obat pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari-Juni 2012 sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terimakasih yang tiada terhingga kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K)., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan program Magister.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

(7)

4. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., selaku Pembimbing I yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan dorongan dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K)., selaku Pembimbing II yang telah memberi saran, bimbingan dan dorongan selama penulis menjalani penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, Apt., sebagai Penguji.

7. Bapak Drs. Palas Tarigan, Apt., Kepala Instalasi Litbang (RSUP H. Adam Malik).

8. Bapak Jongar, S.E., Kepala Instalasi Rekam Medik (RSUP H. Adam Malik). Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penelitian tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan karunia dan kesehatan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

(8)

STUDI RETROSPEKTIF INTERAKSI OBAT PADA PASIEN PEDIATRIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2012 Abstrak

Interaksi obat adalah terjadinya perubahan efek suatu obat akibat pengaruh pemberian obat, herbal medisin, makanan, minuman atau agen kimia lain secara bersamaan atau hampir bersamaan. Interaksi obat merupakan salah satu penyebab terjadinya drug related problem (DRP). Salah satu kategori penting terkait dengan DRP adalah interaksi obat. Dan hal ini menjadi satu masalah yang serius dalam terapi karena jika terjadi interaksi obat akan mempengaruhi keberhasilan terapi dan berpotensi menyebabkan kegagalan terapi, bisa menyebabkan gangguan tubuh baik bersifat sementara atau permanen dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Meskipun begitu tidak semua interaksi obat merugikan, bahkan ada yang menguntungkan, tetapi efek merugikan jauh lebih besar akibat interaksi obat.

Penelitian interaksi obat pada bagian Pediatrik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP H. Adam Malik) Medan telah dilakukan secara retrospektif untuk melihat gambaran interaksi obat yang terjadi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara interaksi obat dengan jumlah obat, usia, jenis kelamin dan jumlah diagnosis pasien; mengetahui obat yang sering berinteraksi, frekwensi; dan pola mekanisme interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatri RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Januari-Juni 2012.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data lembar rekam medis yang dirawat di bagian rawat inap bagian Pediatrik RSUP H. Adam Malik. Prinsip penelitian ini adalah menghitung frekwensi interaksi obat-obat (secara teoritik), mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel terikat (interaksi obat), mempelajari pola mekanisme interaksi, jenis obat yang berinteraksi, dan tingkat keparahan interaksi.

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa jumlah obat dan jumlah diagnosis menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian interaksi obat, sedangkan usia dan jenis kelamin tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Frekwensi kejadian interaksi obat dengan obat adalah sebesar 75,43%. Berdasarkan mekanisme interaksi obat antara lain interaksi farmakokinetika adalah sebesar 24,76%; farmakodinamika 3,45%; dan unknown sebesar 71,78 %. Obat-obat yang sering berinteraksi adalah deksametason, vitamin E, kaptopril, spironolakton, fenitoin, dan furosemida. Sedangkan tingkat keparahan antara lain mayor 8,83%; moderat 66,41%; dan minor 24,76%.

(9)

DRUG INTERACTION RETROSPECTIVE STUDY FOR PEDIATRIC HOSPITALIZED PATIENT IN CENTRAL HOSPITAL HAJI ADAM

MALIK PERIOD JANUARY - JUNE 2012 Abstract

Drug interaction is alteration of drugs effect because of coadministration of drugs, herbal medicine, food, drink or other chemical agents. At the same time drug interaction is one of the Drug Related Problem (DRP) causes. One of the important cathegory related to DRP is drug interaction. This could be a serious problem in therapy, if drug interaction is happened, it will affect the outcome and leads to therapy failure, damages part of body temporaryly or permanently or even causes death. Nevertheless, not all of drug interaction interact significantly, but some advantagious effects, but disadvantage effect are bigger because of the drug interaction.

Drug interaction research in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik Medan was done retrospectively to see the drug interaction that had happened. The aims of the research were: to investigate the correlation between drug interaction and the number of drugs; age; gender; and the number of patients diagnostic in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik Medan in January-June 2012.

This clinical study was done by collecting patients medical record in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik. The principle of this study were to count the frequencies of drugs interaction (theoretically); to study the correlation between independent variables namely risk factor and dependent variable namely drug interaction; interaction mechanism; kind of drugs interacted; and drug interaction severity.

Based on the result of statistical data analysis showed that the number of drugs and the number of patient diagnostic correlated significantly, meanwhile age and gender have no correlation. The frequencies of drug interaction were 75.43%. Based on the result of drug interaction mechanism which were pharmacokinetic interation 24.76%; pharmacodynamics 3.45%; and unknown 71.78%. Frequently interacting drugs were dexametason, vitamin E, captopril, spironolactone, phenytoin and furosemide. Meanwhile, the level of severity were mayor 8.83%; moderate 66.41%; and minor 24.76%.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 6

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 7

1.6 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... . 9

2.1 Pasien Pediatrik ... 9

(11)

2.1.2 Klasifikasi Populasi Pediatrik ... 9

2.2 Data Populasi Pediatrik di Indonesi ... 10

2.3 Konsep Fisiologi dan Kinetika pada Pediatrik ………. 10

2.3.1 Fisiologi dan Kinetika pada Neonatus (Term Newborn Infants) ………... 10

2.3.1.1 Absorpsi pada Neonatus ……… 11

2.3.1.2 Distribusi pada Neonatus ……….. 11

2.3.1.3 Metabolisme pada Neonatus ………. 12

2.3.1.4 Ekskresi pada Neonatus ……… 14

2.3.2 Fisiologi dan Kinetika pada Bayi dan Anak ... 14

2.3.2.1 Absorpsi pada Bayi dan Anak ...………. 15

2.3.2.2 Distribusi pada Bayi dan Anak ... 15

2.3.2.3 Metabolisme pada Bayi dan Anak …... 15

2.3.2.4 Ekskresi pada Bayi dan Anak ...……….... 16

2.4 Interaksi Obat ………... 16

2.4.1 Pengertian ………... 16

2.4.2 Mekanisme Interaksi Obat ……….... 17

2.4.2.1 Interaksi Farmakokinetik ……….. 17

2.4.2.1.1 Interaksi Pada Level Absorpsi Obat …. 17 2.4.2.1.2 Interaksi Pada Level Distribusi Obat ... 18

2.4.2.1.3 Interaksi Pada Level Metabolisme Obat ………. 19

2.4.2.1.4 Interaksi Pada Level Ekskresi Obat ….. 20

(12)

2.5 Pemberian Dosis Obat pada Bayi ………. 21

2.6 Studi Retrospektif ………. 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Desain Penelitian ... 23

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian. .. ... 23

3.3 Populasi dan Sampel ... 24

3.3.1 Populasi ... 24

3.3.2 Sampel ... 24

3.4 Cara Pengumpulan Data ... 26

3.5 Defenisi variabel yang penting ... 26

3.6 Analisis Data ... 28

3.7 Bagan Alur Penelitian ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Gambaran Umum Lokasi Peneltian ... 30

4.2 Karakteristik Umum Subjek Penelitian ... 30

4.3 Gambaran Kejadian Interaksi Obat Subjek ... 33

4.3.1. Gambaran kejadian Interaksi Obat berdasarkan jumlah obat ... 34

4.3.2. Gambaran kejadian Interaksi Obat berdasarkan Usia pasien ... 35

4.3.3. Gambaran kejadian Interaksi Obat berdasarkan Jenis kelamin ... 36

4.3.4. Gambaran kejadian Interaksi Obat berdasarkan Jumlah diagnosis ... 36

4.4 Gambaran Interaksi Obat-obat Pasien Rawat Inap Pediatrik .... 37

(13)

4.5.1 Karakteristik Obat ... 46

4.5.1.1 Jumlah Obat ... 46

4.5.2 Karakteristik Pasien ... 48

4.5.2.1 Faktor Usia ... 48

4.5.2.2 Faktor Jenis Kelamin ... 49

4.5.3 Faktor Jumlah Diagnosis ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Data Total Jumlah Penduduk dan Persentasi Penduduk

Usia Muda ... 10

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 31

Tabel 4.2 Gambaran Kejadian Interaksi Obat Subjek... 33

Tabel 4.3 Gambaran Kejadian Interaksi Obat berdasarkan jumlah obat 34

Tabel 4.4 Gambaran Kejadian Interaksi Obat berdasarkan usia pasien .. 35

Tabel 4.5 Gambaran Kejadian Interaksi Obat berdasarkan jenis kelamin ... .. 36

Tabel 4.6 Gambaran Kejadian Interaksi Obat berdasarkan jumlah diagnosis ... 37

Tabel 4.7 Jenis Obat yang Berpotensi Berinteraksi Kategori Minor ….. 38

Tabel 4.8 Jenis Obat yang Berpotensi Berinteraksi Kategori Moderat .. 39

Tabel 4.9 Jenis Obat yang Berpotensi Berinteraksi Kategori Mayor …. 42 Tabel 4.10 Jenis Obat yang berpotensi mengalami interaksi pada pasien rawat Inap Jamkesmas di RSUP H Adam Malik Medan... 42

Tabel 4.11 Level Interaksi Obat-obat pada pasien rawat inap Jamkesmas di RSUP H Adam Malik ... 42

Tabel 4.12 Kejadian Interaksi Obat berdasarkan jumlah Obat yang diterima Pasien ... 46

Tabel 4.13 Kejadian Interaksi Obat berdasarkan Usia Pasien ... 47

Tabel 4.14 Kejadian Interaksi Obat berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Persetujuan Komite Etik ... 58

Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian pada (RSUP H. Adam Malik) ... 59

Lampiran 3 Surat Rekomendasi melakukan Penelitian di (RSUP H. Adam Malik) ... 60

Lampiran 4 Surat Keterangan telah selesai melakukan penelitian di (RSUP H. Adam Malik)... 61

Lampiran 5 Hasil Analisis Data pada Program SPSS Advanced Statistic 18.0 ... 62

Lampiran 6 Tinjauan Interaksi Obat Kategori Minor ... 64

Lampiran 7 Tinjauan Interaksi Obat Kategori Moderat ... 82

Lampiran 8 Tinjauan Interaksi Obat Kategori Mayor ... 129

Lampiran 9 Contoh Data Pengobatan Pasien satu diagnosis ... 135

Lampiran 10 Contoh Data Pengobatan Pasien dua diagnosis ... 138

Lampiran 11 Contoh Data Pengobatan Pasien tiga diagnosis ... 140

Lampiran 12 Contoh Data Pengobatan Pasien empat diagnosis ... 141

Lampiran 13 Contoh Data Pengobatan Pasien lima diagnosis ... 142

Lampiran 14 Contoh Data Pengobatan Pasien enam diagnosis ... 144

Lampiran 15 Contoh Data Pengobatan Pasien tujuh diagnosis ... 145

(17)

DAFTAR SINGKATAN CYP : Cytochrome P450

LITBANG : Penelitian Pengembangan PGE2 : Prostaglandin tipe E2 PGI2 : Prostasiklin

NSAID : Non Steroid Anti Inflamsi Drugs PPI : Proton Pump Inhibitor

ACE : Angiotensin Converting Enzyme SMX : Sulfametoxazole

(18)

STUDI RETROSPEKTIF INTERAKSI OBAT PADA PASIEN PEDIATRIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2012 Abstrak

Interaksi obat adalah terjadinya perubahan efek suatu obat akibat pengaruh pemberian obat, herbal medisin, makanan, minuman atau agen kimia lain secara bersamaan atau hampir bersamaan. Interaksi obat merupakan salah satu penyebab terjadinya drug related problem (DRP). Salah satu kategori penting terkait dengan DRP adalah interaksi obat. Dan hal ini menjadi satu masalah yang serius dalam terapi karena jika terjadi interaksi obat akan mempengaruhi keberhasilan terapi dan berpotensi menyebabkan kegagalan terapi, bisa menyebabkan gangguan tubuh baik bersifat sementara atau permanen dan bahkan bisa menyebabkan kematian. Meskipun begitu tidak semua interaksi obat merugikan, bahkan ada yang menguntungkan, tetapi efek merugikan jauh lebih besar akibat interaksi obat.

Penelitian interaksi obat pada bagian Pediatrik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP H. Adam Malik) Medan telah dilakukan secara retrospektif untuk melihat gambaran interaksi obat yang terjadi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara interaksi obat dengan jumlah obat, usia, jenis kelamin dan jumlah diagnosis pasien; mengetahui obat yang sering berinteraksi, frekwensi; dan pola mekanisme interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatri RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Januari-Juni 2012.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data lembar rekam medis yang dirawat di bagian rawat inap bagian Pediatrik RSUP H. Adam Malik. Prinsip penelitian ini adalah menghitung frekwensi interaksi obat-obat (secara teoritik), mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel terikat (interaksi obat), mempelajari pola mekanisme interaksi, jenis obat yang berinteraksi, dan tingkat keparahan interaksi.

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa jumlah obat dan jumlah diagnosis menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian interaksi obat, sedangkan usia dan jenis kelamin tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Frekwensi kejadian interaksi obat dengan obat adalah sebesar 75,43%. Berdasarkan mekanisme interaksi obat antara lain interaksi farmakokinetika adalah sebesar 24,76%; farmakodinamika 3,45%; dan unknown sebesar 71,78 %. Obat-obat yang sering berinteraksi adalah deksametason, vitamin E, kaptopril, spironolakton, fenitoin, dan furosemida. Sedangkan tingkat keparahan antara lain mayor 8,83%; moderat 66,41%; dan minor 24,76%.

(19)

DRUG INTERACTION RETROSPECTIVE STUDY FOR PEDIATRIC HOSPITALIZED PATIENT IN CENTRAL HOSPITAL HAJI ADAM

MALIK PERIOD JANUARY - JUNE 2012 Abstract

Drug interaction is alteration of drugs effect because of coadministration of drugs, herbal medicine, food, drink or other chemical agents. At the same time drug interaction is one of the Drug Related Problem (DRP) causes. One of the important cathegory related to DRP is drug interaction. This could be a serious problem in therapy, if drug interaction is happened, it will affect the outcome and leads to therapy failure, damages part of body temporaryly or permanently or even causes death. Nevertheless, not all of drug interaction interact significantly, but some advantagious effects, but disadvantage effect are bigger because of the drug interaction.

Drug interaction research in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik Medan was done retrospectively to see the drug interaction that had happened. The aims of the research were: to investigate the correlation between drug interaction and the number of drugs; age; gender; and the number of patients diagnostic in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik Medan in January-June 2012.

This clinical study was done by collecting patients medical record in Pediatric hospitalizations departement of Central Hospital Haji Adam Malik. The principle of this study were to count the frequencies of drugs interaction (theoretically); to study the correlation between independent variables namely risk factor and dependent variable namely drug interaction; interaction mechanism; kind of drugs interacted; and drug interaction severity.

Based on the result of statistical data analysis showed that the number of drugs and the number of patient diagnostic correlated significantly, meanwhile age and gender have no correlation. The frequencies of drug interaction were 75.43%. Based on the result of drug interaction mechanism which were pharmacokinetic interation 24.76%; pharmacodynamics 3.45%; and unknown 71.78%. Frequently interacting drugs were dexametason, vitamin E, captopril, spironolactone, phenytoin and furosemide. Meanwhile, the level of severity were mayor 8.83%; moderate 66.41%; and minor 24.76%.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Berdasarkan hasil sensus penduduk Indonesia tahun 2010, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 13.118.327 orang, yag terdiri dari 6.550.849 penduduk laki-laki dan 6.567.470 penduduk perempuan. Jika dikelompokkan berdasarkan umur, maka menurut data badan pusat statistik tahun 2011, penduduk Sumatera Utara terdiri dari usia muda (usia < 15 tahun) sebanyak 4.358.043 orang, usia produktif (15-64 tahun) sebanyak 8.248.526, dan usia tua (≥ 65 tahun) sebanyak 511.758 (Depkes RI, 2010). Berdasarkan data pusat statistik tersebut, usia muda (pediatrik) menempati urutan kedua komposisi penduduk Sumatera Utara terbesar setelah kelompok usia produktif.

Populasi pediatrik merupakan kelompok yang memiliki fisiologi berbeda, dan tidak boleh diperlakukan sebagai miniatur laki-laki atau wanita dewasa. Secara internasional populasi pediatrik dikelompokkan menjadi (preterm newborn infants) bayi prematur yang baru lahir, (term newborn infant) bayi yang baru lahir

umur 0-28 hari, (infants and toddlers) bayi dan anak kecil yang baru belajar berjalan umur > 28 hari sampai 23 bulan, (children) anak-anak umur 2-11 tahun, dan (adolescents) anak remaja umur 12 - 18 tahun tergantung daerah (WHO, 2007).

(21)

sebagian besar obat dalam terapi pasien pediatrik perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya perubahan kliren obat yang diakibatkan oleh interaksi obat dengan penyakit atau obat dengan obat (Howrie, et al., 2008).

Pada pasien anak-anak, terutama neonatus, respons obat berbeda dengan orang dewasa (BNFC, 2009). Aksi obat bervariasi pada neonatus karena dipengaruhi karakteristik biologi seperti berat badan rendah, kandungan lemak badan sedikit, volume cairan tubuh besar dan permeabilitas beberapa membran cukup besar termasuk kulit dan membran sawar otak (Hashem, 2005). Dengan demikian, perhatian khusus bagi neonatus sangat perlu, terutama dosis obat harus dihitung dengan hati-hati karena kliren obat yang rendah dan sensitivitas target organ yang berbeda dapat berpotensi meningkatkan toksisitas (BNFC, 2009).

Sebagai contoh, pemberian dosis tunggal atau berganda parasetamol (hingga mencapai 150 mg/kgbb) dalam 24 jam mungkin menyebabkan nekrosis hepatoseluler berat serta nekrosis tubular renal walaupun jarang terjadi. Namun, pada pasien anak yang diberi obat-obat yang menginduksi enzim hati (misal, karbamazepin atau penobarbital) dan mendapat parasetamol dosis 75 mg/kgbb dalam 24 jam akan memungkinkan untuk menyebabkan terjadinya kerusakan hati (BNFC, 2009).

(22)

interaksi farmaseutik, yaitu interaksi yang terjadi secara in vitro yang dapat menyebabkan salah satu atau kedua obat tidak aktif (Hashem, 2005).

Frekwensi dan prevalensi terjadinya interaksi tergantung pada jumlah medikasi yang diberikan secara bersamaan serta kompleksitas regimen pemberian obat. Prevalensi interaksi juga tergantung pada beberapa variabel lain seperti kepatuhan pasien, hidrasi dan status nutrisi, tingkat keparahan kerusakan ginjal dan hati, merokok dan penggunaan alkohol, dan genetik serta dosis obat (Bailie, et al., 2004).

Studi komparatif pada rekam medis pasien pediatrik periode Mei-Agustus 2009 yang dilakukan pada dua rumah sakit di Pakistan, dari 1.420 resep 950 (66,90%) diantaranya terjadi interaksi obat (Bashir, et al., 2011). Dalam sebuah studi yang melibatkan 9.900 pasien dengan 83.200 paparan obat, 234 (6,5%) dari 3600 pasien mengalami reaksi obat merugikan yang termasuk ke dalam kategori interaksi obat. Studi lain yang dilakukan oleh Gallery, et al., (1994) menemukan bahwa peresepan pada 160 pasien, terjadi 221 interaksi obat; sebanyak 24 kasus (10,85%) termasuk kategori major, 115 kasus (52,03%) kategori moderate, dan 82 kasus (37,12%) termasuk kategori minor. Studi lain yang dilakukan oleh Hajebi, et al., (2000) mengevaluasi interaksi obat pada 3.130 resep dari 4 bagian di sebuah rumah sakit pendidikan, hasilnya menunjukkan bahwa dari 3960 resep terjadi 156 kejadian interaksi obat

(23)

moderate jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan diperlukan beberapa intervensi/monitor. Efek interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau menyebabkan lama tinggal di rumah sakit semakin panjang. Sedangkan interaksi keparahan major jika terdapat probabilitas yang tinggi untuk membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan kerusakan permanen (Bailie, 2004).

Tidak semua interaksi obat bermakna secara signifikan, walaupun secara teoritis mungkin terjadi. Banyak interaksi obat yang kemungkinan besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Namun demikian, seorang farmasis perlu selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya efek merugikan akibat interaksi obat untuk mencegah timbulnya risiko morbiditas atau bahkan mortalitas dalam pengobatan pasien (Rahmawati, 2006).

Interaksi obat merupakan salah satu penyebab drug related problem (DRP). Ada tiga kemungkinan DRP lain yang dapat disebabkan oleh interaksi obat, diantaranya dosis terlalu rendah, reaksi obat merugikan dan dosis terlalu tinggi. DRP sendiri merupakan suatu masalah yang sangat mempengaruhi keberhasilan terapi pasien (Cipolle, et al., 2007).

(24)

interaksi obat secara retrospektif pada pasien rawat inap dibagian Pediatrik Rumah Sakit belum pernah dilakukan.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan studi interaksi obat pada pasien pediatrik rawat inap di RSUPHAM Medan. Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1

(25)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. apakah interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan terkait dengan jumlah obat?

b. apakah interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan terkait dengan pasien?

c. apakah interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan terkait dengan jumlah diagnosis?

d. apa saja obat yang sering berinteraksi di bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan?

e. apakah frekwensi interaksi obat pada unit rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan tinggi?

f. apa saja pola mekanisme interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan?

g. apa sajakah tingkat keparahan interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan?

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis awal penelitian ini adalah:

a. interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan tidak ada hubungan dengan jumlah obat.

(26)

c. interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan tidak ada hubungan dengan jumlah diagnosis.

Hipotesa alternatifnya:

a. interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan ada hubungan dengan jumlah obat.

b. interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan ada hubungan dengan pasien.

c. interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan ada hubungan dengan jumlah diagnosis.

d. obat yang sering berinteraksi pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik beragam jenisnya

e. frekwensi interaksi obat-obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik tinggi.

f. pola mekanisme interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan beragam, diantaranya farmakokinetik, farmakodinamik, dan unknown.

g. tingkat keparahan interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan beragam, diantaranya adalah mayor, moderate, dan low.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini untuk: a. mengetahui hubungan interaksi obat dengan jumlah obat.

b. mengetahui hubungan interaksi obat dengan pasien.

(27)

d. mengetahui obat yang sering berinteraksi pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

e. mengetahui besarnya frekwensi interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

f. mengetahui pola mekanisme interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

g. mengetahui tingkat keparahan interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. memberikan gambaran tentang interaksi obat pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

b. memberikan gambaran tentang obat yang sering berinteraksi dan frekwensinya pada bagian rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasien Pediatrik 2.1.1 Pengertian Pediatrik

Pediatrik adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan perawatan medis bayi (infant), anak-anak (children), dan remaja (aldosents, 2012). Menurut American Academy of Pediatrics (AAP), pediatrik adalah spesialisasi ilmu kedokteran yang berkaitan dengan fisik, mental dan sosial kesehatan anak sejak lahir sampai dewasa muda. Pediatrik juga merupakan disiplin ilmu yang berhubungan dengan pengaruh biologis, sosial, lingkungan dan dampak penyakit pada perkembangan anak. Anak-anak berbeda dari orang dewasa secara anatomis, fisiologis, imunologis, psikologis, perkembangan dan metabolisme (AAP, 2012).

2.1.2 Klasifikasi Populasi Pediatrik

Secara internasional populasi pediatrik dikelompokkan menjadi: a. Preterm newborn infants (bayi prematur yang baru lahir).

b. Term newborn infants (bayi yang baru lahir umur 0-28 hari).

c. Infants and toddlers (bayi dan anak kecil yang baru belajar berjalan umur > 28

hari sampai 23 bulan).

d. Children (anak-anak umur 2-11 tahun).

e. Adolescents (anak remaja umur 12 sampai 16 sampai 18 tahun tergantung

daerah).

(29)

2.2 Data Populasi Pediatrik di Indonesia

Berikut ini adalah data jumlah total penduduk Indonesia dan persentasi jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) yang diambil dari data profil kesehatan Indonesia beberapa tahun terakhir (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Data Total jumlah penduduk dan persentasi penduduk usia muda

No. Tahun Total Jumalah

2.3 Konsep Fisiologi dan Kinetika pada Pediatrik

Pada pediatrik, secara fisiologi beberapa organ penting belum matang seperti halnya orang dewasa. Oleh karena itu akan mempengaruhi proses farmakokinetik obat, dan perubahan akan terjadi sejalan dengan pendewasaan, sehingga mempengaruhi respon obat pada pasien anak-anak (Hashem, 2005).

2.3.1 Fisiologi dan Kinetika pada Neonatus (Term Newborn Infants)

(30)

2.3.1.1 Absorpsi pada Neonatus

Pada bayi yang baru lahir (neonatus), waktu transit lambung lebih lama, pH lambung dan fungsi enzim bervariasi, tidak ada flora usus akan mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan secara oral (Hashem, 2005). Dengan demikian selama periode neonatal, obat-obat yang tidak tahan asam seperti benzilpenisilin dan ampisilin akan diserap lebih baik, sedangkan penyerapan obat-obatan seperti fenitoin, fenobarbital dan rifampisin rendah (WHO, 2007).

Pada minggu pertama sejak lahir, neonates mengalami hanya setelah usia tiga tahun ekskresi asam lambung menyerupai orang dewasa. Dalam usia hingga satu bulan waktu pengosongan lambung lebih lama dan gerak peristalsis tidak teratur. Massa otot rangka lebih terbatas dan kontraksi otot yang berperan mendorong aliran darah untuk penyebaran obat yang diberikan secara intramuskular relatif lemah (Rowland dan Tozer, 1995).

Tingkat perfusi perifer rendah dan mekanisme pengaturan panas belum sempurna pada neonatus mengganggu penyerapan. Obat topikal diserap lebih cepat, dan biasanya lebih baik karena penghalang kulit neonatus masih relatif tipis sehingga risiko toksisitas yang lebih besar (Hashem, 2005).

2.3.1.2 Distribusi pada Neonatus

(31)

kerusakan otak dari kernikterus akibat hiperbilirubinemia. Antibiotik sulfonamid adalah contoh obat utama pada kasus ini (Hashem, 2005).

Volume distribusi dalam kompartemen tubuh bayi sangat berbeda dengan orang dewasa. Jumlah total kandungan air tubuh mencapai 70-80% dari berat badan pada bayi prematur dan bayi baru lahir, dibandingkan dengan orang dewasa sekitar 50-55%. Cairan ekstraseluler sekitar 40% dari total berat badan, sekitar dua kali pada orang dewasa. Tingginya kandungan air tubuh dan rendahnya kapasitas protein plasma mengakibatkan volume distribusi obat yang larut dalam air lebih besar. Sehingga dibutuhkan dosis relatif lebih besar untuk obat yang larut dalam air untuk menghasilkan efek terapi yang diinginkan (Hashem, 2005). Secara substansial jumlah lemak tubuh pada neonatus lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa, dan hal ini juga dapat mempengaruhi efek terapi obat. Beberapa obat yang kelarutannya tinggi dalam lemak, distribusinya lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa. Sebagai contoh, perbedaan volume distribusi diazepam berkisar 1,4-1,8 L/kg pada neonatus dan 2,2-2,6 L/ kg pada dewasa (Nahata dan Taketomo, 2008).

2.3.1.3 Metabolisme pada Neonatus

(32)

Jalur utama metabolisme obat dibagi menjadi fase reaksi 1 dan fase reaksi 2. Fase 1 melibatkan reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan hidrasi. Jalur paling utama adalah reaksi oksidasi yang melibatkan enzim sitokrom P450 (CYP). Enzim-enzim CYP utama dibagi menjadi CYP1A2, CYP2B6, CYP2C8 - 10, CYP2C19, CYP2D6, CYP2E1 dan CYP3A4 dan 5. Jalur untuk fase 2 melibatkan glukuronidasi, sulfasi, metilasi, asetilasi dan konjugasi glutation. Jumlah kandungan sitokrom P450 di hati janin adalah antara 30% dan 60% dari nilai dewasa dan mendekati nilai-nilai orang pada usia 10 tahun (Choonara, 2005). Tempat utama metabolisme obat adalah dalam hati, selain saluran pencernaan, sel darah, dan organ lain juga terlibat dalam metabolisme obat. Tujuan biologis metabolisme obat adalah untuk mengkonversi senyawa lipofilik (larut dalam lemak) menjadi lebih polar dan lebih larut dalam air dengan demikian lebih mudah diekskresikan ke dalam empedu atau urin (Choonara, 2005). Obat-obat yang nonpolar, dan larut dalam lipid (misalnya diazepam, teofilin dan parasetamol) akan dimetabolisme dalam hati sehingga menjadi lebih polar. Sedangkan obat yang larut dalam air, biasanya diekskresikan dalam bentuk tidak berubah oleh filtrasi glomerulus dan / atau sekresi tubular pada ginjal (misalnya aminoglikosida, penisilin, dan diuretik) (WHO, 2007).

(33)

2.3.1.4 Ekskresi pada Neonatus

Pada neonatus fungsi ginjal belum berkembang secara sempurna, sehingga ekskresi obat pada neonates obat lebih lambat. Neonatus memiliki kemampuan yang rendah memekatkan urin sehingga pH urin rendah, sehingga mempengaruhi ekskresi beberapa senyawa. Fungsi ginjal secara keseluruhan mendekati tingkat dewasa pada akhir atau tahun pertama sejak kelahiran (Hashem, 2005).

Fungsi ginjal sangat penting untuk disposisi obat pada periode neonatus. Banyak pasien neonatus yang mengalami infeksi diberi antibiotik yang larut dalam air. Secara umum pada neonatus waktu paruh eliminasi obat semakin lama. Laju eliminasi meningkat pesat selama minggu-minggu berikutnya, dan waktu paruh sama dengan orang dewasa biasanya dicapai pada akhir bulan pertama (WHO, 2010).

2.3.2 Fisiologi dan Kinetika pada Bayi dan Anak

(34)

2.3.2.1 Absorpsi pada Bayi dan Anak

Keasaman lambung belum mendekati nilai-nilai orang dewasa sampai usia sekitar dua sampai tiga bulan. Pada infant beberapa obat yang tidak tahan asam seperti benzil penisilin, ampisilin, dan nafsilin oral dapat diabsorpsi dengan baik karena kurangnya asam lambung pada masa awal bayi. Hal ini disebabkan adanya cairan ketuban dalam perut bayi sehingga pH lambung netral (6-8). Laju pengosongan lambung menyerupai orang dewasa sekitar usia 6 sampai 8 bulan. Barrier seperti kulit dan sawar otak lebih efektif selama pertumbuhan bayi, hal ini menyebabkan anak berisiko lebih rendah terhadap efek toksik beberapa obat (Hashem, 2005; Milsap dan Jusko, 1994).

2.3.2.2 Distribusi pada Bayi dan Anak

Distribusi obat dalam tubuh dipengaruhi oleh jumlah dan karakter protein plasma, volume relative cairan tubuh, lemak, dan kompartemen jaringan tubuh. Jumlah total air tubuh, dinyatakan sebagai persentase dari total berat badan. Bayi premature adalah 85% dan neonatus 78%. Meningkatnya fraksi total air tubuh berpengaruh terhadap nilai parameter volume distribusi obat yang berkaitan dengan konsentrasi obat (Hashem, 2005; Milsap dan Jusko, 1994). Pengikatan protein pada obat umumnya hampir sama pada orang dewasa dan dicapai pada usia satu tahun (Hashem, 2005).

2.3.2.3 Metabolisme pada Bayi dan Anak

(35)

badan, dan harus disesuaikan dosis tersebut dengan adanya variasi metabolism secara individu. Artinya, dosis harus individual untuk setiap anak berdasarkan berat badan. Enzim hepatik dapat berubah sedemikian rupa pada anak yang sudah mature sehingga kliren teofilin akan berkurang, dan penyesuaian dosis lebih lanjut mungkin dibutuhkan (Hashem, 2005). Biotransformasi metronidazol lebih lambat oleh sistem enzim P450 pada bayi yang mengalami malnutrisi berat dibandingkan pada bayi yang tidak mengalami malnutrisi (Milsap dan Jusko, 1994).

2.3.2.4 Ekskresi pada Bayi dan Anak

Perubahan fungsi ginjal bergantung pada usia, sampai sekitar 6-12 bulan kematangan fungsi ginjal dan hati belum tercapai (Milsap dan Jusko, 1994; Hashem, 2005). Saat lahir, fungsi glomerulus lebih baik dari fungsi tubulus dan berlanjut sampai umur 6 bulan (Milsap dan Jusko, 1994).

Pada pasien infant dan children pemberian obat dosis berganda harus diberikan secara hati-hati. Dosis obat diekskresikan sebagian besar dalam bentuk tidak berubah (unmetabolized) oleh ginjal, seperti digoksin (untuk gagal jantung kongestif) dan gentamisin (antibiotik aminoglikosida) (Hashem, 2005). Proses filtrasi glomerulus, sekresi tubulus, dan reabsorpsi tubulus, semuanya menentukan efisiensi eliminasi obat melalui ginjal seperti gentamisin, dan agen lainnya seperti glukosa, fosfat, dan bikarbonat (Milsap dan Jusko, 1994).

2.4 Interaksi Obat 2.4.1 Pengertian

(36)

bisa menghasilkan efek baru. Interaksi dapat terjadi antara obat dengan obat, obat dengan makanan, dan obat dengan herbal

2.4.2 Mekanisme Interaksi Obat

Pemberian satu obat (A) dapat mengubah aksi obat lain (B) dapat terjadi melalui dua mekanisme umum yaitu interaksi farmakokinetik (terjadi perubahan konsentrasi obat B yang mencapai tapak kerja reseptor) dan interaksi farmakodinamik (terjadi modifikasi efek farmakologis obat B tanpa mengubah konsentrasinya dalam cairan jaringan). Selain dua mekanisme tersebut masih ada yang disebut interaksi farmaseutik yaitu obat berinteraksi secara in vitro sehingga satu atau kedua obat tidak aktif. Tidak ada prinsip-prinsip farmakologi yang terlibat dalam interaksi farmaseutik, hanya reaksi secara fisika atau kimia. (Hashem, 2005).

2.4.2.1 Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik yaitu interaksi yang dapat mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolism, dan ekskresi (Baxter, 2008). Perubahan ini pada dasarnya adalah terjadi modifikasi konsentrasi obat. Dalam hal ini dua obat bersifat homergic jika memiliki efek yang sama dalam organisme dan heterergic

jika efeknya berbeda

2.4.2.1.1 Interaksi Pada Level Absorpsi Obat

(37)

karena dampak perubahan pH pencernaan, adsorpsi, khelasi dan mekanisme kompleks lainnya, perubahan motilitas gastrointestinal, induksi atau inhibisi protein transporter obat, dan malabsorpsi disebabkan oleh obat (Baxter, 2008).

Beberapa contoh interaksi absorpsi obat:

a. Kalsium (dan juga besi) membentuk kompleks tak larut dengan tetrasiklin dan menghambat penyerapan obat,

b. Penambahan epinefrin pada suntikan bius lokal yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperlambat penyerapan obat bius, akibatnya memperpanjang efek lokal obat bius tersebut (Hashem, 2005).

2.4.2.1.2 Interaksi Pada Level Distribusi Obat

Mekanisme interaksi utama pada level distribusi adalah terjadinya kompetisi untuk berikatan dengan protein plasma. Dalam kasus ini, obat yang tiba pertama berikatan dengan protein plasma akan meninggalkan obat lain yang larut dalam plasma, sehingga memodifikasi konsentrasi yang obat bebas Distribusi obat ke dalam otak dan beberapa organ lainnya seperti testis, dibatasi oleh aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein aktif ini mengangkut obat keluar dari sel ketika obat telah secara pasif menyebar masuk ke dalam sel. Ada beberapa obat dapat menghambat transporter ini sehingga meningkatkan penyerapan obat (Baxter, 2008).

Beberapa contoh interaksi disitribusi obat:

a. Salisilat menggantikan metotreksat pada tapak ikat albumin dan mengurangi sekresinya ke dalam nefron.

(38)

mengurangi ekskresi ginjal, dan akibatnya menyebabkan disritmia parah akibat toksisitas digoxin (Hashem, 2005).

2.4.2.1.3 Interaksi Pada Level Metabolisme Obat

Interaksi pada Level Metabolisme terjadi karena metabolisme obat objek dirangsang atau dihambat oleh obat presipitasi. Terikat dengan metabolisme ini ada dua hal penting. Pertama, diantara obat yang berinteraksi ada yang menginduksi enzim dan yang kedua ada yang menghambat aktivitas enzim.

a. Induksi Enzim

Induksi enzim adalah perangsangan atau induksi enzim yang terjadi dalam retikulum endoplasik sel hati dan sitokrom P 450 (CYP) oleh obat tertentu, sehingga aktivitas metabolik bertambah. Akibatnya metabolisme obat menjadi lebih aktif dan konsentrasi obat objek dalam plasma berkurang, sehingga efektivitasnya pun menurun

b. Inhibisi Enzim

(39)

2.4.2.1.4 Interaksi Pada Level Ekskresi Obat

Kecuali obat-obat anestetik inhalasi, sebagian besar obat diekskresi lewat empedu atau urin. Darah yang memasuki ginjal disepanjang arteri renal, pertama kali akan dikirim ke glomeruli tubulusmo dan molekul-molekul kecil akan melewati membran glomerulus (air, garam dan beberapa obat tertentu) disaring ke tubulus. Molekul-molekul yang besar seperti protein plasma dan sel darah akan ditahan. Aliran darah kemudian melewati bagian lain tubulus ginjal sehingga terjadi transport aktif yang memindahkan obat dan metabolitnya dari darah ke filtrat tubulus. Sel tubulus kemudian melakukan transport aktif maupun pasif (melalui difusi) untuk mereabsorpsi obat. Interaksi bisa terjadi karena perubahan ekskresi aktif di tubulus ginjal, perubahan pH, dan perubahan aliran darah ginjal (Anonim, 2011).

2.4.2.2Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik dapat terjadi dalam berbagai cara.. Berikut ini beberapa interaksi yang perlu dipertimbangkan. Antagonis β-adrenoseptor

mengurangi efektivitas agonis β-reseptor, seperti salbutamol atau terbutaline.

(40)

dalam usus dihambat (misalnya dengan antibiotik), aksi antikoagulan warfarin meningkat. Obat yang menyebabkan perdarahan dengan mekanisme yang berbeda (misalnya aspirin, yang menghambat biosintesis tromboksan A2 trombosit dan dapat merusak lambung) akan meningkatkan risiko perdarahan yang disebabkan oleh warfarin. Sulfonamid mencegah sintesis asam folat oleh bakteri dan mikroorganisme lainnya; trimetoprim menghambat pengurangan untuk tetrahydrofolate. Jika diberikan bersama dengan obat yang memiliki aksi sinergis

dalam mengobati Pneumocystis carinii. Non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID), seperti ibuprofen atau indometasin, menghambat biosintesis prostaglandin, yang bersifat sebagai vasodilator ginjal / natriuretik prostaglandin (PGE2, diikuti PGI2). Jika diberikan kepada pasien yang menerima pengobatan untuk hipertensi, akan menyebabkan peningkatan tekanan darah, dan jika diberikan kepada pasien yang menerima diuretik untuk gagal jantung kronis akan menyebabkan retensi garam dan air dan dekompensasi jantung. Antagonis reseptor H1, seperti mepiramin, sering menyebabkan rasa kantuk sebagai efek yang tidak diinginkan. Ini lebih parah jika obat tersebut diberi bersamaan dengan alkohol, dan dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja atau di jalan (Hashem, 2005).

2.5 Pemberian Dosis Obat pada Bayi

(41)

mudahnya, bayi yang dimaksud adalah anak yang berumur 0-2 tahun. Dalam kelompok ini diperlukan pertimbangan khusus untuk bayi yang berumur kurang dari 4 minggu, karena kemampuannya memperlakukan obat-obat sering berbeda dari bayi-bayi yang lebih tua.

Pada umumnya, fungsi hepatik belum tercapai sampai minggu ketiga. Proses oksidasi pada bayi berkembang cukup baik, tetapi ada kekurangan enzim konjugasi. Sebagai tambahan, beberapa obat menunjukkan penurunan ikatan albumin plasma pada bayi.

Bayi yang baru lahir memiliki aktivitas ginjal 30-50% dibandingkan orang dewasa. Obat-obat yang sangat bergantung pada ekskresi ginjal akan mengalami kenaikan waktu-paruh eliminasi yang tajam. Sebagai contoh, penisilin sebagian besar akan diekskresi melalui ginjal (Shargel dan Yu, 1985).

2.6 Studi Retrospektif

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen (survei) dilakukan secara retrospektif terhadap rekam medik pasien yang dirawat di bagian rawat inap Pediatrik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP H. Adam Malik) Medan. Prinsip penelitian ini adalah menghitung frekwensi interaksi obat-obat (secara teoritik), mempelajari hubungan antara variabel bebas (jumlah obat, pasien,dan jumlah diagnosis) dengan variabel terikat (interaksi obat), mempelajari pola mekanisme interaksi, jenis obat yang berinteraksi, dan tingkat keparahan interaksi. Untuk maksud tersebut dilakukan melalui pengumpulan data lembar rekam medis pasien rawat inap Pediatrik RSUP H. Adam Malik Medan, selama periode Januari-Juni 2012.

Hasil penelitian diperoleh adalah berupa: a. frekwensi interaksi obat-obat secara keseluruhan.

b. frekwensi interaksi obat-obat berdasarkan mekanisme interaksi (farmakokinetik, farmakodinamik, dan unknown).

c. frekwensi interaksi obat-obat berdasarkan level severitas interaksi. d. analisis mengenai mekanisme interaksi obat-obat.

e. manajemen terhadap interaksi obat-obat yang terjadi untuk menghindari risiko interaksi yang dapat merugikan pasien di masa mendatang.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

(43)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medik pengobatan pasien pediatrik di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Juni 2012 yang dirawat di rindu B. Subjek yang dipilih harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi adalah :

a. rekam medis pasien rawat inap Jamkesmas di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Juni 2012.

b. kategori usia pasien 0-18 tahun. c. mendapat terapi ≥ 2 obat.

d. kategori semua gender. Kriteria eksklusi adalah :

a. rekam medis pasien rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan diluar periode Januari-Juni 2012.

b. mendapat monoterapi obat sehingga tidak dapat diidentifikasi adanya interaksi obat-obat.

c. rekam medis pasien rawat inap yang tidak lengkap (tidak memuat informasi dasar yang dibutuhkan dalam penelitian).

3.3.2 Sampel

(44)

di mana :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

x

2

= nilai Chi kuadrat

P = proporsi populasi d = galat pendugaan

dengan beberapa asumsi, maka rumus di atas diturunkan lagi menjadi:

(45)

3.4 Cara Pengumpulan dan Manajemen Data

Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan rekam medis pasien rawat inap Pediatrik di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari-Juni 2012.

Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah: a. Data rekam medis pasien berdasarkan kriteria inklusi.

b. Data penggunaan obat pasien meliputi data pasien (usia, jenis kelamin, jumlah obat yang diterima) dan data obat (nama obat, jumlah obat, jenis obat, dosis, aturan pakai, cara pemberian, dan lama pemberian).

c. Data berdasarkan diagnosa penyakit.

d. Data berdasarkan ada tidaknya interaksi obat yang terjadi dalam satu resep yang tercatat didalam rekam medis pasien berdasarkan studi literatur.

3.5Definisi Variabel Penting

a. Jenis obat adalah obat yang berinteraksi.

b. Tingkat keparahan interaksi obat adalah mayor, moderate, dan low.

c. Jumlah obat adalah banyakny item obat yang diberikan dalam satu resep yang tercatat didalam rekam medis.

d. Jumlah diagnosis adalah banyaknya diagnosis yang ditulis dalam rekam medis pasien yang terdiri dari diagnosa utama, sekunder, dan komplikasi.

e. Frekwensi interaksi adalah jumlah kasus interaksi obat-obat yang terjadi.

f. Mekanisme interaksi adalah bagaimana interaksi obat terjadi apakah secara farmakokinetik, farmakodinamik atau unknown.

(46)

h.Mekanisme interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolism, dan ekskresi

i. Mekanisme interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana suatu obat menginduksi perubahan dalam respon pasien terhadap obat.

j. Interaksi dengan tingkat keparahan low/minor adalah jika interaksi mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika terjadi kelalaian.

k. Interaksi dengan tingkat keparahan moderate adalah jika satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan.

l. Interaksi dengan tingkat keparahan major jika terdapat kemungkinan tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk yang menyangkut nyawa pasien dan kerusakan permanen.

(47)

3.6Analisis Data

Evaluasi data interaksi obat dilakukan secara teoritik berdasarkan studi literature (Stockley’s Drug Interaction, Drug Interaction Facts). Selain itu,

digunakan juga situs internet terpercaya http://

penelitian ini disajikan dalam bentuk Tabel, kemudian dianalisis secara statistik deskriptif.

Variabel bebas Variabel terikat Metode Analisa

Jumlah obat Interaksi Obat Korelasi Bivariat Spearman

Usia Interaksi Obat Korelasi Bivariat Spearman

Jenis Kelamin Interaksi Obat Uji Komparatif Mann Whitney

(48)

3.7 Alur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan memohon persetujuan Komite etik pada Komite Etik di Fakultas Kedokteran USU, lalu ditindaklanjuti seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2

Gambar 1.2 Bagan Alur Penelitian

Semua rekam pasien pediatri rawat inap periode Januari-Juni

2012

Pengelompokan data penggunaan obat pasien

Identifikasi interaksi obat

Penghitungan frekwensi interaksi

Penentuan mekanisme interaksi

Penentuan level severitas interaksi

Analisis data

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan adalah rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, terletak di lahan yang luas di Jalan Bungalau No 17 kota Medan .RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan RSUP kelas A terbesar di Sumatera, dan salah satu dari lima RSUP kelas A di Indonesia (Menkes RI, 1990). RSUP Haji Adam Malik Medan juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan dan menjadi tempat rujukan wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau (Menkes RI, 1991).

4.2 Karakteristik Umum Subjek Penelitian

Berdasarkan sampel yang diambil dari 232 kartu rekam medis pasien rawat inap Jamkesmas (PRIJ) di RSUP H. Adam Malik, diperoleh gambaran umum karakteristik subjek yang dominan antara lain:

a. berdasarkan usia, kebanyakan pasien berusia 2-11 tahun dengan persentase sebanyak 55,6%.

b. berdasarkan jenis obat, kebanyakan pasien menerima 6 obat dengan persentase sebanyak 18,5%.

(50)

d. berdasarkan jumlah diagnosis, jumlah diagnosis paling banyak adalah dua diagnosis dengan persentase sebanyak 28,9%.

Karakteristik umum subjek yang diteliti secara garis besar ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

No Karakteristik Subjek

(51)

Penelitian terhadap 232 kartu rekam medis pasien rawat inap mengenai kejadian interaksi obat menunjukkan bahwa:

i. Berdasarkan jumlah obat yang diberikan dalam satu resep yang tercatat dalam Rekam Medis (RM);pasien yang menerima 2 obat sebanyak 12,9%; yang menerima 3 obat sebanyak 11,2%; yang menerima 4 obatsebanyak 14,7%; yang menerima 5 obat sebanyak 17,7%; yang menerima 6 obat sebanyak 18,5%; yang menerima 7 obat sebanyak 10,3%; yang menerima 8 obat sebanyak 5,2%; yang menerima 9 obat sebanyak 3,4%; yang menerima 10 obat sebanyak 1,3%; yang menerima 11 obat sebanyak 3,0 %; yang menerima 12 dan 13 obat sebanyak 0,9%.

ii. Berdasarkan usia pasien rawat inap Jamkesmas, pasien berusia 0-28 hari sebanyak 7,3%; pasien berusia 29 hari-23 bulan sebanyak 10,8%; pasien berusia 2 tahun-11 tahun sebanyak 55,6%; pasien berusia 12 tahun-17 tahun sebanyak 26,3%.

iii. Berdasarkan jenis kelamin pasien rawat inap Jamkesmas, subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 50,9% sedangkan subjek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 49,1%.

iv. Berdasarkan jumlah diagnosis pada pasien rawat inap Jamkesmas, pasien rawat inap dengan satu diagnosis sebanyak 24,6%; dua diagnosis 28,9%; tiga diagnosis 22,8%; empat diagnosis 12,9%; lima diagnosis 8,2%; enam diagnosis 1,3%; tujuh diagnosis 1,3%.

(52)

Berdasarkan analisis terhadap 232 kartu rekam medis pasien rawat inap Jamkesmas di RSUP H Adam Malik, diperoleh bahwa interaksi obat terjadi 75,43% (175) pada pasien rawat inap. Gambaran umum kejadian interaksi obat secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Gambaran kejadian interaksi obat subjek

No

.

Kriteria Subjek

(53)

diagnosis

Sumber: data hasil penelitian telah diolah

4.3.1 Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah obat

Berdasarkan hasil penelitian, potensi kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah obat menunjukkan bahwa pasien yang banyak mengalami potensi kejadian interaksi obat adalah pasien yang menerima 6 obat. Merujuk pada Tabel 4.3, pasien yang menerima 8-13 obat, semuanya berpotensi mengalami interaksi dan jumlah interaksi obat yang banyak.

Tabel 4.3. Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah obat Jumlah

Interaksi

Jumlah Obat Total

dua tiga em

(54)

Berdasarkan hasil penelitian, potensi kejadian interaksi obat dengan usia pasien menunjukkan kejadian interaksi obat banyak ditemukan pada pasien yang berusia 2–11 tahun, sedangkan menurut banyaknya jumlah interaksi yang berpotensi terjadi, pada usia 12-17 tahun, diantara 61 pasien pasien ditemukan jumlah kejadian interaksi terbanyak yaitu 15 kali pada 2 orang pasien. Pada usia 2-11 tahun, ditemukan jumlah interaksi terbanyak sebesar 13 pada 2 orang pasien. Pada usia 29 hari- 23 bulan, ditemukan jumlah interaksi terbanyak sebesar 16 pada 1 orang pasien. Pada usia 0-28 hari, jumlah interaksi yang terbanyak yaitu 2 pada 1 orang pasien. Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan usia pasien dapat ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan usia pasien Jumlah

(55)

Berdasarkan hasil penelitian, potensi kejadian interaksi obat dengan jenis kelamin, menunjukkan laki-laki lebih banyak ditemukan potensi kejadian interaksi obat dibanding perempuan, sedangkan berdasarkan jumlah interaksi obatnya yang paling banyak ditemukan adalah pada pasien berjenis kelamin perempuan sebesar 16 kali interaksi yaitu pada 1 orang pasien dan jenis kelamin laki-laki, jumlah interaksi terbanyak sebesar 13 kali pada 2 orang pasien. Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jenis kelamin Jumlah Interaksi Jenis Kelamin

Total

(56)

interaksinya pada Tabel 4.6, pasien dengan 6 diagnosis akan berpotensi mengalami interaksi obat sampai 9 kali, dan jumlah interaksi sampai 10 kali ditemukan pada pasien dengan 7 diagnosis. Gambaran kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah diagnosis dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Gambaran kejadian interaksi obat dengan jumlah diagnosis

4.4. Gambaran Interaksi Obat-obat Pasien Rawat Inap Pediatrik

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh persentase kejadian interaksi obat pada kasus pasien rawat inap Pediatrik Jamkesmas sebanyak 75,43% (175 dari 232 rekam medik). Ditemuka n 521 kejadian interaksi obat, yang terdiri dari 140 jenis obat (Tabel 4.7, Tabel 4.8 dan Tabel 4.9), yang dibagi dalam 3 kelompok menurut mekanisme interaksi dan tingkat keparahan. Mekanisme interaksi terdiri dari mekanisme farmakokinetika dengan persentase sebanyak 24,76%; farmakodinamika sebanyak 3,45%; dan unknown sebanyak 71,78% (Tabel 4.10). Tingkat keparahan interaksi obat pada pasien rawat inap antara lain minor

(57)

24,76%, moderat 66,41%, mayor sebanyak 8,83% (Tabel 4.11). Ada pun jenis obat yang berinteraksi ditunjukkan pada Tabel 4.7, Tabel 4.8, Tabel 4.9 dan penjelasannya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 4.7 Jenis Obat yang Berpotensi Berinteraksi Kategori Minor

No

3. deksamethason ↔ natrium bikarbonat FK 1 Hal.65 4. deksamethason ↔ vitamin E Unknown 43 Hal. 65

19. kotrimoksazol ↔ doksorubisin Unknown 1 Hal.73 20. kotrimoksazol ↔ ondansetron Unknown 5 Hal.73 21. metil prednisolon ↔ vitamin E Unknown 1 Hal.74 22. metil prednisolon ↔ zink sulfat Unknown 1 Hal.74

23. prednison ↔ albuterol Unknown 1 Hal.75

24. prednison ↔ natrium bikarbonat Unknown 5 Hal.75

25. prednison ↔ vitamin E Unknown 1 Hal.76

26. prednison ↔ zink sulfat Unknown 2 Hal.76

Tabel 4.7 (Lanjutan)

27. ranitidin ↔ antasida FK 1 Hal.77

(58)

29. ranitidin ↔ natrium bikarbonat FK 2 Hal.78

Rujukan; Tatro, 2009; Stockley, 2008; Drugs.com, 2013. Keterangan :

FK : Farmakokinetika FD : Farmakodinamika

Tabel 4.8 Jenis Obat yang Berpotensi Berinteraksi Kategori Moderat

No.

Obat Jenis Jumlah

Keterangan

Berinteraksi Interaksi Kejadia n

10. deksamethason ↔ spironolakton Unknown 2 Hal.86

(59)

22. fenitoin ↔ ergocalciferol FK 2 Hal. 92 30. furosemida ↔ deksametason Unknown 60 Hal.96

31. furosemida ↔ digoksin FD 7 Hal.97

32. furosemida ↔ HCT Unknown 2 Hal.97

33. furosemida ↔ ketorolac Unknown 1 Hal.98

34. furosemida ↔ metil prednisolon Unknown 3 Hal.98

35. furosemida ↔ omeprazol Unknown 2 Hal. 99

56. kloramfenikol ↔ metronidazol Unknown 3 Hal. 109 Tabel 4.8 (Lanjutan)

57. kloramfenikol ↔ seftriakson Unknown 1 Hal. 110

(60)

59. Kodein ↔ meperidin Unknown 1 Hal. 111 60. kotrimoksazol ↔ spironolakton Unknown 1 Hal. 111

61. manitol ↔ albuterol Unknown 1 Hal. 112

62. meperidin ↔ furosemida Unknown 1 Hal. 112

63. metil prednisolon ↔ losartan Unknown 3 Hal. 113 64. metil prednisolon ↔ spironolakton Unknown 2 Hal. 113 65. metotreksat ↔ deksamethason Unknown 2 Hal. 114 66. metotreksat ↔ prednison Unknown 6 Hal. 114 82. phenobarbital ↔ cholecalciferol FK 1 Hal. 122

83. phenobarbital ↔ prednison FK 1 Hal. 123

84. prednison ↔ losartan FK 4 Hal. 123

85. prednison ↔ spironolakton Unknown 11 Hal. 124

86. ranitidin ↔ fenitoin Unknown 3 Hal. 124 Rujukan; Tatro, 2009; Stockley, 2008; Drugs.com, 2013.

Keterangan :

(61)

Tabel 4.9 Jenis Obat yang Berpotensi Berinteraksi Kategori Mayor

2. deksamethason ↔ deferasirox Unknown 3 Hal. 129

3. fenitoin ↔ dopamin Unknown 1 Hal. 130 Rujukan; Tatro, 2009; Stockley, 2008; Drugs.com, 2013

Keterangan :

FK : Farmakokinetika FD : Farmakodinamika

Jenis interaksi obat berdasarkan mekanisme interaksinya pada pasien rawat inap Pediatrik ditunjukkan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Jenis interaksi obat-obat pada pasien rawat inap Pediatrik di RSUP H. Adam Malik

Jenis interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan pada pasien rawat inap Pediatrik ditunjukkan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Level interaksi obat-obat pada pasien rawat inap Pediatrik di RSUP H.Adam Malik

No Level Interaksi Jumlah Persentase

1. Mayor 46 8,83 %

2. Moderat 346 66,41%

3. Minor 129 24,76 %

Total 521 100%

Berdasarkan hasil penelitian, frekwensi interaksi obat pada pasien rawat inap di bagian Pediatrik terjadi cukup tinggi yaitu 75,43% kasus. Mekanisme interaksi

No Jenis Interaksi Jumlah Persentase

1. Interaksi Farmakokinetika 129 24,76%

2. Interaksi Farmakodinamika 18 3,45%

3. Interaksi Unknown 374 71,78%

(62)

obat yang terjadi dalam penelitian ini adalah interaksi farmakokinetika ,farmakodinamika dan untuk beberapa jenis obat melalui mekanisme belum/tidak diketahui mekanisme interaksinya secara tepat (unknown). Berdasarkan mekanisme interaksi, antara lain interaksi farmakokinetika adalah sebesar 24,76%; farmakodinamika 3,45%; dan unknown sebesar 71,78%.

Hal ini perlu mendapat perhatian farmasis. Apabila mengacu pada tujuan utama asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) untuk meminimalkan risiko terapi pada pasien, maka memeriksa kemungkinan adanya interaksi obat pada pengobatan pasien merupakan salah satu tugas utama farmasis. Tingginya angka kejadian interaksi obat ini berkaitan dengan jumlah obat yang dikonsumsi pasiendan jumlah diagnosis penyakit pasien.

Sebagian besar interaksi obat yang terjadi adalah bersifat merugikan. Dampak interaksi obat yang bersifat merugikan (Stockley, 2008) pada penelitian antara lain:

a. menyebabkan hiperkalemia pada pasien misalnya, kombinasi antara kaptopril- kalium sustained release, kaptopril-spironolakton, spironolakton-kalium

sustained release, digoksin-albuterol, spironolakton-losartan dan sebagainya

b.peningkatan risiko hepatotoksisitas misalnya, isoniazid-rifampisin, pirazinamid-rifampisin, parasetamol-metotreksat.

c. meningkatkan toksisitas obat itu sendiri misalnya, digoksin-spironolakton. d. meniadakan/menurunkan efek obat lain yang diberikan bersamaan, misalnya:

nifedipin dan asam mefenamat.

(63)

interaksi juga dapat memberikan pengetahuan tentang prioritas monitoring. Interaksi termasuk ke dalam tingkat keparahan minor jika interaksi yang terjadi bermakna kecil, dapat dihindarkan dengan cara penyesuaian dosis, memantau efek yang timbul, obat yang diketahui berinteraksi diganti dengan obat lain yang memiliki kerja yang sama namun tidak berinteraksi dengan obat lainnya atau obat yang berinteraksi jika memungkinkan dihentikan penggunaannya (Anonim1, 2013). Sebagai contoh pemberian bersama eritromicin dengan natrium bicarbonat akan meningkatkan bioavailabilitas eritromicin (Marvola, 1991). Namun, tidak semua interaksi obat minor merugikan, ada juga yang menguntungkan seperti pemberian deksamethason dengan vitamin E, karena jika deksamethason digunakan dalam jangka waktu lama (>1 minggu) akan menurunkan sistem kekebalan tubuh sedangkan vitamin E meningkatkan kekebalan tubuh karenabersifat antioksidan bahkan menurut (Sutipornpalangkul, et al., 2009), kedua obat tersebut bekerja sinergis dalam mengobati osteoartritis di mana deksamethason bertindak sebagai antiinflamasi dan vitamin E sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas sehingga mencegah peradangan akibat adanya radikal bebas.

(64)

tertentu (Anonim1, 2003). Sebagai contoh pemberian PPI (Proton Pump Inhibitor) dengan furosemida dapat menyebabkan hipomagnesemia (Thongon, dan Krishnamra, 2011).

Interaksi tingkat keparahan mayor terjadi jika terdapat probabilitas kejadian yang tinggi, membahayakan pasien, menyangkut nyawa pasien dan dapat menyebabkan kerusakan permanen (Bailie, 2004). Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk menghindari penggunaan obat-obat yang berinteraksi mayornamun jika diperlukan dapat diresepkan hanya saja setelah dipertimbangkan antara keuntungan dan kerugiannya (Anonim1, 2003). Contoh, kombinasi rifampisin dan isoniazid yang beresiko tinggi menyebabkan hepatotoksik namun tetap digunakan karena memiliki keuntungan yang sangat besar dalam terapi pasien TBC (Ena, dan Valls, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis obat yang sering berinteraksi pada pasien rawat inap bagian Pediatrik adalah furosemida, deksametason, vitamin E, kaptopril, spironolakton, dan fenitoin. Pengetahuan mengenai jenis obat yang berinteraksi akan mempermudah mengidentifikasi kejadian interaksi obat pada pasien.

Melalui pelayanan informasi obat farmasis memegang peranan besar rmencegah timbulnya dampak negatif interaksi obat yang tidak hanya mempengaruhi kemanfaatan dan kemanjuran obat namun lebih jauh dapat memberi rasa aman serta mengurangi biaya yang harus dikeluarkan pasien (Rahmawati, 2006).

(65)

4.5.1.1 Jumlah Obat

Subjek adalah pasien yang menerima ≥ 2 obat dan kejadian interaksi obat lebih banyak terjadi pada pasien yang menerima 6 obat yaitu sebanyak 16,8%. Hasil analisis bivariat dengan korelasi Spearman antara variabel jumlah obat dengan kejadian interaksi obat mempunyai hubungan yang bermakna (nilai p<0,05), artinya dalam penelitian ini jumlah obat berhubungan dengan kejadian interaksi obat (Tabel 4.12).

Tabel 4.12 Kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah obat yang diterima pasien Jumlah

Obat

Terjadi Interaksi Tidak Terjadi Tnteraksi To tal

(66)

diberikan Cohen 1988, kekuatan korelasi r = 0,50 sampai 1,0 menunjukkan korelasi yang kuat. Gambaran kejadian interaksi obat dengan jumlah obat menunjukkan bahwa kejadian interaksi obat pada PRIJ lebih besar pada pasien yang menerima 6 obat dengan persentase sebanyak 16,8%; diikuti pasien yang menerima 5 obat dengan persentase 15,5%; 4 obat 12,1%; 7 obat 9,1%;8 obat 5,2%; 3 obat 4,7%; 9 obat 3,4%; 11 obat 3%; 2 obat 2,6%; 10 obat 1,3%; 12 obat 0,9%; dan 13 obat 0,9%. Ini tidak berarti bahwa kemungkinan terjadinya interaksi obat menurun pada pasien yang menerima obat lebih dari 5. Berdasarkan hasil penelitian, dari jumlah pasien yang menerima obat 7-13 jenis obat hampir semuanya berinteraksi sebagai contoh dari 24 pasien yang menerima 7 jenis obat, sebanyak 21 pasien mengalami interaksi, sedangkan 3 lainnya tidak mengalami interaksi, lalu 12 pasien yang menerima 8 jenis obat seluruhnya mengalami interaksi begitu juga seterusnya sampai pada pasien yang menerima tiga belas obat. Potensi kejadian interaksi obat sering terjadi pada pasien yang menerima banyak obat pada resepnya (Mara dan Carlos, 2006).

Gambar

Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat
Tabel 2.1 Data Total jumlah penduduk dan persentasi penduduk usia muda
Gambar 1.2 Persetujuan Komite Etik
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

7) Pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter (Fradgley, 2003). Reaksi yang merugikan dan interaksi obat yang terjadi pada pasien lanjut usia adalah tiga sampai

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi interaksi obat pada pasien rawat inap penderita asma di RSUD Dr.. Jenis penelitian ini adalah non-eksperimental dengan

Berdasarkan penelitian ditemukan dari 88 pasien skizofrenia rawat jalan yang berpotensi mengalami interaksi obat adalah sebanyak 74 pasien (85,09%). Golongan obat antipsikotik

sebagai informasi terkait frekuensi kejadian interaksi obat antipsikotik-obat, jenis obat yang berinteraksi dengan obat antipsikotik dan tingkat keparahan yang timbul akibat

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa interaksi yang terjadi pada pasien usia lanjut dengan penyakit metabolik cukup tinggi, pola mekanisme terbanyak adalah

Analisis Interaksi Obat Antidiabetik Oral Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit X Depok.. Jurnal Farmasi

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penggunaan obat antiinflamasi pada pasien rheumatoid artritis berdasarkan karakteristik pasien (usia dan jenis kelamin)

Mengetahui hubungan antara derajat polifarmasi dengan tingkat keparahan interaksi obat pada resep di instalasi rawat jalan jalan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik...