• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS INTERAKSI OBAT PERESEPAN POLIFARMASI PADA PASIEN INSTALASI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK 2019 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS INTERAKSI OBAT PERESEPAN POLIFARMASI PADA PASIEN INSTALASI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK 2019 SKRIPSI"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS INTERAKSI OBAT PERESEPAN POLIFARMASI PADA PASIEN INSTALASI RAWAT JALAN DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK 2019

SKRIPSI

Oleh :

MICHAEL DANIEL 170100167

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

ANALISIS INTERAKSI OBAT PERESEPAN POLIFARMASI PADA PASIEN INSTALASI RAWAT JALAN DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK 2019

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

MICHAEL DANIEL 170100167

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Interaksi Obat Peresepan Polifarmasi pada Pasien Instalasi Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2019” ini dapat diselesaikan.

Rasa cinta dan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orangtua penulis, ayahanda Ir. Baharuddin Kamil dan ibunda Ir. Erawati Haslim. , abang dan kakak penulis Darius, BIAM(Hons), MBA, Tantri Digjaya, Trifena, S.H. atas dukungan doa, kasih sayang, moril, dan materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini dapat diselesaikan atas dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dosen pembimbing, Dr.rer.medic., dr. M. Ichwan, M.Sc, yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, masukan, ilmu, serta nasihat kepada penulis, sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

3. Dosen penguji, dr. Dwi Rita Anggraini, M.Kes, Sp.PA dan Dr. dr. Kamal Basri Siregar, Sp.B(K)Onk, M.Ked(Surg), yang memberikan kritik serta saran yang membangun kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

4. dr. Muhammad Rizki Yaznil, Sp.OG(K)Onk, sebagai dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan karyawan Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas ilmu dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam proses pembelajaran dari awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

(5)

6. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.

7. Steven Winardi, Faisal Rahman, Samuel E. M. G. Sianturi, Andre C.

Tarigan, Samuel Sianturi, Teguh C. Sihombing, Rayhan F. Prabudi, Reza Mulia Rasyid, Namira Afifah Nasution, Olivia M. Haque, Raihan Nabila Agsa, Amanda N. Salsabila, Nadya Keumala Fitri, Nuril H. Rahman, Nurfayza Magistrani yang selalu menemani, memberi saran, tanggapan, dukungan dan selalu membantu saya dalam penulisan skripsi ini.

8. Teman-teman sejawat saya yang selalu membantu saya dalam penulisan skripsi ini serta dukungan yang telah kalian berikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna, maka daripada itu, penulis berharap kepada semua pihak agar memberikan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaannya. Penulis berharap semoga skripsi yang telah disusun ini dapat bermanfaat dan berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran.

Penulis,

Michael Daniel 170100167

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR GRAFIK ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Bagi Peneliti ... 3

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan ... 3

1.4.3.Bagi Masyarakat ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Interaksi Obat ... 4

2.1.1. Definisi Interaksi Obat dengan Obat ( DDIs ) ... 4

2.1.2. Mekanisme Interaksi Obat ... 6

2.1.3. Interaksi Obat dengan Penyakit ... 10

2.1.4. Interaksi Obat dengan Makanan ... 12

2.1.5. Interaksi Obat dengan Herbal ... 12

2.2. Polifarmasi ... 13

2.3. Kerangka Teori ... 14

2.4. Kerangka Konsep ... 14

BAB III. METODE PENELITIAN ... 15

3.1. Jenis Penelitian ... 15

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 15

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 15

3.3.1 Populasi Penelitian ... 15

3.3.2 Sampel Penelitian ... 15

3.4. Kriteria Sampel ... 16

3.4.1. Kriteria Inklusi ... 16

3.4.2. Kriteria Eksklusi ... 16

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 16

(7)

3.6. Pengolahan Dan Analisis Data ... 17

3.6.1. Pengolahan Data ... 17

3.6.2. Analisis Data ... 17

3.7. Definisi Operasional ... 18

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 19

4.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 19

4.3. Analisis Univariat ... 19

4.3.1. Distribusi Frekuensi Derajat Polifarmasi ... 19

4.3.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Interaksi Obat ... 20

4.4. Analisis Bivariat ... 20

4.4.1. Distribusi Frekuensi Tingkat Keparahan Interaksi Obat dengan Derajat Polifarmasi ... 20

4.4.2. Uji Korelasi Spearman Tingkat Keparahan Interaksi Obat dengan Derajat Polifarmasi ... 21

4.4.3. Analisis Mekanisme Interaksi Obat ... 22

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 244

5.1. Kesimpulan ... 24

5.2. Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

LAMPIRAN ... 29

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Variabel Penelitian ... 18 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Derajat Polifarmasi ... 19 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Interaksi Obat ... 20 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Keparahan Interaksi Obat

dengan Derajat Polifarmasi……….. 20 Tabel 4.4 Uji Korelasi Tingkat Keparahan Interaksi Obat

dengan Derajat Polifarmasi……….. 21 Tabel 4.5 Interaksi Obat dengan Obat Severe yang Terjadi

(Drug Interaction Checker, Medscape)………... 22 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Mekanisme Interaksi Obat…………... 23

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori……….. 14 Gambar 2.2 Kerangka Konsep……….. 13

(10)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 4.1 Diagram Batang Derajat Polifarmasi dengan Tingkat

Interaksi Obat………. 21

(11)

DAFTAR SINGKATAN

FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP HAM : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

DDIs : Drug-drug Interactions

ADRs : Adverse Drug Reactions

DRPs : Drug Related Problems

CYP450 : Sitokrom P450

UGT : UDP-glukuronil-transferase

EKG : Elektrokardiogram

IDRs : Idiosyncratic Drug Reactions

CKD : Chronic Kidney Disease

GGK : Gagal Ginjal Kronis LFG : Laju Filtrasi Ginjal

MAOI : Monoamine Oksidase Inhibitor

HIV : Human Immunodeficiency Virus

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome OAINS : Obat Anti Inflammatori Non-Steroid

(12)

ABSTRAK

Interaksi obat atau dikenal sebagai Drug-Drugs Interaction (DDIs) merupakan situasi dimana terjadinya interaksi antara obat yang satu dengan lainnya dikonsumsi secara bersamaan yang mengakibat terjadinya perubahan efek/khasiat obat tersebut sendiri. Interaksi obat juga dapat terjadi antara satu obat dengan makanan atau minuman tertentu. Pemberian obat-obatan yang berlebihan atau lebih dikenal sebagai polifarmasi sudah menjadi salah satu Drug Related Problems (DRPs) yang sering menimbulkan DDIs dan Adverse Drug Reaction (ADRs).

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran interaksi obat pada pasien rawat jalan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik selama kurun waktu 1-31 Maret 2019. Metode : Penelitian ini dilaksanakan secara deskriptif. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif.

Sampel diambil berupa resep yang masuk ke instalasi farmasi RSUP HAM yang berasal dari instalasi rawat jalan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dari setiap bulannya selama kurun waktu Maret 2019. Data yang diambil berupa nama dan jenis obat dalam tiap resep serta asal departemen yang mengeluarkan resep tersebut. Jenis interaksi dan derajat interaksi obat dinilai berdasarkan database dari Medscape Drug Interaction Checker, RxList Drug Interaction Checker, drugs.com Drug Interaction Checker, WebMD Drug Interaction Checker. Hasil : Dari 400 pasien rawat jalan di RSUP HAM periode 1-31 Maret 2019, sebanyak 258 (64.5%) pasien menerima resep obat yang tidak berinteraksi, 17 (4.3%) pasien menerima resep obat yang berinteraksi minor, 97 (24.3%) pasien menerima resep obat yang berinteraksi moderate, 28 (7%) pasien menerima resep obat yang berinteraksi severe. Terdapat hubungan antara derajat polifarmasi dengan tingkat keparahan interaksi obat (r = 0.569) dan signifikansi sebesar p value

< 0.001. Saran : Disarankan kepada dokter-dokter yang menulis resep untuk selalu memerhatikan kemungkinan interaksi obat dengan obat pada setiap resep yang dituliskan untuk pasien- pasiennya.

Kata Kunci : Polifarmasi, Interaksi Obat, Drug-Drugs Interaction

(13)

ABSTRACT

Drug-Drugs Interaction (DDIs) is a condition when a drug is being consumed simultaneously with another drug which might resulted in changes in effect / efficacy of the drug itself. Drug-drugs interaction might occures when a drug is consumed with certain food or drink concurrently.

Excessive administration of drugs, which also known as polypharmacy, has become one of Drug Related Problems (DRPs) that often causes DDIs and Adverse Drug Reaction (ADRs). Purpose : The study aimed to describe DDIs which happened to outpatients of Adam Malik General Hospital during the period of 1st - 31st March 2019. Method : The study was conducted descriptively. Data were collected retrospectively. Samples were taken in the form of drug prescriptions that were released Pharmacy Installation of Adam Malik General Hospital for the outpatients. The sampling were randomized during the period of 1st - 31st March 2019. The data were taken in the form of names, types of drug and list of departments which issued the prescription. Type and severity of the interaction were assessed based on database from Medscape Drug Interaction Checker, RxList Drug Interaction Checker, drugs.com Drugs Interaction Checker and WebMD Drug Interaction Checker. Result : As 400 outpatients of Adam Malik General Hospital during the period of 1st to 31st March 2019, 96 (24%) patients were prescribed one type of drug, there were no interaction to be found. Among 213 (53.25%) patients were prescribed minor polypharmacy prescription, no interaction was found in 143(35.75%) patients, 10 (4%) patients encountered minor drug interaction, 52 (13%) patients encountered moderate drug interaction, and 8 (2%) patients suffered severe drug interaction. Among 76 (19%) patients were prescribed major polypharmacy prescription, 16 (4%) patients didn’t encounter drug interaction, 6 (1.5%) suffered minor drug interaction, 40 (10%) patients suffered moderate drug interaction, and 14 (3.5%) patients suffered severe drug interaction. As there were 15 (3.75%) patients prescribed hyperpolypharmacy prescription, 3 (0.75%) patients didn’t encounter drug interaction, 1 (0.25%) patient suffered minor drug interaction, 5 (1.25%) patients suffered moderate drug interaction and 6 (1.5%) patients suffered severe drug interaction.Conclusion. There is proven significance between degree of polypharmacy and severity of drug interaction (r=0.569) and significancy p value < 0.001.

Conclusion: It is recommended for doctors who write prescriptions to always pay attention to the possibility of drug interactions with drugs in every prescription written for their patients.

Keywords : Polypharmacy, Drug-Drugs Interaction

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu kejadian atau situasi yang melibatkan terapi farmakologi yang dapat atau mungkin mengganggu hasil yang diharapkan dari terapi tersebut (Zuidlaren, 2006). Salah satu DRPs dapat ditimbulkan oleh Drug-Drugs Interaction (DDIs).

DDIs merupakan perubahan efek obat terhadap tubuh ketika obat tersebut dikonsumsi bersamaan dengan obat lainnya. DDIs dapat menghambat, mengurangi atau meningkatkan absorpsi salah satu obat-obatan tersebut sehingga dapat mengurangi atau meningkatkan aksi dari salah satu obat atau kedua obat- obatan tersebut atau mengakibatkan efek yang berlawanan(Merle et al., 2007).

Upaya pencegahan terjadinya DDIs memerlukan ketelitian dari dokter, perawat dan tenaga kerja farmasi untuk mengamati kemungkinan terjadinya DDIs pada obat-obatan yang diresepkan. Informasi mengenai potensi dan signifikansi interaksi obat dapat didapatkan dari artikel ilmiah dan buku-buku ilmiah farmakologi dan farmasi. Informasi-informasi tersebut juga dapat diakses secara online di situs-situs jurnal ilmiah seperti Medscape yang juga menyediakan aplikasi di berbagai platform gadget (Hendera et al., 2019).

Pasien yang memiliki risiko tinggi untuk mengalami DDIs adalah pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia yang dimaksud adalah pasien berusia 60 tahun ke atas yang memiliki kondisi kronis seperti gagal ginjal kronik, hipertensi, diabetes melitus, dan mengonsumsi lebih dari 3 obat-obatan memiliki angka prevalensi terjadinya DDIs sebesesar 44% (Maindoka et al., 2017).

Situasi ini makin parah dengan adanya sebagian pasien melakukan doctor shopping dengan mengunjungi beberapa dokter untuk mendapatkan second opinion, akan tetapi dokter yang dikunjungi tidak mengetahui bahwa pasien sebelumnya sudah diresepkan oleh dokter lainnya sehingga pasien diresepkan

(15)

2

obat-obatan yang terlalu beragam, sehingga meningkatnya angka terjadinya DDIs (Biernikiewicz et al., 2019).

Penelitian serupa pernah dilakukan di RSUP HAM pada pasien lanjut usia di instalasi rawat inap RSUP HAM yang memiliki penyakit metabolik oleh Eva Sartika Dasopang. Pada penelitian ini, analisis tingkat interaksi obat akan difokuskan pada pasien rawat jalan RSUP HAM.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah “Bagaimana profil peresepan polifarmasi dan interaksi obat di instalasi rawat jalan RSUP HAM”

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat interaksi obat yang terjadi pada pasien rawat jalan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui persentase peresepan polifarmasi di instalasi rawat jalan 2. Mengetahui derajat polifarmasi pada resep di instalasi rawat jalan Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

3. Mengetahui mekanisme interaksi obat pada resep di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

4. Mengetahui tingkat keparahan interaksi obat pada resep di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

5. Mengetahui hubungan antara derajat polifarmasi dengan tingkat keparahan interaksi obat pada resep di instalasi rawat jalan jalan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

(16)

3

1.4. MANFAAT PENELITIAN 1.4.1. Bagi Peneliti

Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai pola interaksi obat dan tingkat interaksi obat terhadap pasien yang diresepkan polifarmasi di RSUP HAM.

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan referensi dalam menganalisis interaksi obat pada pasien yang diresepkan polifarmasi untuk penelitian selanjutnya.

1.4.3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diterima di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. INTERAKSI OBAT

2.1.1 Definisi Interaksi Obat dengan Obat ( DDIs )

Interaksi obat dengan obat atau dikenal sebagai Drug-Drugs Interaction merupakan situasi dimana terjadinya interaksi antara obat yang satu dengan lainnya dikonsumsi secara bersamaan yang mengakibat terjadinya perubahan efek/khasiat obat tersebut sendiri. Interaksi obat dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu duplikasi, oposisi dan alterasi (Hussar, 2007).

Duplikasi dalam konteks interaksi obat adalah adanya pemberian atau penggunaan dua atau lebih obat untuk indikasi yang sama meskipun tidak atau belum diperlukannya kombinasi. Oposisi dalam interaksi obat dapat dikategorikan sebagai oposisi ketika dua obat yang memiliki efek yang berlawanan diberikan secara bersamaan mengakibatkan menurunnya efektivitas salah satu atau kedua obat tersebut. Alterasi dalam interaksi obat didefinisikan sebagai kondisi dimana suatu obat mengalami perubahan fungsi atau performa absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi suatu obat akibat obat yang lain (Sari, 2012).

Tingkat keparahan dari suatu interaksi obat dengan obat dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu ringan (minor), sedang (moderate) dan berat (severe). Suatu interaksi obat dapat dikategorikan sebagai minor apabila interaksi obat yang terjadi tidak menimbulkan komplikasi berat. Jika interaksi obat yang terjadi menyebabkan kondisi klinis yang membutuhkan pengawasan ataupun perawatan yang lebih ekstensif sehingga pasien lebih lama tinggal di rumah sakit, maka digolongkan sebagai kategori moderate. Interaksi obat dikategorikan severe apabila interaksi obat tersebut mengakibatkan kondisi klinis yang mengancam nyawa pasien dan kerusakan atau kecacatan mungkin terjadi pada pasien (Dasopang et al., 2015).

(18)

5

Menurut Feinstein, Interaksi minor adalah interaksi yang masih dalam tolerir karena jika ditemukan dalam lembar resep maka dalam terapi tidak diperlukan adanya perubahan, sedangkan interaksi moderate adalah interaksi yang mungkin terjadi dalam terapi dan memerlukan perhatian medis, dan pengertian dari interaksi mayor adalah interaksi antar obat yang dapat menimbulkan konsekuensi klinis hingga kematian (Feistein et al, 2014)

Adapun beberapa klasifikasi interaksi obat-obatan berdasarkan efek interaksi obat-obatan tersebut yaitu sinergisme, antagonism, dan idiosyncratic drug reaction (IDRs). Efek sinergisme terjadi apabila kombinasi obat yang berbeda yang mengakibatkan dosis yang berlebihan sehingga menambah efek obat tersebut. Contohnya, trimetoprim-sulfametoksazol dengan phenetyl- isothiocyanate merupakan subtrat inhibitor kompetitif enzim CYP2C9. Jika interaksi obat ini tidak diperhatikan dengan baik dan sewaktu-waktu pasien mengonsumsi warfarin dapat mengancam nyawa pasien (Katzung, 2012). Efek antagonisme adalah kondisi dimana kombinasi obat yang memiliki efek yang berlawanan dikonsumsi secara bersamaan menurunkan efektivitas salah satu atau kedua obat-obatan tersebut (Roberts et al., 2018). Efek idiosyncratic drug reaction adalah suatu istilah untuk menjelaskan adverse drug reactions yang tidak terjadi pada pasien lainnya, akan tetapi terjadi ADRs pada pasien tertentu sehingga pasien tersebut mungkin mengalami kecacatan atau kerusakan jaringan (Uetrecht, 2013). Contohnya, meperidine dan monoamine oksidase inhibitor yang dapat menimbulkan instabilitas otonom, rasa cemas, koma, kejang-kejang, dan kematian. Tingkat keparahan DDIs yang terjadi pada contoh di atas adalah kategori major. (Rahman, 2013).

Interaksi obat dengan obat dapat dianggap menguntungkan secara klinik demi meningkatkan efektivitas obat tertentu dan ada kalanya merugikan juga seperti menurunkan efektivitas obat, mengakibatkan efek samping tambahan, atau mengakibatkan toksisitas. Interaksi obat dengan obat dapat dianalisis dari cara kerjanya yaitu secara farmakodinamika dan farmakokinetika.

(19)

6

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadi DDIs : 1. Polifarmasi

Polifarmasi sering terjadi pada pasien lanjut usia dengan beberapa kondisi klinis kronis sehingga dokter meresepkan lebih dari satu obat-obatan dalam menjalankan terapi farmakologi terhadap pasien(Listyanti et al., 2019).

2. Doctor shopping

Doctor shopping dapat terjadi ketika pasien membutuhkan reassurance mengenai kondisi klinis pasien itu sendiri sehingga pasien bekonsultasi dengan dokter lain untuk mendapatkan second opinion tanpa memberitahukan kepada dokter tersebut bahwa pasien tersebut sudah berkonsultasi dengan dokter sebelumnya.

3. Polifarmasi irasional

Pasien memiliki akses obat bebas yang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi bersamaan dengan obat yang diresepkan dokter, sehingga interaksi obat terjadi tanpa disadari oleh pasien sendiri.

4. Pasien tidak mengikuti anjuran dokter

Terkadang ada obat tertentu yang tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau minuman tertentu. Misalnya pasien mengonsumsi alkohol

dan paracetamol (acetaminophen) dalam waktu dekat atau bersamaan dapat mengakibatkan kondisi klinis yang cukup fatal seperti sindrom alkohol-acetaminophen (Lukasik-Glebocka et al., 2002).

2.1.2. Mekanisme Interaksi Obat

Mekanisme interaksi obat dapat ditinjau dari dua aspek farmakologis yaitu dari interaksi farmakodinamika dan farmakokinetik. Farmakokinetik adalah suatu disiplin ilmu dalam farmakologi yang menganalisis bagaimana organisme mempengaruhi suatu obat baik dari proses absorpsi, distribusi, metabolism, dan ekskresi obat dan metabolitnya.

(20)

7

Farmakodinamik adalah pengajian kuantitatif mengenai bagaimana obat mempengaruhi tubuh suatu organisme secara biokimiawi dan fisiologis (Ratnadi, 2017). Interaksi farmakokinetika dapat dikelompokkan melalui empat proses utama yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan eksresi.

a. Absorpsi

Absorpsi merupakan proses pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat- tempat tertentu dalam organ dalam ke dalam aliran darah (Je, 2019). Kecepatan absorpsi obat bergantung pada bentuk dan cara pemberian obat serta sifat fisik kimia. Misalnya pemberian obat di bawah lidah untuk obat yang sangat larut dalam lemak. Karena luas permukaan absorpsi obat yang kecil, dibutuhkan obat yang mudah larut dan cepat diabsorpsi, misalnya nitrogliserin karena darah dari mulut langsung ke vena cava superior dan tidak melalui vena porta, obat yang diberikan secara sublingual tidak akan melewati metabolisme lintas pertama oleh hati. Absorpsi sebagian besar obat diserap secara difusi pasif, membran sel epitel saluran cerna bertindak sebagai barrier absorpsi, yang seperti halnya semua membran sel di tubuh kita yang merupakan lipid bilayer. Agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus mempunyai kelarutan lemak (setelah terlebih dahulu larut dalam air). Kecepatan difusi berbanding lurus dengan derajat kelarutan lemak molekul obat (Gunawan et al., 2012).

b. Distribusi

Distribusi obat ke seluruh tubuh terjadi saat obat mencapai sirkulasi untuk masuk ke jaringan untuk bekerja (Neal,2006). Distribusi obat dibedakan atas dua fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, dan otak. Selanjutnya distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencangkup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ yang disebutkan di atas misalnya otot, visera, kulit dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama (Gunawan et al., 2012).

(21)

8

c. Metabolisme

Metabolisme obat sebagian besar terjadi di membran retikulum endoplasma dan sitosol hati. Metabolisme ekstra-hepatik terjadi di dinding usus, lumen kolon, ginjal, paru-paru, darah dan otak. Metabolisme obat bertujuan untuk mengubah obat yang non-polar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu. Obat yang semulanya aktif setelah dimetabolisme menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (prodrug), kurang aktif atau menjadi toksik.

Reaksi metabolisme melalui dua fase yaitu reaksi fase I yang terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah obat menjadi lebih polar yang mengakibatkan obat menjadi inaktif, lebih aktif, atau kurang aktif, sedangkan reaksi fase II merupakan reaksi konjugasi dengan substrat endogen seperti asam glukuronat, asam sulfat, asam asetat atau asam amino yang mengakibatkan obat menjadi sangat polar sehingga obat hampir selalu tidak aktif. Obat dapat mengalami reaksi fase I saja atau reaksi fase II saja atau reaksi fase I diikuti dengan reaksi fase II.

Reaksi metabolisme yang paling penting pada reaksi fase I adalah oksidasi oleh enzim sitokrom P450 (CYP) dalam retikulum endoplasma di hati.

Ada sekitar 50 jenis isoenzim CYP yang aktif pada manusia tetapi hanya beberapa yang esensial dalam metabolisme obat yaitu :

- CYP3A4/5(~30% dari total CYP dalam hati) memetabolisme ~50% obat - CYP2D6(~2-4% dari total CYP dalam hati), pertama kali dikenal sebagai

debrisoquine hydroxylase dan memetabolisme 15-20% obat

- CYP2C(~20% dari total CYP dalam hati) yang memetabolisme ~15% obat - CYP1A1/2(~12-13% dari total CYP dalam hati) dulu dikenal sebagai

CYP488 dan memetabolisme ~5% obat

- CYP2E1 (~6-7% dari total CYP dalam hati) memetabolisme ~2% obat Reaksi fase II yang terpenting adalah glukuronidasi melalui enzim UDP-glukuronil-transferase (UGT) yang terjadi di dalam mikrosom hati, usus halus, ginjal, paru-paru dan kulit. Reaksi asetilasi, sulfasi, konjugasi

(22)

9

lnhibisi enzim metabolisme terjadi secara langsung mengakibatkan peningkatan kadar obat yang menjadi substrat dari enzim yang diinhibisi juga terjadi secara langsung. Penurunan dosis obat yang bersangkutan atau bahkan tidak boleh diberikan bersama kontraindikasi jika dapat mematikan.

Inhibisi dapat bersifat kompetitif (karena merupakan substrat dari enzim yang sama) dan nonkompetitif (bukan substrat dari enzim yang bersangkutan atau ikatannya irreversible).

CYP3A4/5 merupakan CYP yang paling banyak ditemukan di hati dan usus halus dan berperan sangat penting dalam metabolisme dan eliminasi klintas pertama berbagai obat. Induksi dan inhibisi dari CYP3A4/5 berdampak besar dalam menurunkan atau meningkatkan efek dari banyak obat akibat penurunan atau peningkatan bioavailabilitas dan kadarnya dalam darah.

Sebagai contoh, terfenadin, astemizol, dan cisaprid (substrat CYP3A4/5) dikontraindikasikan dengan ketokonazol, itrakonazol, eritromisin dan klaritromisin (inhibitor CYP3A4/5). Substrat CYP3A4/5 jika diinhibisi oleh inhibitor yang disebutkan di atas dapat mengakibatkan perpanjangan interval QT pada elektrokardiogram (EKG) (Gunawan et al., 2012).

d. Ekskresi

Obat diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya.

Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus (Anief, 2007) . Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% tahun (Aslam et al.,2003).

Filtrasi glomerus menghasilkan ultraflltrat, yakni plasma minus protein yang akan diekskresikan sebagai ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam darah. Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter membran P-glikoproteinvdan MRP (multidrug-resistance protein) yang terdapat di membran sel epitel dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konjugat (mis.

(23)

10

kation organik dan zat netral (Gunawan et al., 2012). Interaksi farmakodinamika terjadi ketika suatu obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan mekanisme kerja obat. Respon obat dapat menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder atau kedua-duanya. Efek primer adalah efek yang diinginkan dan efek sekunder bisa diinginkan atau tidak di inginkan. Salah satu contoh dari obat dengan efek primer dan sekunder adalah difenhidramin (antihistamin). Efek primer dari difenhidramin adalah untuk mengatasi gejala-gejala alergi dan efek sekundernya adalah penekanan susunan sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan rasa kantuk. Efek sekunder ini tidak diinginkan jika pemakai obat sedang mengendarai mobil atau beraktivitas lain, tetapi pada saat tidur, efek ini menjadi diinginkan karena menimbulkan sedasi ringan (Putri, 2020).

2.1.3. Interaksi Obat dengan Penyakit

Interaksi obat dengan penyakit terjadi apabila suatu obat yang diresepkan seharusnya mengobati suatu penyakit, tetapi membuat penyakit tersebut menjadi semakin parah. Salah satu penyakit dengan nilai insidensi yang tinggi untuk terjadinya interaksi obat dengan penyakit adalah Chronic Kidney Disorder (CKD) atau lebih dikenal sebagai Gagal Ginjal Kronis (GGK). CKD selalu diikuti dengan komplikasi lainnya seperti penyakit kardiovaskular misalnya hipertensi, gagal jantung, dan stroke (Pasangka et.al.,2017). Peresepan polifarmasi merupakan suatu hal yang sangat lazim dalam penanganan CKD.

Beberapa penelitian dalam sub-Sahara Afrika telah meneliti prevalensi CKD padaorang berisiko tinggi, termasuk orang-orang dengan diabetes dan hipertensi.

Di Tanzania, prevalensi 84% pada pasien rawat jalan dewasa penderita CKD dengan diabetes, prevalensi CKD dari 47% di antara pasien Ghana, terutama dari wilayah Greater Accra, disertai hipertensi. Selain itu, tercatat 44% prevalensi pada pasien dengan hipertensi, 39% pada mereka dengan diabetes, 16% pada orang dengan obesitas dan 12% pada mereka yang memiliki Human Immuno- deficiency Virus (HIV) atau memperoleh Acquired Immuno-deficiency Syndrome (AIDS).

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa CKD dapat terjadi karena komplikasi walaupun sebagai komplikasi dari penyakit lainnya (Rivandi, et.al.,

(24)

11

2015). Riwayat penggunaan obat analgetika dan Obat Anti Inflamatori Non Steroid (OAINS) secara statistik ada hubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik serta faktor risiko penggunaan obat analgetika dan OAINS lebih kecil dibandingkan faktor risiko yang lain pada pasien hemodialisis (Pranandari, 2011).

OAINS dan obat analgesic menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin PGE2 dan PGI1 merupakan vasodilator kuat yang masing–masing disintesis dalam medulla ginjal dan glomerolus,dan terlibat dalam pengendalian aliran darah ginjal serta ekskresi garam dan air. Inhibisi sintesis prostaglandin ginjal dapat menyebabkan retensi natrium, penurunan aliran darah ginjal, dan gagal ginjal terutama pada pasien dengan kondisi yang berhubungan dengan pelepasan katekolamin, vasokonstriktor, dan angiotensin II (Lilia, 2020).

Berdasarkan data yang didapatkan dari penelitian di Tanzania, rata-rata seorang pasien CKD diresepkan 6-8 obat-obatan. Derajat keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh fungsi ginjal pasien. Derajat interaksi ringan pada pasien CKD dengan fungsi ginjal yang kompeten dapat berakibat fatal dan membahayakan nyawa pasien CKD dengan nilai Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) di bawah 15 (Mikomangwa et al., 2020). Contoh DDIs dengan derajat keparahan severe salah satunya adalah penggunaan amlopidin dan simvastastin dapat berinteraksi menyebabkan efek rhabdomyolisis (Pasangka et al., 2017).

Aktivitas dari beberapa enzim CYP450 (misalnya CYP1A2, CYP3A4, CYP2C19, CYP2C9) dapat diinhibisi oleh kondisi penyakit yang dikarakterisasi dengan infeksi atau inflamasi. Kondisi klinis ini dapat meningkatkan konsentransi sitokin dalam respon melawan infeksi, trauma, iskemia, immune-activated T-Cell dan toksin. Selama sistem imun tubuh aktif, metabolisme obat berkurang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi sitokin (Horn et al., 2015).

Berdasarkan hasil observasi klinis yang dilakukan pada tahun 2008 di Departemen Gawat Darurat Rumah Sakit Daerah Constanta di Romania, simvastatin yang diberikan 20 mg/hari memiliki efek anti inflamasi pada pasien reumatoid athritis dan peningkatan konsentrasi plasma simvastatin. Inhibisi dari aktivitas CYP3A4 oleh sitokin berkemungkinan untuk meningkatkan konsentrasi plasma simvastastin jika sebelumnya diberikan terapi farmakologis berupa tocilizumab (Cojocaru et al., 2013).

(25)

12

2.1.4. Interaksi Obat Dengan Makanan

Obat dapat berinteraksi dengan zat tertentu yang dapat meningkatkan, menurunkan atau menghasilkan efek yang tidak diharapkan dalam suatu terapi farmakologis. Interaksi ini terjadi diakibatkan oleh ketidaksengajaan, kurangnya pengetahuan mengenai zat aktif yang terlibat dalam interaksi tersebut. Interaksi obat ketika dikonsumsi dengan makanan atau minuman tertentu dapat mempengaruhi obat secara farmakokinetik, maupun farmakodinamik.

Beberapa interaksi obat dengan makanan dapat menguntungkan pasien, akan tetapi interaksi cenderung mengakibatkan ADRs yang merugikan pasien (Bushra et al., 2011).

Sebagai contoh, mengonsumsi obat monoamine oksidase inhibitor (MAOI) dengan makanan yang mengandung thyramine seperti coklat, keju, dan daging ikan mengakibatkan inhibisi monoamine oksidase mengakibatkan naiknya kadar monoamine seperti epineferin, norepinefrin, dopamin, dan serotonin yang merupakan substrat dari enzim monoamine oksidase, sehingga dapat mengakibatkan hipertensi, takikardi, hiperthermia dan mual (Garcia et al., 2019).

2.1.5. Interaksi Obat dengan Herbal

Pemakaian tanaman dalam bentuk alami, dan belum di proses untuk kepentingan medis dimulai sejak manusia mulai mengamati adanya tanaman tertentu yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi fungsi tubuh.

Pemeriksaan yang adekuat terhadap kemungkinan interaksi obat diperlukan karena tanaman mengandung ratusan bahan aktif dan inaktif. Penelitian tentang interaksi obat akan sulit dan mahal jika bahan-bahan tersebut dikombinasikan dengan obat lain. Hal ini dapat menimbulkan risiko signifikan bagi pasien (Katzung, 2012).

Obat-obatan yang cenderung lebih mudah untuk berinteraksi dengan obat herbal atau bahan herbal biasanya memiliki indeks terapeutik yang sempit, seperti warfarin, cyclosporin, takrolimus, amitriptilin, midazolam, indinavir, and irinotecan. Kebanyakan obat-obatan tersebut merupakan substrat enzim CYP450 dan atau P-gp. Bahan herbal yang diketahui dapat berinteraksi dengan obat-obatan

(26)

13

adalah bawang putih (Allium sativum), jahe (Zingiber officinale), gingko (Gingko biloba), ginseng (Panax ginseng) dan St. John’s wort (Hypericum perforatum) (Chen et al.,2011). Sebagai contoh, Panax quinquefolium (subspecies ginseng) memiliki efek farmakologik yang cukup banyak, salah satunya adalah efek antitrombosit yang memiliki efek antagonis dengan warfarin (Katzung, 2012).

2.2 POLIFARMASI

Kata polifarmasi berasal dari Bahasa Yunani “poly” yang berarti lebih dari satu dan “pharmacy” yang diturunkan dari Bahasa Yunani “pharmacon” yang berarti zat obat-obatan (Maher et al., 2014). Maka dari itu, polifarmasi dapat diartikan sebagai peresepan beberapa jenis obat-obatan sehingga terjadinya interaksi obat yang dapat merugikan pasien. Kerugian yang dimaksud adalah ADRs, mortalitas, bertambahnya rawat inap di rumah sakit, dan kembalinya pasien dirawat di rumah sakit setelah dipulangkan dalam jangka waktu yang pendek (Mashnoon et al., 2017).

Berdasarkan hasil observasi pada rumah sakit tersier di Trinidad dan di Tobago, dari 649 pasien yang mengalami DDIs, 244 pasien (37,6%) diresepkan lebih dari 2 obat-obatan dimana 90 orang dalam kelompok umur 18 – 64 tahun dam 154 orang dalam kelompok umur di atas 64 tahun (Dookeram et al., 2017).

(27)

14

2.3 KERANGKA TEORI

Berdasarkan teori dan penelitian yang ada maka dapat digambarkan kerangka teori sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Teori

2.4 KERANGKA KONSEP

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Pasien Instalasi Rawat Jalan

Penyakit/keluhan multipel

Peresepan Polifarmasi

Interaksi Obat

Efek yang tidakdiharapkan

Tingkat Keparahan Interaksi Derajat Polifarmasi

Variabel Dependen Variabel Independen

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional dengan pendekatan retrospektif.

3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan mulai dari 1 Juli 2020 sampai 30 Oktober 2020.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah data resep dari pasien rawat jalan yang dilayani oleh instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada kurun waktu 1 Maret 2019 - 31 Maret 2019. Dari hasil survey pendahuluan diperoleh informasi bahwa jumlah resep yang masuk ke instalasi farmasi RSUP HAM dari poliklinik per bulannya rata-rata sebanyak 8000 resep.

Dengan demkian diperkirakan jumlah populasi pada penelitian ini adalah 96.000 resep.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah dihitung dengan rumus Slovin oleh karena total populasi dapat diketahui. Pengambilan sampel dilakukan secara random.

Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

n = N 1 + N (d2)

(29)

16

Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi

d = presisi (margin of error dalam memperkirakan proporsi misalnya 5% (0.05 ))

Berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 398 resep. Jumlah sampel ini dibulatkan menjadi 400 resep.

3.4 KRITERIA SAMPEL 3.4.1 Kriteria Inklusi

Seluruh resep obat yang dikeluarkan instalasi farmasi untuk pasien instalasi rawat jalan RSUP HAM.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Resep obat yang tidak diresepkan terapi farmakologis seperti cairan intravena.

3.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data diperoleh dari instalasi farmasi RS HAM yang meliputi resep dari pasien rawat jalan yang dilayani dari tanggal 1 Maret 2019-31 Maret 2019. Jenis data yang dikumpulkan meliputi nama obat, jenis/golongan obat dan poliklinik yang meresepkan obat tersebut.

Setelah mendapatkan ethical clearance, pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada unit Diklit RS HAM

2. Mengakses data resep di instalasi farmasi RS HAM

3. Melakukan pengacakan (randomisasi) nomor urut resep yang dilayani dari poliklinik rawat jalan dengan menggunakan Research Randomizer

(https://www.randomizer.org/)

4. Melakukan analisis terhadap interaksi obat yang terjadi dengan menggunakan database Drug Interaction Checker dari Medscape,

n =

N

1 + 96000 (0,052)

(30)

17

3.6 PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 3.6.1 Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul, sebelum dianalisis terlebih dahulu dilakukan hal- hal sebagai berikut :

1. Editing

a. Pengklasifikasian resep berdasarkan dari poliklinik asal resep

b. Pengklasifikasian jumlah obat dan jenis obat yang memiliki potensi interaksi dari daftar obat terakhir yang diperoleh pasien. Jenis dan tingkat signifikansi interaksi yang terjadi dinilai dengan menggunakan Drug Interaction Checker (https://www.webmd.com/interaction- checker/default.htm) dan kemudian ditabulasi sesuai dengan klasifikasi tingkat signifikansi yang telah ditentukan.

2. Entry data

Merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam komputer untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program komputer.

3. Tabulating

Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan di data untuk disajikan dan dianalisis.

3.6.2 Analisis Data

Penelitian ini adalah studi deskriptif dimana data akan ditampilkan dalam bentuk tabel, diagram pie atau diagram batang dengan menggunakan software.

Analisis data dapat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel yang dilakukan dengan metode analisis nonparametric (Spearmann Correlation).

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) for Windows.

(31)

18

3.7 DEFINISI OPERASIONAL Variabel pada penelitian ini adalah :

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur

Hasil Ukur Nama Obat Nama Generik dari

obat yang ditulis dalam resep

Analisis obat menggunakan database Medscape atau database lainnya

Analisis data menggunakan Drug Interaction Checker atau database lainnya.

Nominal Nama Generik Obat

Jenis atau Golongan Obat

Penggolongan obat berdasarkan khasiat atau mekanisme

Analisis obat menggunakan database Medscape atau database lainnya

Analisis data menggunakan Drug Interaction Checker atau database lainnya.

Nominal Klasifikasi Golongan Obat menurut IONI misalnya,

antihipertensi Beta Blocker, Calcium Channel Blocker, dll Polifarmasi Jumlah obat yang

diresepkan lebih dari 2 obat

Pengambilan data rekam medik

Menggolongkan resep sesuai dengan jumlah obat di dalamnya

Interval 1.Polifarmasi minor(2-4 jenis obat dalam satu resep) 2.Polifarmasi mayor(5-9 jenis obat dalam satu resep) 3.Hiperpolifarmasi (≥10 jenis obat dalam satu resep) Jenis

Interaksi Obat

Penggolongan interaksi obat berdasarkan tahap dimana terjadinya interaksi tersebut 1. Farmakosetik 2. Farmakodinamik 3. Farmakokinetik

Pengambilan data rekam medik

Analisis data menggunakan Drug Interaction Checker atau database lainnya.

Nominal 1.Farmakosetika 2.Farmakodinamik 3.Farmakokinetik

Tingkat Keparahan Interaksi

Tingkat keparahan interaksi obat dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok ringan (minor), kelompok sedang (moderate) dan berat(severe)

Pengambilan data rekam medik

Analisis data menggunakan Drug Interaction Checker atau database lainnya.

Ordinal 1.Ringan(minor):

interaksi yang memiliki signifikansi klinis yang rendah 2.Sedang(moderat):

interaksi yang memiliki signifikansi klinis yang rendah dibandingkan dengan interaksi berat (severe) dan membutuhkan pengawasan (closely-monitored) 3,Berat(severe):

memiliki potensi klinis yang berbahaya dan serius

(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang beralamat di Jl. Bunga Lau No.17, Medan.

4.2. DESKRIPSI KARAKTERISTIK SAMPEL

Sampel pada penelitian ini merupakan data instalasi farmasi RS HAM yang meliputi resep dari pasien rawat jalan yang dilayani dari tanggal 1-31 Maret 2019 sebanyak 400 resep obat. Jenis data yang dikumpulkan meliputi nama obat, jenis/golongan obat dan poliklinik yang meresepkan obat tersebu, pengambilan sampel dilakukan dengan Research Randomizer. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah seluruh resep obat yang menggunakan terapi farmakologis pada pasien instalasi rawat jalan RSUP HAM , sementara kriteria eksklusi yang digunakan adalah resep obat yang tidak menggunakan terapi farmakologis.

4.3 ANALISIS UNIVARIAT

4.3.1 Distribusi Frekuensi Derajat Polifarmasi

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Derajat Polifarmasi

No Derajat Polifarmasi Frekuensi Persentase (%)

1 Non Polifarmasi ( N=1) 96 24.0

2 Polifarmasi Minor (1<N<5) 213 53.3

3 Polifarmasi Mayor(4<N<10) 76 19.0

4 Hiperpolifarmasi(N>9) 15 3.8

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat resep obat non-polifarmasi ditemukan sebanyak 96 (24%) resep obat, resep obat polifarmasi minor sebanyak 213 (53.3%) resep obat. Resep obat polifarmasi mayor sebanyak 76 (19%) resep obat.

Resep obat hiperpolifarmasi sebanyak 15 (3.8%) resep obat. Kecenderungan ini sesuai dengan penelitian serupa yang dilaksanakan pada tahun 2015 oleh Eva Dasopang dengan sampel polifarmasi minor mencakup 56.3% dari total sampel (Dasopang et al., 2015).

(33)

20

4.3.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Interaksi Obat

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Interaksi Obat

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat resep obat yang mengalami interaksi obat sebanyak 35.5% dari sampel yaitu 142 resep obat, dimana resep obat yang berinteraksi minor sebesar 4.3% dari sampel yaitu 17 resep obat. Resep obat yang berinteraksi moderate sebanyak 24.3% dari sampel yaitu 97 resep obat. Resep obat yang berinteraksi severe sebanyak 7% dari sampel yaitu 28 resep obat.

4.4 ANALISIS BIVARIAT

4.4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Keparahan Interaksi Obat dengan Derajat Polifarmasi

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Keparahan Interaksi Obat Dengan Derajat Polifarmasi

Derajat Polifarmasi

Tingkat Interaksi

No Interaction Minor Moderate Severe

Non Polifarmasi 96 0 0 0

Polifarmasi Minor 143 10 52 8

Polifarmasi Mayor 16 6 40 14

Hiperpolifarmasi 3 1 5 6

Berdasarkan tabel di atas, dari 400 sampel resep obat, didapati 96 resep yang hanya meresepkan satu jenis obat sehingga tidak ada terjadi interaksi. Pada 213 sampel yang diresepkan polifarmasi minor, 143 resep tidak terjadi interaksi obat dengan obat, 10 resep terjadi interaksi obat dengan obat minor, 52 resep terjadi interaksi obat dengan obat moderate, dan 8 di antaranya terjadi interaksi obat severe. Polifarmasi mayor terjadi sebanyak 76 sampel. Ada 16 resep dimana tidak

Tingkat Interaksi Obat Frekuensi Persentase

No Interaction 258 64.5

Minor 17 4.3

Moderate 97 24.3

Severe 28 7.0

Total 400 100.0

(34)

21

terjadi interaksi obat dengan obat, 6 resep terjadi interaksi obat dengan obat minor, 40 resep terjadi interaksi obat dengan obat moderate, dan 14 resep terjadi interaksi obat dengan obat severe. Sedangkan pada sampel yang diresepkan hiperpolifarmasi yang berjumlah 15 resep, 3 diantaranya tidak mengalami interaksi obat dengan obat. Terdapat 1 resep obat hiperpolifarmasi yang terjadi interaksi obat dengan obat minor, 5 resep obat terjadi interaksi obat dengan obat moderate, dan 6 resep obat terjadi interaksi obat dengan obat severe.

4.4.2 Uji Korelasi Spearman Tingkat Keparahan Interaksi Obat dengan Derajat Polifarmasi

Tabel 4.4 Uji Korelasi Tingkat Keparahan Interaksi Obat dengan Derajat Polifarmasi

Spearman's rho Derajat_Polifarmasi

Tingkat Interaksi

Koefisien Korelasi (r) .569**

Signifikansi (p) .000

N 400

Grafik 4.1 Diagram Batang Derajat Polifarmasi dengan Tingkat Interaksi Obat

Berdasarkan tabel korelasi di atas, nilai p<0.001 yang berarti adanya hubungan yang signifikan antara derajat polifarmasi dengan tingkat keparahan interaksi obat. Nilai r=0.569 yang berarti adanya hubungan kuat antara tingkat interaksi obat dengan derajat polifarmasi. Berikut tabel analisis kejadian interaksi

(35)

22

4.4.3 Analisis Mekanisme Interaksi Obat

Tabel 4.5 Interaksi Obat dengan Obat Severe yang Terjadi (Drug Interaction Checker, Medscape)

Nifedipin + simvastatin

Nifedipin akan meningkatkan efek simvastatin dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati atau usus. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.

Diltiazem + amlodipine

Diltiazem akan meningkatkan efek atau khasiat amlodipine dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati atau usus. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.

Metilprednisolon + simvastatin

Metilprednisolon akan menurunkan efek atau khasiat simvastatin dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati atau usus.

Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.

Amlodipine + simvastatin

Amlodipine meningkatkan kadar simvastatin yang berpotensi untuk meningkatnya resiko miopati/rhabdomiolisis. Batasi dosis penggunaan simvastatin tidak melebihi 20 mg/ hari ketika digunakan secara

bersamaan.

Rifampin + pyrazinamide

Peningkatan toksisitas kedua obat satu sama lain oleh sinergisme farmakodinamika. Penambahan hepatotokisitas obat. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.

Nifedipin + amlodipin

Nifedipin meningkatkan kadar amlodipin dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati atau usus. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.

Diltiazem + atenolol

Peningkatan toksisitas kedua obat satu sama lain oleh mekanisme interaksi obat yang belum diketahui. Dapat meningkatkan resiko bradikardi. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.

Aspirin + ramipril

Aspirin dan ramipril berinteraksi secara farmakodinamika antagonisme Penggunaan secara bersamaan dapat mengurangi fungsi ginjal yang signifikan. OAINS dapat mengurangi efek antihipertensif dari ACE inhibitors. Mekanisme dari interaksi ini terkait dengan kemampuan OAINS mengurangi sintesis prostaglandin vasodilatasi di ginjal. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.

Karbamazepine + dexametason

Karbamazepin akan mengurangi kadar dexametason dengan

mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati atau usus. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.

Karbamazepin + diazepam

Karbamazepin akan mengurangi efek/khasiat diazepam dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati atau usus. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.

Siklosporin + metilprednisolone

Siklosporin akan meningkatkan efek/khasiat metilprednisolon dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati atau usus. Kejang- kejang dapat terjadi jika metilprednisolon diberikan dosis tinggi. . Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.

Siklosporin + leflunomide

Siklosporin dan leflunomide saling meningkatkan efek immunosupresif sehingga meningkatkan resiko infeksi. Hindari pemakaian atau

pergunakan obat alternatif lainnya..

Allopurinol + warfarin

Allopurinol akan meningkatkan efek/khasiat warfarin dengan

memperlambat metabolisme.obat. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya..

Imatinib + warfarin

Imatinib akan meningkatkan efek/khasiat warfarin dengan

mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati atau usus. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.. Karena warfarin dimetabolisme oleh enzim CYP2C9 dan CYP3A4, pasien yang

mengkonsumsi imatinib yang membutuhkan anti koagulan seharusnya

(36)

23

Valsartan + captopril

Peningkatan toksisitas kedua obat satu sama lain dengan mekanisme farmakodinamika sinergisme. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.. Blokade sistem renin angiotensin meningkatkan resiko hipotensi, hiperkalemia, dan gangguan fungsi ginjal.

Fenofibrate + atorvastatin

Peningkatan toksisitas kedua obat satu sama lain dengan mekanisme farmakodinamika sinergisme. Hindari pemakaian atau pergunakan obat. Fenofibrate dapat meningkatkan lagi resiko rhabdomiolisis ketika ditambahkan ke regimen statin optimal untuk menurunkan trigliserida dan meningkatkan

Fluoxetine + risperidone

Fluoxetine akan meningkatkan kadar/efek risperidone dengan mempengaruhi metabolisme hepatika CYP2D6. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya

Ciprofloxacin + warfarin

Ciprofloxacin akan meningkakan kadar/efek warfarin dengan mempengaruhi metabolisme hepatik CYP1A2. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya. Antibiotik jenis quinolone seperti ciprofloxacin dapat meningkatkan efek anti koagulan warfarin.

Perhatikan INR/prothrombin time dan tingkat toksisitas warfarin.

Diklofenak + ramipril

Diklofenak dan ramipril berinteraksi secara farmakodinamika antagonisme. Penggunaan secara bersamaan dapat mengurangi fungsi ginjal yang signifikan. OAINS dapat mengurangi efek antihipertensif dari ACE inhibitors. Mekanisme dari interaksi ini terkait dengan kemampuan OAINS mengurangi sintesis prostaglandin vasodilatasi di ginjal. Hindari pemakaian atau pergunakan obat alternatif lainnya.

Dari 15 pasien yang mengalami interaksi obat severe, ditemukan interaksi obat severe banyak pada nifedipin dan amlodipine sejumlah 6 resep obat. Interaksi obat antara nifedipin dan simvastatin ditemukan pada 4 resep obat. Pasangan interaksi obat severe berikut ini: rifampin dan pyrazinamide; cyclosporin dan metilprednisolon, ditemukan sebanyak 3 resep obat. Ditemukan 2 pasien diresepkan diltiazem dan amlodipine, dan sisanya ditemukan masing-masing satu di tiap interaksi obat severe.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Mekanisme Interaksi Obat Mekanisme Interaksi Obat Frekuensi

Farmakodinamik 154

Farmakokinetik 89

Mekanisme yang tidak diketahui 24

Total 267

Dari total 267 kombinasi interaksi obat, 154 (57.68%) kombinasi interaksi obat merupakan interaksi obat farmakodinamik, 89 (33.3%) kombinasi interaksi obat merupakan interaksi obat farmakokinetik, dan 24 (15.58%) di antaranya interaksi obat belum diketahui.

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan maka di simpulkan sebagai berikut :

1. Dari 400 pasien rawat jalan di RSUP HAM periode 1-31 Maret 2019, sebanyak 96 (24%) pasien menerima resep obat non-polifarmasi, 304 (76%) pasien menerima resep obat polifarmasi.

2. Dari 400 pasien rawat jalan di RSUP HAM periode 1-31 Maret 2019, sebanyak 96 (24%) pasien menerima resep obat non-polifarmasi, 213 (53.3%) pasien menerima resep obat polifarmasi minor, 76 (19%) pasien

menerima resep obat.

3. Dari 400 pasien rawat jalan di RSUP HAM periode 1-31 Maret 2019, sebanyak 258 (64.5%) pasien menerima resep obat yang tidak berinteraksi, 17 (4.3%) pasien menerima resep obat yang berinteraksi minor, 97 (24.3%) pasien menerima resep obat yang berinteraksi moderate, 28 (7%) pasien menerima resep obat yang berinteraksi severe.

4. Dari total 267 kombinasi interaksi obat, 154 (57.68%) kombinasi interaksi obat merupakan interaksi obat farmakodinamik, 89 (33.3%) kombinasi interaksi obat merupakan interaksi obat farmakokinetik, dan 24 (15.58%) di antaranya mekanisme interaksi obat belum diketahui

5. Dari hasil uji Spearman Correlation, terdapat hubungan yang signifikan antara derajat polifarmasi dengan tingkat keparahan interaksi obat (p<0.001) dan memiliki korelasi yang kuat (r=0.569).

5.2 SARAN

Berdasarkan dari hasil penelitian menunjukkan semakin banyak jumlah obat yang diresepkan, semakin besar kemungkinan untuk obat-obatan tersebut untuk berinteraksi yang dapat merugikan atau mengakibatkan efek salah satu obat-obatan tersebut berkurang khasiatnya. Maka daripada itu, disarankan kepada dokter-dokter yang menulis resep untuk selalu memerhatikan kemungkinan interaksi obat dengan

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Aslam, M., Chik, K. T., dan Adji Prayitno., 2003, Farmasi Klinik (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, Elex Media Computindo, Jakarta. Anief M., 2007, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Biernikiewicz, M., Taieb, V., & Toumi, M., 2019, Characteristics of doctor- shoppers:a systematic literature review.

Journal of market access & health policy, 7(1), 1595953.

https://doi.org/10.1080/20016689.2019.1595953

Bushra, R., Aslam, N., Khan, A. Y., 2011, Food-Drug Interactions, Oman Medical Journey, Vol.26(2), no.1, p1

Chen, X. W., Serag, E. S., Sneed, K. B., Liang, J., Chew, H., Pan, S. Y., & Zhou, S. F., 2011, Clinical herbal interactions with conventional drugs: from molecules to maladies. Current medicinal chemistry, 18(31), 4836–4850.

https://doi.org/10.2174/092986711797535317

Cojocaru, L., Rusali, A. C., 2013, The Role of Simvastatin in the Therapeutic Approach of Rheumatoid Arthritis, National Center for Biotechnology Information, United States National Institute of Health, no.3, p2.

Dasopang, E .S ., Harahap,U ., Lindarto, D., 2015, Polifarmasi dan Interaksi Obat Pasien Usia Lanjut Rawat Jalan dengan Penyakit Metabolik, Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, vol. 4, no. 4, p.236.

Dookeeram, D., Bidaisee, S., Paul, J. F., Nunes, P., Robertson, P., Maharaj, V. R.,

& Sammy, I., 2017, Polypharmacy and potential drug-drug interactions in emergency department patients in the Caribbean, International Journal of Clinical Pharmacy, Vol.39, No.5, pg 1119–1127.

Feinstein, J., Dai, D., Zhong, W., Freedman, J., & Feudtner, C. (2015). Potential drug-drug interactions in infant, child, and adolescent patients in children's hospitals. Pediatrics, 135(1), e99–e108. https://doi.org/10.1542/peds.2014- 2015

Garcia, E., Santos, C., 2019, Monoamine Oxidase Inhibitor Toxicity, StatPearls Treasure Island StatPearls Publishing; 2020

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459386/

(39)

26

Gunawan, S. G., Setiabudy, R., Nafrialdi, Elysabeth, 2012, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5 (Cetak Ulang dengan Tambahan), Departemen Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran – Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 8- 12.

Hendera, H., & Rahayu, S., 2019, Analisis risiko interaksi obat terhadap resep pasien klinik anak di rumah sakit di Banjarmasin. JCPS (Journal of Current Pharmaceutical Sciences), 2(2), 148-153.

Horn, J, R., Hansten, P. D., 2015, Drug-Disease Interactions, PharmacyTimes Magazine, p2.

Hussar, D. A., 2007, Drug Interaction : Factor affecting response.

www.merck.com/mmke/see.02/ch.013/ch.013c.html Jennifer Le, 2019, Drug Absorption, MSD Manuals

https://www.msdmanuals.com/professional/clinical-pharmacology /pharmacokinetics/drug-absorption

Katzung, B. G., Masters, S, B., Trevor, A. J, 2012, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 12, No. 64, pp.1125-1131.

Lilia Lilia, I. H., & Supadmi, W., 2020, Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Pada Unit Hemodialisis Rumah Sakit Swasta di Yogyakarta. Majalah Farmasetika., 4.

Maher, R. L., Hanlon, J., & Hajjar, E. R., 2014, Clinical consequences of polypharmacy in elderly, Expert Opinion on Drug Safety Vol.13, No.1, pp57–

65.

Maindoka, F.S., 2017, Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Geriatri Rawat Inap Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

Masnoon, N., Shakib, S., Kalisch-Ellett, L., & Caughey, G. E., 2017, What is polypharmacy? A systematic review of definitions. BMC geriatrics Vol.17, No.1, hal.230.

Medscape Drug Interaction Checker, Medscape Drug Reference .medscape.com/drug-interactionchecker

Merle, L., Laroche, M. L., Dantoine, T., & Charmes, J. P., 2005, Predicting and preventing adverse drug reactions in the very old. Drugs & aging, 22(5), 375–

392. https://doi.org/10.2165/00002512-200522050-00003

Gambar

Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Tabel 4.4 Uji Korelasi Tingkat Keparahan Interaksi Obat  dengan Derajat Polifarmasi

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan telah dilaksanakan Evaluasi Penawaran dari perusahaan yang saudara pimpin, maka dengan ini kami mengundang saudara dalam kegiatan Pembuktian

DINAS KEBERSIHAN, PERTAMANAN, DAN TATA KOTA KOTA MAGELANG Jl. Lamtoro no.71 Tidar Baru

DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

memberikan hasil lebih kecil dari nilai table, pada tingkat kepercayaan 5% (0,05) dimana nilai t tabel pada tingkat kepercayaan 5% sebesar 1,64 dengan demikian

Tempat : Pokja Pengadaan Jasa Konsultasi dan Jasa Lainnya Kantor Bappeda Kabupaten Klaten Jalan Pemuda No 294 Gedung Pemda II Lantai 2 Klaten Persyaratan.. Bagi Penyedia

Bersama ini kami sampaikan ralat atau perbaikan pada Berita Acara Evaluasi Dokumen Penawaran dan Berita Acara Hasil Pelelangan terdapat salah tulis pada tabel evaluasi

Bagi Penyedia Jasa Usaha kecil berbadan hukum/ perorangan, koperasi yang produktif dan memenuhi ketentuan Perundang- undangan yang berlaku 2. Pendaftaran dilaksanakan langsung di

Menganalis is Sistem Pengendali an intern pemberian kredit suatu bank Jenis Penelitia n yang berbeda yaitu kuantita tif, alat analisis yang berbeda dan Populasi penelitia