• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fokus Industri/Subsektor Unggulan

Dalam dokumen Konsep, Kajian dan Kebijakan (Halaman 167-174)

PROSPEK PERTUMBUHAN DAYA SAING DAERAH JAWA

BAB 8 Prospek Pertumbuhan Daya Saing Daerah Jawa Barat

8.3 Fokus Industri/Subsektor Unggulan

Identifikasi subsektor atau industri yang prioritas dikembangkan adalah jika mempunyai keterkaitan tinggi dengan subsektor atau industri lainnya (Hirschman, 1958). Tingkat keterkaitan yang tinggi menghasilkan efek multiplier yang besar. Analisis atas keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages) dilakukan menggunakan tabel input-output Jawa Barat tahun 2010 terinci untuk 29 subsektor. Subsektor yang mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkages) yang kuat akan mempunyai efek

multiplier tinggi dalam arti mampu menumbuhkan subsektor-subsektor penyedia

input dalam merespon permintaan. Sedangkan subsektor yang mempunyai efek

multiplier tinggi berdasarkan keterkaitan ke depan (forward linkages) yang kuat

dalam arti subsektor tersebut mampu menghasilkan output yang digunakan untuk menciptakan peningkatan nilai tambah oleh subsektor-subsektor lain. Subsektor

BAB 8 Prospek Pertumbuhan Daya Saing Daerah Jawa Barat

strategis adalah jika mempunyai keterkaitan ke belakang maupun ke depan diatas rata-rata (indeks diatas 1).

Subsektor berbasis sumber daya alam agro mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkages) yang tinggi atau diatas rata-rata yaitu berturut-turut (i) Subsektor perkebunan, (ii) subsektor peternakan, (iii) subsektor perikanan, (iv) subsektor tanaman bahan makanan, dan (v) subsektor kehutanan. Namun sektor pertanian tersebut tidak mempunyai indeks keterkaitan ke depan yang tinggi karena hanya mencatat keterkaitan dengan beberapa subsektor yaitu industri makanan, industri kimia dan subsektor bangunan.

Adapun sektor yang mempunyai keterkaitan kuat ke depan (forward

linkages) dalam arti peningkatan output subektor ini akan mampu mendorong

peningkatan output subsektor di depannya. Subsektor tersebut yaitu (i) Industri Barang Jadi dari Logam, (ii) Subsektor pengangkutan, (iii) Subsektor perdagangan besar dan eceran, (iv) Industri pengilangan minyak bumi, dan (v) Subsektor jasa sosial kemasyarakatan. Tabel 8.6 menyimpulkan subsektor atau industri yang mempunyai efek multiplier tinggi yang menumbuhkan perekonomian Jawa Barat.

Tabel 8.6 Subsektor Prioritas Penggerak Perekonomian Jawa Barat berdasarkan Tabel Input Output 2010

No. Industri/Subsektor BLI FLI

1 Industri Makanan & Minuman 1,22 1,12

2 Industri tekstil, Pakaian jadi, Kulit dan Alas kaki 1,38 1,41 3 Industri Kimia, Karet, Plastik, dan Barang dari Bahan Kimia 1,32 1,72 4 Industri Barang Jadi dari Logam (Mesin, Kendaraan dan angkutan

lainnya)

1,28 2,17

5 Listrik 1,13 1,09

6 Pengangkutan 1,07 1,56

7 Jasa Sosial Kemasyarakatan & Jasa Lainnya 1,08 1,02 Sumber: Tabel Input Output Jawa Barat 2010, diolah

Keterangan:

Subsektor strategis jika BLI (Backward Linkage) > 1 dan FLI (Forward Linkage) >1 1) Rasio Input Antara terhadap Total Input

2) Rasio Permintaan Antara terhadap Total Output 3) Total Input = Total Output

Terdapat 4 jenis industri unggulan dalam arti mempunyai efek multiplier tinggi. Industri tersebut ternyata juga sebagai penyumbang ekspor Jawa Barat. Keunggulan industri juga telah mampu meningkatkan daya saing Jawa Barat di pasar internasional. Industri barang jadi dari logam merupakan salah satu penggerak perekonomian dalam arti jika output ditingkatkan akan menciptakan permintaan intra dan inter industri baik dari domestik dan internasional. Industri

Kajian Empiris Daya Saing Jawa Barat

ini menyumbang ekspor terbesar (34,0% ekspor Jawa Barat). Industri makanan dan minuman menyumbang 4,4% ekspor Jawa Barat. Industri unggulan lainnya yaitu industri tekstil dan barang dari tekstil serta industri kulit, alas kaki dan barang dari kulit masing-masing menyumbang 24,4% dan 5,03% ekspor Jawa Barat. Selanjutnya, proporsi ekspor produk industri kimia, karet, plastik dan barang dari bahan kimia sebanyak 12,57%.

Tabel 8.7 Kinerja Daya Saing Industri Unggulan Jawa Barat, 2014 Subsektor Share Nilai Tambah Share Ekspor Porsi PMDN-PMA

Industri Makanan dan minuman 4,02% 4,45% 5,96%

Industri tekstil, pakaian jadi, kulit, dan alas kaki 7% 29,43% 5,36% Industri Kimia, Karet, Plastik, dan Barang dari Bahan

Kimia

3,72% 12,57% 8,66% Industri barang jadi dari logam 22,45% 34,02% 30,27%

Jumlah 37,19% 80,47% 50,26%

Sumber: Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia

Selain itu, terdapat 7 subsektor strategis yang menyumbang 57,66% dari output total Jawa Barat. Share nilai tambah terhadap PDRB Jawa Barat sebanyak 44,05%. Industri makanan minuman dan industri barang jadi dari logam menanggung input antara yang besar sehingga nilai tambah yang diciptakan relatif rendah dibandingkan subsektor jasa. Hal ini ditunjukan oleh rasio input antara terhadap total input (output) atau tingkat efisiensi industri yang lebih besar dibandingkan subsektor jasa.

Tabel 8.8 Subsektor Prioritas

Subsektor Share Output Share Nilai Tambah Efisiensi 1 2

Industri Makanan & Minuman 8,53% 4,04% 70,31% 24,82% Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit, dan

Alas Kaki

11,13% 8,31% 47,96% 38,92% Industri Kimia, Karet, Plastik, dan Barang

dari Bahan Kimia

4,34% 2,67% 52,26% 68,56%

Industri Barang Jadi dari Logam 22,06% 17,42% 56,05% 44,92%

Listrik 2,86% 2,32% 51,49% 46,21%

Pengangkutan 5,96% 6,18% 40,81% 53,53%

Jasa Sosial Kemasyarakatan 2,78% 3,11% 42,32% 55,37%

Jumlah 57,66% 44,05%

BAB 8 Prospek Pertumbuhan Daya Saing Daerah Jawa Barat

Keterangan:

4) Rasio Input Antara terhadap Total Input 5) Rasio Permintaan Antara terhadap Total Output 6) Total Input = Total Output

Subsektor jasa sosial kemasyarakatan dan jasa lainnya meliputi jasa pendidikan swasta, jasa kesehatan swasta, jasa kemasyarakatan lainnya, jasa rekreasi dan kebudayaan dan olah raga, jasa perorangan dan rumah tangga serta jasa lainnya merupakan subsektor berdaya saing urutan 6.

Produksi barang ekspor menurut kabupaten/kota disajikan pada Tabel 8.9. Komoditas ekspor utama dihitung berdasarkan share ekspor terbesar terhadap jumlah ekspor kabupaten/kota tersebut. Kelompok komoditas tersebut secara umum mewakili share ekspor di atas 60 persen, dengan beberapa kabupaten hanya memiliki satu komoditas yang diekspor, seperti Kab. Indramayu yang mengekspor komoditas makanan.

Tabel 8.9 Komoditas Ekspor Utama Jawa Barat

Kabupaten Komoditas Ekspor Utama Proporsi Terhadap Kab/Kota Kab. Bogor - Karet, Plastik, dan Barang Olahannya

- Kimia dan Barang dari Bahan Kimia - Kulit dan Barang dari Kulit - Pakaian Jadi

62%

Kab. Sukabumi - Pakaian Jadi - Makanan

81% Kab. Cianjur - Barang Pabrik Lainnya

- Makanan

95% Kab. Bandung - Tekstil

- Pakaian Jadi

72% Kab. Garut - Barang Pabrik Lainnya

- Makanan

86% Kab. Tasikmalaya - Pakaian Jadi

- Makanan

- Karet, Plastik, dan Barang Olahannya

93%

Kab. Ciamis - Karet, Plastik, dan Barang Olahannya - Kayu, Bambu, Rotan dan Barang olahannya

86% Kab. Kuningan - Makanan

- Kayu, Bambu, Rotan, dan Barang Olahannya

99% Kab. Cirebon - Tekstil

- Furnitur

94%

Kab. Majalengka - Pakaian Jadi 90%

Kab. Sumedang - Tekstil - Pakaian Jadi

99%

Kab. Indramayu - Makanan 100%

Kab. Subang - Pakaian jadi - Tekstil - Furnitur

Kajian Empiris Daya Saing Jawa Barat

Kabupaten Komoditas Ekspor Utama Proporsi Terhadap Kab/Kota - Farmasi, Produk obat, jamu

- Tekstil

Kab. Purwakarta - Peralatan Listrik - Tekstil

- Pakaian Jadi

82%

Kab. Karawang - Kertas dan Barang dari Kertas - Karet, Plastik, dan Barang Olahannya - Kendaraan Bermotor, Trailer, dan Semi Trailer - Kimia dan Barang dari Bahan Kimia

- Pakaian Jadi

70%

Kab. Bekasi - Komputer, Barang Elektronik, dan Optik - Kertas dan Barang dari Kertas

- Barang Logam, Bukan Mesin

- Kendaraan Bermotor, Trailer, dan Semi Trailer

75%

Kab. Bandung Barat

- Makanan - Tekstil

- Barang Galian Bukan Logam - Pakaian Jadi

78%

Kota Bogor - Pakaian Jadi - Tekstil - Makanan - Furnitur

78%

Kota Sukabumi - Pakaian jadi 99%

Kota Bandung - Pakaian Jadi - Tekstil

- Farmasi, Produk Obat, dan Jamu

82%

Kota Cirebon - Makanan - Tekstil

92% Kota Bekasi - Karet, Plastik, dan Barang Olahannya

- Pakaian Jadi - Tekstil

72%

Kota Depok - Komputer, Barang Elektronik, dan Optik - Peralatan Listrik

- Mesin dan Perlengkapan ytdl - Farmasi, Produk Obat, dan Jamu

78%

Kota Cimahi - Tekstil 98%

Kota Tasikmalaya - Kayu, Bambu, Rotan, dan Barang Olahannya - Barang Hasil Pabrik Lainnya

86% Kota Banjar - Kayu, Bambu, Rotan, dan Barang Olahannya

- Barang Hasil Pabrik Lainnya

100% Sumber: Survei Industri Menengah dan Besar, 2012, Badan Pusat Statistik Keterangan: Komoditas ekspor utama ditentukan menurut share ekspor komoditas

terbesar terhadap total ekspor kabupaten tsb.

Jika disandingkan dengan daftar komoditas/sektor unggulan, beberapa komoditas ekspor utama di kabupaten/kota yang juga merupakan komoditas

BAB 8 Prospek Pertumbuhan Daya Saing Daerah Jawa Barat

(1) Produk makanan yang terdapat di Kab.Sukabumi, Kab. Cianjur, Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Bandung Barat, Kota Bogor, Kota Cirebon,

(2) Tekstil dan produk tekstil di Kab. Bandung, Kab. Sumedang, Kab. Purwakarta, Kab. Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bogor, Kota Bekasi, dan Kota Depok, Kota Cirebon

(3) Kayu, Bambu, Rotan dan Olahannya di Kab. Ciamis, Kab. Kuningan, dan Kota Tasikmalaya,

(4) Furnitur di Kab. Cirebon,

(5) Kendaraan Bermotor dan perlengkapannya di Kab. Karawang, Kab. Bekasi, (6) Kertas dan Barang dari kertas di Kab. Karawang.

Tabel 8.10 Sebaran Subsektor Unggulan

Subsektor Keterkaitan Komoditas Lokasi

Tanaman Bahan Makanan

FLI > 1 Padi Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kab. Garut, Kab. Indramayu

Jagung Kab. Sumedang, Kab. Majalengka, Kab. Ciamis

Sayuran kab. Cianjur, Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya

Perkebunan Keterkaitan kecil

Buah-Buahan Kab. Tasikmalaya (manggis), Kab. Majalengka (mangga), kab. Cianjur (pisang)

Teh Kab. Cianjur, Kab. Sukabumi, Kab. Bandung Barat

Cengkeh Kab. Majalengka

Kelapa kab. Cirebon, Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kab. Ciamis

Peternakan Keterkaitan kecil

Ayam ras Kab. Bogor, Kab. Ciamis

Sapi potong Kab. Tasikmalaya, Kab. Garut, Kab. Pangandaran

Perikanan Keterkaitan kecil

Perikanan tangkap laut

Kab. Cirebon, Kab. Sukabumi, Kab,. Industri

Pengolahan

BLI & FLI > 1 Makanan dan minuman

Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Kab. Bekasi, Kab. Karawang, Kab. Bogor, Kota Bekasi, Kota Depok, Kab. Indramayu BLI & FLI >1 Tekstil dan

produk tekstil

Kab. Bandung, Kota Cimahi, Kab. Bandung Barat, Kab. Purwakarta BLI & FLI >1 Peralatan

Transportasi

Kab. Bekasi, Kab. Purwakarta, Kab. Karawang, Kab. Bogor

Kajian Empiris Daya Saing Jawa Barat

Subsektor Keterkaitan Komoditas Lokasi

BLI & FLI >1 Produk Karet dan plastik

Kab Bogor, kota Depok, Kab. Indramayu

BLI & FLI >1 Farmasi dan Obat Kota Bandung Perdagangan Besar dan Eceran FLI > 1 Perdagangan besar dan eceran

Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar

Jasa Sosial Kemasyarakatan dan Jasa lainnya

BLI & FLI > 1 Pariwisata Kab. Sukabumi, Kab. Pangandaran, Kab. Garut, Kota Bandung, Kab. Bandung Barat, Kota Cirebon, Kab. Cianjur

Selain terdapat industri skala menengah dan besar, terdapat prospek industri dan usaha skala kecil dan menengah. Visi pengembangan UMKM di setiap daerah sudah mengarah pada upaya peningkatan daya saing. Dalam mendukung visi tersebut, baik pemerintah kab/kota terkait, pemerintah provinsi, maupun pemerintah pusat banyak melakukan program dan kegiatan dalam mendorong UMKM berdaya saing. Sektor unggulan di setiap daerah menjadi objek prioritas dalam kebijakan terkait peningkatan daya saing UMKM.

Kab.Garut tercatat memiliki banyak koperasi, merupakan lembaga yang membantu akses pembiayaan. Contoh, Kab. Garut telah mendorong peningkatan UMKM sektor unggulan, seperti kulit dan barang olahannya. Di beberapa daerah lain, seperti di Kab.Sumedang dan Kab. Bandung, mengembangkan kualitas produk makanan olahan, Kab. Tasikmalaya berfokus pada peningkatan kualitas dan diversifikasi desain bordir, Kab. Purwakarta dan Kab. Sukabumi dalam pelatihan peningkatan sektor unggulan yang bersumber dari hutan. Dewasa ini pengembangan IKM dan UKM berorientasi pro-lingkungan.

Intensitas keterkaitan tidak hanya terhadap subsektor atau industri lain namun juga terhadap subsektor unggulan yang berskala kecil dan menengah, yang memiliki hambatan dalam scaling up dikarenakan kemampuan modal, manajerial, dan penguasan teknologi yang rendah.

BAGIAN III STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENUMBUHAN DAYA

Dalam dokumen Konsep, Kajian dan Kebijakan (Halaman 167-174)