• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep, Kajian dan Kebijakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konsep, Kajian dan Kebijakan"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAYA SAING DAERAH

KONSEP, KAJIAN DAN KEBIJAKAN

(3)

Penulis: Rina Indiastuti

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau meperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit

Cetakan ke-1, Agustus 2016 Diterbitkan oleh Unpad Press Gedung Rektorat Unpad Jatinangor, Lantai IV

Jl. Ir. Soekarno KM 21 Bandung 45363 Telp. (022) 84288867/ 84288812

Fax : (022) 84288896

e-mail: press@unpad.ac.id /press@unpad.ac.id http://press.unpad.ac.id

Anggota IKAPI dan APPTI

Tata Letak: Yodi Izharivan Fitria Purnama Sari

Desainer Sampul: Becky Yubiliasrini

Perpustakaan Nasional: Katalag Dalam Terbitan (KDT) Rina Indiastuti

Daya Saing Daerah: Konsep, Kajian dan Kebijakan/ Rina Indiastuti -- Cet. I – Bandung; Unpad Press; 2016

xvi + 188 hlm.; 17,6 x 25 cm ISBN 978-602- 6308-26-9

I . Daya Saing Daerah: Konsep, Kajian dan Kebijakan II. Rina Indiastuti

(4)

35$.$7$



3HPHULQJNDWDQ GD\D VDLQJ QHJDUD GDHUDK GDQ LQGXVWUL UXWLQ GLODNXNDQ ROHK OHPEDJD GXQLD EHUHSXWDVL ,QWHJUDVL HNRQRPL GDQ SDVDU WHUXV EHUODQJVXQJ VHMDODQ GHQJDQ SHUVDLQJDQ \DQJ PHQLQJNDW $UWLQ\D SHPEDQJXQDQ GD\D VDLQJ PHQMDGL VDQJDW SHQWLQJ XQWXN PHQGDSDWNDQ EHQHÀW \DQJ EHUXMXQJ SDGD SHQLQJNDWDQ NHPDNPXUDQ EDQJVD (IHNWLI WDKXQ  ,QGRQHVLD PHQJKDGDSL SHUGDJDQJDQ EHEDV LQWHUQDVLRQDO WLQJNDW $6($1 DWDX 0($ %HUGDVDUNDQ *OREDO

&RPSHWLWLYHQHVV 5HSRUW  WLQJNDW GD\D VDLQJ ,QGRQHVLD PHQHPSDWL

SHULQJNDWGDULQHJDUDDWDXSHULQJNDWGL$6($1 7KH$VLD &RPSHWLWLYHQHVV

,QVWLWXWH $&, PHQJXNXUGDQPHPEDQGLQJNDQGD\DVDLQJGDHUDKSURYLQVLGL$VLD

GDQ EHUGDVDUNDQ ODSRUDQ WDKXQ  XQWXN ,QGRQHVLD PHQHPSDWNDQ '., -DNDUWD VHEDJDLXUXWDQSHUWDPDGLLNXWLROHK-DZD7LPXU.DOLPDQWDQ7LPXU-DZD7HQJDK GDQ -DZD %DUDW 'L ,QGRQHVLD /3( )DNXOWDV (NRQRPL 8QLYHUVLWDV 3DGMDGMDUDQ SHUQDKPHODNXNDQSHPHWDDQGD\DVDLQJNDEXSDWHQNRWDSDGDWDKXQ

8NXUDQ GD\D VDLQJ \DQJ GLJXQDNDQ 81,'2 \DLWX SHUWXPEXKDQ SURGXNWLYLWDV PHPDQJ SHQWLQJ QDPXQ WLGDN FXNXS 8NXUDQ SURGXNWLYLWDV WHWDS GLJXQDNDQNDUHQDGDSDWPHQJXNXUGD\DVDLQJGDULVLVLSHPDQIDDWDQVXPEHUGD\D \DQJ GLWUDQVIRUPDVLNDQ VHFDUD HÀVLHQ PHQMDGL RXWSXW 6HODLQ VLVL SHPDQIDDWDQ VXPEHU GD\D DWDX LQSXW XNXUDQ RXWFRPH DWDV WXPEXKQ\D GD\D VDLQJ MXJD KDUXV GLSHUKDWLNDQ XQWXN PHUHSUHVHQWDVLNDQ WHUMDGLQ\D GLQDPLND SHPEDQJXQDQ \DQJ EHUNXDOLWDVGDODPDUWLEHUGDPSDNWHUKDGDSSHQLQJNDWDQNHVHMDKWHUDDQPDV\DUDNDW ORNDO %XNX LQL PHPEHULNDQ SHQJD\DDQ DWDV SHQJXNXUDQ GD\D VDLQJ VHFDUD NRPSRVLW \DQJ PHQFDNXS SURGXNWLYLWDV SURVHV SHQJHPEDQJDQ GD\D VDLQJ GDQ

RXWFRPHSHPEDQJXQDQGD\DVDLQJ

0DWHUL SDGD EXNXLQL GLKDUDSNDQ GDSDW PHPEHULNDQ SHPDKDPDQ WHQWDQJ SHQGHNDWDQ SHQJHPEDQJDQ GD\D VDLQJ GDHUDK 3ULQVLS XWDPD DGDODK SDUD SHODNX XVDKD KDUXV PDPSX PHODNXNDQ RSWLPDVL DWDV DJUHJDVL HÀVLHQVL LQWHUQDO GDQ HNVWHUQDO \DQJ GLKDVLONDQ GDUL LQWHUDNVL SHODNX XVDKD GHQJDQ SHPLOLN IDNWRU SURGXNVLSDVDUGDQNHELMDNDQSHPHULQWDK3HQXPEXKDQGD\DVDLQJPHQJJXQDNDQ SHUVSHNWLI EDUX \DLWX  WLJD  SLODU DQWDUD ODLQ SLODU SHQJHORODDQ IDNWRU SURGXNVL SLODUNXDOLWDVGDQSURVHVGDQSLODURXWFRPHGD\DVDLQJ

3URGXNWLYLWDV GDQ HÀVLHQVL SHUXVDKDDQ PHUXSDNDQ NLQHUMD SHQJHORODDQ IDNWRUSURGXNVLGLWHQWXNDQEXNDQVDMDROHKNHPDPSXDQLQWHUQDOSHUXVDKDDQGDODP PHQJKDVLONDQ EDUDQJ GDQ MDVD VHFDUD HÀVLHQ PHODLQNDQ MXJD GLGXNXQJ ROHK UHDOLVDVL NHPDPSXDQ GDHUDK GDODP PHQFLSWDNDQ HÀVLHQVL HNVWHUQDO 3HPDQJNX NHSHQWLQJDQGLNDEXSDWHQNRWDGDQSURYLQVLSHUOXPHPDKDPLIDNWRUVXNVHVXQWXN

(5)

unggulan daerah untuk tujuan pertumbuhan perusahaan dan kemakmuran masyarakat. Untuk menghadapi tekanan persaingan global dan praktik integrasi pasar, dibutuhkan penjalinan jaringan dan kerjasama (networking and partnership) yang dilakukan bukan hanya oleh perusahaan, melainkan juga oleh pemerintah.

Peningkatan daya saing bagi perusahaan atau industri di pasar global sama dengan kemampuan menawarkan harga yang bersaing dan direspon oleh meningkatnya penjualan. Tren penurunan harga produk industri di pasar global menjadi tantangan perusahaan domestik dan lokal untuk sepakat meningkatkan daya saing. Pembelajaran yang diperoleh adalah kemampuan untuk meningkatkan produksi belum cukup mampu menumbuhkan daya saing. Menumbuhkan daya saing perusahaan dan industri harus disertai oleh penguatan dan sektor pendukung, yaitu teknologi, manajemen, pendidikan, riset, dan inovasi. Intinya, penciptaan daya saing merupakan penciptaan nilai tambah yang tinggi bersumber dari kegiatan produksi dan kegiatan pendukungnya yang menelusuri rantai value (value chain).

Mengingat besarnya ukuran pasar domestik Indonesia sehingga menjadi sasaran produk asing, peningkatan daya saing secara jelas ditujukan agar mampu bersaing di pasar domestik sekaligus di pasar global. Guna akselerasi, diperlukan kebijakan dan intervensi pemerintah terutama pada proses akumulasi human capital melalui pendidikan, pelatihan, dan etos kerja. Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota seyogyanya memfasilitasi terjadinya upgrading skala usaha, peningkatan produktivitas, promosi produk unggulan, iklim usaha yang kondusif dan persaingan yang sehat, serta peningkatan pendapatan masyarakat dan negara. Permasalahan dalam pengembangan daya saing daerah perlu segera disolusikan. Daerah sebagai penyedia sumber daya alam harus memberikan kesempatan kepada pelaku usaha untuk menciptakan nilai tambah yang terus tumbuh. Aliran investasi domestik dan asing dibutuhkan untuk perbesaran skala produksi. Kinerja pertumbuhan produktivitas, ekspor, investasi, dan human capital menjadi indikator daya saing yang harus terus ditingkatkan. Efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat menjadi kinerja daya saing daerah. Pembangunan daya saing memiliki dimensi ekonomi dan sosial.

Kebijakan penumbuhan daya saing yang terus berlanjut fokus pada peningkatan nilai tambah berbasis peningkatan produktivitas dan channel value dari-dan ke global. Transmisinya akan meningkatkan dan mendistribusikan value tersebut berupa pendapatan bagi pekerja, pemilik modal, serta pajak dan devisa bagi pemerintah. Jaringan global menjadi penjamin pertumbuhan dan pendalaman daya saing yang harus direalisasikan oleh perusahaan dan pemerintah. Mengingat pemerintah juga menikmati peningkatan pajak akibat pertumbuhan daya saing,

(6)

Organisasi buku terdiri atas 3 bagian yang meliputi 10 bab. Bagian pertama mendiskusikan konsep, pengukuran, dan model daya saing daerah. Pemahaman konsep menggunakan perspektif teori ekonomi mikro agar dapat memahami bahwa pembangunan daya saing harus melibatkan pelaku usaha dan pihak-pihak pemangku kepentingan. Pembahasan faktor penentu daya saing dimulai dengan melakukan kajian atas hasil pengukuran yang dilakukan oleh beberapa lembaga internasional, regional, dan nasional bereputasi. Telaah teoritis dan praktik menjadi dasar penyusunan model daya saing daerah. Bagian ke-dua melaporkan sintesis atas kajian terhadap daya saing daerah Jawa Barat. Kajian dilakukan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif untuk memformulasikan kerangka pembangunan daya saing daerah Jawa Barat. Jenis data, metode, dan determinan daya saing daerah Jawa Barat dapat digunakan untuk aplikasi model daya saing di daerah lain. Hasil kajian digunakan untuk formulasi strategi dan kebijakan yang dibahas pada bagian ke-tiga.

Hasil kajian empiris terhadap daya saing daerah mampu memetakan kekuatan dan kelemahan setiap daerah. Secara geografis, daerah yang lokasinya dekat dengan Jakarta tumbuh lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya, dimana daerah tersebut telah berkembang menjadi daerah industri sekaligus jasa. Daerah ini menjadi tujuan investasi domestik dan asing serta perbankan. Kota Bandung sebagai ibukota memang mempunyai daya saing relatif tinggi, namun sayangnya belum memberikan efek sebar yang positif terhadap daerah sekitarnya. Bagian selatan mempunyai karakteristik ekonomi yang didominasi oleh sektor pertanian. Di daerah tersebut, tanaman bahan makanan menjadi unggulan. Daya saing seyogyanya dibangun menyesuaikan pada struktur ekonomi dan ketersediaan infrastruktur. Contoh, infrastruktur jalan tol Cipularang yang diteruskan ke Cirebon lewat tol Cipali akan memberi efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah bagian timur, terutama Cirebon dan sekitarnya.

Analisis terhadap model daya saing daerah membawa implikasi dibutuhkannya strategi dan kebijakan pembangunan daerah berbasis penumbuhan daya saing yang berproses secara dinamis dan berkelanjutan. Pendekatan pembangunan ini sangat dibutuhkan mengingat perkembangan ekonomi global yang berjalan semakin tidak seimbang. Selain mencapai sasaran berupa ukuran peningkatan produktivitas atau perbaikan efisiensi, hal penting lain adalah memberikan perhatian terhadap kualitas proses pembangunan daya saing dan transformasi pembangunan yang lebih dinamis sejalan dengan pertumbuhan pendapatan per-kapita, inklusivitas, dan kebijakan upah yang efektif. Kreasi nilai yang progresif dan ekspansif, penumbuhan daya saing yang berkelanjutan, dan

partnership berupa sinergi antar pelaku baik di dalam maupun antar daerah

(7)

saudara Fitria Purnama Sari yang telah sangat membantu dalam penyelesaian buku ini. Buku ini dipersembahkan untuk pengayaan pengetahuan para civitas akademika Universitas Padjadjaran dan pihak-pihak yang sedang giat membangun daya saing daerah. Penulis sangat terbuka untuk menerima saran perbaikan untuk penyempurnaan buku edisi berikutnya.

Agustus, 2016 Rina Indiastuti

(8)

vii

DAFTAR ISI

PRAKATA

III

BAGIAN I KONSEP, PENGUKURAN, DAN MODEL

1

BAB 1 KONSEP DAYA SAING

2

1.1

PERSPEKTIF EKONOMI MIKRO TENTANG DAYA SAING

3

P

ENGELOLAAN

D

AYA

S

AING

4

P

ENDEKATAN

P

EMBANGUNAN

D

AYA

S

AING

8

1.2 REVIEW KONSEP DAYA SAING

10

1.3 KERANGKA PEMBANGUNAN DAYA SAING DAERAH

15

DAFTAR PUSTAKA

19

BAB 2 PRAKTIK PENGUKURAN DAYA SAING

23

2.1. PENGUKURAN DAYA SAING NEGARA SECARA GLOBAL

23

2.2. PENGUKURAN DAYA SAING DAERAH

26

2.2.1.

P

ENGUKURAN

D

AYA

S

AING

P

ROVINSI

S

ECARA

R

EGIONAL

26

2.2.2

P

ENGUKURAN

D

AYA

S

AING

E

KONOMI

K

ABUPATEN

/K

OTA SECARA

N

ASIONAL

28

2.3. PENGUKURAN DAYA SAING INDUSTRI SECARA GLOBAL

30

DAFTAR PUSTAKA

32

BAB 3 MODEL DAYA SAING DAERAH

33

3.1 RELEVANSI UKURAN DAYA SAING DAERAH

33

3.2. PERSPEKTIF BARU: PILAR DAYA SAING DAERAH

35

DAFTAR PUSTAKA

37

BAGIAN II KAJIAN EMPIRIS DAYA SAING JAWA BARAT

39

4.1 PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

BAB 4 DINAMIKA PEMBANGUNAN EKONOMI JAWA BARAT

42

42

(9)

4.1.2

D

OMINASI

I

NDUSTRI

P

ENGOLAHAN

44

4.1.3

D

IVERSIFIKASI

E

KONOMI

46

BOX 1 TRANSFORMASI MELALUI DIVERSIFIKASI EKONOMI DI DAERAH PERTANIAN 49

4.2 PENGGERAK KEGIATAN EKONOMI

52

4.2.1

S

UMBER

P

ERTUMBUHAN EKONOMI

52

4.2.2

P

OSISI DAN

P

ERANAN

S

UB

-S

EKTOR DAN

I

NDUSTRI

56

4.2.3

P

ERANAN

P

EMBIAYAAN

P

ERBANKAN

59

BOX 2 DETERMINAN FINANCIAL DEEPENING DI DAERAH 63

DAFTAR PUSTAKA

64

BAB 5 POTRET DAYA SAING EKONOMI DAERAH

66

5.1 UKURAN DAYA SAING EKONOMI DAERAH

66

5.1.1

P

ERTUMBUHAN

P

RODUKTIVITAS

66

5.1.2

A

LIRAN

I

NVESTASI

71

5.1.3

K

INERJA

E

KSPOR

73

5.2 PENCIPTAAN DAN PENGEMBANGAN KEUNGGULAN

75

5.2.1

P

ENETAPAN

I

NDUSTRI UNGGULAN

75

5.2.2

P

ENGUATAN

P

ELAKU

U

SAHA

77

5.2.3

S

KALA

E

KONOMI MELALUI

A

GLOMERASI

I

NDUSTRI

81

BOX 3HASIL REGRESI AGLOMERASI INDUSTRI JAWA BARAT 89

DAFTAR PUSTAKA

90

BAB 6 PERSPEKTIF BARU PENUMBUHAN DAYA SAING JAWA BARAT

92

6.1 PILAR PENGELOLAAN FAKTOR PRODUKSI

92

6.1.1

P

RODUKTIVITAS

93

6.2 PILAR KUALITAS PROSES DAN OUTPUT

97

6.2.1

P

ENDAPATAN

P

ER

-

KAPITA

98

6.2.2

H

UMAN

C

APITAL

98

6.2.3

S

TRUKTUR

P

RODUKSI DAN

D

IVERSIFIKASI

100

6.2.4

S

TRUKTUR

E

KSPOR DAN

RCA

104

6.2.5

R

ISET DAN

I

NOVASI

P

ERUSAHAAN

106

6.2.6

A

LIRAN

I

NVESTASI DAN

P

EMBIAYAAN

107

6.2.7

I

NFRASTRUKTUR

J

ALAN

109

6.3 PILAR OUTCOME

109

6.3.1

K

UALITAS

P

EMBANGUNAN

M

ANUSIA

110

6.3.2

APBD

P

ER

-

KAPITA

110

6.3.3

K

ETIMPANGAN

112

6.3.4

K

EMISKINAN

113

(10)

DAFTAR PUSTAKA

118

BAB 7 DETERMINAN DAN PEMETAAN DAYA SAING KABUPATEN/KOTA

119

7.1 DETERMINAN DAYA SAING EKONOMI DAERAH

119

7.1.1

A

NALISIS

F

AKTOR

P

ENJELAS

D

AYA

S

AING

119

7.2 PEMETAAN DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN/KOTA

125

7.3 PERKEMBANGAN DAYA SAING EKONOMI DAERAH

128

BOX 4 PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA

130

DAFTAR PUSTAKA

131

BAB 8 PROSPEK PERTUMBUHAN DAYA SAING DAERAH JAWA BARAT

137

8.1

L

ESSON

L

EARNED

137

8.2 PROSPEK

141

8.3 FOKUS INDUSTRI/SUBSEKTOR UNGGULAN

151

BAGIAN III STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENUMBUHAN DAYA SAING DAERAH 158

BAB 9 STRATEGI PENUMBUHAN DAYA SAING DAERAH

159

9.1 SKALA DAN SKOP EKONOMIS INDUSTRI UNGGULAN

159

9.1.1

P

ENINGKATAN

S

KALA

E

KONOMI MELALUI

A

GLOMERASI

I

NDUSTRI

161

9.2 KREASI NILAI TAMBAH DAN KEBERLANJUTAN

163

9.2.1

K

ETERKAITAN

E

KONOMIS DAN

R

ANTAI

N

ILAI

164

9.2.2

R

ANTAI

P

ASOK

P

EMBIAYAAN

167

9.2.3

M

EMBANGUN

K

EUNGGULAN

K

OMPETITIF MELALUI

P

ARTNERSHIP

169

DAFTAR PUSTAKA

170

BOX 5KETERKAITAN EKONOMIS DAN RANTAI NILAI PERDAGANGAN 175 BOX 6PRODUKTIVITAS PEMBIAYAAN PERBANKAN DI JAWA BARAT 178

BAB 10 KEBIJAKAN PENUMBUHAN DAYA SAING DAERAH

180

10.1 KEBIJAKAN YANG SUDAH DITERAPKAN

180

10.2 KEBIJAKAN YANG DIBUTUHKAN

182

G

LOSARIUM 184

Lampiran 1 Dokumen Perencanaan dan Prospek Produksi di Jawa Barat 133

Lampiran 2 Operasionalisasi Variabel Daya Saing 135

Lampiran 3 Rantai Pasok 172

Lampiran 4 Keterkaitan Ekonomis dan Rantai Nilai Perdagangan 175

(11)

Tabel 2.1 Indikator dari Pilar Daya Saing Global Competitiveness Index

... 24

Tabel 2.2 Daya Saing Negara ASEAN secara Global

... 26

Tabel 2.3 Ukuran Daya Saing Regional

... 27

Tabel 2.4 Peringkat Daya Saing Provinsi secara Regional

... 27

Tabel 2.5 Indikator-Indikator Pembentuk Daya Saing Daerah

... 28

Tabel 2.6 Peringkat Daya Saing Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat secara Nasional

.. 30

Tabel 2.7 Daya Saing Industri Negara ASEAN secara Global

... 31

Tabel 2.8 Daya Saing Industri Negara ASEAN secara Global

... 31

Tabel 3.1 Ukuran Daya Saing Nasional/Daerah

... 34

Tabel 3.2 Ukuran Daya Saing Industri

... 34

Tabel 4.1. Penurunan Share Peranan Industri Pengolahan di Daerah Industri

... 45

Tabel 4.2 Indeks Entropy, 2013

... 48

Tabel 4.3 Hasil Regresi Diversifikasi Ekonomi Daerah Pertanian

... 51

Tabel 4.4 Konsentrasi 10 Kabupaten/Kota Terhadap PDRB Jawa Barat (%)

... 54

Tabel 4.5 Share dan Pertumbuhan sub-sektor dengan Tingkat Pertumbuhan di atas Jawa Barat

... 56

Tabel 4.6 Share dan Pertumbuhan sub-sektor dengan Tingkat Pertumbuhan di bawah Jawa Barat

... 57

Tabel 4.7 Share dan Rata-Rata Pertumbuhan Sub-Sektoral Jawa Barat, dengan share kurang dari dua persen 2010-2014

... 58

Tabel 4.8 Hasil Regresi Determinan Financial Deepening Jawa Barat

... 64

Tabel 5.1 Produktivitas Tenaga Kerja, 2008-2012

... 67

Tabel 5.2 Share Nilai tambah Industri Jawa Barat dan Indeks LQ Industri, 2008-2012

... 69

Tabel 5.3 Realisasi Investasi Sektoral Jawa Barat, 2007-2014

... 72

Tabel 5.4 Tren Diversifikasi Ekspor Non-Migas Jawa Barat, 2010-2014

... 74

Tabel 5.5 Ekspor Neto Non-Migas (berdasar pertumbuhan positif), 2012-2014

... 75

Tabel 5.6 Share PDRB sub-Sektor Unggulan Jawa Barat

... 76

Tabel 5.7 Jumlah Unit Usaha Berdasarkan Skala Usaha, Jawa Barat

... 79

Tabel 5.8 Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Skala Usaha, Jawa Barat

... 79

Tabel 5.9 Kelompok Industri Manufaktur yang Cenderung Terpusat

... 83

Tabel 5.10 Kelompok Industri Manufaktur yang Cenderung Menyebar

... 84

Tabel 5.11 Distribusi Spasial Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat, 2008-2012

... 85

Tabel 5.12 Konsentrasi Geografi untuk Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat

... 86

(12)

  dĂďĞůϲ͘Ϯ/ŶĚĞŬƐ,ĂƌŐĂd<ĚĂŶKƵƚƉƵƚ^ĞŬƚŽƌĂů:ĂǁĂĂƌĂƚ͕ϮϬϭϬ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϭϲ

dĂďĞůϳ͘ϭWŝůĂƌWĞŵďĂŶŐƵŶĂŶĂLJĂ^ĂŝŶŐ<ĂďƵƉĂƚĞŶͬ<ŽƚĂ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϭϵ

dĂďĞůϳ͘Ϯ,ĂƐŝůŶĂůŝƐŝƐ&ĂŬƚŽƌƚĞƌŚĂĚĂƉĞƚĞƌŵŝŶĂŶĂLJĂ^ĂŝŶŐ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϭϵ

dĂďĞůϳ͘ϯ,ĂƐŝůŶĂůŝƐŝƐ&ĂŬƚŽƌƚĞƌŚĂĚĂƉĞƚĞƌŵŝŶĂŶĂLJĂ^ĂŝŶŐ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϮϭ

dĂďĞůϳ͘ϰWĞƌŝŶŐŬĂƚ/ŶĚĞŬƐ<ŝŶĞƌũĂĂLJĂ^ĂŝŶŐϮϬϭϬͲϮϬϭϰ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϮϳ

dĂďĞůϳ͘ϱ&ĂŬƚŽƌWĞŶĚŽƌŽŶŐĂLJĂ^ĂŝŶŐDĞůĞŬĂƚWĞƌ ͲĂĞƌĂŚ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϮϴ

dĂďĞůϳ͘ϲ,ĂƐŝůZĞŐƌĞƐŝĞƚĞƌŵŝŶĂŶWƌŽĚƵŬƟǀŝƚĂƐdĞŶĂŐĂ<ĞƌũĂ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϮϵ

dĂďĞůϴ͘ϭŶŐŬĂƚĂŶ<ĞƌũĂĚĂŶ:ƵŵůĂŚdĞŶĂŐĂ<ĞƌũĂ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϰϭ

dĂďĞůϴ͘Ϯ<ĞŵĂŵƉƵĂŶWĞŶĐŝƉƚĂĂŶ<ĞƐĞŵƉĂƚĂŶ<ĞƌũĂ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϰϮ

dĂďĞůϴ͘ϯ:ƵŵůĂŚhŶŝƚhƐĂŚĂĞƐĂƌ͕DĞŶĞŶŐĂŚ͕ĚĂŶ<ĞĐŝů

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϰϰ

dĂďĞůϴ͘ϰWĞŶĚĂƉĂƚĂŶƉĞƌͲ<ĂƉŝƚĂĂĞƌĂŚ͕ϮϬϭϬͲϮϬϭϰ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϰϱ

dĂďĞůϴ͘ϱDĂƚƌŝŬƐ^ĂƐĂƌĂŶ^ƚƌĂƚĞŐŝƐWĞŵďĂŶŐƵŶĂŶĂLJĂ^ĂŝŶŐĂĞƌĂŚ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϰϵ

dĂďĞůϴ͘ϲ^ƵďƐĞŬƚŽƌWƌŝŽƌŝƚĂƐWĞŶŐŐĞƌĂŬWĞƌĞŬŽŶŽŵŝĂŶ:ĂǁĂĂƌĂƚďĞƌĚĂƐĂƌŬĂŶdĂďĞů/ŶƉƵƚ KƵƚƉƵƚϮϬϭϬ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϱϭ

dĂďĞůϴ͘ϳ<ŝŶĞƌũĂĂLJĂ^ĂŝŶŐ/ŶĚƵƐƚƌŝhŶŐŐƵůĂŶ:ĂǁĂĂƌĂƚ͕ϮϬϭϰ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϱϮ

dĂďĞůϴ͘ϴ^ƵďƐĞŬƚŽƌWƌŝŽƌŝƚĂƐ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϱϮ

dĂďĞůϴ͘ϵ<ŽŵŽĚŝƚĂƐŬƐƉŽƌhƚĂŵĂ:ĂǁĂĂƌĂƚ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϱϯ

dĂďĞůϴ͘ϭϬ^ĞďĂƌĂŶ^ƵďƐĞŬƚŽƌhŶŐŐƵůĂŶ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϱϱ

dĂďĞůϵ͘ϭ^ƵŵďĞƌ<ĞƵŶŐŐƵůĂŶĞƌƐĂŝŶŐWĞŶĚŽƌŽŶŐ<ŽůĂďŽƌĂƐŝĚĂŶ<ĞƌũĂ ƐĂŵĂ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϲϴ

dĂďĞů>͘ϭǀĂůƵĂƐŝ<ŝŶĞƌũĂ<ƌĞĚŝƚĚĂŶEŝůĂŝdĂŵďĂŚŬŽŶŽŵŝƉĂĚĂ^ĞŬƚŽƌWƌŝŽƌŝƚĂƐΎĚŝ:ĂǁĂ ĂƌĂƚ

͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘͘ϭϳϳ

(13)

Gambar 1.1 Tingkat Produktivitas ... 5

Gambar 1.2 Skala Ekonomi dan Learning ... 6

Gambar 1.3 Model Diamond Porter ... 13

Gambar 2.1 Ukuran Daya Saing berdasar Global Competitiveness Index... 24

Gambar 3.1 Agregasi Daya Saing Industri-Daerah-Negara ... 35

Gambar 3.2 Kerangka Pembangunan Daya Saing ... 36

Gambar 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Jawa Barat (Harga Konstan 2000) ... 43

Gambar 4.2. Komposisi PDRB Sektoral Jawa Barat , 2004-2014 ... 44

Gambar 4.3 Proporsi Investasi PMA/PMDN di Jawa Barat, 2010-2014 ... 45

Gambar 4.4 Hubungan Diversifikasi Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka

Beberapa Daerah, 2013 ... 49

Gambar 4.5 Komposisi PDRB Sektoral Daerah Pertanian, 2013... 50

Gambar 4.6 Scatter Plot Pendapatan riil per kapita dan Indeks Entropy Daerah

Pertanian, 2010-2014 ... 50

Gambar 4.7 Sumber Pertumbuhan Ekonomi, 2005-2014 ... 53

Gambar 4.8 Sumber Pertumbuhan Ekonomi berdasarkan Pengeluaran, 2006-2013

(Harga Konstan 2000) ... 54

Gambar 4.9 Sumber Pertumbuhan berdasarkan Kabupaten/Kota, Jawa Barat ... 55

Gambar 4.10 Share dan Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Sub Sektoral, 2010-2014

... 56

Gambar 4.11 Proporsi Kredit di Jawa Barat, 2010-2014 ... 59

Gambar 4.12 Hubungan Kredit dan Pendapatan, 2014 ... 60

Gambar 4.13 Hubungan DPK per-kapita dan Pendapatan per-kapita (Harga Berlaku,

2014) ... 61

Gambar 4.14 Komposisi Kredit Sektoral, 2014 ... 62

Gambar 5.1 Realisasi Investasi Jawa Barat, 2006-2015... 71

Gambar 5.2 Share Ekspor Komoditas terhadap Total Ekspor Non-Migas Jawa Barat,

2010 -2014 ... 73

Gambar 5.3 Share Ekspor Jawa Barat terhadap Ekspor Nasional untuk Komoditas

Sejenis, 2010-2014 ... 74

Gambar 5.4 Proporsi PDRB Kab-Kota ... 76

Gambar 5.5 Share PDRB non-Migas Jawa Barat Menurut Skala Usaha 2012 ... 78

Gambar 5.6 Struktur PDRB non-Migas Sektoral Menurut Skala Usaha Jawa Barat

2011 ... 79

(14)

Gambar 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Jawa Barat, 2005-2014 ...93

Gambar 6.2 Total Factor Productivity Sektoral Jawa Barat ...94

Gambar 6.3 Nilai Tambah Per-Tenaga Kerja Sektoral Jawa Barat ...95

Gambar 6.4 Produktivitas Tenaga Kerja Kab/Kota, Jawa Barat ...96

Gambar 6.5 Pendapatan Per-kapita 2014 dan Pertumbuhan Pendapatan per kapita

2010-2014 (juta Rp) ...97

Gambar 6.6 Indeks Perkembangan Human Capital Kabupaten/kota, relatif

terhadap Provinsi Jawa Barat (basis tahun 2010 = 100) ...98

Gambar 6.7 Indeks Pendidikan Kabupaten/Kota, Jawa Barat ...99

Gambar 6.8 Perubahan Struktur Produksi Jawa Barat ...100

Gambar 6.9 Struktur Produksi Industri Pengolahan Jawa Barat ...100

Gambar 6.10 Struktur Produksi Sektor Pertanian, Kehutanan, Peternakan, dan

Perikanan Kabupaten/Kota ...101

Gambar 6.11 Struktur Produksi Sektor Industri Pengolahan Kabupaten/Kota ...102

Gambar 6.12 Struktur Produksi Sektor Perdagangan Besar & Eceran, Hotel, dan

Restoran Kabupaten/Kota ...102

Gambar 6.13 Diversifikasi Tenaga Kerja (Indeks Entropy) Jawa Barat ...103

Gambar 6.14 Share Ekspor sub-sektor Industri pengolahan, Jawa Barat ...103

Gambar 6.15 Share Ekspor Sub-Sektor Bahan Baku Pertanian & Binatang Hidup,

Jawa Barat ...104

Gambar 6.16 RCA Produk Ekspor yang Berdaya Saing ...105

Gambar 6.17 Riset dan Inovasi Perusahaan Kabupaten/Kota ...105

Gambar 6.18 Realisasi Investasi PMA dan PMDN Jawa Barat, 2008-2015 ...106

Gambar 6.19 Proporsi Realisasi Investasi Sektoral Jawa Barat, 2008-2014 ...107

Gambar 6.20 Pembiayaan Bank untuk Sektoral, Jawa Barat ...107

Gambar 6.21 Rasio Panjang Jalan terhadap Luas Wilayah, 2014 ...108

Gambar 6.22 Indeks Pembangunan Manusia, Kab/Kota ...109

Gambar 6.23 APBD Per-kapita, Kab/Kota...110

Gambar 6.24 Indeks Gini Kabupaten/Kota (Indeks Gini) ...111

Gambar 6.25 Persentase Penduduk Miskin, Kab/Kota ...112

Gambar 6.26 Tingkat Pengangguran Terbuka, Kab/Kota ...113

Gambar 6.27 Proporsi (%) Input terhadap Output, 2010 ...114

Gambar 6.28 Proporsi (%) Input Terhadap Output Industri yang Kompetitif di Pasar

ASEAN ...115

Gambar 6.29 Komposisi Nilai Tambah Bruto Sektoral Jawa Barat, 2010 ...117

Gambar 7.1 Determinan Daya Saing Ekonomi Daerah ...123

Gambar 7.2 Pemetaan Daya Saing Kabupaten/Kota 2014 ...124

Gambar 7.3 Pemetaan Variabel Pendorong Daya Saing Ekonomi Kab/Kota 2014 125

(15)

Gambar 7.5 Pengembangan Daya Saing Daerah ... 128

Gambar 8.1 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan IPM ... 147

Gambar 8.2 Hubungan Human Capital dengan Pendapatan Perkapita ... 147

Gambar 9.1. Hubungan Infrastruktur Kawasan dan Pertumbuhan Industri ... 161

Gambar 9.2 Rantai Pasok Berbasis Industri Makanan & Minuman Jawa Barat ... 165

Gambar 9.3 Rantai Pasok Pembiayaan Berbasis Usaha Tanaman Bahan Makanan

... 167

Gambar 9.4 Rantai Pasok Pembiayaan Berbasis Usaha Peternakan ... 168

Gambar L.1 Rantai Pasok Industri Tekstil, Pakaian Jadi, kulit, dan Alas Kaki Jawa

Barat ... 171

Gambar L.2 Rantai Pasok Industri Kimia, Karet, Plastik, dan Barang dari Bahan

Kimia Jawa Barat ... 171

Gambar L.3 Rantai Pasok Industri Barang Jadi dari Logam Jawa Barat ... 172

Gambar L.4 Rantai Pasok Subsektor Listrik Jawa Barat ... 172

Gambar L.5 Rantai Pasok Subsektor Jasa Sosial Kemasyarakatan & Jasa Lainnya

Jawa Barat ... 173

Gambar L.6 Rantai Pasok Subsektor Pengangkutan Jawa Barat ... 173

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumen Perencanaan dan Prospek Produksi di Jawa Barat ...132

Lampiran 2 Operasionalisasi Variabel Daya Saing ...134

Lampiran 3 Rantai Pasok ...171

Lampiran 4 Keterkaitan Ekonomis dan Rantai Nilai Perdagangan ...174

(17)
(18)







HQLQJNDWDQ NHPDNPXUDQ PHUXSDNDQ VDVDUDQ SHPEDQJXQDQ HNRQRPL GL VHPXD QHJDUD 6WUDWHJL SHQLQJNDWDQ QLODL WDPEDK DWDV VHWLDS NHJLDWDQ SURGXNVL HNVLVWLQJ PDXSXQ \DQJ EDUX PHUXSDNDQ SHPEXND MDODQ EDJL SHQLQJNDWDQ DORNDVL NXH EDJL SLKDNSLKDN \DQJ PHPEHULNDQ NRQWULEXVL DWDV SHQFLSWDDQ QLODL WDPEDK WHUVHEXW \DLWX NHSDGD SHPLOLN IDNWRU SURGXNVL \DLWX SHNHUMDSHPRGDOSHPLOLNVXPEHUGD\DDODPGDQSHQJXVDKDVHUWDNHSDGDQHJDUD \DLWX SDMDN 7DQWDQJDQ GDQ SHOXDQJ SHQLQJNDWDQ QLODL WDPEDK \DQJ EHUGDPSDN SDGD SHQLQJNDWDQ NXH DWDX NHPDNPXUDQ VDDW LQL PHQJKDGDSL GLQDPLND SHUHNRQRPLDQJOREDO\DQJPHQMDODQNDQSUDNWLNLQWHJUDVLSDVDUJOREDOGDQUHJLRQDO \DQJ EHUSHQJDUXK NHSDGD PHQLQJNDWQ\D SHUVDLQJDQ GL SDVDU GRPHVWLN 8QWXN PHPSHUEHVDU QLODL WDPEDK DQWDUD ODLQ PHODOXL SHQLQJNDWDQ GD\D VDLQJ SURGXN \DQJGLKDVLONDQVHUWDGD\DVDLQJSHUHNRQRPLDQ0HPEDQJXQGDQ PHQXPEXKNDQ GD\D VDLQJ PLNUR GDQ PDNUR PHQMDGL VDODK VDWX SHQGHNDWDQ SHPEDQJXQDQ HNRQRPLGDQVRVLDO\DQJVWUDWHJLV

5HOHYDQVL EDJL ,QGRQHVLD WHUPDVXN GDHUDK SHQJRUJDQLVDVLDQ GD\D VDLQJ GDSDW GLODNXNDQ VHFDUD VLQHUJLV SDGD WLQJNDW QDVLRQDO GDQ GDHUDK .RQVHS GDQ PRGHO GD\D VDLQJ XQWXN GDHUDK VHGLNLW EHUEHGD GHQJDQ XQWXN QDVLRQDO QHJDUD  3HPEDKDVDQ WHQWDQJ PDVDODK GDQ VROXVL WHQWDQJ SHPEDQJXQDQ GD\D VDLQJ HNRQRPL QDVLRQDO VXGDK SHQXOLV VLPSXONDQ GDQ SXEOLNDVLNDQ %DJLDQ LQL DNDQ PHQGLVNXVLNDQ WHQWDQJ IRUPXODVL NRQVHS GDQ SHQJXNXUDQ GD\D VDLQJ XQWXN GDHUDK VHUWD SHQGHNDWDQ SHQ\XVXQDQ VWUDWHJL VHEDJDL EDVLV LPSOHPHQWDVL NHELMDNDQ    ,QGLDVWXWL <XVXI  GDODP'D\D6DLQJ(NRQRPL1DVLRQDO0DVDODK 6ROXVL3ULRULWDV

3

%

%$*,$1

,



.216(33(1*8.85$1'$1

02'(/



%$*,$1 , .216(3 3(1*8.85$1 '$1

(19)

Daya saing atau competitiveness merupakan kemampuan suatu unit ekonomi, yaitu perusahaan atau industri, daerah atau negara, dalam memproduksi dan menjual barang dan jasa di pasar, yang mana tingkat keberhasilannya diukur sebagai kinerja. Perspektif ilmu ekonomi memahami peningkatan daya saing sebagai peningkatan kemampuan suatu unit ekonomi dalam menghasilkan barang dan jasa dengan lebih efisien sehingga lebih mampu bersaing dibandingkan pesaing. Kunci sukses dalam meningkatkan kemampuan menghasilkan barang dan jasa tersebut tergantung pada kemampuan dalam mengelola sumber daya dan ide secara efisien, inovatif, produktif, dan merespon kebutuhan pasar.

Relevan dengan globalisasi pasar, The European Commission mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pasar internasional, diiringi dengan kemampuan mempertahankan pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, untuk menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tinggi (European Commission, 1999 dalam Gardiner, Martin, dan Tyler, 2004).

Bagaimanapun, daya saing perusahaan atau sektor bisnis harus dibangun untuk menghadapi persaingan yang semakin tinggi baik di pasar global maupun domestik. Perusahaan harus membangun daya saing dengan mengelola kemampuan internal maupun eksternal. Perusahaan akan dimudahkan dalam penciptaan dan peningkatan daya saing dengan syarat didukung oleh efisiensi ekternal, seperti memiliki lingkungan bisnis yang baik dan dijamin oleh pemerintah daerah setempat. Agregasi dan interaksi atas kemampuan perusahaan dan kemampuan daerah akan membentuk daya saing daerah.

Dengan demikian, daya saing daerah diartikan sebagai kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dalam menghadapi persaingan domestik maupun global (UK-DTI)2. Sementara CURDS3 mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kekayaan

KONSEP

DAYA SAING

1

BAB

(20)

BAB 1 Konsep Daya Saing yang tinggi serta berdampak pada tingkat kekayaan yang lebih merata bagi penduduknya.

Sementara Huggins (2007)4 mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan perekonomian daerah untuk menarik dan mempertahankan perusahaan-perusahaan dengan kondisi yang stabil atau dengan pangsa pasar yang meningkat, dengan tetap mempertahankan atau meningkatkan standar kehidupan pemangku kepentingan. Dalam pengertian ini, kondisi perekonomian yang kondusif jelas merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing daerah.

Penyesuaian terhadap dinamika pasar menjadi penting untuk mengelola daya saing. Persaingan antar unit ekonomi di suatu pasar yang semakin tinggi akan memengaruhi capaian daya saing. Tuntutan melakukan proses produksi yang efisien menjadi keharusan jika ditargetkan untuk menjaga atau meningkatkan daya saing. Peluang perluasan dan pendalaman pasar, baik di pasar domestik maupun pasar internasional, menjadi semangat unit ekonomi untuk melakukan ekspansi bagi peningkatan produktivitas yang merupakan indikator daya saing.

Perubahan level daya saing suatu unit ekonomi mencerminkan perubahan kemampuan transformasi untuk menghasilkan barang dan jasa menggunakan sumber daya, ide, dan teknologi yang diukur melalui perubahan tingkat produktivitas. Kapabilitas teknologi yang melekat dalam pengelolaan organisasi sangat menentukan capaian produktivitas. Indikator kapabilitas teknologi tersebut meliputi kemampuan inovasi, level teknologi yang digunakan, dan networking.

1.1

Perspektif Ekonomi Mikro Tentang Daya Saing

Pengetahuan tentang daya saing dan kaitannya dengan pembangunan ekonomi dapat dijelaskan dari perspektif teori ekonomi mikro. Capaian daya saing suatu unit ekonomi ditentukan oleh kinerja produktivitas atas penggunaan tenaga kerja, capital dan natural endowments dalam menghasilkan nilai tambah yang maksimum. Produktivitas antar unit ekonomi dapat berbeda bergantung pada peningkatan kapabilitas mikroekonomi pada suatu perekonomian dan kemampuan bersaing. Seiring dengan peningkatan produktivitas, diimplementasikan strategi perluasan ukuran pasar baik di pasar global maupun domestik sehingga jalur ekspansi dapat dijalankan dengan tetap menjaga efisiensi. Indonesia yang terbilang kaya akan kepemilikan sumber daya alam mempunyai potensi kemakmuran bagi

(21)

Konsep, Pengukuran, dan Model

penduduknya namun harus melalui pembangunan industri pengolahan yang efisien sekaligus produktif. 5

Dengan dukungan makroekonomi yang stabil, utilisasi dari akumulasi faktor produksi atau input dalam menghasilkan produksi yang efisien akan membentuk daya saing pada level mikro atau di tingkat perusahaan. Agregasi penguatan daya saing perusahaan dapat membentuk daya saing di tingkat industri apalagi jika melalui pembangunan klaster (cluster) industri. Membentuk daya saing industri di tingkat daerah dan nasional membutuhkan kebijakan ekonomi yang saling menguatkan. Kesuksesan pembangunan daya saing secara bottom up atau dimulai dari tingkat perusahaan adalah jika mampu mengolah potensi dan kapasitas lokal dengan prinsip efisiensi.

Peranan pemerintah daerah dalam mengelola daya saing terbilang stratejik karena lokasi produksi perusahaan berada di daerah. Membangun daya saing di tingkat provinsi dan nasional sama dengan menghimpun berbagai potensi dan kinerja daya saing antar daerah kabupaten/kota yang menjadi lokasi produksi perusahaan.

Porter (1998) menyarankan pembangunan daya saing ekonomi harus berbasis daya saing perusahaan, yang dicirikan oleh terjadinya peningkatan produktivitas sejumlah perusahaan di lokasi tertentu dan mencatat kesuksesan bersaing dengan pesaing di pasar global dan di pasar domestik serta mampu mengungkit peningkatan kemakmuran masyarakat lokal dan nasional. Memerhatikan daerah di Indonesia termasuk di Jawa Barat, daerah atau wilayah memiliki potensi mampu bersaing karena dekat dengan sumber daya, kemudahan akses pasar, dan/ atau memiliki kekuatan kelembagaan. Untuk keberlanjutan, harus dilakukan inovasi dan terjadinya upgrade kapasitas perusahaan dan industri di lokasi tersebut.

Pemerintah berperan dalam menciptakan dan menjamin lingkungan bisnis yang efisien. Pembangunan klaster industri membantu perusahaan dalam beroperasi secara efisien. Kajian Porter menyimpulkan pentingnya peranan swasta atau perusahaan dalam membangun daya saing yang memerlukan kolaborasi sektor publik dengan swasta untuk mendorong produktivitas.

Pengelolaan Daya Saing

Daya saing lebih mudah dibangun pada lingkungan perusahaan atau lokasi yang masyarakatnya relatif makmur. Daerah yang semakin makmur membentuk daya tarik investasi sekaligus menyediakan SDM lebih terampil dan terdidik yang pada gilirannya memudahkan untuk peningkatan produktivitas

(22)

BAB 1 Konsep Daya Saing perusahaan. Efek dari peningkatan produktivitas perusahaan adalah pertumbuhan standar hidup masyarakat lokal.

Dalam teori ekonomi mikro, tumbuhnya kapasitas perusahaan untuk mampu bersaing, tumbuh dan memperoleh profit merupakan indikator peningkatan produktivitas. Perusahaan yang memiliki daya saing adalah yang mampu memproduksi barang dan jasa (supply) sesuai dengan kebutuhan pasar (demand) dengan harga dan kualitas bersaing. Ukuran peningkatan daya saing adalah meningkatnya pangsa pasar. Di pasar global, pangsa pasar diukur melalui pangsa ekspor. Meningkatnya aliran sebagian produksi ke pasar non domestik akan memancing aliran investasi asing. Kualitas aliran investasi asing adalah jika merespon peningkatan produktivitas dan pangsa ekspor, atau disebut memiliki pull

factor. 6

Gambar 1.1 Tingkat Produktivitas Sumber: Pindyck & Rubinfeld (2008)

Produktivitas merupakan ukuran pertumbuhan produksi yang efisien. Pada formula rasio output terhadap input, maka peningkatan produktivitas adalah jika volume output meningkat pada kondisi tidak ada perubahan volume input yang digunakan. Set input meliputi tenaga kerja, kapital, material, energi, dan input lainnya. Pada fungsi produksi yaitu output = f (input), peningkatan produktivitas adalah jika volume input ditingkatkan maka volume output meningkat lebih tinggi atau terjadi increasing returns to scale (lihat Gambar 1.1) 7.

6 Pelemahan ekonomi domestik di negara maju mendorong investasi mengalir ke negara emerging termasuk Indonesia (push factor)

7 Decreasing returns to scale adalah kebalikan dari increasing return to scale, atau menunjukkan inefisiensi produksi, atau dari sisi biaya menunjukkan diseconomies of scale.

Volume O Output Volume Input Increasing returns Constant returns Decreasing returns

(23)

Konsep, Pengukuran, dan Model

Diewert (1992) mendefinisikan produktivitas perusahaan atau industri sebagai suatu ukuran terhadap perubahan yang terjadi antara rasio output terhadap input pada suatu rentang waktu tertentu. Terdapat beberapa metode dalam mengukur produktivitas suatu perusahaan atau industri. Ketersediaan data di level perusahaan atau industri menjadi salah satu sumber terdapat beberapa metode pengukuran produktivitas (Diewert, 1992; Rogers, 1998).

Jorgenson dan Griliches (1967) menggunakan rasio harga output terhadap biaya input. Biaya input pada metode ini diasumsikan terdiri dari biaya tenaga kerja, modal, dan/atau material. Nilai tambah, sebagai suatu ukuran yang dihasilkan dari proses pengurangan antara output terhadap biaya material, dijadikan alternatif pengukuran produktivitas yang diajukan oleh Morrison (1993). Produktivitas multi faktor diajukan oleh Aspen (1990) untuk mengukur tingkat produktivitas pada level agregat.

Peningkatan volume input mengakibatkan peningkatan biaya. Jika peningkatan biaya lebih rendah dibandingkan peningkatan penerimaan akibat peningkatan output, maka skala produksi dikategorikan efisien atau economies of

scale. Secara jangka panjang, Learning curve digunakan untuk mengetahui

peningkatan produktivitas tenaga kerja akibat semakin berpengalaman dan terampil.

Peningkatan produksi yang disertai penurunan biaya input rata-rata merupakan capaian efisiensi atau skala ekonomis (increasing return to scale). Peningkatan output dalam jangka panjang tetap dapat efisien akibat hasil learning yang dilakukan secara

terus menerus. Efek learning mampu menurunkan biaya input rata -rata.

Gambar 1.2 Skala Ekonomi dan Learning

Biaya tenaga kerja menjadi lebih efisien dibandingkan volume output yang dihasilkannya. Jika efek dari proses learning juga mengena pada input yang lain seperti kapital dan lainnya, maka efek learning adalah tingkat peningkatan biaya produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan tingkat peningkatan volume output. Selanjutnya berbekal kurva learning, ekspansi yang dilakukan akan

(24)

BAB 1 Konsep Daya Saing kesempatan kerja. Dampak terhadap kesempatan kerja inilah yang menghubungkan pertumbuhan daya saing dan pembangunan ekonomi.

Pengukuran efisiensi perusahaan atau industri merupakan aspek dari pengukuran produktivitas.8 Terdapat 3 (tiga) metode yang dapat digunakan dalam mengukur efisiensi, yaitu data envelopment analysis, stochastic production frontier, dan data panel. Data Envelopment Analysis (DEA) mengasumsikan data bersifat non-parametrik, sedangkan Stochastic Production Frontier (SPF) mengasumsikan data bersifat parametrik dan terdapat kemungkinan adanya error dalam proses pengukuran output maupun input.9 Pada metode data panel, residual yang diasumsikan konstan sepanjang waktu merupakan ukuran yang digunakan untuk inefisiensi suatu perusahaan atau industri (Greene, 1993).10

Selain kemampuan mengelola faktor internal dalam transformasi input menjadi output secara efisien, produktivitas perusahaan atau industri ditentukan juga oleh faktor eksternal. Lingkungan bisnis yang kondusif dan persaingan sehat merupakan faktor eksternal yang kesuksesannya diindikasikan oleh membesarnya ukuran pasar. Kondisi ideal adalah peningkatan pangsa pasar suatu perusahaan tidak memaksa perusahaan lain untuk exit karena tidak mendapat profit. Pemerintah harus mencegah terjadinya status quo akibat ‘zero-sum’. Yang ideal adalah ‘positive-sum’. Kondisi makroekonomi, politik dan sosial suatu negara yang stabil akan memudahkan peningkatan daya saing.

Pemerintah dapat berperan menciptakan skala ekonomis melalui pembangunan cluster.11 Di Indonesia dikenal sebagai kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, hingga sentra. Pembangunan infrastruktur menggunakan dana pemerintah. Beberapa kawasan industri bahkan sudah dibangun dan dikelola oleh swasta. Lingkungan persaingan untuk membangun daya saing akan lebih mudah diwujudkan jika perusahaan-perusahaan berlokasi dalam suatu cluster.

8 Grosskopf (1993) mendefinisikan pertumbuhan produktivitas terjadi akibat adanya perubahan pada efisiensi, yaitu sejauh mana perubahan terjadi dari adopsi teknologi yang dilakukan pada proses produksi.

9 DEA berbentuk pemrograman matematika yang pertama kali diajukan oleh Farrell (1957) dan Koopmans (1951), adapun SPF pertama kali dibahas oleh Bauer (1990) dan Greene (1990). Pembahasan terkait respon atas metode DEA yang tidak mengekspos kemungkinan adanya randomness dalam variabel input dan output yang digunakan.

10 Nilai inefisiensi berada pada rentang 0 (nol) hingga 1 (satu). Pengurangan terhadap nilai 1 (satu) menghasilkan angka efisiensi perusahaan atau industri.

11 A cluster is a geographic concentration of related companies, organizations, and institutions in a particular

field that can be present in a region, state, or nation. Clusters arise because they raise a company's productivity, which is influenced by local assets and the presence of like firms, institutions, and infrastructure that surround it.

(25)

Konsep, Pengukuran, dan Model

Pendekatan Pembangunan Daya Saing

Pembangunan daya saing saat ini ditawarkan melalui 4 (empat) prinsip ekonomis yaitu:

(1) Positive-sum

Pendekatan dan strategi bersaing dalam menghadapi persaingan global dan domestik yang ketat namun mampu mendapatkan akumulasi keuntungan atau

benefit yaitu ‘positive-sum strategy’.12 Outcome dari pendekatan ini adalah akumulasi dari keuntungan dan kerugian yang jumlahnya positif. Hasil ini hanya mungkin jika ada ekspansi sehingga kue yang berpeluang dinikmati membesar sehingga distribusinya diantara berbagai pihak dapat lebih besar. Perbesaran kue tersebut dapat dilakukan dari sumber eksternal atau melalui kegiatan integrasi untuk menekan biaya. Namun, integrasi tersebut umumnya dilakukan melalui diskusi atau negosiasi dengan memperhatikan perbedaan kepentingan untuk mendapatkan positive sum result.

Pembangunan daya saing saat ini harus mampu mendorong berbagai faktor atau determinan daya saing untuk bergerak dan saling mendukung. Ada relasi intra-faktor pendorong daya saing dan dengan kinerja pembangunan seperti pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan pengurangan ketimpangan. Untuk penerapannya, eksekutor kebijakan daya saing baik di tingkat pemerintah dan pelaku usaha swasta harus memiliki mutual advantages yang menetes kepada kemakmuran masyarakat. Seperti contoh pengembangan teknologi dan pengetahuan yang dianggap sebagai faktor penting peningkatan daya saing harus didasarkan atas platform kebijakan yang mampu mengakselerasi sasaran keuntungan dan benefit yang diterima negara, pelaku usaha swasta, dan masyarakat.

(2) Efisiensi dinamis

Persaingan yang sehat akan meningkatkan kemakmuran jika terjadi efisiensi ekonomi secara dinamis, yaitu pemanfaatan dan alokasi produksi mengakibatkan seseorang menjadi lebih baik (sejahtera) tanpa membuat orang lain berkurang kesejahteraannya.13 Secara makro, efisiensi ekonomi dicapai dengan target mewujudkan golden rule of saving.14 Artinya, pembangunan daya saing harus menghasilkan outcome yaitu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari tingkat bunga riil. Bagi perekonomian yang mengalami kesulitan meredam tingkat inflasi seperti

12 Positive-sum, zero-sum dan negative-sum adalah konsep dalam game theory untuk dapat mengkalkulasi outcome sebagai hasil dari berbagai alternatif strategi. Outcome dapat berupa sejumlah uang (return, profit) atau benefit yang disasar oleh masing-masing pihak yang bersaing. Nomenklatur ini berbeda dengan win-lose, win-win, dan lose-lose.

(26)

BAB 1 Konsep Daya Saing Indonesia, akan berakibat pelaku usaha swasta dan masyarakat kesulitan untuk efisien.

Mudahnya, jika perekonomian mencatat tingkat inflasi tertentu, maka pertumbuhan produktivitas harus lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi. Maka dari itu, perlu intervensi pemerintah untuk membuahkan efisiensi eksternal bagi pelaku usaha dan masyarakat.

(3) Riset dan Inovasi

Kinerja riset untuk pengembangan (R&D) dan inovasi pada suatu negara terbukti akan menentukan capaian daya saing dan penumbuhan daya saing di jangka menengah dan jangka panjang. Kegiatan R&D yang dimaksud adalah kegiatan yang berbasis ilmu pengetahuan untuk menghasilkan alternatif solusi prioritas bukan hanya untuk solusi masalah efisiensi atau produktivitas yang dihadapi, melainkan juga untuk membangun daya saing di masa mendatang.

Selanjutnya, volume dan kesesuaian R&D berperan penting dalam menumbuhkan kapasitas perusahaan dan masyarakat untuk melakukan inovasi yang berorientasi pada penumbuhan daya saing ekonomi. Inovasi dimaksud adalah untuk memperbaiki metode produksi, mengurangi biaya, dan meningkatkan kualitas produk sesuai dengan kebutuhan pasar.

Pemerintah dan perusahaan selayaknya mengalokasikan anggaran R&D secara signifikan agar tercapai ekspektasi peningkatan kinerja. Namun, data menunjukkan bahwa anggaran R&D di Indonesia relatif rendah sehingga menyulitkan penumbuhan inovasi secara masif. Saat ini praktis belum ada insentif jika meningkatkan dana R&D.

(4) Aglomerasi dan pengembangan wilayah

Prinsip pembangunan daerah dalam konteks pembangunan nasional adalah pembangunan daya saing daerah bukan dicapai atas eksploitasi sumber daya alam yang dimiliki, melainkan mengombinasikannya dengan inovasi, kreativitas, knowledge, teknologi, nilai sosial budaya, toleransi, social networks, trust,

responsibility, dan nilai bermasyarakat yang positif. Kombinasi tersebut ditujukan

dalam rangka menciptakan proses dan keberlanjutan pembangunan yang mampu mengajak masyarakat lokal untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya melalui etos kerja produktif. Semangat entrepreneurship menjadi lokomotif transformasi sumber daya menjadi intellectual capital, value added, pembangunan, dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

(27)

Konsep, Pengukuran, dan Model

1.2 Review Konsep Daya Saing

Daya saing menurut teori ekonomi tradisional diartikan sebagai absolute

advantage, yang kemudian menjadi comparative advantage menurut Ricardo.

Heckscher dan Ohlin (H-O) kemudian menjelaskan terbangunnya comparative

advantage diwujudkan akibat keunggulan dalam faktor endowments. Saat ini,

relevansi teori tersebut mengalami pengayaan karena persaingan global yang semakin tinggi. Adam Smith (1976) dalam Wealth of Nations menjelaskan konsep daya saing melalui intensitas perdagangan internasional suatu negara melalui strategi division of labour. Spesialisasi, kerja sama, dan pertukaran dalam pasar persaingan menjadi semangat untuk menumbuhkan daya saing. Walaupun konsep daya saing terus diperkaya, namun teori lama masih relevan digunakan, seperti kontribusi Ricardo yang menjelaskan bahwa comparative advantage muncul akibat adanya perbedaan produktivitas tenaga kerja antar negara. Adapun model H-O menegaskan bahwa comparative advantage terbangun akibat intensifikasi suatu faktor produksi, yaitu apakah lebih intensif dalam penggunaan kapital atau tenaga kerja. Selanjutnya Leontief Paradox membantah model H-O yaitu adanya faktor penting tenaga kerja terampil yang dapat memperkuat faktor kapital.

Vernon (1966) berargumentasi bahwa keunggulan atas suatu produk tertentu bisa tidak bertahan karena product cycle yaitu produk tersebut sudah masuk tahap maturity bahkan decline, akibat kegiatan invensi dan inovasi dalam memproduksi produk baru sehingga produk lama menjadi decline. Dari perspektif teori ekonomi, terjadi pergeseran preferensi dan selera atas produk tertentu karena adanya produk substitusi yang lebih menjanjikan utilitas lebih tinggi.

Secara praktis, daya saing kemudian dipahami sebagai refleksi kekuatan suatu negara atau daerah akibat dimilikinya keunggulan. Keunggulan dalam menghasilkan suatu produk diukur dari perspektif kepemilikan factor endowments, kemampuan menguasai pasar, kemampuan produksi dengan skala ekonomis disertai efisiensi, dan jaminan keberlangsungan keunggulan tersebut.

Kinerja daya saing secara sederhana diukur oleh pertumbuhan produktivitas akibat peningkatan skala ekonomis dan efisiensi dalam berproduksi. Produktivitas yang meningkat membantu akumulasi nilai tambah yang juga meningkat sehingga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Secara teori, akumulasi nilai tambah akibat pertambahan produksi yang efisien sebagai efek dari akumulasi kapital fisik, tenaga kerja, dan human capital, seperti dijelaskan dalam

new growth theory.

Dengan fokus pada penumbuhan daya saing, maka selain terjadi peningkatan nilai tambah, juga berdampak pada perluasan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor. Namun, persoalan pelemahan ekonomi global dalam dekade

(28)

BAB 1 Konsep Daya Saing serta tingkat pengangguran yang tinggi, membawa persoalan terhadap penumbuhan daya saing karena meningkatnya ketidakpastian global yang menyulitkan perluasan dan penciptaan pasar, bahkan bagi produk unggulan sekalipun.

Namun demikian, peluang penciptaan pasar baru tetap ada karena kekuatan inovasi yang terus tumbuh disertai oleh kecepatan difusi informasi dan komunikasi sejalan dengan kemajuan teknologi informasi yang membantu dalam penciptaan pasar yang baru. Belajar dari Korea Selatan yang mampu terus meningkatkan produk elektronik yang dilakukan melalui dua saluran, yaitu peningkatan ukuran pasar yang sesuai dengan perusahaan Korea (domestik) dan terus menumbuhkan produktivitas dan inovasi yang mana perusahaan domestik harus responsif terhadap meningkatnya persaingan pasar global, tumbuhnya talenta, dan kemajuan teknologi.

Energi daya saing adalah responsif terhadap dinamika pasar global, perdagangan internasional, investasi, dan mobilitas sumber daya manusia bertalenta. Daya saing ekonomi harus dibangun tidak hanya di level negara, namun juga di level daerah dan tentu di level perusahaan.

Menghadapi pelemahan pertumbuhan ekonomi yang berlanjut, stimulus fiskal dan moneter serta re-regulasi keuangan saja tidak cukup. Untuk menghidupkan kembali tingkat produktivitas yang tumbuh rendah dan menemukan kembali sumber pertumbuhan ekonomi melalui inovasi, penciptaan lapangan kerja dan pengembangan perdagangan menjadi isu kebijakan penting di hampir semua negara.

Bagi Indonesia, peluang sangat besar karena dimilikinya ukuran pasar domestik yang besar dan kepemilikan sumber daya alam yang melimpah. Tantangannya adalah harmonisasi penumbuhan daya saing di level daerah dan pusat dengan reformasi struktur produksi nasional untuk menumbuhkan produktivitas produk unggulan yang meningkat skala ekonomis dan efisiensinya.

Konsep daya saing daerah mulai dibangun pada tahun 1970-an ketika banyak peneliti menangkap fenomena dinamisasi yang terjadi pada lokasi industri dan faktor-faktor yang menentukan lokasi dari aktivitas ekonomi (Vukovic et al., 2012). Daerah dipandang sebagai suatu wilayah aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada suatu wilayah meningkat akibat ketersediaan atau dekat dengan sumber daya alam, tenaga kerja, dan kemudahan akses pasar. Kegiatan produksi tinggi yang diikuti oleh adanya perkembangan teknologi serta inovasi. Perbesaran skala ekonomis produksi di suatu wilayah akan memunculkan ekternalitas ekonomi (Marshall, 1890), yang kemudian diterjemahkan dalam penumbuhan kawasan industri, hingga konsep megapolitan.

(29)

Konsep, Pengukuran, dan Model

Pembangunan daya saing melalui pendekatan kawasan industri diintroduksi oleh Porter (1990) yang selanjutnya mengundang berbagai penelitian tentang daya saing (Vukovic et al., 2012). Porter (1990) menyatakan bahwa berkumpulnya banyak perusahaan yang saling berhubungan dan/atau bersaing, ketersediaan input, dan pemasok dalam suatu kawasan akan memunculkan keunggulan kompetitif. Lengyel (2009) memaparkan pentingnya terdapat suatu kawasan industri yang mampu menghasilkan eksternalitas melalui aglomerasi ekonomi dan didukung oleh linkages yang terjadi pada setiap rantai aktivitas produksi.

Lengyel (2009) memaparkan beberapa faktor yang mampu mendorong daya saing daerah, antara lain (1) fundamental kesuksesan (struktur ekonomi, kemampuan tenaga kerja, lingkungan, aktivitas inovasi, struktur sosial, dan identitas wilayah), (2) faktor pembangun (R&D, infrastruktur, human capital, investasi, UMKM, kelembagaan), (3) karakteristik spesifik kawasan industri, dan (4) interdependensi antar faktor dan kawasan industri. Direkomendasikan dilakukannya upaya sistematik dalam mencapai keunggulan daerah yang bersifat

bottom-up dan terkoneksi dengan praktik perkembangan kawasan industri. Fujita

(1988), Krugman (1991), dan Venables (1996) juga menyatakan bahwa faktor lokasi atau aglomerasi ekonomi merupakan faktor penting dalam penumbuhan daya saing daerah. Faktor penting lainnya adalah tingkat produktivitas dan kesejahteraan.

Penyerapan tenaga kerja yang tinggi dan peningkatan pendapatan juga merupakan indikator dalam menilai kemampuan berdaya saing suatu wilayah (European Commission, 1999; Lengyel, 2004). Terdapat model daya saing daerah yang meyakini pentingnya perdagangan dalam memacu perekonomian suatu daerah. Kinerja ekonomi daerah antara lain diukur dari dimilikinya industri yang berorientasi ekspor di suatu wilayah (Armstrong & Taylor, 2000; McCan, 2001). Peningkatan ekspor merupakan ukuran peningkatan daya saing daerah yang mengindikasikan tingkat pertumbuhan permintaan di pasar. Model tersebut juga bergantung pada tingkat pertumbuhan pendapatan dan produktivitas (Dixon & Thirwall, 1975; Krugman, 1991). Peningkatan daya saing selain berdampak pada perbaikan kinerja perusahaan, juga mampu berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Ukuran produktivitas merupakan kunci utama daya saing daerah (Porter, 1990; Krugman, 1994; O’Mahony & Van Ark, 2003; Kitson et al., 2004; Sapir et al., 2004; European Commission, 2003, 2007, 2010, 2011). Porter (1990) melalui Model Diamond membahas interaksi dari empat faktor yang dapat mendorong daya saing, antara lain (i) strategi perusahaan, struktur, dan pesaing, (ii) kondisi faktor produksi, (iii) kondisi permintaan, dan (iv) kondisi industri terkait & pendukung.

(30)

BAB 1 Konsep Daya Saing peningkatan produktivitas, inovasi, dan ekspor. Kemampuan menjaga tingkat produktivitas tinggi dan cenderung meningkat sepanjang waktu adalah hal utama dalam upaya meningkatkan kualitas hidup, yang menentukan daya saing suatu daerah (Porter, 1998).

Gambar 1.3 Model Diamond Porter Sumber: Porter (1990)

Untuk bekerja secara sinergi, keempat faktor memerlukan iklim makro yang kondusif. Faktor di tingkat makro yang bersifat eksogen adalah stabilitas makroekonomi dan politik. Di tingkat meso, faktor ketersediaan input saja tidak cukup, diperlukan faktor human capital yang mencirikan kualitas manusia sebagai faktor infrastruktur sosial masyarakat yang terbukti sebagai determinan daya saing ekonomi yang penting. Selain itu, efektivitas pemerintah daerah dan desentralisasi penyusunan kebijakan promosi daya saing merupakan kelembagaan politik yang juga penting.

Di tingkat mikro, perusahaan atau unit usaha harus mampu mengolah secara optimal keempat faktor yaitu input atau faktor produksi, permintaan dan pasar, industri pendukung, dan kemampuan bersaing perusahaan, untuk tujuan menumbuhkan skala ekonomi perusahaan dan industri sekaligus sebagai pemunculan daya tarik daerah untuk mengundang perusahaan investor baru. Diperlukan kelembagaan yang harus berperanan, yaitu:

(1) Perusahaan atau industri, yang mempunyai rekam jejak keunggulan sehingga menjamin peningkatan kinerja bisnis dan produktivitas

(2) Pasar output bekerja efisien sehingga terwujud harga pasar yang efisien (3) Pasar tenaga kerja yang efisien, yang akan mendorong tenaga kerja

semakin terampil, kompeten, dan produktif disertai kenaikan upah

Strategi Perusahaan, S

Struktur & Persaingan

Kondisi Permintaan

Industri Terkait & Industri Pendukung Kondisi Faktor

P

(31)

Konsep, Pengukuran, dan Model

(4) Sistem keuangan dan perbankan yang efisien, yang akan menyediakan pembiayaan yang efisien.

Untuk mendukung berperannya keempat aktor tersebut, peranan pemerintah diperlukan untuk membangun:

(1) Iklim bisnis yang pro-kinerja , (2) Infrastruktur fisik,

(3) Infrastruktur knowledge.

Merujuk Budd and Hirmis (2004), perusahaan atau industri yang berlokasi di daerah harus mengembangkan daya saing kompetitif (competitive advantage) dengan mendorong peningkatan produktivitas. Pemerintah daerah harus mendorong pengembangan spesialisasi industri berbasis daya saing komparatif (comparative competitiveness). Keduanya harus terakselerasi melalui strategi pengembangan daya saing daerah.

Relevansi konsep daya saing tersebut dapat digunakan untuk membangun daerah di Indonesia secara bekualitas, menggunakan pendekatan baru, yaitu berbasis pengembangan daya saing daerah yang bukan hanya sekedar meningkatkan produktivitas menghadapi era persaingan global dan regional namun harus disertai dengan efeknya terhadap kesejahteraan masyarakat yang terus membaik dan merata. Pendekatannya adalah mengembangkan kemampuan daerah untuk meningkatkan daya tarik baik bagi eksternal maupun masyarakat lokal agar mampu bersinergi meningkatkan produktivitas semua elemen masyarakat yang meliputi pelaku usaha, pemerintah, dan individu masyarakat. Targetnya adalah menjamin masyarakat akan mudah mendapat pekerjaan dan bekerja produktif. Pelaku usaha harus mampu meningkatkan produktivitas yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah. Demikian pula kelembagaan pemerintah harus mengakselerasi dan mendukung penciptaan nilai tambah yang dilakukan oleh pelaku usaha dan masyarakat. Konsep membangun daya saing melalui peningkatan produktivitas menjadi gagal jika tidak mampu memunculkan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

Beberapa peneliti mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan daerah dalam menjaga tingginya aktivitas ekonomi dan menjamin peningkatan kualitas hidup masyarakatnya secara berkelanjutan (Poot, 2000; European Commission, 2001; Porter & Ketels, 2003; Cooke, 2004). Maka, konsep daya saing daerah, selain berorientasi pada aktivitas ekonomi, juga menekankan pentingnya kualitas hidup masyarakat daerah tersebut.

Kitson et al. (2004) pada penelitiannya mengenai daya saing daerah memaparkan beberapa indikator yang dapat digunakan dalam mengukur daya

(32)

BAB 1 Konsep Daya Saing

(2) social-institutional capital (keeratan dan orientasi dari jaringan sosial dan struktur institusi), (3) cultural capital (jumlah dan kualitas aset dan fasilitas budaya), (4)

infrastructural capital (skala dan kualitas infrastruktur publik), (5) knowledge/creative capital (keberadaan kelas kreatif dan inovatif), (6) productive capital (efisiensi dari

kegiatan produksi). Faktor kualitatif (sosial) yang dicoba ditangkap Kitson et al. (2004) adalah dalam upaya memberikan perspektif pentingnya memerhatikan kualitas hidup dalam mengukur daya saing daerah.

Untuk percepatan penumbuhan daya saing suatu daerah, secara konseptual, ditandai oleh meningkatnya skala ekonomis pada industri atau sektor di daerah. Pemerintah dapat berperan dan memfasilitasi untuk meningkatkan skala ekonomis yang bersumber dari:

(1) Internal economies, yaitu peningkatan efisiensi yang bersumber dari internal

perusahaan

(2) Localization economies, yaitu peningkatan efisiensi akibat terjadinya interaksi

antara perusahaan –perusahaan suatu industri dalam lokalisasi tertentu (3) Urbanization economies, yaitu peningkatan efisiensi akibat interaksi antar

sektor/industri

(4) Agglomeration economies hasil interaksi atas efek localization economies dalam

memunculkan terbangunnya industri lain dan urbanization economies

1.3 Kerangka Pembangunan Daya Saing Daerah

Merujuk pada Besanko (2013), pengembangan daya saing oleh daerah tidak lain adalah penciptaan nilai (value creation) yang dilakukan secara terus menerus. Dari sisi pelaku usaha atau produsen, penciptaan nilai dilakukan melalui target margin sebagai selisih antara harga dan biaya. Mereka harus menjaga agar biaya selalu dibawah harga pasar. Tekanan persaingan yang meningkat mengancam berkurangnya margin jika mereka bekerja tidak efisien dan tidak inovatif. Dari sisi konsumen, penciptaan nilai dibangun melalui diperolehnya benefit akibat terjangkaunya harga atas produk yang dibelinya. Peningkatan pendapatan konsumen mendorong meningkatnya permintaan atas produk yang semakin beragam dan berkualitas namun dengan harga yang tetap terjangkau. Secara agregat, konsep penciptaan nilai terealisasikan jika benefit melebihi biaya, atau dengan kata lain adanya surplus yang dirasakan baik oleh konsumen maupun produsen.

Kerangka pengembangan daya tarik ekonomi suatu daerah sebagai ukuran pengembangan daya saing ekonomi Jawa Barat harus dalam kerangka lingkungan makro dan global yang terintegrasi baik di dalam jangka pendek dan jangka panjang. Keterbukaan ekonomi suatu daerah menjadi syarat pengembangan daya

(33)

Konsep, Pengukuran, dan Model

saing ekonomi melalui kemudahan interaksi daerah merespon perkembangan dinamis global. Dibutuhkan knowledge dan inovasi agar menjadikan perkembangan global menjadi suatu peluang ekonomi. Kegiatan riset, pendidikan dan inovasi menjadi penciri kemampuan daerah mampu berinteraksi dengan global. Krugman (2015) melakukan koreksi bahwa ukuran daya saing melalui peningkatan ekspor saja tidak cukup jika tidak berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Lebih lanjut, Krugman mencontohkan bahwa pembangunan daya saing atau competitiveness kerap identik dengan kebijakan tidak populer dari sisi pemerintah baik pusat maupun daerah karena membangun daya tarik daerah atau negara kerap identik dengan pengurangan beban pajak bagi para pelaku usaha termasuk pelaku usaha asing. Kebijakan deregulasi keuangan dan kebijakan industrial untuk membangun daya tarik juga kerap dipersepsikan merugikan kepentingan pelaku usaha lokal.

Bagi suatu daerah, apakah provinsi, kota, maupun kabupaten, dikategorikan memiliki daya saing jika memiliki kemampuan untuk terus menumbuhkan unit usaha eksisting, menarik investor, dan mengundang unit usaha baru untuk menjalankan usaha di daerah tersebut. Indikator tumbuhnya daya saing perusahaan dan industri adalah peningkatan pangsa pasar perusahaan dan industri tertentu serta memunculkan dampak terhadap peningkatan standar hidup masyarakat di daerah tersebut (Storper, 1997; Kitson et al., 2004).

Lingkup daya saing daerah harus mampu mengintegrasikan kekuatan mikro, meso, dan makro. Meyer-Stamer (2008) menyatakan bahwa daya saing suatu daerah adalah kemampuan lokal atau daerah untuk meningkatkan pendapatan yang relatif tinggi dan terus meningkat serta meningkatkan livelihood atau kesejahteraan masyarakat setempat. Membangun daya saing daerah bermula dari adanya gerakan para pelaku usaha di level mikro untuk meningkatkan efisiensi, kualitas, fleksibilitas, responsif, dan perilaku stratejik. Peningkatan produktivitas berbasis knowledge sebagai pendekatan pengembangan daya saing merupakan strategi efektif untuk penciptaan wealth, bagi masyarakat (pendapatan), pelaku bisnis (laba), pemerintah (pajak), penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan nilai tambah. Pemerintah dapat menyusun kebijakan pro-daya saing termasuk penyediaan infrastruktur fisik seperti transportasi, kawasan industri, fasilitasi pengembangan teknologi, promosi ekspor, dan kebijakan spesifik pengembangan daya saing industri.

Strategi yang dijalankan suatu daerah dalam menumbuhkan keunggulan bersaing menurut Porter (1990-2011) berbasis pada human capital dan ketersediaan sumber daya alam untuk menghasilkan output yang berkualitas, bersaing di pasar, dan menciptakan permintaan pasar yang terus meningkat. Human capital sebagai karakteristik sumber daya manusia yang berkualitas, dicirikan melalui

(34)

BAB 1 Konsep Daya Saing dan angkatan kerja. Peningkatan pendidikan dan pengetahuan secara terus-menerus pada kelompok tenaga kerja akan berdampak pada tingkat pertumbuhan output dalam jangka panjang (Lucas, 1988; Mankiw et al., 1992; Coulombe & Tremblay, 2001). Pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga kerja dan angkatan kerja diyakini merupakan faktor input penting dalam proses inovasi (Nelson & Phelps, 1966).

Inovasi secara luas diyakini sebagai salah satu faktor dasar bagi kinerja perusahaan dan industri (McLean & Round, 1979; Phillips, 1997; Rogers, 1998). Inovasi diartikan sebagai implementasi atas suatu ide baru atau pengembangan produk, proses, metode pemasaran, atau metode kerja, organisasi, dan hubungan eksternal yang signifikan terhadap peningkatan nilai tambah. Kegiatan inovasi terdiri dari kegiatan teknologi dan non-teknologi (Phillips, 1997). Dua orientasi inovasi adalah perbaikan kualitas dan nilai tambah. Ukuran keberhasilan inovasi adalah peningkatan pangsa pasar perusahaan, terbangunnya industri berdaya saing, serta peningkatan pendapatan masyarakat, negara, dan daerah.

Pengembangan daya saing industri harus mempunyai target capaian yang terukur dan mengikat, baik bagi pelaku usaha, pemerintah, maupun masyarakat lokal, yang meliputi:

(i) Terjadinya pertumbuhan produktivitas industri yang berkorelasi dengan peningkatan human capital. Peningkatan human capital menjadi penting untuk menjamin keberlanjutan pertumbuhan produktivitas yang mendorong keberlanjutan daya saing yang mendorong praktik pembangunan yang berbasis knowledge-based economy,

(ii) Peningkatan standar hidup masyarakat lokal akibat produktivitas lokal yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan produktivitas nasional,

(iii) Tumbuhnya industri yang berbasis keahlian tinggi (high-skill industries) dan adopsi kemajuan teknologi (technology driven industries),

(iv) Pertumbuhan ekspor, baik ke pasar global maupun ke pasar domestik sebagai indikator produk yang dihasilkan mampu bersaing terhadap pesaing asing di pasar global dan pasar domestik. Pasar Indonesia yang sangat besar menjadi peluang peningkatan produktivitas industri,

(v) Perbaikan dari struktur ekspor yang dicirikan oleh semakin meningkatnya proporsi ekspor yang berasal dari selain produk primer (pertanian & pertambangan). Hal ini untuk menguatkan struktur industri yang menghasilkan nilai tambah yang terus meningkat akibat berkembangnya

knowledge dan teknologi,

(vi) Mendorong pertumbuhan nilai tambah sektor jasa akibat tumbuhnya

Gambar

Gambar 2.1 Ukuran Daya Saing berdasar Global Competitiveness Index  Sumber: World Economic Forum
Gambar 4.9 Sumber Pertumbuhan berdasarkan Kabupaten/Kota, Jawa Barat  Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 4.10 Share dan Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Sub Sektoral, 2010-2014  Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 5.2 Share Ekspor Komoditas terhadap Total Ekspor Non-Migas Jawa Barat,  2010 -2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagian penagihan ini bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan setelah memperoleh informasi lengkap berkenaan pengiriman barang dari

Di dalam sistem pendaftaran mahasiswa baru pada Universitas Terbuka Pacitan terdapat beberapa kendala dalam proses pengelolaan dan pengolahan data calon mahasiswa baru, salah

Salah satu pertanyaan mengenai PDK-Text yang paling sering saya dengar adalah: “Bro, gue sudah dapet PIN BBM-nya, terus gimana ya caranya mulai chat supaya nggak dicuekin?”

Persentase penyembuhan luka pada tabel 1, dapat dilihat bahwa luka yang diberi dasar salep sampai hari ke-8 jauh berada dibawah dibandingkan dengan kelompok

Layanan IBM Watson for Drug Discovery Dedicated memiliki fitur yang sama dengan layanan IBM Watson for Drug Discovery yang diuraikan di atas dengan pengecualian bahwa setiap

Tahap inti ini yaitu, Guru meminta peserta didik untuk mencermati gambar beserta perenungannya yang ada pada kolom “Mari Renungkan”. Kemudian para peserta didik diminta

Bertitik tolak dari uraian yang telah dikemuka- kan di atas, maka secara umum masalah peneliti- an adalah bagaimana pengaruh strategi pembelajaran, bentuk tes formatif

Tempat/ sarana : Bangsal Kardiologi dewasa / kardiologi anak/ CICU/ Jaga/Poli Lama stase : Selama Kardiologi dewasa / kardiologi anak/ CICU/ Jaga/ Poli Kompentensi :