• Tidak ada hasil yang ditemukan

JANGKA PANJANG

5.3.6.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

FEVD bermanfaat untuk menjelaskan kontribusi dari masing-masing variabel terhadap shock yang ditimbulkannya terhadap variabel endogen utama yang diamati. Dengan kata lain, FEVD menjelaskan proporsi variabel lain dalam menjelaskan variabilitas variabel endogen utama penelitian. Lutkepohl (1991)

dalam Baharumshah, Lau, dan Khalid (2004) mengemukakan bahwa FEVD yang berdasarkan Cholesky Decomposition sensitif terhadap urutan (ordering) variabel dan panjang lag yang digunakan. Pengurutan variabel dalam FEVD bagi masing-masing kelompok bank telah sesuai dengan correlation matrix yang telah dilakukan sebelumnya, dimana variabel pada masing-masing kelompok bank memiliki nilai prediksi yang berbeda-beda, sehingga ordering bagi tiap kelompok bank pun berbeda.

Dalam kaitannya dengan FEVD maka dalam penelitian ini akan dibahas bagaimana peranan berbagai macam variabel yang terdapat dalam ruang lingkup penelitian dalam menjelaskan fluktuasi kredit investasi. Di samping itu, FEVD juga bertujuan untuk menjelaskan seberapa besar persentase kontribusi masing-masing guncangan (shock) variabel makroekonomi dan perbankan dalam mempengaruhi kredit investasi pada masing-masing kelompok bank. Jangka waktu yang digunakan dalam memproyeksikan FEVD ini adalah 48 bulan (empat tahun). Hasil analisis FEVD untuk masing-masing kelompok bank dapat dilihat pada Lampiran 7. Sementara, dalam pembahasan ini FEVD akan diringkas dalam bentuk chart column sebagai berikut :

a. Bank Persero

Berdasarkan hasil dekomposisi varian, maka dapat disimpulkan bahwa pada bulan pertama, fluktuasi kredit investasi disebabkan oleh guncangan kredit investasi itu sendiri, yakni sebesar seratus persen. Namun, mulai bulan kedua hingga tahun pertama (12 bulan), tampak variabel-variabel lain mulai mempengaruhi variabilitas kredit investasi. Pada tahun pertama ini, peranan kredit

investasi dalam menjelaskan fluktuasi kredit investasi itu sendiri masih dominan, yakni sebesar 41,26 persen. Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) berada pada urutan kedua, yakni sebesar 31,14 persen. Non Performing Loan (NPL) juga tampak mulai memegang peranan dalam menjelaskan fluktuasi kredit investasi pada periode tersebut, yakni sebesar 17,81 persen. Sedangkan, suku bunga SBI, indeks Industrial Production, dan suku bunga kredit investasi tampak tidak terlalu mempengaruhi variabilitas kredit investasi, dimana masing-masing hanya berperan sebesar 6,53 persen, 2,03 persen, dan 1,24 persen. Dalam jangka pendek, tampak bahwa dana dari masyarakat memegang peranan penting bagi Bank Persero untuk bisa menyalurkan kredit investasi.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Pe rse n 1 12 24 36 48 Pe riode

FEVD Kredit Investasi Bank Persero

Ln_KI SKI Ln_IP SBI Ln_DPK NPL

Sumber : Lampiran 7 Bank Persero

Gambar 5.9. FEVD Kredit Investasi Bank Persero

Dalam periode dua tahun mendatang peranan kredit investasi dalam menjelaskan fluktuasi kredit investasi itu sendiri semakin berkurang, yakni sebesar 36,56 persen. Namun, peranan NPL tampak semakin meningkat, yakni sebesar 25,81 persen menggeser posisi DPK pada urutan kedua tahun sebelumnya, dimana pada periode ini inovasi DPK mempengaruhi kredit investasi sebesar 23,7

persen. Suku bunga SBI juga tampak semakin menjelaskan variabilitas kredit investasi dengan proporsi sebesar 11,03 persen. Sementara, suku bunga kredit investasi dan indeks Industrial Production merupakan variabel yang paling tidak dominan dalam mempengaruhi fluktuasi kredit investasi, dengan proporsi masing-masing sebesar 2,13 persen dan 0,77 persen. Kemudian, pada proyeksi tiga tahun ke depan (36 bulan), dominasi kredit investasi sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebesar 38,73 persen. Begitu pula halnya dengan NPL yang meningkat menjadi 26,59 persen. Sedangkan peranan DPK semakin berkurang, dimana proporsinya dalam menjelaskan variabilitas kredit investasi menjadi sebesar 19,9 persen. Urutan selanjutnya ditempati oleh suku bunga SBI, suku bunga kredit investasi, dan indeks Industrial Production dengan proporsi masing-masing sebesar 11,82 persen, 2,52 persen, dan 0,43 persen.

Periode jangka panjang yang disimulasikan dalam analisis ini yakni proyeksi empat tahun mendatang (48 bulan). Dalam jangka panjang dapat dilihat bahwa variabilitas kredit investasi paling dominan masih dijelaskan oleh kredit investasi itu sendiri dengan proporsi sebesar 39,95 persen. Sementara, NPL dalam jangka panjang memberikan kontribusi sebesar 26,73 persen, DPK sebesar 18,25 persen, suku bunga SBI sebesar 12,08 persen, suku bunga kredit investasi sebesar 2,69 persen, dan indeks Industrial Production sebesar 0,3 persen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang paling dominan dalam menjelaskan variabilitas kredit investasi pada Bank Persero adalah kredit investasi itu sendiri, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Di samping itu, dalam jangka panjang NPL justru lebih dominan pengaruhnya dalam menjelaskan variabilitas

kredit investasi dibandingkan DPK yang secara dominan mempengaruhi hanya dalam jangka pendek. Peningkatan NPL dirasakan oleh bank akan mengurangi laba yang diperoleh, serta membuat bank harus menyisihkan cadangan penghapusan yang lebih besar. Karena itu, berimbas pada penurunan kredit investasi yang disalurkan. Jika dikaitkan dengan fenomena saat ini, maka seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat kecenderungan Bank Persero kurang memperhatikan prinsip prudential dalam penyaluran kreditnya (misalnya, penggelembungan plafon kredit) sehingga NPL Bank Persero lebih tinggi dibandingkan dua kelompok bank lainnya. Di samping itu, Yuniarsih (2005) juga menyebutkan bahwa peningkatan NPL Bank Persero seiring dengan peningkatan kinerja menunjukkan adanya perilaku kolusi dalam bank tersebut yang harus diwaspadai. Peningkatan penyaluran kredit investasi di tengah tingginya rasio NPL dirasakan tidak efektif oleh pihak bank. Data statistik menunjukkan bahwa akhir tahun 2006, NPL kredit investasi Bank Persero mencapai 16,74 persen, sedangkan kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing sebesar 12,02 persen dan 3,15 persen.

b. BUSN Devisa

Hasil analisis dekomposisi varian pada BUSN Devisa seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.6. menunjukkan perilaku yang berbeda dibandingkan Bank Persero. Namun demikian, terdapat persamaannya, yakni pada bulan pertama tampak bahwa variabilitas kredit investasi dijelaskan oleh kredit investasi itu sendiri sebesar seratus persen. Mulai bulan kedua hingga periode satu tahun ke

depan (12 bulan), tampak variabilitas kredit investasi mulai dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya.

Pada periode satu tahun, fluktuasi kredit investasi dipengaruhi paling dominan oleh kredit investasi itu sendiri sebesar 45,87 persen, NPL sebesar 38,07 persen, suku bunga kredit investasi sebesar 10,76 persen, dan sisanya dijelaskan oleh suku bunga SBI, indeks Industrial Production, dan DPK dalam proporsi yang kecil, masing-masing sebesar 2,14 persen, 1,87 persen, dan 1,3 persen. Dengan kata lain, pada periode satu tahun ke depan tiga variabel terakhir tersebut tidak terlalu mempengaruhi variabilitas kredit investasi.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Pe rse n 1 12 24 36 48 Pe riode

FEVD Kredit Investasi BUSN Devisa

Ln_KI NPL SBI SKI Ln_DPK Ln_IP

Sumber : Lampiran 7 BUSN Devisa

Gambar 5.10. FEVD Kredit Investasi BUSN Devisa

Selanjutnya, dalam periode dua tahun ke depan (24 bulan), variabilitas kredit investasi paling dominan justru dijelaskan oleh NPL sebesar 41,95 persen, menggeser proporsi kredit investasi pada tahun sebelumnya. Inovasi pada kredit investasi sendiri menjelaskan fluktuasi kredit investasi sebesar 32,57 persen, kemudian suku bunga kredit investasi ternyata mempengaruhi variabilitas kredit

investasi sebesar 20,27 persen. Indeks Industrial Production pada periode ini mengalami peningkatan proporsi dalam menjelaskan kredit investasi, yakni sebesar 3,03 persen. Sementara, DPK dan suku bunga SBI masih tidak terlalu mempengaruhi variabilitas kredit investasi, dengan proporsi masing-masing sebesar 1,18 persen dan 1 persen.

Pada proyeksi tiga tahun ke depan (36 bulan), ternyata urutan variabel dalam mempengaruhi variabilitas kredit investasi masih sama seperti periode satu tahun sebelumnya, yakni proporsi paling dominan masih ditempati oleh NPL sebesar 43,25 persen, kemudian diikuti oleh kredit investasi itu sendiri sebesar 29,2 persen (proporsi ini lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya), suku bunga kredit investasi sebesar 22,42 persen, indeks Industrial Production sebesar 3,3 persen, DPK sebesar 1,16 persen, dan suku bunga SBI sebesar 0,67 persen.

Dalam jangka panjang, yakni proyeksi empat tahun (48 bulan) mendatang, fluktuasi kredit investasi semakin dominan dijelaskan oleh NPL sebesar 43,88 persen, kemudian urutan selanjutnya dijelaskan oleh inovasi kredit investasi itu sendiri sebesar 27,51 persen, suku bunga kredit investasi sebesar 23,52 persen, indeks Industrial Production sebesar 3,43 persen, DPK sebesar 1,15 persen, dan suku bunga SBI sebesar 0,51 persen. Dominasi NPL dalam menjelaskan variabilitas kredit investasi menunjukkan bahwa NPL memegang peranan penting dalam menjelaskan fluktuasi yang terjadi pada kredit investasi. Artinya, ketika terjadi peningkatan pada NPL, maka bank akan menunda penyaluran kredit investasi. Tingginya NPL membuat bank lebih memilih untuk melakukan konsolidasi internal guna memperbaiki kualitas aset daripada menyalurkan kredit.

Terlebih lagi, dengan fenomena saat ini yang terjadi bahwa NPL kredit investasi pada BUSN Devisa hampir dua kali lipat NPL kredit modal kerja dan tiga kali lipat NPL kredit konsumsi. Dengan kondisi seperti ini, ada kecemasan tersendiri dari pihak bank untuk memperbesar penyaluran kredit investasinya. Karena itu, dibutuhkan peranan aktif pihak bank dalam meminimalisir rasio kredit bermasalahnya guna meningkatkan penyaluran kredit investasi.

c. BUSN Non Devisa

Dari hasil analisis dekomposisi varian, maka dapat dilihat pada Gambar 5.7. di bawah ini bahwa dekomposisi varian pada BUSN Non Devisa pada bulan pertama sama halnya dengan Bank Persero dan BUSN Devisa, bahwa variabilitas kredit investasi dipengaruhi oleh kredit investasi itu sendiri sebesar seratus persen. Mulai bulan ke-dua, tampak bahwa kredit investasi mulai dijelaskan oleh variabel-variabel lain. 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Pe rse n 1 12 24 36 48 Pe riode

FEVD Kredit Investasi BUSN Non Devisa

Ln_KI SBI SKI Ln_IP Ln_DPK

Sumber : Lampiran 7 BUSN Non Devisa

Pada proyeksi satu tahun ke depan (12 bulan), tampak bahwa kredit investasi justru dominan dipengaruhi oleh variabel lain, yakni DPK dengan proporsi sebesar 50,88 persen, sementara kredit investasi yang seharusnya paling dominan justru berada di urutan kedua sebesar 44 persen (dominasi kredit investasi dalam menjelaskan variabilitasnya sendiri hanya bertahan hingga bulan ke-sembilan, sementara dominasi DPK meningkat secara signifikan setiap bulannya). Sedangkan indeks Industrial Production, suku bunga SBI, dan suku bunga kredit investasi justru tampak tidak dominan dalam menjelaskan kredit investasi berdasarkan hasil dekomposisi varian dengan proporsi masing-masing hanya sebesar 4,12 persen, 0,67 persen, dan 0,33 persen.

Pada periode dua tahun mendatang (24 bulan), tampak bahwa DPK semakin dominan dalam mempengaruhi variabilitas kredit investasi sebesar 55,73 persen. Hal ini menandakan bahwa keinginan BUSN Non Devisa untuk menyalurkan kredit investasi sangat dipengaruhi oleh perubahan DPK pada bank tersebut. Hal ini merupakan hal yang wajar, mengingat BUSN Non Devisa mengalami masalah permodalan karena BUSN Non Devisa merupakan bank berskala kecil, sehingga dana dari masyarakat sangat dibutuhkan untuk kegiatan penyaluran kredit. Hal ini juga bisa menjelaskan fenomena saat ini dimana LDR BUSN Non Devisa paling tinggi dibandingkan dua kelompok bank lainnya, yang menandakan dana yang diterima bank lebih banyak disalurkan bagi kegiatan kredit daripada menaruh dananya pada instrumen SBI. Variabel kredit investasi itu sendiri menjelaskan variabilitasnya sebesar 39,39 persen. Sementara, variabel indeks Industrial Production, suku bunga SBI, dan suku bunga kredit investasi

tampak tidak terlalu mempengaruhi variabilitas kredit investasi dengan proporsi masing-masing sebesar 4,23 persen, 0,37 persen, dan 0,27 persen. Sementara, dalam proyeksi tiga tahun ke depan (36 bulan) dan empat tahun ke depan (48 bulan), tampak bahwa DPK semakin mendominasi variabilitas kredit investasi sebesar 57,28 persen dan 58,04 persen. Sementara, variabel kredit investasi semakin lama semakin kurang peranannya dalam menjelaskan variabilitas kredit investasi itu sendiri, dengan proporsi masing-masing pada proyeksi tiga dan empat tahun ke depan sebesar 37,92 dan 37,19 persen. Sedangkan, indeks Industrial Production, suku bunga SBI, dan suku bunga kredit investasi dalam jangka panjang ini tetap tidak dominan dalam menjelaskan kredit investasi dengan proporsi pada proyeksi tiga tahun ke depan masing-masing sebesar 4,27 persen, 0,28 persen, dan 0,25 persen. Sedangkan proporsi untuk empat tahun ke depan masing-masing sebesar 4,29 persen, 0,24 persen, dan 0,24 persen.