• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

B. METODE PENELITIAN

2. Formulasi dan Optimasi Formula

Proses penentuan formulasi dan optimasi formula ini meliputi beberapa tahap yaitu: a. perancangan komposisi formula dan penentuan respon yang akan diuji; b. pembuatan formula yang telah diberikan dan pengukuran respon masing-masing respon setiap formula; c. input data respon yang telah diukur pada lembar kerja DX7; dan d. analisis signifikansi (ANOVA) dan model matematika yang berlaku untuk setiap respon serta penentuan formula optimum sesuai tujuan yang diinginkan.

a. Perancangan komposisi formula dan penentuan respon yang akan diuji

Persamaan yang dipilih dalam persamaan model rancangan percobaan dengan software DX7 ini adalah D-optimal scheffe (Cornell, 1984). D-optimal merupakan

persamaan untuk menentukan kombinasi optimum suatu campuran tanpa dengan mengabaikan jumlah zat lain. Karena dianggap yang berpengaruh hanya bahan yang dipilih sebagai variabel. Pada tahap ini dilakukan penentuan variabel yang digunakan dalam formulasi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Input data awal pada software Design Expert 7.1

Variabel yang dipilih adalah isolat protein kedelai dan sweet whey. Isolat protein kedelai dinotasikan sebagai huruf A, dan sweet whey sebagai huruf B. Kisaran subtitusi maksimum isolat protein kedelai dengan sweet whey ditetapkan antara 0-25% dari total campuran. Pemilihan ini dilakukan agar menjaga kadar protein masih tetap tinggi agar dapat menggunakan klaim klaim tinggi protein yang disyaratkan yakni jumlah minimum protein tiap sajian adalah 10 g (20% AKG).

Setelah diinput, software ini memberi lembar kerja yang harus diisi dengan data yang didapatkan dari uji hedonik kandidat formula terpilih yang didapatkan berupa 5 titik formulasi dengan pengulangan yang disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Titik kombinasi isolat protein kedelai dan sweet whey

Isolat Protein Kedelai (%) Sweet whey (%) Ulangan

100 0 4

91.67 83.33 3

87.5 12.5 1

83.33 16.67 3

Respon yang akan digunakan untuk penentuan titik optimum adalah parameter organoleptik yaitu dari segi warna, rasa, aroma, tekstur dan overall. Kemudian dari pengujian masing-masing respon ini dilakukan analisis ANOVA untuk menentukan parameter yang paling berpengaruh dalam mengoptimumkan formulasi nantinya.

b. Pembuatan formula yang telah diberikan dan pengukuran respon masing-masing respon setiap formula

Pembuatan formula dilakukan dengan menghitung jumlah formula yang dibutuhkan untuk pengujian. Jumlah panelis yang digunakan adalah 30 orang dan jumlah setiap sajian kurang lebih 20 ml dengan jumlah pengulangan 15 kali. Jumlah larutan standar yang dibutuhkan adalah 9 liter. Kemudian masing masing rasio kombinasi isolat protein kedelai dan sweet whey disiapkan dalam 5 wadah yang berbeda dan dibuat sesuai jumlah ulangan setiap titik yang kombinasi.

Uji yang dilakukan adalah uji hedonik rating dengan panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang. Panelis ini diminta menuliskan penilaian mereka terhadap atribut organoleptik setiap sampel yang disajikan dalam kuesioner yang dapat dilihat pada Lampiran 12. Skor penilaian yang digunakan yaitu pada kisaran 1 sampai 7. Skor 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka (Soekarto, 1985). Setelah pengujian selesai data dikumpulkan dan disimpan dalam format excel dan diolah untuk mencari ratan setiap respon.

c. Input data respon yang telah diukur pada lembar kerja DX7

Nilai rataan setiap respon terukur dari kuesioner, ditabulasikan dalam format excel dan dilakukan pengelompokan dan perhitungan nilai rataan setiap respon. Nilai rataan ini diinput kedalam worksheet DX7 dan kemudian dilanjutkan dengan analisis model persamaan matematika setiap respon yang nantinya akan dilanjutkan dengan optimasi setiap respon.

d. Analisis sidik ragam respon dan penentuan formula optimum

Setelah data rataan respon organoleptik diinput dalam worksheet DX7. Dilanjutkan dengan analisis sidik ragam masing-masing respon. Hal ini dilakukan untuk menentukan faktor yang berbeda nyata dan memiliki pengaruh dalam

mengoptimumkan formula yang akan dibuat. Analisis sidik ragam juga menghasilkan model matematika untuk setiap respon yang diukur. Model ini dapat digunakan untuk memperkirakan respon yang akan didapatkan untuk setiap titik kombinasi yang dilakukan selama dalam kisaran yang telah ditetapkan.

Pengoptimasian formula dilakukan dengan menentukan skala kepentingan setiap respon yang dihasilkan berdasarkan perbedaan nyata atau tidak dan pertimbangan penting atau tidaknya parameter yang diukur dalam formula yang dihasilkan.

Formula optimum yang dihasilkan kemudian diproduksi dan kemudian dilanjutkan dengan analisis mutu secara fisiko kimia, dan biologis.

C. METODE ANALISIS 1. Analisis Fisik

Analisis fisik dilakukan terhadap produk akhir minuman berprotein tinggi terpilih yang mencakup penampakan secara visual (derajat keputihan) dan properti palatibilitas yakni viskositas.

a. Analisis Derajat Putih dengan Whitenessmeter

Analisis derajat keputihan sangat penting dilakukan untuk sampel tepung-tepungan. Pengukuran derajat keputihan ini penting dilakukan karena sering digunakan sebagai standar penentu utama tepung-tepungan (Hutching, 1999). Prinsip kerja pengukuran derajat keputihan ini adalah pengukuran indeks refleksi dari permukaan sampel yang diukur oleh dioda fotoelektrik. Semakin putih sampel, maka cahaya yang dipantulkan akan semakin banyak dan nilainya semakin besar. Kalibrasi alat menggunakan putih yang diperoleh dari asap pembakaran pita Mg.

Analisis derajat putih dilakukan dengan menggunakan whitenessmeter.

Pengukuran derajat putih ini penting dilakukan pada sampel tepung-tepungan karena dapat digunakan sebagai standar mutu. Pengukuran derajat putih ini berprinsip refleksi cahaya dari permukaan sampel yang kemudian diukur dan dibandingkan dengan standar.

Pengukuran dilakukan dengan menempatkan sejumlah sampel dalam wadah sampel hingga penuh, kemudian diratakan hingga tidak ada ruang kosong.

Kemudian wadah sampel yang telah berisi sampel tersbut dimasukkan kedalam slot sensor dan nilai yang tertera pada layar whitessmeter adalah nilai derajat putih sampel. Sebelumnya alat dikalibrasi dengan plat putih MgO dengan nilai derajat putih adalah 100%.

b. Pengukuran Viskositas (flow ability).

Viskositas merupakan salah satu parameter penting dalam sifat reologi pangan. Viskositas dapat mempengaruhi sensasi dalam mulut saat makanan dikonsumsi. Dalam bahan pangan yang berupa cairan viskositas sangat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk (Winarno, 1995).

Rasio rehidrasi adalah rasio air yang digunakan untuk menyeduh minuman hingga diperoleh konsistensi yang sesuai dengan minuman sejenis komersial yang telah ada dipasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan takaran saji untuk memperoleh kelarutan optimum dan meningkatkan efisiensi minuman. Kurang jelasnya aturan penyajian dapat mengakibatkan tidak tercapainya kondisi yang sesuai dengan penerimaan konsumen yang dapat berakibat tingginya keluhan konsumen yang akan mengurangi nilai jual produk.

Pengukuran rasio rehidrasi dilakukan dengan membandingkan jumlah air yang diperlukan untuk mencapai viskositas yang sama dengan susu komersial yang telah ada di pasaran. Pengukuran dilakukan dengan viskometer Brookfield.

Probe yang digunakan adalah probe no.1 yang berbentuk silinder dengan diameter 35mm.

Dokumen terkait