• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI KEBIJAKAN ENERGI LINTAS SEKTOR

Kegiatan Formulasi Kebijakan Energi Lintas Sektor pada tahun 2021 antara lain:

A. Strategi Pembangunan Ekosistem Industri Baterai untuk Mendukung Program Percepatan Pemanfaatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB),

Sekretariat Jenderal DEN telah memfasilitasi kegiatan DEN melalui focus group discussion pada 31 Agustus 2021, kunjungan kerja ke National Battery Research Institute (NBRI) pada 17 September 2021,Pusat Unggulan IPTEK PT.Teknologi Penyimpanan Energi Listrik Baterai Lithium (PUI PT.TPELBL) Universitas Sebelas Maret (UNS) pada 8 Oktober 2021, serta ke PT FIN Komodo Tehnolog ipada tanggal 16 November 2021 dengan melibatkan 8 anggota DEN unsur pemangku kepentingan, wakil tetap anggota DEN unsur pemerintah, dan perwakilan Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, BRIN, PT. Antam (Persero) Tbk, PT. IBC (Persero), PT. Pertamina (Persero), PT. PLN (Persero), LG Chem, PUI PT. TPELBL UNS, dan NBRI.

Beberapa rekomendasi yang kami sampaikan ke Menteri ESDM selaku Ketua Harian DEN, antara lain:

1. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya mineral melalui peningkatan nilai tambah nikel dan sisa hasil pengolahannya secara berkelanjutan.

2. Dalam pohon industri dan ekspor impor nikel perlu diupayakan menekan rantai impor dengan mengusahakan industri nasional lebih kompetitif serta penguatan TKDN melalui insentif R&D, kemudahan hak paten, perlindungan industri dalam negeri.

3. Rencana aksi logam tanah jarang selain dari monasit perlu didukung realisasinya guna mendapat nilai keekonomiannya.

4. Pemerintah perlu mendorong kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan potensi sumber daya dan cadangan mineral logam tanah jarang dan kegiatan pemurnian/pengolahan logam tanah jarang khususnya mineral limonit untuk produksi Nikel Sulfat dan Cobalt Sulfat sebagai bahan baku percusor, berupa capacity building, penerapan proven teknologi, pendanaan, insentif fiskal/non fiskal (royalti, PNBP), kemudahan perizinan.

5. Menugaskan BUMN dalam pengelolaan logam tanah jarang yang bernilai strategis bagi perekonomian nasional.

6. Pengawasan yang intensif terhadap pengelolaan logam tanah jarang (LTJ) termasuk sisa dari pengolahan nikel yang memiliki nilai tambah ekonomi yang tinggi bagi perekonomian.

7. Prioritas pengembangan dan penguatan pasar KBLBB khususnya KBL-R2 setidaknya memenuhi pasar lokal, melalui percepatan infrastuktur pendukung, pemberian insentif/subsidi agar kompetitif dengan ICE (a.l: penerapan disinsentif pajak karbon bagi ICE, pengurangan bea masuk impor), penggunaan di instansi pemerintah dan BUMN serta wilayah/area tertentu, adanya batasan minimal skala ekonomi tertentu untuk keberlanjutan bisnis produsen.

8. Industri baterai dan kendaraan listrik sebagai salah satu program prioritas nasional perlu didorong karena Indonesia memiliki pasar dan potensi industri KBLBB yang terintegrasi.

9. Dampak ekonomi pengembangan ekosistem KBLBB cukup signifikan bila dikembangkan dari sisi hulu hingga hilir baik dari segi lapangan kerja maupun keekonomiannya.

10. Mengamankan bahan baku baterai KBLBB perlu dilakukan untuk menjaga keberlanjutan perkembangan baterai KBLBB di Indonesia

11. Penguasaan teknologi baterai untuk inovasi pasar dalam negeri maupun Asia Tenggara.

12. Tantangan dari segi hilirisasi nikel adalah perkembangan baterai Lithium dan kebutuhan standarisasi. Adapun kunci faktor suksesnya tergantung dari keekonomian, harga kendaraan, tarif listrik, regulasi, investasi, dan mindset publik.

13. Penguatan TKDN dalam pengembangan SPKLU dan SPBKLU terkait keekonomian proyek, integrasi rantai pasok dalam negeri, ketersediaan teknologi sudah komersial dan kompetitif, dukungan komponen impor, kepastian produksi, legalitas dan bentuk kerja sama usaha.

14. Pengembangan KBLBB perlu didukung dengan regulasi pemberian insentif fiskal dan non fikal baik dari pemerintah pusat maupun daerah untuk mempercepat komersialisasi industri KBLBB dan baterai serta lebih kompetitif dengan negara lain.

B. Pendanaan EBT

Menindaklanjuti temuan BPK terkait instrument pendanaan yang disediakan oleh pemerintah dan regulasi pendukungnya belum optimal dalam mendukung peningkatan investasi di bidang EBT.

DEN telah berkoordinasi dengan Kementeriaan/Lembaga terkait yang kewenangannya menyusun kebijakan/regulasi sumber dan pengelolaan pendanaan EBT dengan hasil sebagai berikut:

a) Konsep usulan sumber dana EBT dari fosil (berupa cukai BBM dan endowment fund batubara)

b) Telah ditetapkan Perpres Nomor 98 tahun 2021 tentang nilai ekonomi karbon (terkait pengelolaan dana dan pembagian manfaat dari pelaksanaan perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja dan pungutan atas karbon akan berpotensi sebagai sumber pendanaan EBT)

c) Telah ditetapkan UU Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi Peraturan Perundang undangan (terkait penerimaan pajak karbon untuk pemanfaaatan kegiatan rencana aksi mitigasi perubahan iklim akan berpotemsi sebagai sumber pendanaan EBT)

d) DEN telah melaksanakan koordinasi dengan Komisi VII DPR RI untuk mendorong penyelesaian RUU EBT yang menjadi inisiatif DPR (terutama terkait pengaturan pasal sumber dan penggunaan dana EBT) serta dukungan perbankan untuk pembiayaan proyek EBT.

e) Telah disampaikan Rancangan Perpres EBT dari MESDM kepada Presiden (pengaturan terkait formulasi harga keekonomian pembelian tenaga listrik EBT ke PLN berpotensi meningkatkan investasi pendanaan EBT

Tindak lanjut temuan BPK Pemerintah belum menunjukkan komitmen yang serius dalam peningkatan riset dan pengembangan industri hulu EBT, BPK menyarankan Menteri ESDM Selaku Ketua Harian DEN untuk mengkaji dan mengusulkan dana pengembangan dan pemanfaatan penelitian EBT yang bersumber dari dana energi tak terbarukan sesuai amanat UU Energi.

DEN telah berkoordinasi dengan K/L terkait yang kewenangannya menyusun kebijakan/regulasi sumber dan pengelolaan pendanaan EBT, dengan hasil sebagai berikut:

a) Konsep usulan sumber dana EBT dari fosil (berupa cukai BBM dan endowment fund batubara).

b) Telah ditetapkan Perpres Nomor 98 Tahun 2021 Tentang Nilai Ekonomi Karbon (terkait pengelolaan dan adanya pembagian manfaat dari pelaksanaan Perdagangan Karbon, Pembayaran Berbasis Kinerja, dan Pungutan Atas Karbon akan berpotensi sebagai sumber pendanaan EBT untuk pengembangan penelitian dan industri hulu EBT)

c) DEN telah melaksanakan koordinasi dengan Komisi VII DPR RI untuk mendorong penyelesaian RUU EBT yang menjadi inisiatif DPR (terutama terkait pengaturan pasal sumber dan penggunaan dana EBT) serta dukungan perbankan untuk pembiayaan proyek EBT

Dokumen terkait