• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seiring dengan meningkatnya isu terkait perubahan iklim dalam kancah internasional, pemerintah Indonesia melalui Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perubahan Iklim telah menyampaikan komitmen melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% dari BaU (kemampuan sendiri) atau 41% (dengan bantuan internasional) pada 2030. Untuk mencapai target NDC tersebut, emisi GRK sektor energi ditargetkan untuk turun sebesar 314 -

446 juta ton CO2 atau setara 11-15.5% dari total emisi tahun 2030 skenario BaU. Dalam dokumen Peta Jalan Implementasi NDC, aksi mitigasi untuk mengurangi emisi sektor energi meliputi pengembangan energi terbarukan, penggunaan bahan bakar rendah karbon, pelaksanaan efisiensi energi dan konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih. Diantara rencana aksi mitigasi tersebut, pengembangan energi terbarukan merupakan rencana aksi mitigasi yang paling dominan, dimana target penurunan emisi dari pengemangan energi terbarukan ditargetkan sebesar 170 juta ton CO2 dari total 314 juta ton CO2 target penurunan emisi di tahun 2030. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah telah secara serius mengagendakan transisi energi.

Tidak hanya berkomitmen untuk melakukan transisi energi, Pemerintah Indonesia dalam COP 26 di Glasgow, Inggris juga telah menyampaikan komitmennya untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Target NZE tersebut dapat dipercepat apabila pemerintah mendapatkan bantuan, baik pendanaan maupun teknis, dari dunia internasional. Dengan adanya target NZE tersebut, secara otomatis pemerintah perlu melalukan transisi energi yang lebih gencar dari sebelumnya.

Dalam pelaksanaannya, proses transisi energi menuju NZE mempunyai banyak tantangan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.

Tantangan utamanya tentu adalah bagaimana dalam melaksanakan transisi energi tersebut, pemerintah dapat tetap mencapai target kemandirian serta ketahanan energi sebagaimana telah diamanatkan dalam UU No 30 Tahun 2007. Pemerintah perlu memperhatikan empat aspek penting, yaitu availability (ketersediaan energi) affordability (harga energi yang terjangkau), accessibility (akses terhadap energi), acceptability (penerimaan sosial dan

lingkungan) dalam menyusun peta jalan transisi energi untuk memastikan bahwa Indonesia tidak hanya berhasil mencapai NZE tetapi juga berhasil mencapai ketahanan energi nasional. Isu ketahanan energi dalam proses transisi energi ini merupakan isu krusial yang perlu mendapatkan perhatian bersama, mengingat saat ini pemanfaatan EBT masih cukup rendah (11% dari total bauran energi nasional) serta harga energi baru terbarukan belum sepenuhnya bersaing dengan energi fosil. Tantangan lain dari pelaksanaan energi berkaitan dengan visi Indonesia menjadi negara maju. Sebagaimana kita ketahui, energi merupakan penggerak roda perekonomian. Untuk dapat terus meningkatkan perekonomian nasional Indonesia diprediksikan akan terus mengalami lonjakan konsumsi energi.

Mengingat pelaksanaan transisi energi ini akan melibatkan banyak sektor dan stakeholders, Dewan Energi Nasional (DEN) memandang perlu adanya kegiatan Perumusan Peta Jalan Transisi Energi. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi DEN untuk melakukan koordinasi dengan berbagai sektor terkait untuk memastikan rencana transisi energi disusun dengan tetap memperhatikan aspek-aspek kemandirian dan ketahanan energi nasional. Pada tahun 2021, kegiatan Perumusan Kebijakan Energi Lintas Sektor meliputi:

a) Rapat Koordinasi terkait Pembahasan Pemodelan Peta Jalan Transisi Energi

Beberapa kementerian terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian ESDM, serta Bappenas telah menyusun studi/kajian/proyeksi terkait transisi energi menuju NZE. KLHK telah menyusun dokumen Long-Term Strategies for Low Carbon and Climate Resilience 2050 yang menggambarkan proyeksi penurunan emisi karbon dari sektor kehutanan, energi,

dibutuhkan untuk mencapai target NZE di tahun 2060. Bappenas melalui studi Low Carbon Development Initiatives juga telah menyampaikan bahwa NZE di tahun 2060 dapat dicapai tanpa mengesampingkan target di bidang ekonomi dan sosial. Di lain pihak, KESDM melalui Tim Gugus Tugas Pelaksanaan Perubahan Iklim dan Perdangan Karbon Karbon Bidang Energi secara spesifik telah mendetailkan peta jalan transisi energi untuk mencapai NZE di tahun 2060. Pada tahun 2021, fokus kegiatan Perumusan Peta Jalan Transisi Energi adalah menganalisa studi/ pemodelan terkait transisi energi yang telah disusun oleh KLHK, KESDM dan Bappenas.

Tabel 1 dan merupakan matriks perbandingan proyeksi transisi energi dari studi/ pemodelan yang telah dilaksanakan oleh ketiga instansi tersebut.

Tabel Matriks Perbandingan Proyeksi Konsumsi dan Emisi Karbon

Sebagaimana terlihat dalam Tabel 6, ketiga pemodelan yang telah disusun menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi yang cukup moderat, yaitu rata-rata 5,83% per tahun untuk Bappenas dan 4,87% per tahun untuk KLHK dan KESDM. Berdasarkan hasil analisa, angka tersebut merupakan angka yang pesimis mengingat untuk mengejar target menjadi negara maju sebelum

tahun 2045, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun sebesar 6%. Terkait hal tersebut, DEN telah menyampaikan kepada kementerian terkait agar pemodelan transisi energi menuju NZE disusun menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi 6% untuk tahun 2021-2045. Adapun asumsi pertumbuhan ekonomi untuk periode 2045 hingga NZE di tahun 2060 diusulkan untuk menggunakan proyesi pertumbuhan ekonomi yang telah disusun oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia.

b) Rapat Koordinasi terkait Kesiapan Badan Usaha Energi Mendukung Transisi Energi

Pada tahun 2021, melalui kegiatan Perumusan Peta Jalan Transisi Energi ini, DEN juga telah berkoordinasi dengan badan usaha dan asosiasi di bidang energi terkait kesiapan badan usaha dalam menyambut target NZE 2060. Sebagai bentuk dukungan terhadap target NZE pemerintah, PT PLN (Persero) telah berkomitmen untuk mencapai zero karbon di tahun 2060 yang akan dicapai melalui phase out PLTU secara bertahap mulai tahun 2025. PT Pertamina (Persero) belum secara spesifik menyusun tahapan dekarbonisasi alam proses bisnisnya (upstream, midstream, dan downstream).

Namun demikian, PT Pertamina (Persero) menyampaikan bahwa studi-studi terkait implementasi teknologi bersih (seperti CCS/CCUS) saat ini telah mulai dilaksanakan. Badan usaha serta asosiasi panas bumi juga mendukung penuh pelaksanaan transisi energi. DEN melalui rapat koordinasi telah meminta kepada badan usaha panas bumi untuk menyampaikan rekomendasi-rekomendasi kebijakan guna mempercepat pengembangan panas bumi sebagai salah satu baseload pembangkit EBT. Terkait

dengan Ditjen Minerba KESDM, Indonesia Mining Association (IMA) dan APBI-ICMA. Dari hasil rapat koordinasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemerintah telah menyusun roadmap pengembangan/pemanfaatan batubara dalam negeri untuk menggantikan demand batubara dari sektor ketenagalistrikan yang hilang akibat rencana phaseout PLTU serta demand ekspor yang hilang ditengah upaya internasional mengurangi penggunaan batubara

5. PENETAPAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA UMUM ENERGI

Dokumen terkait