• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III FUNGSI GAYA BAHASA IRONI, SINISME, DAN SARKASME

3.1 Fungsi Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme

3.1.1 Fungsi Gaya Bahasa Ironi

Gaya bahasa ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan suatu makna yang berlawanan atau bertentangan dengan maksud menyindir. Dalam gaya bahasa ironi, penutur menyampaikan sesuatu yang merupakan kebalikan dari apa yang sebenarnya ia ingin sampaikan. Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang. Gaya bahasa ironi yang terdapat dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet memiliki fungsi ironi. Fungsi ironi menjadi fungsi gaya bahasa ironi, karena dalam ketiga fungsi gaya bahasa yang diungkapkan oleh Keraf tidak ditemukan kecocokan dengan sifat dari gaya bahasa ironi yang dalam tuturannya berbelit-belit, tidak diungkapkan secara langsung, dan bertolakbelakang dari kenyataan yang sebenarnya.

Keraf mengemukakan fungsi gaya bahasa ada tiga, yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Kejujuran yang dimaksudkan adalah mengikuti kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa, sedangkan yang dimaksudkan dari sopan-santun adanya rasa hormat dalam gaya bahasa yang dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan. Fungsi ketiga, yaitu menarik, dalam penggunaan gaya bahasa selain kejujuran, kejelasan, dan kesingkatan, bahasa juga harus menarik yang dapat diukur melalui variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup, dan imajinasi.

3.1.1.1Fungsi Ironi

Subagyo (2004: 67), menyatakan bahwa gaya bahasa ironi merupakan cara yang ramah untuk menyinggung perasaan orang, atau sopan satun yang mengejek. Berbicara merupakan tindakan yang berorientasi pada maksud atau tujuan. Melalui ironi, maksud atau tujuan yang sama dapat dikemukakan dengan beberapa tuturan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, seorang guru berkali-kali telah mengingatkan muridnya yang bernama Yosua untuk segera menyelesaikan tugas yang diberikannya. Sudah berkali-kali diingatkan, Yosua malah menganggu teman-temannya yang sedang sibuk mengerjakan tugas. Peringatan guru tersebut tidak diindahkan oleh Yosua. Guru tersebut pun marah, lalu dengan jengkelnya dia berkata kepada muridnya tersebut, Dasar anak nakal, sudah diperingati berkali-kali tetap saja ribut menganggu teman-temanmu. Disamping itu, guru tersebut dapat mengemukakan maksud yang sama dengan tuturan ini, Yosua pintar sekali, tugas dari saya sudah diselesaikan semua. Tuturan semacam itulah yang disebut sebagai tuturan yang memiliki fungsi ironi. Berikut fungsi ironi dalam gaya bahasa ironi:

(32) Pendeknya Wluyojati adalah dunia yang terbalik. Ketika berangkat meninggalkan tanahair keadaan dirinya seperti merak menjulangkan ekor, maka kini ketika pulang meninggalkan tanah orang keadaan dirinya seperti tabuhan dalam tukil. Baying-bayang peristiwa tadi malam itu masih terbawa-bawa di selaput jal matanya. Bahkan itu awet membekas dalam ingatan sepanjang duduk diamnya di atas pesawat dari Schipol sampai Cengkareng. Artinya, ternyata si rai gedek pun rapuh terhadap gaung kebenaran dalam sukmanya yang menalunkan kesadaran-kesadaran insani. Dia kalah pada gaung itu. (BDCACM, 2006: 385)

Contoh (32) terlihat bahwa adanya gaya bahasa ironi yang memiliki fungsi ironi. Fungsi ironi ini dilihat dari penulis yang menyampaikan ceritanya atas tokoh yaitu Waluyojati yang kebingungan saat setelah bertemu dengan Nunuk, seorang perempuan yang dihamili oleh anaknya, Budiman. Namun, Waluyojati sebagai orangtua Budiman malah menghinanya, namun saat bertemu kembali dengan Nunuk, Waluyojati malah dipermalukannya karena perbuatannya yang sungguh bejat, ingin meniduri Nunuk yang dikenalnya sebagai Météor de Java, penari yang menjual keindahan tubuhnya di rumah pertunjukkan Jacques Mouset.

Secara implisit, dalam penyampaian sikap penulis terlihat adanya ironi, mengimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda bahkan ada kalanya bertentangan dengan yang sebesar-besarnya dikatakan itu. Hal itu dapat dilihat dari ternyata si rai gedek pun rapuh terhadap gaung kebenaran dalam sukmanya yang menalunkan kesadaran-kesadaran insani. Dia kalah pada gaung itu.Pada tuturan sebelumnya menggambarkan bahwa keadaan Waluyojati sebelum sampai di Paris hingga memutuskan untuk pergi meninggalkan Paris, sangatlah berbeda. Ia ketakutan dan

malu setelah bertemu dengan Nunuk karena perlakuannya dulu terhadap keluarga Nunuk dan saat itu keadaannya malah terbalik. Giliran dia yang dipermalukan oleh Nunuk. Pengarang pun menggunakan bahasa yang mengandung arti di dalamnya. Pengarang menggunakan bahasa yang halus dalam menjatuhkan reputasi tokoh Waluyojati.

(33) a. “Ceritanya panjang. Asal-muasalnya Karena saya melahirkan anak haram.”

b. “Tidak. Jangan bilang begitu. Yang namanya anak tidak ada yang haram. Yang haram orangtuanya.” (BDCACM, 2006: 474)

Contoh (33) terlihat adanya gaya bahasa ironi yang memiliki fungsi ironi. Sindiran tersebut ditujukan kepada Nunuk yang menyebut anaknya haram, sedang Père Jules Ho mengatakan yang haram bukan anaknya, namun orangtuanya. Père mengatakannya dengan halus namun hendak menyadarkan Nunuk atas perkataannya tadi. Père Jules Ho adalah seorang yang berasal dari Vietnam yang tanpa sengaja bertemu dengan Nunuk di daerah Basilika Sacré Coeur. Nunuk yang beberapa hari sebelumnya dilihatnya juga datang ke tempat tersebut hanya diam terpekur, tidak berdoa. Père pun akhirnya menghampiri Nunuk dan berkenalan. Cerita pun berlanjut dengan Nunuk menceritakan nasibnya yang sangatlah tidak beruntung kepada Père. Di sini terlihat adanya fungsi ironi, Père menanggapi perkataan Nunuk dan mencoba menyadarkan dan membenarkan atas perkataan Nunuk yang keliru.

(34) Kata Yvette, “Saya baru menyadari, bahwa lelaki yang biasa mengira dirinya sebagai pemburu perkasa, ternyata hanya seekor hewan buruan yang tidak bertanduk.” (BDCACM, 2006: 518)

Contoh (34) tersebut terlihat adanya gaya bahasa ironi yang memiliki fungsi ironi. Yvette menyampaikan kekesalannya karena melihat Budiman yang dikenalnya baik ternyata adalah seorang lelaki yang berbuat mesum, mau bersetubuh dengan seorang laki-laki. Yvette adalah perempuan yang dekat dan telah melakukan hubungan intim dengan Budiman ketika ia di Paris. Yvette adalah seorang pelacur. Tuturan pada contoh (34) disampaikan oleh Yvette yang memergoki Budiman sedang berciuman dengan lelaki berumur 60 tahun di tangga hotel yang sama tempat Yvette menistakan dirinya.

Dokumen terkait