PENANDA DAN FUNGSI GAYA BAHASA IRONI,
SINISME, DAN SARKASME
DALAM NOVEL BOULEVARD DE CLICHY AGONIA CINTA
MONYET KARYA REMY SYLADO
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh:
Agata Meika Vitriani NIM: 104114011
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Tulisan ini ku persembahankan untuk:
Bapakku,
Yusuf Ngadi Suminto
Ibuku,
Maria Sadiyem
Tanteku,
Fransisca Warsini
Terima kasih atas dukungan, kasih sayang, perhatian, dan bimbingannya
Kakak-kakakku tercinta,
Noka Wahyuni dan Marcellina Rika
dan Adik-adikku yang tersayang,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat kesehatan dan perlindunganNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penanda dan Fungsi Gaya Bahasa Ironi,
Sinisme dan Sarkasme dalam Novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet
Karya Remy Sylado.”
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna
sebagaimana yang diharapkan baik secara materi maupun cara penyajiannya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penelitian selanjutnya.
Atas kelancaran penyusunan skripsi ini peneliti perlu menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dosen Pembimbing I, Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. yang telah
berkenan menjadi dosen pembimbing I dan telah memberikan bimbingan
kepada penulis, serta banyak memberikan rekomendasi buku bacaan, sehingga
penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
2. Dosen Pembimbing II, Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. yang telah berkenan
menjadi dosen pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini.
3. Dosen Prodi Sastra Indonesia yang telah memberikan pendampingannya
selama penulis menempuh masa studi, Drs. Hery Antono, M.Hum., Dra. Fr.
Tjandrasih Adji, M.Hum., S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dr. Yoseph Yapi
Taum, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., dan segenap dosen yang tidak
Dharma.
5. Segenap staf dan karyawan Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
6. Bapak Y. Ngadi Suminto dan Ibu Maria Sadiyem, orang tua penulis yang
selalu memberikan kasih sayang yang tidak terhingga, doa, materi, dorongan,
semangat dan perhatian kepada penulis.
7. Kakak dan adik penulis yang selalu memberi semangat dan motivasi kepada
penulis; Noka, Rika, Andi, Lita, Gavin.
8. Teman terbaik penulis yang selalu memberikan dukungan tiada henti,
Leonardus Carol.
9. Semua teman di Prodi Sastra Indonesia angkatan 2010 khususnya Diska, Tia,
Yanti, Diana, Anton, Desmon, Jeje terima kasih telah menjadi teman bertukar
pikiran yang menyenangkan bagi penulis.
10.Teman-teman yang memberikan dukungan dan semangat tiada henti Nancy,
Dian, Klara, Vani, serta segenap teman-teman mahasiswa Prodi Sastra
Indonesia.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis terbuka terhadap sumbangan pemikiran kritik dan saran agar skripsi ini
menjadi lebih baik. Namun demikian, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca.
Yogyakarta, 27 Maret 2014
Vitriani, Agata Meika. 2014. Penanda dan Fungsi Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme dalam Novel Bolevard De Clichy Agonia Cinta Monyet Karya Remy Sylado. Skripsi Strata 1 (S-1). Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Objek penelitian ini adalah gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini yaitu, penanda gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado, dan fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel
Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado.
Penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan pemaparan hasil analisis data. Data diperoleh dari novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih. Metode padan yang digunakan adalah metode padan pragmatis yang alat penentunya adalah mitra bicara. Metode ini dilanjutkan dengan metode agih yang menggunakan teknik dasar bagi unsur langsung. Setelah itu dilanjutkan dengan teknik ganti dan teknik baca markah. Pemaparan hasil analisis dilukan dengan metode formal dan metode informal.
Dari penelitian, ditemukan penanda yang membedakan antara gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme, yaitu objek tuturan yang didukung oleh koteks. Penanda gaya bahasa ironi dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet
adalah (1) tuturan tidak terus terang, (2) peribahasa, (3) tuturan ganda atau pasangan tuturan konfirmatif. Penanda gaya bahasa sinisme, yaitu (1) tuturan retoris, (2) peribahasa, (3) tuturan ganda atau pasangan tuturan menyangsikan yang konfirmatif. Adapun penanda gaya bahasa sarkasme, yaitu (1) tuturan yang mengandung umpatan.
Gaya bahasa ironi, sinisme dan sarkasme memiliki fungsi bahasa yang berguna untuk menggerakkan imajinasi pembaca dalam memahami sebuah karya sastra. Gaya bahasa ironi dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet
Vitriani, Agata Meika. 2014. “Signifiant and Style Functions of Irony, Cynicism, and Sarcasm in Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet, Novel by Remy Sylado”. An Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Letters Study Programme. Department of Indonesian Letters. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.
This research is intended to analyze the stylistic of irony, cynicism, and sarcasm in Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet, novel by Remy Sylado. There were two problem formulations: a) what kind signifiant of style irony, cynicism, and sarcasm in the novel of Boulevard de Clichy Agonia Cinta Monyet,
b) what is the function of stylistic irony, cynicism, and sarcasm in Boulevard de Clichy Agonia Cinta Monyet, novel by Remy Sylado?
This reseacrh is conducted in three stages. They are collecting data, analyzing data, and describing of data analyzing result. The data is collected from correct and noted technique. The data in this research is analyzed using pragmatic (identity) method and agih (distributional) method. Padan pragmatic method that used determining tool is conversational partner. This method continued by agih method that used direct divide unsure, basic technique. And next technique that used is substitution technique and baca markah technique. The describtion result of data analysis is carried on by formal and informal method.
The result of this research, it was found signifiant that distinguish between the style of irony, cynicism, and sarcasm, which is supported by the speech object contexts. Signifiant irony in the Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet, novel by Remy Sylado is (1) speech are not overtly, (2) proverbs, (3) double speech utterances confirmatory. Signifiant style cynicism, namely (1) the rhetorical speech, (2) proverbs, (3) double speech utterances doubt that confirmatory. The signifiant style sarcasm, namely (1) double speech that containing invictive.
Style irony, cynicism, and sarcasm has a useful language functions to move the imagination of the reader in understanding a literary. Stylistic irony in
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Tinjauan Pustaka ... 5
1.6 Landasan Teori ... 7
1.6.1 Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme ... 7
1.6.2 Fungsi Gaya Bahasa ... 9
1.7 Data, Metode, dan Teknik Penelitian ... 12
1.7.1 Objek Penelitian, Sumber Data, dan Sinopsis ... 12
1.7.1.1 Objek Penelitian ... 12
1.7.1.2 Sumber Data ... 12
1.7.1.3 Sinopsis ... 13
1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 14
1.7.3 Metode dan Teknik pada Tahap Analisis Data ... 15
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 18
BAB II PENANDA GAYA BAHASA IRONI, SINISME, DAN SARKASME 20
2.1 Penanda Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme ... .. 20
2.1.1 Penanda Gaya Bahasa Ironi ... 20
2.1.1.1 Tuturan tidak terus terang ... 21
2.1.1.2 Peribahasa ... 22
2.1.1.3 Tuturan Ganda atau Pasangan Tuturan Konfirmatif ... 23
2.1.2 Penanda Gaya Bahasa Sinisme ... 33
2.1.2.1 Tuturan Retoris ... 33
2.1.2.2 Peribahasa ... 35
2.1.2.3 Tuturan Ganda atau Pasangan Tuturan Menyangsikan ... 47
2.1.3 Penanda Gaya Bahasa Sarkasme ... 41
2.1.3.1 Tuturan yang Mengandung Umpatan ... 41
BAB III FUNGSI GAYA BAHASA IRONI, SINISME, DAN SARKASME.. 48
3.1 Fungsi Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme ... 48
3.1.1 Fungsi Gaya Bahasa Ironi ... 48
3.1.1.1 Fungsi Ironi ... 49
3.1.2 Fungsi Gaya Bahasa Sinisme ... 52
3.1.2.1 Fungsi Kejujuran ... 52
3.1.3 Fungsi Gaya Bahasa Sarkasme ... 54
3.1.3.1 Fungsi Mengungkapkan Sesuatu Secara Terus Terang ... 54
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
4.1 Kesimpulan ... 61
4.2 Saran ... 62
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Gaya Bahasa Ironi ... 30
Tabel 2: Gaya Bahasa Sinisme ... 39
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Objek penelitian ini adalah gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme
dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran merupakan tuturan yang ingin
mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang
terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Sinisme juga merupakan sindiran yang
diartikan sebagai suatu bentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap
keikhlasan dan ketulusan hati. Adapun sarkasme merupakan sindiran yang lebih
kasar dari ironi dan sinisme. Tuturan sarkasme mengandung kepahitan dan celaan
yang getir (Keraf, 1984:143). Berikut ini contoh gaya bahasa ironi (1), sinisme (2)
dan sarkasme (3) yang terdapat dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado:
(1) Nunuk yang belia, yang yuwana, yang remaja, yang perawan tingting ini
diejek banyak orang sebagai pungguk merindukan bulan (BDCACM, 2006:5).
(2) “Jangan lagi kamu pakai alasan belajar, sampai kamu baru pulang siang
begini,” kata ibunya Elleonora yang biasa dipanggil Ellen itu. “Mustinya, di
waktu libur seperti begitu kamu tata-tata rumah kek. Anak perempuan kok
tidak bisa mengurus rumah. Malah keluyuran dan pulang siang-siang begini.
Dari mana saja sih kamu? Dan, mana Budiman? Tadi malam dia jemput kamu.
punya orangtua lagi? Te erg! Onbeschaafd! (Keterlaluan! Tidak sopan!)” (BDCACM, 2006: 56)
(3) Yani naik pitam. Bantal satunya lagi yang ada di atas sofa dilemparkannya
kearah Waluyojati, seraya mengumpat, “Sinting!” (BDCACM, 2006: 60)
Contoh (1) termasuk gaya bahasa ironi karena contoh tersebut memiliki tujuan
menyindir dan merendahkan Nunuk melalui ungkapan (pungguk merindukan bulan).
Contoh (2) berikut merupakan tuturan yang disampaikan oleh Ellen, ibu Nunuk,
kepada Nunuk anaknya, termasuk gaya bahasa sinisme karena pada contoh tersebut
mengandung suatu sindiran yang berbentuk kesangsian dari alasan Nunuk yang pamit
pergi dari rumahnya untuk belajar bersama temannya. Gaya bahasa sinisme pada
contoh (2) ditandai dengan kalimat retoris yang menandakan adanya kesangsian.
Contoh (3) merupakan tuturan yang disampaikan Yani, ibu dari Budiman, kepada
suaminya Waluyojati yang terlihat santai-santai saja mengetahui anaknya tidak
kunjung pulang sampai enam hari lamanya. Contoh (3) termasuk dalam gaya bahasa
sarkasme karena tuturan pada kalimat tersebut mengandung umpatan. Hal tersebut
ditandai dengan digunakannya kata berkonotasi negatif, yaitu kata sinting.
Gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme yang terdapat dalam novel
Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado dipilih sebagai topik dalam penelitian ini didasarkan alasan sebagai berikut. Pertama, dalam novel ini
banyak digunakan gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme. Kedua, terkait dengan
banyak ditemukan penggunaan gaya bahasa ironi, sinisme dan sarkasme, terbukti
gaya bahasa tersebut merupakan fenomena kebahasaan yang perlu diteliti untuk
Hal pertama yang dibahas dalam skripsi ini adalah penanda gaya bahasa ironi,
sinisme dan sarkasme. Masalah kedua yang dibahas dalam penelitian ini adalah fungsi
gaya bahasa ironi, sinisme dan sarkasme yang terdapat dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado, seperti terlihat dalam contoh berikut:
(4) Atas nama cinta, orang selalu saja demikian Nunuk demikian pula Budiman
terlalu cepat membayangkan kesenangan dan terlalu telat membayangkan
kesusahan.
Tapi itulah ciri insani manusia yang diperkatakan peribahasa: ‘gulai sedap
nasi mentah, nasi sedap gulai mentah’.(BDCACM, 2006: 14)
Contoh (4) termasuk gaya bahasa ironi yang memiliki fungsi ironi karena dalam
gaya bahasa ironi dalam mengungkapkan kejelekan atau suatu hal yang kurang baik
dengan cara yang ramah, menggunakan peribahasa.
(5) Yani terperanjat. Suaranya lepas seperti air soda yang muncrat dari botol.
“Apa?” katanya keras, mata melolo. “Apa kamu sudah sinting?” (BDCACM,
2006: 71)
Contoh (5) termasuk gaya bahasa sinisme yang memiliki fungsi kejujuran karena
pada kalimat tersebut merupakan suatu tuturan langsung dan tidak berbelit-belit dari
bentuk reaksi Yani terhadap Budiman yang mengatakan ingin menikah dengan
Nunuk. Contoh (5) mengandung kalimat retoris yang merupakan bentuk kesangsian
terhadap niat Budiman yang ingin menikah dengan Nunuk.
(6) “Goblok! Bangsat! Madirodok! Sue! Setan alas itu Waluyojati!” kata Suhardi
anjing budukan. Gua sumpah dia mampus jado taik! Lihat saja, Len.”
(BDCACM, 2006: 97)
Contoh (6) termasuk gaya bahasa sarkasme yang memiliki fungsi
mengungkapkan sesuatu secara terus terang, karena pada kalimat tersebut terdapat
tuturan yang mengekspresikan bentuk emosinya dengan umpatan-umpatan secara
langsung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dalam butir 1.1 , permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa saja penanda gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel
Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado ?
1.2.2 Apa saja fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel
Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado?
1.3Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penanda yang
terdapat pada gaya bahasa ironi, sinisme, sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Secara khusus tujuan penelitian ini dapat
dirinci sebagai berikut:
1.3.1 Mendeskripsikan penanda gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme.
1.3.2 Mendeskripsikan fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme yang
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini berupa penanda gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme
dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado, dan fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado tersebut diharapkan dapat bermanfaat kepada pembaca, baik secara teoritis maupun praktis:
1. Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat dalam bidang semantik dan
pragmatik. Dalam bidang stilistika, hasil penelitian ini bermanfaat untuk
memperkaya khazanah kajian gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme.
Dalam bidang pragmatik, hasil penelitian ini bertujuan menunjukkan
bahwa maksud suatu tuturan dapat diungkapkan dengan berbagai cara
yang terwujud dalam penanda gaya bahasa dan fungsi gaya bahasa.
2. Secara praktis, hasil penelitian tentang penanda dan fungsi gaya bahasa
ironi, sinisme, dan sarkasme ini berguna untuk guru dalam memberikan
pelajaran tentang gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme. Selain itu,
hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi penerjemahan, yakni agar
penerjemah dapat mengetahui penanda dan fungsi gaya bahasa ironi,
sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado.
1.5 Tinjauan Pustaka
Sejauh ini peneliti belum menemukan adanya penelitian mengenai gaya
tentang gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme secara lebih mendalam, maka
peneliti tertarik untuk meneliti penanda gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme,
serta fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Namun peneliti menemukan bahwa telah ada tulisan tentang gaya bahasa ironi dan sarkasme, antara lain dalam
e journal yang berjudul An Analysis Study of Figures of Speech: Euphemism, Irony, and Sarcasm in Poem Titled Canterbury Tales by Geoffrey Chaucer oleh Gina Aprilliawati, Hanip Pujiati, dan Teguh Imam. Gina Aprilliawati, dkk
membicarakan gaya bahasa eufemisme, ironi, dan sarkasme yang digunakan
dalam puisi yang berjudul Canterbury Tales karya Geoffrey Chaucer. M. Yumna
Fikri, dalam skripsinya yang berjudul “Penggunaan Gaya Bahasa Sindiran Dalam
Kolom “Semarangan” Pada Surat Kabar Suara Merdeka”, membahas mengenai
banyak digunakannya gaya bahasa sindiran dalam kolom “Semarangan” pada
surat kabar Suara Merdeka, di antaranya yaitu gaya bahasa ironi, gaya bahasa sinisme, gaya bahasa sarkasme, gaya bahasa satire, gaya bahasa innuendo, dan
gaya bahasa antifrasis.
Selain itu, mahasiswa Unpad (2008), dalam tesisnya yang berjudul “Gaya
Bahasa Sarkasme Pada Film A Very Harold And Kumar 3D Christmas (Kajian Pragmatis dan Semantis)” . Dalam tesis tersebut membahas kata atau frasa yang
termasuk gaya bahasa sarkasme dan menjelaskan makna yang terdapat dalam gaya
bahasa sarkasme yang muncul pada percakapan antar tokoh.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut, peneliti
memutuskan untuk mengadakan penelitian mengenai gaya bahasa ironi, sinisme,
Remy Sylado. Dalam tugas akhir ini peneliti akan menganalisis penanda dan apa
saja fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel tersebut.
1.6 Landasan Teori
Dalam landasan teori ini dipaparkan pengertian gaya bahasa ironi, sinisme,
dan sarkasme.
1.6.1 Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme
Teori tentang gaya bahasa yang sering dipergunakan adalah pendapat Keraf
dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa (1984; 136-145), yaitu gaya
bahasa berdasarkan langsung atau tidaknya makna. Adapun berbagai macam gaya
bahasa sindiran yaitu, ironi, sinisme, dan sarkasme seperti diuraikan dibawah ini:
a) Ironi
Menurut Keraf (1984:143-144), ironi diturunkan dari kata eironeia
yang berarti penipuan atau pura-pura. Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah gaya bahasa yang mengatakan sesuatu dengan makna atau
maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya.
Ironi merupakan suatu upaya literer yang efektif karena ironi menyampaikan
impresi yang mengandung pengekangan yang besar. Entah dengan sengaja
atau tidak, rangkaian kata-kata yang dipergunakan itu mengingkari maksud
yang sebenarnya. Sebab itu, ironi akan berhasil kalau pendengar juga sadar
b) Sinisme
Sinisme diartikan sebagai gaya bahasa yang mengungkapkan
kesangsian. Ungkapan kesangsian tersebut mengandung ejekan terhadap
keikhlasan dan ketulusan hati. Gaya bahasa sinisme ini memiliki sifat yang
lebih kasar dari ironi. Walaupun sinisme dianggap lebih keras dari ironi,
namun kadang-kadang masih sukar diadakan perbedaan antara keduanya.
c) Sarkasme
Sarkasme merupakan gaya bahasa yang lebih kasar dari ironi dan
sinisme. Sarkasme adalah gaya bahasa berbentuk sindiran yang mengandung
kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat saja bernilai ironis, dapat
juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu akan menyakiti hati
dan kurang enak didengar. Kata sarkasme diturunkan dari kata Yunani
sarkasmos, yang lebih jauh diturunkan dari kata kerja sakasein yang berarti “merobek-robek daging seperti anjing”, “mengigit bibir karena marah”, atau
“berbicara dengan kepahitan.
Ketiga gaya bahasa, yaitu ironi, sinisme, dan sarkasme memiliki kesamaan
yaitu gaya bahasa yang berupa sindiran. Sedangkan perbedaan di antara ketiganya,
yaitu ironi adalah gaya bahasa sindiran yang digunakan untuk menyindir. Sinisme
adalah gaya bahasa sindiran yang digunakan untuk menyangsikan, serta sarkasme
1.6.2 Fungsi Gaya Bahasa
Menurut Keraf dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa, style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut:
kejujuran, sopan-santun, dan menarik.
a. Kejujuran
Hidup manusia hanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi
sesamanya, kalau hidup itu dilandaskan pada sendi-sendi kejujuran. Kejujuran adalah suatu pengorbanan, karena kadang-kadang ia meminta kita
melaksanakan sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita sendiri. Namun
tidak ada jalan lain bagi mereka yang ingin jujur dan bertindak jujur. Bila
orang hanya mencari kesenangan dengan mengabaikan segi kejujuran, maka
akan timbullah hal-hal yang menjijikkan.
Kejujuran dalam bahasa berarti: kita mengikuti aturan-aturan,
kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur
dan tak terarah, serta penggunaan kalimat yang beerbelit-belit, adalah jalan
untuk mengundang ketidakjujuran. Pembicara atau penulis tidak
menyampaikan isi pikirannya secara terus terang; ia seolah-olah
menyembunyikan pikirannya itu dibalik rangkaian kata-kata yang kabur dan
jaringan kalimat yang berbelit-belit tak menentu. Ia hanya mengelabui
pendengar atau pembaca dengan mempergunakan kata-kata yang kabur dan
“hebat”, hanya agar bisa tampak lebih intelek atau lebih dalam
menandakan bahwa pembicara atau penulis tidak tahu apa yang akan
dikatakannya. Ia mencoba menyembunyikan kekurangannya di balik
berondongan kata-kata hampa.
Bahasa adalah alat untuk kita bertema dan bergaul. Sebab itu, ia harus
digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.
b. Sopan-santun
Yang dimaksud dengan sopan-santun adalah memberi penghargaan
atau menghormati orang yang diajak bicara. Rasa hormat di sini tidak berarti
memberikan penghargaan atau menciptakan kenikmatan melalui kata-kata,
atau mempergunakan kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi dalam
pergaulan masyarakat beradab. Bukan itu! Rasa hormat dalam gaya bahasa
dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan.
Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau
dikatakan. Di samping itu, pembaca atau pendengar tidak perlu
membuang-buang waktu untuk mendengar atau membaca sesuatu secara panjang lebar,
kalau hal itu bisa diungkapkan dalam beberapa rangkaian kata. Kejelasan
dengan demikian akan diukur dalam beberapa butir kaidah berikut, yaitu:
(1)kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat;
(2)kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan
melalui kata-kata atau kalimat tadi;
(3)kejelasan dalam pengurutan ide secara logis;
Kesingkatan sering jauh lebih efektif daripada jalinan yang berliku-liku. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan
kata-kata secara efisien, meniadakan penggunaan dua kata-kata atau lebih yang
bersinonim secara longgar, menghindari tautologi, atau mengadakan repetisi
yang tidak perlu.
Di antara kejelasan dan kesingkatan sebagai ukuran sopan-santun, syarat kejelasan masih jauh lebih penting daripada syarat kesingkatan.
c. Menarik
Kejujuran, kejelasan serta kesingkatan harus merupakan langkah dasar dan langkah awal. Bila seluruh gaya bahasa hanya mengandalkan kedua (atau
ketiga) kaidah tersebut di atas, maka bahasa yang digunakan masih terasa
tawar, tidak menarik. Sebab itu, sebuah gaya bahasa harus pula menarik. Sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen berikut:
variasi, humoryang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan
penuh daya khayal (imajinasi).
Penggunaan variasi akan menghindari monotoni dalam mata, struktur,
dan pilihan kata. Untuk itu, seorang penulis perlu memiliki kekayaan dalam
kosa kata, memiliki kemauan untuk mengubah panjang-pendeknya kalimat,
dan struktur-struktur morfologis. Humor yang sehat berarti: gaya bahasa itu
mengandung tenaga untuk menciptakan rasa gembira dan nikmat. Vitalitas dan
daya khayal adalah pembawaan yang berangsur-angsur dikembangkan melalui
1.7 Data, Metode, dan Teknik Penelitian
Data penelitian ini berupa kalimat ataupun tuturan antar tokoh yang
mengandung gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme. Data diperoleh dari sumber
tertulis yaitu novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni (i) pengumpulan data, (ii)
analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan
masing-masing tahap dalam penelitian ini.
1.7.1 Objek Penelitian, Sumber Data, dan Sinopsis
1.7.1.1 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme
dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Objek ini berada dalam data yang berupa kalimat ataupun tuturan antar tokoh.
1.7.1.2 Sumber Data
Data diperoleh dari sumber tertulis yaitu novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado.
Judul : Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet
No. ISBN : 9792220372
Penulis : Remy Sylado
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit : Maret- 2006
Jumlah Halaman : 672 halaman
1.7.1.3 Sinopsis
Berikut ini dipaparkan sinopsis dari novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado, untuk membantu pemahaman dalam menganalisis permasalahan yang dibahas pada Bab II dan Bab III.
Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet, novel karangan Remy Sylado ini dalam ceritanya menggambarkan kehidupan di era reformasi yang banyak
menceritakan tentang kondisi masyarakat kelas atas, diwakili oleh Waluyojati
seorang pejabat pemerintahan yang korup, dengan istri yang suka mengatur dan
anak tunggal yang manja; serta Anugrahati (Nunuk), anak tunggal dari keluarga
yang kurang berada. Nasib Nunuk pun membawanya bekerja di Boulevard de
Clichy, kawasan prostitusi di pelosok Paris.
Cerita bermula dari kehidupan seorang remaja SMA yang menjalin kasih.
Nunuk dan Budiman rela melakukan apapun atas nama cinta. Mereka tengah
dibuai oleh asmara yang sedang bergejolak di hati mereka, namun campur tangan
ibu Budiman dengan bantuan opo-opo (guna-guna) pun membuat Budiman lupa
ingatan akan perbuatannya terhadap Nunuk, bahkan ia pun tak mengenal Nunuk,
gadis yang dicintainya. Kekayaan orang tua Budiman karena jabatannya dalam
pemerintahan mampu membawanya melanjutkan sekolah di Perancis. Di Perancis,
Budiman bergaya anak pejabat yang lebih suka menghabis-habiskan uang
daripada menuntut ilmu pengetahuan yang bisa diperolehnya disana. Sementara
Nunuk yang punya saudara di Belanda, memutuskan untuk membawa anaknya
sekolah disana. Pertemuannya dengan seorang pencari bakat turunan Turki
membawanya bekerja di Paris, Perancis.
Bakat Nunuk membawanya menjadi bintang di Boulevard de Clichy
dengan julukan Météore de Java. Di balik kesuksesannya, Nunuk pun masih saja
mengalami konflik dengan Albeni. Albeni, orang Turki yang membawanya ke
Paris ternyata menjadikannya penari di tempat hiburan, sekaligus pekerja seks.
Hingga Budiman dan Nunuk pun kembali lagi ke tanah air dan bertemu kembali
setelah terpisah selama 5 tahun lamanya. Budiman tersadar dari pengaruh opo-opo
dan kembali mengingat Nunuk, juga perbuatannya terhadap Nunuk. Budiman pun
bertanggung jawab dengan menikahi Nunuk.
1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak. Metode
simak adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan
menyimak langsung penggunaan bahasa. Teknik yang digunakan dalam tahap
pengumpulan data adalah teknik nonpartisipan atau teknik simak bebas libat cakap
dengan mengamati dan mencatat data (Sudaryanto, 1993:132-133). Data tersebut,
berupa kalimat-kalimat ataupun tuturan antar tokoh yang mengandung gaya bahasa
ironi, sinisme, dan sarkasme yang terdapat dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Kegiatan mencatat data dilakukan dengan kartu
data. Kartu data berupa lembaran-lembaran kertas berukuran 20 cm x 16 cm.
Tiap-tiap kartu data berisi beberapa kalimat yang mengandung gaya bahasa ironi, sinisme,
1.7.3 Metode dan Teknik pada Tahap Analisis Data
Langkah kedua adalah menganalisis data. Setelah data terklasifikasikan,
kemudian dianalisis dengan menggunakan metode padan, yaitu metode yang alat
penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Alat penentunya adalah kenyataan yang ditujukan oleh bahasa atau
referen bahasa (Sudaryanto, 1993:13-14). Pengklasifikasian gaya bahasa itu
menyangkut penanda dan fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam
novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Metode padan digunakan untuk menganalisis apakah suatu konstruksi itu termasuk gaya bahasa
ironi, sinisme, dan sarkasme atau bukan. Metode padan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode padan pragmatis. Metode padan pragmatis adalah alat
penentunya mitra bicara (Sudaryanto, 1993: 15). Karena gaya bahasa itu meyangkut
masalah perbedaan makna unsur gaya bahasa dengan makna dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado, maka metode padan dipandang sebagai metode yang tepat. Data yang sudah terkumpul lalu diklasifikasikan
berdasarkan jenis gaya bahasa yang digunakan. Contoh gaya bahasa ironi,
(7) “Yang jelas, Tuhan lebih menghargai orang yang melawan-Nya dan menyangkal-Nya, sebagai ateis, ketimbang orang-orang yang sok suci tapi munafik.” (BDCACM, 2006: 140)
Contoh (7) merupakan gaya bahasa ironi, tuturan tersebut merupakan tuturan
dari Waluyojati yang ditujukan kepada Samsuddin Usman. Samsuddin Usman,
dalam rapat yang dipimpin oleh Waluyojati, tidak menyetujui agenda peresmian
judi resmi di daerah Kepulauan Seribu karena dianggapnya berdosa. Waluyojati
pun terhenyak, namun Waluyojati dapat menangkis ketidaksetujuan Samsuddin
dengan tuturan pada contoh (7). Mendengar pembelaan Waluyojati, Samsuddin
Usman hanya terdiam.
Contoh gaya bahasa sinisme,
(8) “Apa Saudara mengira, dengan berpenampilan sok suci seperti Saudara
maka Saudara akan menjadi salvador, juru selamat, yang bisa membuat
orang-orang berdosa karena maksiatnya itu lantas masuk surga?”
(BDCACM, 2006: 140)
Tuturan pada contoh (8) tersebut merupakan tuturan pembelaan Waluyojati
atas ketidaksetujuan Samsuddin Usman mengenai agenda peresmian judi di daerah
Kepulauan Seribu. Tuturan tersebut, mengungkapkan kesangsian Waluyojati terhadap
sikap Samsuddin Usman yang tidak menyetujui karena ia menganggap tindakan
peresmian tersebut adalah dosa. Samsuddin Usman pun tidak sanggup menjawabnya,
ia hanya terdiam setelah mendengarkan pembelaan Waluyojati atas sikapnya yang
berniat melegalkan judi di Kepulauan Seribu.
Contoh gaya bahasa sarkasme,
(9) “Biang keroknya sebetulnya Pak Luyo, Bos,” kata Si Rambut Cepak
dengan datar.
Bing Wijaya pun berteriak, “Anjing!” (BDCACM, 2006: 405)
Tuturan (9) merupakan tuturan yang diucapkan oleh anak buah Bing Wijaya,
seseorang yang berperan dalam peresmian daerah judi legal di Kepulauan Seribu.
Dalam tuturan tersebut, anak buah Bing Wijaya menyalahkan Waluyojati yang
bertindak tidak dengan perhitungan dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh
mengeluarkan banyak uang untuk suksesnya peresmian daerah judi tersebut,
dikacaukan usahanya oleh Waluyojati yang bertindak tidak dengan hati-hati untuk
mendapatkan persetujuan anggota dewan DPR dengan tindakan curangnya. Bing
Wijaya pun mengungkapkan amarahnya dengan berteriak , “Anjing!”.
Dalam penelitian ini juga digunakan metode agih. Metode agih adalah metode
analisis yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang
diteliti (Sudaryanto, 1933: 15). Pada metode agih digunakan teknik dasar bagi unsur
langsung (BUL), yaitu teknik analisis data dengan cara membagi suatu satuan lingual
datanya menjadi beberapa unsur. Unsur tersebut dipandang sebagai bagian yang
langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1933: 31).
Teknik lanjutan dalam metode agih yang digunakan adalah teknik ganti dan
teknik baca markah. Teknik ganti adalah teknik analisis data yang berupa penggantian
unsur satuan lingual yang bersangkutan dengan unsur tertentu yang lain di luar satuan
lingual yang bersangkutan. Teknik ini digunakan untuk membuktikan jenis gaya
bahasa. Dalam contoh berikut terdapat gaya bahasa ironi. Untuk lebih jelasnya lihat
contoh berikut:
(10) “Yang jelas, Tuhan lebih menghargai orang yang melawan-Nya dan
menyangkal-Nya, sebagai ateis, ketimbang orang-orang yang sok suci tapi munafik.” (BDCACM, 2006: 140)
Sebagai bukti bahwa frasa sok suci tapi munafik bermakna ‘menunjukkan
pertentangan’, kata tersebut dapat digantikan dengan frasa lain yang mempunyai
makna yang hampir sama. Penggantian dengan frasa lain tersebut adalah hasil analisis
dari tuturan tokoh terhadap mitra bicara yang menunjukkan makna yang hampir sama
(10a) “Yang jelas, Tuhan lebih menghargai orang yang melawan-Nya dan
menyangkal-Nya, sebagai ateis, ketimbang orang-orang yang beragama namun tidak menjalankan ajaran agamanya. (BDCACM, 2006: 140) Teknik baca markah adalah teknik analisis data dengan cara “membaca
pemarkah” dalam suatu konstruksi. Istilah lain untuk pemarkah adalah penanda.
Pemarkah itu adalah alat seperti imbuhan, kata penghubung, kata depan, dan artikel
yang menyatakan ciri ketatabahasaan atau fungsi kata atau konstruksi (Kridalaksana
dalam Kesuma 2007:66). Untuk lebih jelasnya lihat contoh berikut:
(10b) “Yang jelas, Tuhan lebih menghargai orang yang melawan-Nya dan
menyangkal-Nya, sebagai ateis, ketimbang orang-orang yang sok suci tapi
munafik.” (BDCACM, 2006: 140)
Pada contoh (10b) pemarkah ditunjukkan dengan kata tapi. Di sini pemarkah tersebut berfungsi untuk membandingkan atau menunjukkan makna
yang bertolakbelakang.
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis
Setelah tahap analisis data, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil
analisis data. Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan
menggunakan metode formal dan metode informal. Hasil penelitian ini disajikan
dengan menggunakan metode informal, yaitu dengan menggunakan kata-kata
yang biasa yaitu kata-kata yang bersifat denotatif dan bukan kata yang bersifat
konotatif (Sudaryanto, 1993: 145). Penyampaian hasil analisis data dalam
penelitian ini juga digunakan metode formal, yaitu dengan menggunakan
1.8 Sistematika Penyajian
Laporan hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab pertama
pendahuluan. Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,
metode penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II berisi uraian tentang penanda
antara gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme. Bab III berisi tentang fungsi gaya
BAB II
PENANDA GAYA BAHASA IRONI, SINISME DAN SARKASME
2.1 Penanda Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme
Penanda dan petanda berada dalam lingkup bahasa. Berdasarkan teori penanda
yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, penanda adalah imaji akustik atau
bentuk bahasa dan petanda adalah konsepnya. Hubungan antara penanda dan
petanda bersifat semena, berdasarkan konvensi masyarakat pendukung bahasa.
Saussure menyebut konsep itu signifie ‘yang ditandai; petanda’, dan citra akustis
itu signifiant ‘yang menandai; penanda’ (Kridalaksana, 1988: 12-13).
2.1.1 Penanda Gaya Bahasa Ironi
Menurut Keraf dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa, ironi atau sindiran adalah gaya bahasa yang mengatakan sesuatu dengan makna
atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya.
Tujuan tuturan ironi ada dua, yaitu mengkritik secara tidak terus terang dan
memuji secara tidak terus terang (Subagyo, 2005: 71-73). Dalam hal tujuan
mengkritik secara tidak terus terang, ironi ibarat kemasan, sedangkan isinya
adalah kemarahan atau kejengkelan. Dalam hal tujuan memuji secara tidak terus
terang, yang terjadi berkebalikan sama sekali dengan tujuan mengkritik. Jika
mengkritik dikemukakan dengan pernyataan yang berlebihan (exageration),
memuji dilakukan dengan pernyataan yang merendahkan atau melecehkan
Dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet ditemukan adanya tiga penanda ironi, yaitu
1) Tuturan tidak terus terang
2) Peribahasa
3) Tuturan ganda atau pasangan tuturan konfirmatif
2.1.1.1 Tuturan Tidak Terus Terang
Penanda gaya bahasa ironi berupa tuturan yang tidak terus terang. Tuturan
tidak terus terang adalah tuturan yang tidak sesuai dengan fungsi kalimat yang
membentuknya. Tuturan tidak terus terang tersebut maksudnya tidak sama atau
berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya. Berikut adalah contoh penanda
gaya bahasa ironi; tuturan yang tidak terus terang:
(11) Justru di dalam mata-duitnya perempuan, lelaki belajar bekerja keras
untuk memperoleh uang.(BDCACM, 2006: 424)
Contoh (11) mata-duitnya perempuan, lelaki belajar bekerja keras, tuturan Jean-Pierre Coussneau kepada Budiman merupakan ironi yang maksudnya adalah
perempuan pandai memanfaatkan sehingga lelaki harus bekerja keras untuk memenuhi keinginan perempuan bukan hanya menganggur dan bergantung pada orangtua. Tuturan (11) terlihat yang mengandung gagasan positif, namun
menyembunyikan makna yang negatif. Jean-Pierre adalah seorang seniman lukis di
daerah Perancis, dia tidak pernah berhenti melukis untuk membiayai hidupnya,
sedangkan Budiman, anak seorang pejabat malah bermalas-malasan menghabiskan
mulai susah hidupnya selama tinggal di Perancis, Jean-Pierre pun menyindir Budiman
yang malas dan terlalu bergantung dengan kiriman dari orangtuanya.
2.1.1.2 Peribahasa
Penanda gaya bahasa ironi dapat pula berupa peribahasa. Dalam (KBBI: 373),
peribahasa adalah kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya dan
biasanya mengiaskan sesuatu maksud tertentu. Dalam hal ini, peribahasa banyak
mengandung maksud yang dikiaskan sehingga dalam penyampainnya tidak secara
langsung dan jelas, seperti gaya bahasa ironi yang dalam penyampaiannya suatu
maksud memiliki sifat tidak secara langsung dan jelas. Perhatikan contoh berikut:
(12) Kata Ahmad Zain Halmahera,”Sudahlah, Saudara Ketua. Tidak usah
jauh-jauh mengurusi apa yang ‘semut di seberang laut nampak, gajah di pelupuk mata tak tampak’.” (BDCACM, 2006: 142)
Contoh (12) tersebut merupakan tuturan yang dilontarkan Ahmad Zain
Halmahera kepada Waluyojati saat rapat dewan. Tuturan (12) tersebut merupakan
ironi, terlihat dari peribahasa yang digunakan oleh Ahmad Zain Halmahera untuk
membuat Waluyojati mati kutu pada saat rapat dewan untuk memutuskan judi
resmi di Kepulauan Seribu, ‘semut di seberang laut nampak, gajah di pelupuk mata tak tampak’. Peribahasa tersebut menjadi penanda bahwa ujaran tersebut merupakan ironi. Dalam peribahasa itu dapat diartikan kecenderungan orang
untuk dengan mudah melihat kesalahan atau kekurangan orang lain, namun
sebaliknya sangat sulit untuk melihat kesalahan atau kekurangan dirinya sendiri
(http://id.wikiquote.org). Daya ironi sebuah pernyataan sendiri sering ditandai oleh pernyataan yang menyembunyikan maksud sebenarnya dengan menggunakan
Berikut penggantian peribahasa ‘semut di seberang laut nampak, gajah di pelupuk mata tak tampak’ dalam arti yang sesungguhnya:
(12a) Kata Ahmad Zain Halmahera,”Sudahlah, Saudara Ketua. Tidak usah jauh-jauh mengurusi masalah peresmian judi legal, sedangkan persoalan keluarga Saudara tidak lebih anda perhatikan.”
2.1.1.3 Tuturan Ganda atau Pasangan Tuturan Konfirmatif
Penanda gaya bahasa ironi dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado berupa tuturan ganda atau pasangan tuturan
konfirmatif. Tuturan ganda atau pasangan tuturan adalah dua atau lebih tuturan
yang berada dalam satu konteks pembicaraan, sedangkan tuturan konfirmatif
adalah tuturan yang bersifat menegaskan. Perhataikan contoh berikut:
(13) Kata Nunuk, “Ya deh, Pi, Nunuk akan terus berdoa untuk keberhasilan
Papi.”
“Bagus. Berdoalah saban hari: pagi, siang, sore dan malam. Terus, dan
berulang-ulang.”
Begitulah Nunuk melaksanakan arahan ayahnya, berdoa pada pagi hari,
siang hari, sore hari dan malam hari. Terus, dan terus, mengulang-ulang kalimat yang sama.
Tapi, saking terulang-ulangnya kalimat yang sama, boleh jadi Tuhan– dalam wawasan animisme-bosan dan pekak. (BDCACM, 2006:10).
Contoh (13), tampak adanya penanda gaya bahasa ironi yaitu dari tuturan
agar ayahnya segera mendapatkan uang untuk biaya operasi bibir Nunuk yang
sumbing. Pada Terus, dan terus, mengulang-ulang kalimat yang sama
mengandung komponen makna positif, tetapi kadang-kadang juga dapat
mempunyai makna negatif apabila koteks mendukungnya. Pada ujaran Terus, dan terus, mengulang-ulang kalimat yang sama masih mengandung kemungkinan bermakna positif (sebagaimana lazimnya), namun pada ujaran berikutnya diikuti
frasa boleh jadi Tuhan–dalam wawasan animisme-bosan dan pekak mempunyai makna negatif. Oposisi makna ini menunjukkan adanya ironi. Di sini, sasaran
telah ada dalam koteks yang bersifat tekstual (yaitu boleh jadi Tuhan–dalam
wawasan animisme-bosan dan pekak ), sehingga tampak bahwa ironi ini
merupakan suatu bentuk gaya bahasa yang digunakan untuk menyindir.
(14) Telefon selular Waluyojati mendering. Dia abai. Dia masih berbicara dengan Bing Wijaya. Jika dia berbicara dengan Bing Wijaya, dia benar-benar bersikap sebagai hamba terhadap juragan, sebagai kacung terhadap ndoro, sebagai khadam terhadap majikan, sebagai nu-li terhadap ye-cu. (BDCACM, 2006:259)
Dalam tuturan (14) tersebut adalah tuturan pengarang yang memaparkan cerita
tentang Waluyojati seorang Anggota DPR yang bekerjasama dengan Bing Wijaya
hendak melegalkan kawasan judi di Kepulauan Seribu. Sikap Waluyojati sangatlah
patuh dengan setiap perintah dari Bing Wijaya, sedangkan dengan orang lain
Waluyojati tidak peduli. Penanda gaya bahasa ironi dari tuturan ganda atau pasangan
nu-li terhadap ye-cu. Dari tuturan tersebut terlihat adanya penyampaian suatu hal dengan menggunakan kata-kata yang bertolak belakang, yaitu terlihat dari kedua
sikap yang ditunjukkan oleh Waluyojati ketika berinteraksi dengan orang lain.
Waluyojati bisa mengabaikan orang-orang yang dianggapnya tidak begitu penting,
sedangkan dengan Bing Wijaya yang telah memberinya banyak uang, dia tunduk.
Gaya bahasa ironi semakin terlihat jelas dari digunakannya kata ‘jika’, lalu diikuti
koteks yang mendukungnya.
(15) Ajaib Nunuk masih tetap percaya pada kekuatan cinta. Bahwa dia yakin
cinta berasal dari Tuhan bukan setan. Setidaknya dia yakin betul pula bahwa karena cinta, dan demi cinta, dia sulit melupakan saat-saat indah
saling melepaskan pakaian dan berbugil bersama-sama di ranjang karena
rasa percayanya pada kekuatan yang dia bilang dari Tuhan tersebut.
“Oh, aku gila. Aku ingin mati. Bagaimana bisa aku terjerembap jatuh di
dalam jurang yang kubuat sendiri? Cinta yang kukira dari Tuhan ternyata
milik setan. Apakah aku harus perintahkan setan untuk mendiami ceruk
sukma supaya aku bisa melahirkan benci dan membalas sakit hatiku dengan
menjebloskan kasihku yang kini telah menjadi musuhku ke dalam neraka?
(BDCACM, 2006:167)
Pada contoh (15), tuturan pengarang lalu dipertegas dengan tuturan tokoh
(Nunuk). Tampak adanya penanda gaya bahasa ironi dari tuturan ganda atau
pasangan tuturan konfirmatif. Tuturan tesebut, merupakan tuturan Nunuk yang
menyesali perbuatannya dengan Budiman. Nunuk telah hamil, sedang Budiman
ujaran Cinta yang kukira dari Tuhan ternyata milik setan. Oposisi makna ini menunjukkan adanya ironi. Di sini, sasaran telah ada dalam koteks, sehingga
tampak bahwa gaya bahasa ironi ini merupakan pertentangan makna yang
disampaikan menggunakan kata-kata yang bertolak belakang dari yang
dimaksudkan. Gaya bahasa ironi juga terlihat dari adanya penanda berupa kata
bukan, kukira, dan ternyata.
(16) Dengan bus bertuliskan La Vérité, semua anggota rombongan
meninggalkan Paradis Latin di Rue du Cardinal menuju Boulevard de
Clichy nomer 82. Di rumah pertunjukan yang paling masyhur di dunia
sejak 1889 ini lagi-lagi Waluyojati tampil kemaki, membayari semua anggota rombongannya. Di sini tarif makan malam sembari menonton revue yang paling rendah 13C€ dan yang paling tinggi 160€. Karena
mereka semua sudah kenyang, Waluyojati hanya membayar untuk
tontonannya saja, yaitu revue untuk jam 9 per orang 92€ dengan1/2
champagne.
Mereka semua senang. Bolak-balik ha-ha-ha. Kayaknya mereka tidak ingat di tanahairnya sana banyak orang yang menangis karena lapar, karena digusur, karena menganggur. Kelakuan bapak-bapak anggota dewan itu norak pula. Persis seperti siamang masuk kota. Ketika mereka
menonton 60 orang perempuan cantik yang disebut ‘gadis-gadis Doriss’
menari telanjang di panggung, mereka takjub, melongo, melolo, tapi juga
kemudian bertempik sorak model ringkik kuda kegantelan. Yang anteng
Contoh (16) terlihat adanya ironi dari tuturan ganda atau pasangan tuturan
konfirmatif. Tuturan di atas adalah tuturan pengarang yang memaparkan kisah
Waluyojati yang sedang bersenang-senang plesiran ke luar negeri, sedangkan
rakyatnya di Indonesia masih banyak yang kelaparan, digusur, dan menganggur.
Gaya bahasa ironi terlihat dari tuturan Mereka semua senang. Bolak-balik ha-ha-ha dan dipertegas dengan tuturan mereka tidak ingat di tanahairnya sana banyak orang yang menangis karena lapar, karena digusur, karena menganggur. Dari penanda tersebut pengarang menyampaikan cerita dengan gaya bahasa ironi,
awalnya pengarang menuturkan sikap boros dari Waluyojati dan anggota DPR
yang turut serta berplesiran ke Perancis. Mereka bersenang-senang di sana,
sedangkan pengarang juga memaparkan keadaan masyarakat kecil di tanah air
anggota DPR tersebut. Terlihat adanya makna pertentangan dalam memaparkan
cerita dengan menggunakan gaya bahasa ironi.
(17) Waluyojati berdiri cepat, menghampiri Nunuk, “Tidak. Demi Tuhan, dari
awal saya sudah memutuskan, kamu yang saya pilih, bukan bulek-bulek itu.”
“Kok bisa? Apalah saya. Saya Cuma perempuan hina. Hanya nama yang bagus. Tapi rezeki tidak bagus. “(BDCACM, 2006:349)
Penanda gaya bahasa ironi dalam contoh (17) tersebut terlihat pada tuturan
Waluyojati kepada Nunuk, Tidak. Demi Tuhan, dari awal saya sudah memutuskan, kamu yang saya pilih, bukan bulek-bulek itu. Waluyojati tidak
menyadari bahwa pelacur yang disewanya itu adalah perempuan yang telah
dihamili oleh anaknya dulu dan telah ia lecehkan saat meminta
saya. Saya Cuma perempuan hina. Hanya nama yang bagus. Tapi rezeki tidak bagus. Dari tuturan tokoh Nunuk kepada Waluyojati tersebut mengandung makna sindiran karena sebenarnya kata-kata yang diucapkan oleh Nunuk tersebut adalah
kata-kata yang diucapkan Waluyojati kepada Nunuk ketika Nunuk dikenalkan
padanya oleh Budiman, anaknya. Namun Waluyojati tidak sadar akan ucapan
Nunuk tersebut, karena penampilan Nunuk yang dulu ketika masih berpacaran
dengan Budiman tidak seperti saat Nunuk menjadi seorang pelacur yang disewa
Waluyojati untuk menemaninya setelah menonton pertunjukan Météor de Java itu.
Terlihat pula adanya opisisi makna yang merupakan ciri gaya bahasa ironi dari
tuturan Hanya nama yang bagus. Tapi rezeki tidak bagus.
(18) Nunuk menghormati Jamila. Jamila akrab dengan Nunuk sejak awalnya.
Yaitu, ketika mereka mulai jadi pekerja seni hiburan di rumah pertunjukkan
Jacques Mouset. Kebetulan pula hanya mereka berdua di dalam
maisonnette itu yang berambut ikal hitam. Artis-artis yang lain semuanya
berambut pirang. Dan mereka yang berambut pirang itu adalah tentu ras kulit putih asal Eropa Utara yang dalam banyak hal masih mewarisi rasa kebanggaan semu dari sisa-sisa teori sesat antropologi abad ke-19 yang menganggap ras kulit putih adalah yang paling tinggi karena ukuran otak di dalam tengkorak kepalanya konon lebih besar dari semua bangsa di dunia. Maka, jika yang berambut pirang itu tidak akrab dengan Nunuk dan
Contoh (18) terlihat adanya penanda gaya bahasa ironi yaitu mereka yang berambut pirang itu adalah tentu ras kulit putih asal Eropa Utara yang dalam banyak hal masih mewarisi rasa kebanggaan semu dari sisa-sisa teori sesat antropologi abad ke-19 yang menganggap ras kulitputih adalah yang paling tinggi karena ukuran otak di dalam tengkorak kepalanya konon lebih besar dari semua bangsa di dunia dan
agaknya itu dilantari oleh sifat-sifat alami ras kulitputih yang sok superior dan karenanya sangat meremehkan dan berprasangka buruk terhadap bangsa-bangsa yang bukan ras kulitputih. Terlihat adanya ironi dari tuturan tersebut bahwa
pengarang mencoba memaparkan cerita yang di dalamnya terdapat oposisi makna
antara ras kulit putih dengan bangsa bukan ras kulit putih. Selain itu, penanda gaya
bahasa ironi juga terlihat dari penggunaan kata lebih besar, jika dan bukan. Dari penanda tersebut semakin terlihat adanya makna yang berlawanan atau bertentangan.
(19) Henri Chambert pun menyeka air matanya itu dengan saputangan yang
diberikan Jean-Pierre Coussneau . Katanya, “Bayangkan, semua keluarga
saya dibantai oleh tentara. Mayat mereka hanya dihanyutkan di Bengawan
Solo. Saya tidak tahu, dari adonan apa hati para penguasa Orde baru itu
dibuat, sehingga ayat Pancasila tentang ‘perikemanusiaan’ telah berganti menjadi ‘perikeiblisan’.” (BDCACM, 2006: 205)
Contoh (19) adalah tuturan Henri Chambert kepada Budiman. Penanda gaya
bahasa ironi terlihat adanya oposisi makna dan mengandung konotasi negatif, yaitu
ayat Pancasila tentang ‘perikemanusiaan’ telah berganti menjadi ‘perikeiblisan’.
Dalam tuturan tersebut Henri Cambert mengungkapkan rasa tidak senangnya atas
perlakuan penguasa Orde Baru terhadap keluarganya dengan mengkritik secara terus
nasib keluarganya yang tidak bersalah, namun nyawanya dihabisi oleh penguasa Orde
Baru secara sadis. Tuturan tersebut dikuatkan kembali dengan tuturan selanjutnya
yang juga mengandung gaya bahasa ironi, yaitu ayat Pancasila tentang ‘perikemanusiaan’ telah berganti menjadi ‘perikeiblisan’.
Gaya Bahasa Ironi dalam Novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta
Monyet karya Remy Sylado
No.
Data Pengungkapan dengan gaya bahasa ironi Penjelasan arti 11 Justru di dalam
mata-duitnya perempuan, lelaki belajar bekerja keras
untuk memperoleh uang.
yang konfirmatif. terlihat dari penggunaan kata
jika yang menunjukkan karena maksud tuturan ironi sebelumnya dikuatkan dengan tuturan selanjutnya yang juga mengandung gaya bahasa terlihat dari penggunaan kata
bukan, kukira, dan ternyata
bersenang-senang semalam. Waluyojati perbandingan antara ras kulit putih dengan bangsa-bangsa bukan ras kulit putih. Tuturan ganda atau pasangan tuturan konfirmatif menjadi penanda gaya bahasa ironi karena tuturan (X) sudah mengandung gaya bahasa ironi, lalu dikuatkan kembali dengan tuturan (Y) yang juga terlihat dari adanya oposisi makna antara
perikemanusiaan dan
2.1.2 Penanda Gaya Bahasa Sinisme
Menurut Keraf dalam bukunya Diksi dan Gaya Bahasa, sinisme diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap
keikhlasan dan ketulusan hati. Kesangsian dari gaya bahasa sinisme berupa ungkapan
cemooh pikiran, ide yang diungkapkan secara langsung (tidak bertolak belakang dari
apa yang diucapkan).
Dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet ditemukan adanya tiga penanda sinisme yaitu,
1) Tuturan Retoris
2) Peribahasa
3) Tuturan Ganda atau Pasangan Tuturan Menyangsikan yang Konfirmatif
2.1.2.1Tuturan Retoris
Penanda gaya bahasa sinisme berupa tuturan retoris. Tuturan retoris adalah
tuturan tanya yang tidak memerlukan jawaban atau tanggapan secara langsung.
Perhatikan contoh berikut:
(20) Kalau kamu tidak pernah mengeluarkan uang untuk perempuan, bagaimana kamu berpikir mendapatkan uang untuk dirimu? (BDCACM, 2006:424) Contoh (20) terlihat adanya sinisme. Tuturan tersebut adalah tuturan
hidupnya di Perancis untuk sekolah, namun ia malah menghabiskan uang kiriman
orangtuanya dari Indonesia hanya untuk berfoya-foya, sedangkan Jean-Pierre
adalah seorang seniman lukis. Ia bertahan hidup dengan seni lukis, bagi dia apa
saja bisa dijadikannya ilham untuk dijadikannya lukisan, termasuk perempuan.
Budiman tidak mengerti maksud dari Jean-Pierre karena baginya perempuan
yang menemaninya sepanjang malam itu, Yvette, hanyalah seorang pelacur saja.
Jean-Pierre pun memberinya saran agar Budiman menjadikan teman
perempuannya tersebut menjadi seni lukis yang bisa dijual dan mendapatkan
uang untuk bertahan hidup di Perancis.
Pada penggalan tuturan (Kalau kamu tidak pernah mengeluarkan uang
untuk perempuan,) sudah merupakan bentuk sindiran, dan tuturan selanjutnya
(bagaimana kamu berpikir mendapatkan uang untuk dirimu?) terlihat adanya
sindiran menggunakan tuturan retoris yang bertujuan menyangsikan kemampuan
seseorang. Dalam hal ini, Jean-Pierre meragukan kemampuan Budiman yang
belajar seni jauh-jauh ke Perancis ternyata tidak bisa apa-apa, hanya
mengandalkan kiriman uang dari orangtuanya di Indonesia. Sementara, sudah
beberapa lama Budiman tidak mendapatkan kiriman uang, bahkan kabar
orangtuanya di Indonesia pun ia tidak tahu. Keuangannya pun jadi bermasalah, ia
tidak bisa berusaha mendapatkan uang untuk dirinya sendiri sementara ia tidak
kunjung mendapat kiriman.
(21) “Oh. Aku gila. Aku ingin mati. Aku benci pada laki-laki. Laki-laki pandai
bermulut manis, bertanam tebu di bibir. Tapi ternyata aku pun lebih benci
mengandalkan air mata sebagai senjata dan zirah untuk berperang memenangkan kebahagiaan yang semu? (BDCACM, 2006: 168)
Contoh (21) terdapat penanda gaya bahasa sinisme yaitu Kenapa perempuan terlalu lembek, hanya mengandalkan air mata sebagai senjata dan zirah untuk berperang memenangkan kebahagiaan yang semu? Tuturan pada contoh (24) tersebut merupakan tuturan Nunuk. Tuturan tersebut disampaikan
oleh Nunuk dalam menyangsikan sikap perempuan yang berusaha memperoleh
kebahagiaan dengan menunjukkan kelemahannya. Saat itu, Nunuk tengah
menyesali perbuatannya bodohnya, karena cinta ia rela menyerahkan
keperawanannya untuk Budiman pacarnya yang ternyata tidak juga
bertanggungjawab atas kehamilan Nunuk. Nunuk pun hanya bisa menangis,
meratapi nasib masa depannya yang entah akan jadi apa, seperti kebanyakan
perempuan yang lemah, hanya bisa menangis menunjukkan kelemahannya.
2.1.2.2Peribahasa
Peribahasa sebagai penanda gaya bahasa sinisme, karena peribahasa yang
digunakan dalam penceritaan novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet ini memiliki arti yang mengungkapkan kesangsian terhadap kemampuan seseorang.
Perhatikan contoh berikut:
(22) Waluyojati masih sok kuat. Katanya dengan suara tinggi mewakili
marahnya yang meningkat, “Ya, sudahlah jangan juga menjadi ‘katak dalam tempurung’. Apa maunya Saudara bilang begitu?”
“Maaf , Saudara Ketua ,” jawab Ahmad Zain Halmahera dengan
bilang begitu, tidak lain supaya Saudara tidak ‘melukah ikan dalam panai’. Jadi, apalah gunanya jauh-jauh mengurusi yang Saudara Ketua katakan:
generasi penerus yang mempunyai masalah sosial di Jakarta.” (BDCACM,
2006: 142)
Penanda dalam contoh ujaran (22) terlihat pada sikap Waluyojati yang
menanggapi perkataan Ahmad Zain Halmahera "Ya, sudahlah jangan juga menjadi ‘katak dalam tempurung’. Apa maunya Saudara bilang begitu?”. Ujaran tersebut di atas merupakan sinisme, Waluyojati mulai menanggapi perkataan
Ahmad Zain Halmahera yang memojokkannya dengan suara yang tinggi.
Terlihat adanya emosi pengujar yang terus mencoba mendapatkan penjelasan dari
lawan bicaranya. Selain itu pada ujaran selanjutnya terlihat adanya penanda
sinisme yaitu berupa sindiran yang ditujukan kepada Waluyojati yang
mempunyai anak dan sedang mengalami masalah sosial (menghamili anak orang
tak berpunya dan tidak bertanggungjawab). Tuturan Ahmad Zain Halmahera
adalah bentuk kesangsian akan kemampuan Waluyojati yang hendak mengurusi
masalah yang lebih besar, padahal masalah kehidupannya sendiri saja belum
dapat diselesaikannya.
Peribahasa katak dalam tempurung dalam contoh (22) yang dalam buku
Peribahasa tertulis ‘seperti katak di bawah tempurung’ memiliki arti orang yang
tiada biasa masuk ke dalam majelis besar-besar atau melihat lembaga negeri
asing, jadilah pada sangkanya negeri tempat diamnya saja yang terlebih indah
rapat dengan kita. Pekerjaan aniaya yang tak susah dilakukan (Pamutjak, 1983:
334).
Penggantian tuturan ‘katak dalam tempurung’ dan ‘melukah ikan dalam panai’
dalam arti yang sesungguhnya:
(22a) Waluyojati masih sok kuat. Katanya dengan suara tinggi mewakili
marahnya yang meningkat, “Ya, sudahlah jangan juga menjadi orang yang sok berani tapi hanya bersembunyi. Apa maunya Saudara bilang begitu?”
“Maaf , Saudara Ketua,” jawab Ahmad Zain Halmahera dengan
mengayunkan intonasi seperti cara melogat anak-anak TK. “Mau saya
bilang begitu, tidak lain supaya Saudara tidak menganiaya sanak-saudara yang sangat dekat dengan anda. Jadi, apalah gunanya jauh-jauh mengurusi yang Saudara Ketua katakan: generasi penerus yang mempunyai masalah
sosial di Jakarta.”
2.1.2.3Tuturan Ganda atau Pasangan Tuturan Menyangsikan yang
Konfirmatif
Tuturan ganda atau pasangan tuturan menyangsikan yang konfirmatif
adalah salah satu penanda gaya bahasa sinisme karena dalam penggunaan
kata-kata yang tersusun dalam tuturan mengandung makna negatif, yaitu sindiran
mengungkapkan kesangsian terhadap kemampuan seseorang. Perhatikan contoh
berikut:
(23) Sambil memberikan fotokopi surat itu baik kepada Samsuddin Usman
Keduanya berterimakasih sangat pada sang sekretaris.
Kata Samsuddin Usman setelah membaca isi surat itu,”Ya, ini memang bisa jadi salah satu troefkaart untuk menyikat moralitas Ketua.”
“Pasti,” kata Ahmad Zain Halmahera. (BDCACM, 2006:133)
Penanda gaya bahasa sinisme dalam contoh (23) yaitu berdasarkan tuturan
sekertaris Waluyojati yang kurang senang dengan sikap atasannya Waluyojati,
kepada Samsuddin Usman dan Zain Halmahera ”Ini bisa jadi pelengkap buat strategi Bapak mengonter pikiran Waluyojati.” dan dari tuturan Samsuddin
Usman atas tanggapan dari tuturan sekertaris itu ”Ya, ini memang bisa jadi salah satu troefkaart untuk menyikat moralitas Ketua.” Dari penanda tersebut terlihat
adanya kesangsian dengan gaya bahasa sinisme yang digunakan dalam tuturan
tokoh tersebut. Kesangsian tersebut terlihat dari tuturan untuk menyikat moralitas ketua, dari frasa tersebut menunjukkan adanya kesangsian atas moralitas ketua dalam menjalankan tugasnya. Sikap kurang senang dari sekertaris, Samsuddin
Usman, dan Zain Halmahera ini dikarenakan kepemimpinan Waluyojati yang
menyalahgunakan kekuasaannya, yaitu atas tindakan Waluyojati yang hendak
melegalkan kawasan judi di Kepulauan Seribu. Waluyojati pun banyak menyuap
anggota DPR lainnya untuk mendukung agenda peresmian judi legal tersebut.
(24) “Ya. Dia orang Indonesia. Semua orang Belanda tahu betul perangai orang
Indonesia. Orang Belanda pernah menjajah Indonesia. Dan orang Belanda menyebut bangsa Indonesia itu pemalas, tidak disiplin, dan banyak sekali hal jeleknya…” (BDCACM, 2006: 223)
Penanda gaya bahasa sinisme dalam contoh (24) yaitu dari tuturan Albeni
depan Jacques Mousset, bos tempat Nunuk bekerja, dengan mengeneralisasikan
orang yang berbangsa Indonesia itu memiliki sifat yang kurang baik. Hal itu
terlihat dari tuturan Albeni yaitu orang Belanda menyebut bangsa Indonesia itu pemalas, tidak disiplin, dan banyak sekali hal jeleknya. Dari tuturan Albeni tersebut terlihat adanya ungkapan yang mengandung konotasi negatif yang
bertujuan untuk menyangsikan kemampuan seseorang. Dalam hal ini, Albeni
menyangsikan keahlian menari Nunuk untuk terus bekerja di rumah teater milik
depan Jacques Mousset.
Gaya Bahasa Sinisme dalam Novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta
Monyet karya Remy Sylado
No.
Data gaya bahasa sinisme Pengungkapan dengan Penjelasan arti 20 Kalau kamu tidak pernah tidak pernah mengeluarkan uang untuk perempuan,) sudah merupakan bentuk sindiran, apalagi pada induk kalimat (bagaimana kamu berpikir mendapatkan uang untuk dirimu?) terlihat adanya sindiran mengunakan tuturan retoris yang bertujuan menyangsikan kemampuan seseorang.
21 Kenapa perempuan terlalu
lembek, hanya
Penanda gaya bahasa sinisme terlihat dari tuturan retoris yang disampaikan oleh Nunuk
b. ‘melukah ikan dalam
panai’ peribahasa yang dituturkan oleh Ahmad Zain Halmahera kepada Waluyojati. Tuturan Ahmad Zain Halmahera adalah bentuk kesangsian akan kemampuan Waluyojati yang hendak mengurusi masalah yang lebih besar, padahal masalah kehidupannya sendiri saja belum dapat diselesaikannya.
Penanda gaya bahasa sinisme tersebut terlihat dari adanya kesangsian dalam tuturan tokoh. Bentuk menyangsikan sikap Waluyojati tersebut terlihat dari untuk menyikat moralitas ketua, dari frasa
2.1.3 Penanda Gaya Bahasa Sarkasme
Menurut Keraf, sarkasme merupakan sindiran yang lebih kasar dari ironi dan
sinisme. Ia adalah tuturan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir.
Sindiran diungkapkan dengan umpatan sebagai ekspresi emosi seseorang. Dalam
novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado terdapat penanda gaya bahasa sarkasme, yaitu tuturan yang mengandung umpatan.
2.1.3.1 Tuturan yang Mengandung Umpatan
Penanda gaya bahasa sarkasme berupa tuturan yang mengandung umpatan.
Tuturan yang mengandung adalah tuturan secara langsung dengan
pengucapan-pengucapan yang kasar, caci maki sebagai ekspresi, amarah yang membuat yang
terkena sakit hati.Perhatikan contoh berikut:
(25) “Pejajaran lu! Sundel! Goblok! Madirodok! Sue! Susah-susah gua
ngerampok dapetin duit buat ngereparasi bibir atas lu yang sobek, sekarang
lu bikin sobek lagi bibir bawah lu itu”. (BDCACM, 2006:12)
Contoh (25) terlihat adanya penanda gaya bahasa sarkasme yaitu
penggunaan kata-kata celaan yang kasar atau umpatan (Pejajaran lu! Sundel!
Goblok! Madirodok! Sue!). Ciri utama gaya bahasa sarkasme ialah selalu
mengandung kepahitan dan celaan yang getir, menyakitkan hati, dan kurang enak
didengar (Tarigan: 1985). Tuturan pada contoh (25) tersebut adalah tuturan
Suhardi kepada anaknya, Nunuk yang telah dihamili oleh temannya, Budiman.
Nunuk yang sudah melakukan operasi bibir dengan uang hasil curian dari
Ayahnya, Suhardi, dan berubah menjadi cantik malah merusak dirinya sendiri