• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanda dan fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penanda dan fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado - USD Repository"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENANDA DAN FUNGSI GAYA BAHASA IRONI,

SINISME, DAN SARKASME

DALAM NOVEL BOULEVARD DE CLICHY AGONIA CINTA

MONYET KARYA REMY SYLADO

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh:

Agata Meika Vitriani NIM: 104114011

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Tulisan ini ku persembahankan untuk:

Bapakku,

Yusuf Ngadi Suminto

Ibuku,

Maria Sadiyem

Tanteku,

Fransisca Warsini

Terima kasih atas dukungan, kasih sayang, perhatian, dan bimbingannya

Kakak-kakakku tercinta,

Noka Wahyuni dan Marcellina Rika

dan Adik-adikku yang tersayang,

(7)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat kesehatan dan perlindunganNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penanda dan Fungsi Gaya Bahasa Ironi,

Sinisme dan Sarkasme dalam Novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet

Karya Remy Sylado.”

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna

sebagaimana yang diharapkan baik secara materi maupun cara penyajiannya.

Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan penelitian selanjutnya.

Atas kelancaran penyusunan skripsi ini peneliti perlu menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Dosen Pembimbing I, Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. yang telah

berkenan menjadi dosen pembimbing I dan telah memberikan bimbingan

kepada penulis, serta banyak memberikan rekomendasi buku bacaan, sehingga

penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

2. Dosen Pembimbing II, Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum. yang telah berkenan

menjadi dosen pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dosen Prodi Sastra Indonesia yang telah memberikan pendampingannya

selama penulis menempuh masa studi, Drs. Hery Antono, M.Hum., Dra. Fr.

Tjandrasih Adji, M.Hum., S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dr. Yoseph Yapi

Taum, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., dan segenap dosen yang tidak

(8)

Dharma.

5. Segenap staf dan karyawan Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

6. Bapak Y. Ngadi Suminto dan Ibu Maria Sadiyem, orang tua penulis yang

selalu memberikan kasih sayang yang tidak terhingga, doa, materi, dorongan,

semangat dan perhatian kepada penulis.

7. Kakak dan adik penulis yang selalu memberi semangat dan motivasi kepada

penulis; Noka, Rika, Andi, Lita, Gavin.

8. Teman terbaik penulis yang selalu memberikan dukungan tiada henti,

Leonardus Carol.

9. Semua teman di Prodi Sastra Indonesia angkatan 2010 khususnya Diska, Tia,

Yanti, Diana, Anton, Desmon, Jeje terima kasih telah menjadi teman bertukar

pikiran yang menyenangkan bagi penulis.

10.Teman-teman yang memberikan dukungan dan semangat tiada henti Nancy,

Dian, Klara, Vani, serta segenap teman-teman mahasiswa Prodi Sastra

Indonesia.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, penulis terbuka terhadap sumbangan pemikiran kritik dan saran agar skripsi ini

menjadi lebih baik. Namun demikian, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi

pembaca.

Yogyakarta, 27 Maret 2014

(9)

Vitriani, Agata Meika. 2014. Penanda dan Fungsi Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme dalam Novel Bolevard De Clichy Agonia Cinta Monyet Karya Remy Sylado. Skripsi Strata 1 (S-1). Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Objek penelitian ini adalah gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini yaitu, penanda gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado, dan fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel

Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado.

Penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan pemaparan hasil analisis data. Data diperoleh dari novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih. Metode padan yang digunakan adalah metode padan pragmatis yang alat penentunya adalah mitra bicara. Metode ini dilanjutkan dengan metode agih yang menggunakan teknik dasar bagi unsur langsung. Setelah itu dilanjutkan dengan teknik ganti dan teknik baca markah. Pemaparan hasil analisis dilukan dengan metode formal dan metode informal.

Dari penelitian, ditemukan penanda yang membedakan antara gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme, yaitu objek tuturan yang didukung oleh koteks. Penanda gaya bahasa ironi dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet

adalah (1) tuturan tidak terus terang, (2) peribahasa, (3) tuturan ganda atau pasangan tuturan konfirmatif. Penanda gaya bahasa sinisme, yaitu (1) tuturan retoris, (2) peribahasa, (3) tuturan ganda atau pasangan tuturan menyangsikan yang konfirmatif. Adapun penanda gaya bahasa sarkasme, yaitu (1) tuturan yang mengandung umpatan.

Gaya bahasa ironi, sinisme dan sarkasme memiliki fungsi bahasa yang berguna untuk menggerakkan imajinasi pembaca dalam memahami sebuah karya sastra. Gaya bahasa ironi dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet

(10)

Vitriani, Agata Meika. 2014. “Signifiant and Style Functions of Irony, Cynicism, and Sarcasm in Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet, Novel by Remy Sylado”. An Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Letters Study Programme. Department of Indonesian Letters. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.

This research is intended to analyze the stylistic of irony, cynicism, and sarcasm in Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet, novel by Remy Sylado. There were two problem formulations: a) what kind signifiant of style irony, cynicism, and sarcasm in the novel of Boulevard de Clichy Agonia Cinta Monyet,

b) what is the function of stylistic irony, cynicism, and sarcasm in Boulevard de Clichy Agonia Cinta Monyet, novel by Remy Sylado?

This reseacrh is conducted in three stages. They are collecting data, analyzing data, and describing of data analyzing result. The data is collected from correct and noted technique. The data in this research is analyzed using pragmatic (identity) method and agih (distributional) method. Padan pragmatic method that used determining tool is conversational partner. This method continued by agih method that used direct divide unsure, basic technique. And next technique that used is substitution technique and baca markah technique. The describtion result of data analysis is carried on by formal and informal method.

The result of this research, it was found signifiant that distinguish between the style of irony, cynicism, and sarcasm, which is supported by the speech object contexts. Signifiant irony in the Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet, novel by Remy Sylado is (1) speech are not overtly, (2) proverbs, (3) double speech utterances confirmatory. Signifiant style cynicism, namely (1) the rhetorical speech, (2) proverbs, (3) double speech utterances doubt that confirmatory. The signifiant style sarcasm, namely (1) double speech that containing invictive.

Style irony, cynicism, and sarcasm has a useful language functions to move the imagination of the reader in understanding a literary. Stylistic irony in

(11)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Tinjauan Pustaka ... 5

1.6 Landasan Teori ... 7

1.6.1 Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme ... 7

1.6.2 Fungsi Gaya Bahasa ... 9

1.7 Data, Metode, dan Teknik Penelitian ... 12

1.7.1 Objek Penelitian, Sumber Data, dan Sinopsis ... 12

1.7.1.1 Objek Penelitian ... 12

1.7.1.2 Sumber Data ... 12

1.7.1.3 Sinopsis ... 13

1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 14

1.7.3 Metode dan Teknik pada Tahap Analisis Data ... 15

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 18

(12)

BAB II PENANDA GAYA BAHASA IRONI, SINISME, DAN SARKASME 20

2.1 Penanda Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme ... .. 20

2.1.1 Penanda Gaya Bahasa Ironi ... 20

2.1.1.1 Tuturan tidak terus terang ... 21

2.1.1.2 Peribahasa ... 22

2.1.1.3 Tuturan Ganda atau Pasangan Tuturan Konfirmatif ... 23

2.1.2 Penanda Gaya Bahasa Sinisme ... 33

2.1.2.1 Tuturan Retoris ... 33

2.1.2.2 Peribahasa ... 35

2.1.2.3 Tuturan Ganda atau Pasangan Tuturan Menyangsikan ... 47

2.1.3 Penanda Gaya Bahasa Sarkasme ... 41

2.1.3.1 Tuturan yang Mengandung Umpatan ... 41

BAB III FUNGSI GAYA BAHASA IRONI, SINISME, DAN SARKASME.. 48

3.1 Fungsi Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme ... 48

3.1.1 Fungsi Gaya Bahasa Ironi ... 48

3.1.1.1 Fungsi Ironi ... 49

3.1.2 Fungsi Gaya Bahasa Sinisme ... 52

3.1.2.1 Fungsi Kejujuran ... 52

3.1.3 Fungsi Gaya Bahasa Sarkasme ... 54

3.1.3.1 Fungsi Mengungkapkan Sesuatu Secara Terus Terang ... 54

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

4.1 Kesimpulan ... 61

4.2 Saran ... 62

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Gaya Bahasa Ironi ... 30

Tabel 2: Gaya Bahasa Sinisme ... 39

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Objek penelitian ini adalah gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme

dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran merupakan tuturan yang ingin

mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang

terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Sinisme juga merupakan sindiran yang

diartikan sebagai suatu bentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap

keikhlasan dan ketulusan hati. Adapun sarkasme merupakan sindiran yang lebih

kasar dari ironi dan sinisme. Tuturan sarkasme mengandung kepahitan dan celaan

yang getir (Keraf, 1984:143). Berikut ini contoh gaya bahasa ironi (1), sinisme (2)

dan sarkasme (3) yang terdapat dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado:

(1) Nunuk yang belia, yang yuwana, yang remaja, yang perawan tingting ini

diejek banyak orang sebagai pungguk merindukan bulan (BDCACM, 2006:5).

(2) “Jangan lagi kamu pakai alasan belajar, sampai kamu baru pulang siang

begini,” kata ibunya Elleonora yang biasa dipanggil Ellen itu. “Mustinya, di

waktu libur seperti begitu kamu tata-tata rumah kek. Anak perempuan kok

tidak bisa mengurus rumah. Malah keluyuran dan pulang siang-siang begini.

Dari mana saja sih kamu? Dan, mana Budiman? Tadi malam dia jemput kamu.

(15)

punya orangtua lagi? Te erg! Onbeschaafd! (Keterlaluan! Tidak sopan!)” (BDCACM, 2006: 56)

(3) Yani naik pitam. Bantal satunya lagi yang ada di atas sofa dilemparkannya

kearah Waluyojati, seraya mengumpat, “Sinting!” (BDCACM, 2006: 60)

Contoh (1) termasuk gaya bahasa ironi karena contoh tersebut memiliki tujuan

menyindir dan merendahkan Nunuk melalui ungkapan (pungguk merindukan bulan).

Contoh (2) berikut merupakan tuturan yang disampaikan oleh Ellen, ibu Nunuk,

kepada Nunuk anaknya, termasuk gaya bahasa sinisme karena pada contoh tersebut

mengandung suatu sindiran yang berbentuk kesangsian dari alasan Nunuk yang pamit

pergi dari rumahnya untuk belajar bersama temannya. Gaya bahasa sinisme pada

contoh (2) ditandai dengan kalimat retoris yang menandakan adanya kesangsian.

Contoh (3) merupakan tuturan yang disampaikan Yani, ibu dari Budiman, kepada

suaminya Waluyojati yang terlihat santai-santai saja mengetahui anaknya tidak

kunjung pulang sampai enam hari lamanya. Contoh (3) termasuk dalam gaya bahasa

sarkasme karena tuturan pada kalimat tersebut mengandung umpatan. Hal tersebut

ditandai dengan digunakannya kata berkonotasi negatif, yaitu kata sinting.

Gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme yang terdapat dalam novel

Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado dipilih sebagai topik dalam penelitian ini didasarkan alasan sebagai berikut. Pertama, dalam novel ini

banyak digunakan gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme. Kedua, terkait dengan

banyak ditemukan penggunaan gaya bahasa ironi, sinisme dan sarkasme, terbukti

gaya bahasa tersebut merupakan fenomena kebahasaan yang perlu diteliti untuk

(16)

Hal pertama yang dibahas dalam skripsi ini adalah penanda gaya bahasa ironi,

sinisme dan sarkasme. Masalah kedua yang dibahas dalam penelitian ini adalah fungsi

gaya bahasa ironi, sinisme dan sarkasme yang terdapat dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado, seperti terlihat dalam contoh berikut:

(4) Atas nama cinta, orang selalu saja demikian Nunuk demikian pula Budiman

terlalu cepat membayangkan kesenangan dan terlalu telat membayangkan

kesusahan.

Tapi itulah ciri insani manusia yang diperkatakan peribahasa: ‘gulai sedap

nasi mentah, nasi sedap gulai mentah’.(BDCACM, 2006: 14)

Contoh (4) termasuk gaya bahasa ironi yang memiliki fungsi ironi karena dalam

gaya bahasa ironi dalam mengungkapkan kejelekan atau suatu hal yang kurang baik

dengan cara yang ramah, menggunakan peribahasa.

(5) Yani terperanjat. Suaranya lepas seperti air soda yang muncrat dari botol.

“Apa?” katanya keras, mata melolo. “Apa kamu sudah sinting?” (BDCACM,

2006: 71)

Contoh (5) termasuk gaya bahasa sinisme yang memiliki fungsi kejujuran karena

pada kalimat tersebut merupakan suatu tuturan langsung dan tidak berbelit-belit dari

bentuk reaksi Yani terhadap Budiman yang mengatakan ingin menikah dengan

Nunuk. Contoh (5) mengandung kalimat retoris yang merupakan bentuk kesangsian

terhadap niat Budiman yang ingin menikah dengan Nunuk.

(6) “Goblok! Bangsat! Madirodok! Sue! Setan alas itu Waluyojati!” kata Suhardi

(17)

anjing budukan. Gua sumpah dia mampus jado taik! Lihat saja, Len.”

(BDCACM, 2006: 97)

Contoh (6) termasuk gaya bahasa sarkasme yang memiliki fungsi

mengungkapkan sesuatu secara terus terang, karena pada kalimat tersebut terdapat

tuturan yang mengekspresikan bentuk emosinya dengan umpatan-umpatan secara

langsung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dalam butir 1.1 , permasalahan yang dibahas

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.2.1 Apa saja penanda gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel

Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado ?

1.2.2 Apa saja fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel

Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado?

1.3Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penanda yang

terdapat pada gaya bahasa ironi, sinisme, sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Secara khusus tujuan penelitian ini dapat

dirinci sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan penanda gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme.

1.3.2 Mendeskripsikan fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme yang

(18)

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini berupa penanda gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme

dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado, dan fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado tersebut diharapkan dapat bermanfaat kepada pembaca, baik secara teoritis maupun praktis:

1. Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat dalam bidang semantik dan

pragmatik. Dalam bidang stilistika, hasil penelitian ini bermanfaat untuk

memperkaya khazanah kajian gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme.

Dalam bidang pragmatik, hasil penelitian ini bertujuan menunjukkan

bahwa maksud suatu tuturan dapat diungkapkan dengan berbagai cara

yang terwujud dalam penanda gaya bahasa dan fungsi gaya bahasa.

2. Secara praktis, hasil penelitian tentang penanda dan fungsi gaya bahasa

ironi, sinisme, dan sarkasme ini berguna untuk guru dalam memberikan

pelajaran tentang gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme. Selain itu,

hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi penerjemahan, yakni agar

penerjemah dapat mengetahui penanda dan fungsi gaya bahasa ironi,

sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado.

1.5 Tinjauan Pustaka

Sejauh ini peneliti belum menemukan adanya penelitian mengenai gaya

(19)

tentang gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme secara lebih mendalam, maka

peneliti tertarik untuk meneliti penanda gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme,

serta fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Namun peneliti menemukan bahwa telah ada tulisan tentang gaya bahasa ironi dan sarkasme, antara lain dalam

e journal yang berjudul An Analysis Study of Figures of Speech: Euphemism, Irony, and Sarcasm in Poem Titled Canterbury Tales by Geoffrey Chaucer oleh Gina Aprilliawati, Hanip Pujiati, dan Teguh Imam. Gina Aprilliawati, dkk

membicarakan gaya bahasa eufemisme, ironi, dan sarkasme yang digunakan

dalam puisi yang berjudul Canterbury Tales karya Geoffrey Chaucer. M. Yumna

Fikri, dalam skripsinya yang berjudul “Penggunaan Gaya Bahasa Sindiran Dalam

Kolom “Semarangan” Pada Surat Kabar Suara Merdeka”, membahas mengenai

banyak digunakannya gaya bahasa sindiran dalam kolom “Semarangan” pada

surat kabar Suara Merdeka, di antaranya yaitu gaya bahasa ironi, gaya bahasa sinisme, gaya bahasa sarkasme, gaya bahasa satire, gaya bahasa innuendo, dan

gaya bahasa antifrasis.

Selain itu, mahasiswa Unpad (2008), dalam tesisnya yang berjudul “Gaya

Bahasa Sarkasme Pada Film A Very Harold And Kumar 3D Christmas (Kajian Pragmatis dan Semantis)” . Dalam tesis tersebut membahas kata atau frasa yang

termasuk gaya bahasa sarkasme dan menjelaskan makna yang terdapat dalam gaya

bahasa sarkasme yang muncul pada percakapan antar tokoh.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut, peneliti

memutuskan untuk mengadakan penelitian mengenai gaya bahasa ironi, sinisme,

(20)

Remy Sylado. Dalam tugas akhir ini peneliti akan menganalisis penanda dan apa

saja fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam novel tersebut.

1.6 Landasan Teori

Dalam landasan teori ini dipaparkan pengertian gaya bahasa ironi, sinisme,

dan sarkasme.

1.6.1 Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme

Teori tentang gaya bahasa yang sering dipergunakan adalah pendapat Keraf

dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa (1984; 136-145), yaitu gaya

bahasa berdasarkan langsung atau tidaknya makna. Adapun berbagai macam gaya

bahasa sindiran yaitu, ironi, sinisme, dan sarkasme seperti diuraikan dibawah ini:

a) Ironi

Menurut Keraf (1984:143-144), ironi diturunkan dari kata eironeia

yang berarti penipuan atau pura-pura. Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah gaya bahasa yang mengatakan sesuatu dengan makna atau

maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya.

Ironi merupakan suatu upaya literer yang efektif karena ironi menyampaikan

impresi yang mengandung pengekangan yang besar. Entah dengan sengaja

atau tidak, rangkaian kata-kata yang dipergunakan itu mengingkari maksud

yang sebenarnya. Sebab itu, ironi akan berhasil kalau pendengar juga sadar

(21)

b) Sinisme

Sinisme diartikan sebagai gaya bahasa yang mengungkapkan

kesangsian. Ungkapan kesangsian tersebut mengandung ejekan terhadap

keikhlasan dan ketulusan hati. Gaya bahasa sinisme ini memiliki sifat yang

lebih kasar dari ironi. Walaupun sinisme dianggap lebih keras dari ironi,

namun kadang-kadang masih sukar diadakan perbedaan antara keduanya.

c) Sarkasme

Sarkasme merupakan gaya bahasa yang lebih kasar dari ironi dan

sinisme. Sarkasme adalah gaya bahasa berbentuk sindiran yang mengandung

kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat saja bernilai ironis, dapat

juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu akan menyakiti hati

dan kurang enak didengar. Kata sarkasme diturunkan dari kata Yunani

sarkasmos, yang lebih jauh diturunkan dari kata kerja sakasein yang berarti “merobek-robek daging seperti anjing”, “mengigit bibir karena marah”, atau

“berbicara dengan kepahitan.

Ketiga gaya bahasa, yaitu ironi, sinisme, dan sarkasme memiliki kesamaan

yaitu gaya bahasa yang berupa sindiran. Sedangkan perbedaan di antara ketiganya,

yaitu ironi adalah gaya bahasa sindiran yang digunakan untuk menyindir. Sinisme

adalah gaya bahasa sindiran yang digunakan untuk menyangsikan, serta sarkasme

(22)

1.6.2 Fungsi Gaya Bahasa

Menurut Keraf dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa, style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa

secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut:

kejujuran, sopan-santun, dan menarik.

a. Kejujuran

Hidup manusia hanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi

sesamanya, kalau hidup itu dilandaskan pada sendi-sendi kejujuran. Kejujuran adalah suatu pengorbanan, karena kadang-kadang ia meminta kita

melaksanakan sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita sendiri. Namun

tidak ada jalan lain bagi mereka yang ingin jujur dan bertindak jujur. Bila

orang hanya mencari kesenangan dengan mengabaikan segi kejujuran, maka

akan timbullah hal-hal yang menjijikkan.

Kejujuran dalam bahasa berarti: kita mengikuti aturan-aturan,

kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur

dan tak terarah, serta penggunaan kalimat yang beerbelit-belit, adalah jalan

untuk mengundang ketidakjujuran. Pembicara atau penulis tidak

menyampaikan isi pikirannya secara terus terang; ia seolah-olah

menyembunyikan pikirannya itu dibalik rangkaian kata-kata yang kabur dan

jaringan kalimat yang berbelit-belit tak menentu. Ia hanya mengelabui

pendengar atau pembaca dengan mempergunakan kata-kata yang kabur dan

“hebat”, hanya agar bisa tampak lebih intelek atau lebih dalam

(23)

menandakan bahwa pembicara atau penulis tidak tahu apa yang akan

dikatakannya. Ia mencoba menyembunyikan kekurangannya di balik

berondongan kata-kata hampa.

Bahasa adalah alat untuk kita bertema dan bergaul. Sebab itu, ia harus

digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.

b. Sopan-santun

Yang dimaksud dengan sopan-santun adalah memberi penghargaan

atau menghormati orang yang diajak bicara. Rasa hormat di sini tidak berarti

memberikan penghargaan atau menciptakan kenikmatan melalui kata-kata,

atau mempergunakan kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi dalam

pergaulan masyarakat beradab. Bukan itu! Rasa hormat dalam gaya bahasa

dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan.

Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau

dikatakan. Di samping itu, pembaca atau pendengar tidak perlu

membuang-buang waktu untuk mendengar atau membaca sesuatu secara panjang lebar,

kalau hal itu bisa diungkapkan dalam beberapa rangkaian kata. Kejelasan

dengan demikian akan diukur dalam beberapa butir kaidah berikut, yaitu:

(1)kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat;

(2)kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan

melalui kata-kata atau kalimat tadi;

(3)kejelasan dalam pengurutan ide secara logis;

(24)

Kesingkatan sering jauh lebih efektif daripada jalinan yang berliku-liku. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan

kata-kata secara efisien, meniadakan penggunaan dua kata-kata atau lebih yang

bersinonim secara longgar, menghindari tautologi, atau mengadakan repetisi

yang tidak perlu.

Di antara kejelasan dan kesingkatan sebagai ukuran sopan-santun, syarat kejelasan masih jauh lebih penting daripada syarat kesingkatan.

c. Menarik

Kejujuran, kejelasan serta kesingkatan harus merupakan langkah dasar dan langkah awal. Bila seluruh gaya bahasa hanya mengandalkan kedua (atau

ketiga) kaidah tersebut di atas, maka bahasa yang digunakan masih terasa

tawar, tidak menarik. Sebab itu, sebuah gaya bahasa harus pula menarik. Sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen berikut:

variasi, humoryang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan

penuh daya khayal (imajinasi).

Penggunaan variasi akan menghindari monotoni dalam mata, struktur,

dan pilihan kata. Untuk itu, seorang penulis perlu memiliki kekayaan dalam

kosa kata, memiliki kemauan untuk mengubah panjang-pendeknya kalimat,

dan struktur-struktur morfologis. Humor yang sehat berarti: gaya bahasa itu

mengandung tenaga untuk menciptakan rasa gembira dan nikmat. Vitalitas dan

daya khayal adalah pembawaan yang berangsur-angsur dikembangkan melalui

(25)

1.7 Data, Metode, dan Teknik Penelitian

Data penelitian ini berupa kalimat ataupun tuturan antar tokoh yang

mengandung gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme. Data diperoleh dari sumber

tertulis yaitu novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni (i) pengumpulan data, (ii)

analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan

masing-masing tahap dalam penelitian ini.

1.7.1 Objek Penelitian, Sumber Data, dan Sinopsis

1.7.1.1 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme

dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Objek ini berada dalam data yang berupa kalimat ataupun tuturan antar tokoh.

1.7.1.2 Sumber Data

Data diperoleh dari sumber tertulis yaitu novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado.

Judul : Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet

No. ISBN : 9792220372

Penulis : Remy Sylado

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tanggal Terbit : Maret- 2006

Jumlah Halaman : 672 halaman

(26)

1.7.1.3 Sinopsis

Berikut ini dipaparkan sinopsis dari novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado, untuk membantu pemahaman dalam menganalisis permasalahan yang dibahas pada Bab II dan Bab III.

Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet, novel karangan Remy Sylado ini dalam ceritanya menggambarkan kehidupan di era reformasi yang banyak

menceritakan tentang kondisi masyarakat kelas atas, diwakili oleh Waluyojati

seorang pejabat pemerintahan yang korup, dengan istri yang suka mengatur dan

anak tunggal yang manja; serta Anugrahati (Nunuk), anak tunggal dari keluarga

yang kurang berada. Nasib Nunuk pun membawanya bekerja di Boulevard de

Clichy, kawasan prostitusi di pelosok Paris.

Cerita bermula dari kehidupan seorang remaja SMA yang menjalin kasih.

Nunuk dan Budiman rela melakukan apapun atas nama cinta. Mereka tengah

dibuai oleh asmara yang sedang bergejolak di hati mereka, namun campur tangan

ibu Budiman dengan bantuan opo-opo (guna-guna) pun membuat Budiman lupa

ingatan akan perbuatannya terhadap Nunuk, bahkan ia pun tak mengenal Nunuk,

gadis yang dicintainya. Kekayaan orang tua Budiman karena jabatannya dalam

pemerintahan mampu membawanya melanjutkan sekolah di Perancis. Di Perancis,

Budiman bergaya anak pejabat yang lebih suka menghabis-habiskan uang

daripada menuntut ilmu pengetahuan yang bisa diperolehnya disana. Sementara

Nunuk yang punya saudara di Belanda, memutuskan untuk membawa anaknya

(27)

sekolah disana. Pertemuannya dengan seorang pencari bakat turunan Turki

membawanya bekerja di Paris, Perancis.

Bakat Nunuk membawanya menjadi bintang di Boulevard de Clichy

dengan julukan Météore de Java. Di balik kesuksesannya, Nunuk pun masih saja

mengalami konflik dengan Albeni. Albeni, orang Turki yang membawanya ke

Paris ternyata menjadikannya penari di tempat hiburan, sekaligus pekerja seks.

Hingga Budiman dan Nunuk pun kembali lagi ke tanah air dan bertemu kembali

setelah terpisah selama 5 tahun lamanya. Budiman tersadar dari pengaruh opo-opo

dan kembali mengingat Nunuk, juga perbuatannya terhadap Nunuk. Budiman pun

bertanggung jawab dengan menikahi Nunuk.

1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak. Metode

simak adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan

menyimak langsung penggunaan bahasa. Teknik yang digunakan dalam tahap

pengumpulan data adalah teknik nonpartisipan atau teknik simak bebas libat cakap

dengan mengamati dan mencatat data (Sudaryanto, 1993:132-133). Data tersebut,

berupa kalimat-kalimat ataupun tuturan antar tokoh yang mengandung gaya bahasa

ironi, sinisme, dan sarkasme yang terdapat dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Kegiatan mencatat data dilakukan dengan kartu

data. Kartu data berupa lembaran-lembaran kertas berukuran 20 cm x 16 cm.

Tiap-tiap kartu data berisi beberapa kalimat yang mengandung gaya bahasa ironi, sinisme,

(28)

1.7.3 Metode dan Teknik pada Tahap Analisis Data

Langkah kedua adalah menganalisis data. Setelah data terklasifikasikan,

kemudian dianalisis dengan menggunakan metode padan, yaitu metode yang alat

penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Alat penentunya adalah kenyataan yang ditujukan oleh bahasa atau

referen bahasa (Sudaryanto, 1993:13-14). Pengklasifikasian gaya bahasa itu

menyangkut penanda dan fungsi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme dalam

novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado. Metode padan digunakan untuk menganalisis apakah suatu konstruksi itu termasuk gaya bahasa

ironi, sinisme, dan sarkasme atau bukan. Metode padan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode padan pragmatis. Metode padan pragmatis adalah alat

penentunya mitra bicara (Sudaryanto, 1993: 15). Karena gaya bahasa itu meyangkut

masalah perbedaan makna unsur gaya bahasa dengan makna dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado, maka metode padan dipandang sebagai metode yang tepat. Data yang sudah terkumpul lalu diklasifikasikan

berdasarkan jenis gaya bahasa yang digunakan. Contoh gaya bahasa ironi,

(7) “Yang jelas, Tuhan lebih menghargai orang yang melawan-Nya dan menyangkal-Nya, sebagai ateis, ketimbang orang-orang yang sok suci tapi munafik.” (BDCACM, 2006: 140)

Contoh (7) merupakan gaya bahasa ironi, tuturan tersebut merupakan tuturan

dari Waluyojati yang ditujukan kepada Samsuddin Usman. Samsuddin Usman,

dalam rapat yang dipimpin oleh Waluyojati, tidak menyetujui agenda peresmian

judi resmi di daerah Kepulauan Seribu karena dianggapnya berdosa. Waluyojati

(29)

pun terhenyak, namun Waluyojati dapat menangkis ketidaksetujuan Samsuddin

dengan tuturan pada contoh (7). Mendengar pembelaan Waluyojati, Samsuddin

Usman hanya terdiam.

Contoh gaya bahasa sinisme,

(8) “Apa Saudara mengira, dengan berpenampilan sok suci seperti Saudara

maka Saudara akan menjadi salvador, juru selamat, yang bisa membuat

orang-orang berdosa karena maksiatnya itu lantas masuk surga?”

(BDCACM, 2006: 140)

Tuturan pada contoh (8) tersebut merupakan tuturan pembelaan Waluyojati

atas ketidaksetujuan Samsuddin Usman mengenai agenda peresmian judi di daerah

Kepulauan Seribu. Tuturan tersebut, mengungkapkan kesangsian Waluyojati terhadap

sikap Samsuddin Usman yang tidak menyetujui karena ia menganggap tindakan

peresmian tersebut adalah dosa. Samsuddin Usman pun tidak sanggup menjawabnya,

ia hanya terdiam setelah mendengarkan pembelaan Waluyojati atas sikapnya yang

berniat melegalkan judi di Kepulauan Seribu.

Contoh gaya bahasa sarkasme,

(9) “Biang keroknya sebetulnya Pak Luyo, Bos,” kata Si Rambut Cepak

dengan datar.

Bing Wijaya pun berteriak, “Anjing!” (BDCACM, 2006: 405)

Tuturan (9) merupakan tuturan yang diucapkan oleh anak buah Bing Wijaya,

seseorang yang berperan dalam peresmian daerah judi legal di Kepulauan Seribu.

Dalam tuturan tersebut, anak buah Bing Wijaya menyalahkan Waluyojati yang

bertindak tidak dengan perhitungan dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh

(30)

mengeluarkan banyak uang untuk suksesnya peresmian daerah judi tersebut,

dikacaukan usahanya oleh Waluyojati yang bertindak tidak dengan hati-hati untuk

mendapatkan persetujuan anggota dewan DPR dengan tindakan curangnya. Bing

Wijaya pun mengungkapkan amarahnya dengan berteriak , “Anjing!”.

Dalam penelitian ini juga digunakan metode agih. Metode agih adalah metode

analisis yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang

diteliti (Sudaryanto, 1933: 15). Pada metode agih digunakan teknik dasar bagi unsur

langsung (BUL), yaitu teknik analisis data dengan cara membagi suatu satuan lingual

datanya menjadi beberapa unsur. Unsur tersebut dipandang sebagai bagian yang

langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1933: 31).

Teknik lanjutan dalam metode agih yang digunakan adalah teknik ganti dan

teknik baca markah. Teknik ganti adalah teknik analisis data yang berupa penggantian

unsur satuan lingual yang bersangkutan dengan unsur tertentu yang lain di luar satuan

lingual yang bersangkutan. Teknik ini digunakan untuk membuktikan jenis gaya

bahasa. Dalam contoh berikut terdapat gaya bahasa ironi. Untuk lebih jelasnya lihat

contoh berikut:

(10) “Yang jelas, Tuhan lebih menghargai orang yang melawan-Nya dan

menyangkal-Nya, sebagai ateis, ketimbang orang-orang yang sok suci tapi munafik.” (BDCACM, 2006: 140)

Sebagai bukti bahwa frasa sok suci tapi munafik bermakna ‘menunjukkan

pertentangan’, kata tersebut dapat digantikan dengan frasa lain yang mempunyai

makna yang hampir sama. Penggantian dengan frasa lain tersebut adalah hasil analisis

dari tuturan tokoh terhadap mitra bicara yang menunjukkan makna yang hampir sama

(31)

(10a) “Yang jelas, Tuhan lebih menghargai orang yang melawan-Nya dan

menyangkal-Nya, sebagai ateis, ketimbang orang-orang yang beragama namun tidak menjalankan ajaran agamanya. (BDCACM, 2006: 140) Teknik baca markah adalah teknik analisis data dengan cara “membaca

pemarkah” dalam suatu konstruksi. Istilah lain untuk pemarkah adalah penanda.

Pemarkah itu adalah alat seperti imbuhan, kata penghubung, kata depan, dan artikel

yang menyatakan ciri ketatabahasaan atau fungsi kata atau konstruksi (Kridalaksana

dalam Kesuma 2007:66). Untuk lebih jelasnya lihat contoh berikut:

(10b) “Yang jelas, Tuhan lebih menghargai orang yang melawan-Nya dan

menyangkal-Nya, sebagai ateis, ketimbang orang-orang yang sok suci tapi

munafik.” (BDCACM, 2006: 140)

Pada contoh (10b) pemarkah ditunjukkan dengan kata tapi. Di sini pemarkah tersebut berfungsi untuk membandingkan atau menunjukkan makna

yang bertolakbelakang.

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis

Setelah tahap analisis data, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil

analisis data. Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan

menggunakan metode formal dan metode informal. Hasil penelitian ini disajikan

dengan menggunakan metode informal, yaitu dengan menggunakan kata-kata

yang biasa yaitu kata-kata yang bersifat denotatif dan bukan kata yang bersifat

konotatif (Sudaryanto, 1993: 145). Penyampaian hasil analisis data dalam

penelitian ini juga digunakan metode formal, yaitu dengan menggunakan

(32)

1.8 Sistematika Penyajian

Laporan hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab pertama

pendahuluan. Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,

metode penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II berisi uraian tentang penanda

antara gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme. Bab III berisi tentang fungsi gaya

(33)

BAB II

PENANDA GAYA BAHASA IRONI, SINISME DAN SARKASME

2.1 Penanda Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme

Penanda dan petanda berada dalam lingkup bahasa. Berdasarkan teori penanda

yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, penanda adalah imaji akustik atau

bentuk bahasa dan petanda adalah konsepnya. Hubungan antara penanda dan

petanda bersifat semena, berdasarkan konvensi masyarakat pendukung bahasa.

Saussure menyebut konsep itu signifie ‘yang ditandai; petanda’, dan citra akustis

itu signifiant ‘yang menandai; penanda’ (Kridalaksana, 1988: 12-13).

2.1.1 Penanda Gaya Bahasa Ironi

Menurut Keraf dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa, ironi atau sindiran adalah gaya bahasa yang mengatakan sesuatu dengan makna

atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya.

Tujuan tuturan ironi ada dua, yaitu mengkritik secara tidak terus terang dan

memuji secara tidak terus terang (Subagyo, 2005: 71-73). Dalam hal tujuan

mengkritik secara tidak terus terang, ironi ibarat kemasan, sedangkan isinya

adalah kemarahan atau kejengkelan. Dalam hal tujuan memuji secara tidak terus

terang, yang terjadi berkebalikan sama sekali dengan tujuan mengkritik. Jika

mengkritik dikemukakan dengan pernyataan yang berlebihan (exageration),

memuji dilakukan dengan pernyataan yang merendahkan atau melecehkan

(34)

Dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet ditemukan adanya tiga penanda ironi, yaitu

1) Tuturan tidak terus terang

2) Peribahasa

3) Tuturan ganda atau pasangan tuturan konfirmatif

2.1.1.1 Tuturan Tidak Terus Terang

Penanda gaya bahasa ironi berupa tuturan yang tidak terus terang. Tuturan

tidak terus terang adalah tuturan yang tidak sesuai dengan fungsi kalimat yang

membentuknya. Tuturan tidak terus terang tersebut maksudnya tidak sama atau

berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya. Berikut adalah contoh penanda

gaya bahasa ironi; tuturan yang tidak terus terang:

(11) Justru di dalam mata-duitnya perempuan, lelaki belajar bekerja keras

untuk memperoleh uang.(BDCACM, 2006: 424)

Contoh (11) mata-duitnya perempuan, lelaki belajar bekerja keras, tuturan Jean-Pierre Coussneau kepada Budiman merupakan ironi yang maksudnya adalah

perempuan pandai memanfaatkan sehingga lelaki harus bekerja keras untuk memenuhi keinginan perempuan bukan hanya menganggur dan bergantung pada orangtua. Tuturan (11) terlihat yang mengandung gagasan positif, namun

menyembunyikan makna yang negatif. Jean-Pierre adalah seorang seniman lukis di

daerah Perancis, dia tidak pernah berhenti melukis untuk membiayai hidupnya,

sedangkan Budiman, anak seorang pejabat malah bermalas-malasan menghabiskan

(35)

mulai susah hidupnya selama tinggal di Perancis, Jean-Pierre pun menyindir Budiman

yang malas dan terlalu bergantung dengan kiriman dari orangtuanya.

2.1.1.2 Peribahasa

Penanda gaya bahasa ironi dapat pula berupa peribahasa. Dalam (KBBI: 373),

peribahasa adalah kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya dan

biasanya mengiaskan sesuatu maksud tertentu. Dalam hal ini, peribahasa banyak

mengandung maksud yang dikiaskan sehingga dalam penyampainnya tidak secara

langsung dan jelas, seperti gaya bahasa ironi yang dalam penyampaiannya suatu

maksud memiliki sifat tidak secara langsung dan jelas. Perhatikan contoh berikut:

(12) Kata Ahmad Zain Halmahera,”Sudahlah, Saudara Ketua. Tidak usah

jauh-jauh mengurusi apa yang ‘semut di seberang laut nampak, gajah di pelupuk mata tak tampak’.” (BDCACM, 2006: 142)

Contoh (12) tersebut merupakan tuturan yang dilontarkan Ahmad Zain

Halmahera kepada Waluyojati saat rapat dewan. Tuturan (12) tersebut merupakan

ironi, terlihat dari peribahasa yang digunakan oleh Ahmad Zain Halmahera untuk

membuat Waluyojati mati kutu pada saat rapat dewan untuk memutuskan judi

resmi di Kepulauan Seribu, ‘semut di seberang laut nampak, gajah di pelupuk mata tak tampak’. Peribahasa tersebut menjadi penanda bahwa ujaran tersebut merupakan ironi. Dalam peribahasa itu dapat diartikan kecenderungan orang

untuk dengan mudah melihat kesalahan atau kekurangan orang lain, namun

sebaliknya sangat sulit untuk melihat kesalahan atau kekurangan dirinya sendiri

(http://id.wikiquote.org). Daya ironi sebuah pernyataan sendiri sering ditandai oleh pernyataan yang menyembunyikan maksud sebenarnya dengan menggunakan

(36)

Berikut penggantian peribahasa ‘semut di seberang laut nampak, gajah di pelupuk mata tak tampak’ dalam arti yang sesungguhnya:

(12a) Kata Ahmad Zain Halmahera,”Sudahlah, Saudara Ketua. Tidak usah jauh-jauh mengurusi masalah peresmian judi legal, sedangkan persoalan keluarga Saudara tidak lebih anda perhatikan.”

2.1.1.3 Tuturan Ganda atau Pasangan Tuturan Konfirmatif

Penanda gaya bahasa ironi dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado berupa tuturan ganda atau pasangan tuturan

konfirmatif. Tuturan ganda atau pasangan tuturan adalah dua atau lebih tuturan

yang berada dalam satu konteks pembicaraan, sedangkan tuturan konfirmatif

adalah tuturan yang bersifat menegaskan. Perhataikan contoh berikut:

(13) Kata Nunuk, “Ya deh, Pi, Nunuk akan terus berdoa untuk keberhasilan

Papi.”

“Bagus. Berdoalah saban hari: pagi, siang, sore dan malam. Terus, dan

berulang-ulang.”

Begitulah Nunuk melaksanakan arahan ayahnya, berdoa pada pagi hari,

siang hari, sore hari dan malam hari. Terus, dan terus, mengulang-ulang kalimat yang sama.

Tapi, saking terulang-ulangnya kalimat yang sama, boleh jadi Tuhan– dalam wawasan animisme-bosan dan pekak. (BDCACM, 2006:10).

Contoh (13), tampak adanya penanda gaya bahasa ironi yaitu dari tuturan

(37)

agar ayahnya segera mendapatkan uang untuk biaya operasi bibir Nunuk yang

sumbing. Pada Terus, dan terus, mengulang-ulang kalimat yang sama

mengandung komponen makna positif, tetapi kadang-kadang juga dapat

mempunyai makna negatif apabila koteks mendukungnya. Pada ujaran Terus, dan terus, mengulang-ulang kalimat yang sama masih mengandung kemungkinan bermakna positif (sebagaimana lazimnya), namun pada ujaran berikutnya diikuti

frasa boleh jadi Tuhan–dalam wawasan animisme-bosan dan pekak mempunyai makna negatif. Oposisi makna ini menunjukkan adanya ironi. Di sini, sasaran

telah ada dalam koteks yang bersifat tekstual (yaitu boleh jadi Tuhan–dalam

wawasan animisme-bosan dan pekak ), sehingga tampak bahwa ironi ini

merupakan suatu bentuk gaya bahasa yang digunakan untuk menyindir.

(14) Telefon selular Waluyojati mendering. Dia abai. Dia masih berbicara dengan Bing Wijaya. Jika dia berbicara dengan Bing Wijaya, dia benar-benar bersikap sebagai hamba terhadap juragan, sebagai kacung terhadap ndoro, sebagai khadam terhadap majikan, sebagai nu-li terhadap ye-cu. (BDCACM, 2006:259)

Dalam tuturan (14) tersebut adalah tuturan pengarang yang memaparkan cerita

tentang Waluyojati seorang Anggota DPR yang bekerjasama dengan Bing Wijaya

hendak melegalkan kawasan judi di Kepulauan Seribu. Sikap Waluyojati sangatlah

patuh dengan setiap perintah dari Bing Wijaya, sedangkan dengan orang lain

Waluyojati tidak peduli. Penanda gaya bahasa ironi dari tuturan ganda atau pasangan

(38)

nu-li terhadap ye-cu. Dari tuturan tersebut terlihat adanya penyampaian suatu hal dengan menggunakan kata-kata yang bertolak belakang, yaitu terlihat dari kedua

sikap yang ditunjukkan oleh Waluyojati ketika berinteraksi dengan orang lain.

Waluyojati bisa mengabaikan orang-orang yang dianggapnya tidak begitu penting,

sedangkan dengan Bing Wijaya yang telah memberinya banyak uang, dia tunduk.

Gaya bahasa ironi semakin terlihat jelas dari digunakannya kata ‘jika’, lalu diikuti

koteks yang mendukungnya.

(15) Ajaib Nunuk masih tetap percaya pada kekuatan cinta. Bahwa dia yakin

cinta berasal dari Tuhan bukan setan. Setidaknya dia yakin betul pula bahwa karena cinta, dan demi cinta, dia sulit melupakan saat-saat indah

saling melepaskan pakaian dan berbugil bersama-sama di ranjang karena

rasa percayanya pada kekuatan yang dia bilang dari Tuhan tersebut.

“Oh, aku gila. Aku ingin mati. Bagaimana bisa aku terjerembap jatuh di

dalam jurang yang kubuat sendiri? Cinta yang kukira dari Tuhan ternyata

milik setan. Apakah aku harus perintahkan setan untuk mendiami ceruk

sukma supaya aku bisa melahirkan benci dan membalas sakit hatiku dengan

menjebloskan kasihku yang kini telah menjadi musuhku ke dalam neraka?

(BDCACM, 2006:167)

Pada contoh (15), tuturan pengarang lalu dipertegas dengan tuturan tokoh

(Nunuk). Tampak adanya penanda gaya bahasa ironi dari tuturan ganda atau

pasangan tuturan konfirmatif. Tuturan tesebut, merupakan tuturan Nunuk yang

menyesali perbuatannya dengan Budiman. Nunuk telah hamil, sedang Budiman

(39)

ujaran Cinta yang kukira dari Tuhan ternyata milik setan. Oposisi makna ini menunjukkan adanya ironi. Di sini, sasaran telah ada dalam koteks, sehingga

tampak bahwa gaya bahasa ironi ini merupakan pertentangan makna yang

disampaikan menggunakan kata-kata yang bertolak belakang dari yang

dimaksudkan. Gaya bahasa ironi juga terlihat dari adanya penanda berupa kata

bukan, kukira, dan ternyata.

(16) Dengan bus bertuliskan La Vérité, semua anggota rombongan

meninggalkan Paradis Latin di Rue du Cardinal menuju Boulevard de

Clichy nomer 82. Di rumah pertunjukan yang paling masyhur di dunia

sejak 1889 ini lagi-lagi Waluyojati tampil kemaki, membayari semua anggota rombongannya. Di sini tarif makan malam sembari menonton revue yang paling rendah 13C€ dan yang paling tinggi 160€. Karena

mereka semua sudah kenyang, Waluyojati hanya membayar untuk

tontonannya saja, yaitu revue untuk jam 9 per orang 92€ dengan1/2

champagne.

Mereka semua senang. Bolak-balik ha-ha-ha. Kayaknya mereka tidak ingat di tanahairnya sana banyak orang yang menangis karena lapar, karena digusur, karena menganggur. Kelakuan bapak-bapak anggota dewan itu norak pula. Persis seperti siamang masuk kota. Ketika mereka

menonton 60 orang perempuan cantik yang disebut ‘gadis-gadis Doriss’

menari telanjang di panggung, mereka takjub, melongo, melolo, tapi juga

kemudian bertempik sorak model ringkik kuda kegantelan. Yang anteng

(40)

Contoh (16) terlihat adanya ironi dari tuturan ganda atau pasangan tuturan

konfirmatif. Tuturan di atas adalah tuturan pengarang yang memaparkan kisah

Waluyojati yang sedang bersenang-senang plesiran ke luar negeri, sedangkan

rakyatnya di Indonesia masih banyak yang kelaparan, digusur, dan menganggur.

Gaya bahasa ironi terlihat dari tuturan Mereka semua senang. Bolak-balik ha-ha-ha dan dipertegas dengan tuturan mereka tidak ingat di tanahairnya sana banyak orang yang menangis karena lapar, karena digusur, karena menganggur. Dari penanda tersebut pengarang menyampaikan cerita dengan gaya bahasa ironi,

awalnya pengarang menuturkan sikap boros dari Waluyojati dan anggota DPR

yang turut serta berplesiran ke Perancis. Mereka bersenang-senang di sana,

sedangkan pengarang juga memaparkan keadaan masyarakat kecil di tanah air

anggota DPR tersebut. Terlihat adanya makna pertentangan dalam memaparkan

cerita dengan menggunakan gaya bahasa ironi.

(17) Waluyojati berdiri cepat, menghampiri Nunuk, “Tidak. Demi Tuhan, dari

awal saya sudah memutuskan, kamu yang saya pilih, bukan bulek-bulek itu.”

“Kok bisa? Apalah saya. Saya Cuma perempuan hina. Hanya nama yang bagus. Tapi rezeki tidak bagus. “(BDCACM, 2006:349)

Penanda gaya bahasa ironi dalam contoh (17) tersebut terlihat pada tuturan

Waluyojati kepada Nunuk, Tidak. Demi Tuhan, dari awal saya sudah memutuskan, kamu yang saya pilih, bukan bulek-bulek itu. Waluyojati tidak

menyadari bahwa pelacur yang disewanya itu adalah perempuan yang telah

dihamili oleh anaknya dulu dan telah ia lecehkan saat meminta

(41)

saya. Saya Cuma perempuan hina. Hanya nama yang bagus. Tapi rezeki tidak bagus. Dari tuturan tokoh Nunuk kepada Waluyojati tersebut mengandung makna sindiran karena sebenarnya kata-kata yang diucapkan oleh Nunuk tersebut adalah

kata-kata yang diucapkan Waluyojati kepada Nunuk ketika Nunuk dikenalkan

padanya oleh Budiman, anaknya. Namun Waluyojati tidak sadar akan ucapan

Nunuk tersebut, karena penampilan Nunuk yang dulu ketika masih berpacaran

dengan Budiman tidak seperti saat Nunuk menjadi seorang pelacur yang disewa

Waluyojati untuk menemaninya setelah menonton pertunjukan Météor de Java itu.

Terlihat pula adanya opisisi makna yang merupakan ciri gaya bahasa ironi dari

tuturan Hanya nama yang bagus. Tapi rezeki tidak bagus.

(18) Nunuk menghormati Jamila. Jamila akrab dengan Nunuk sejak awalnya.

Yaitu, ketika mereka mulai jadi pekerja seni hiburan di rumah pertunjukkan

Jacques Mouset. Kebetulan pula hanya mereka berdua di dalam

maisonnette itu yang berambut ikal hitam. Artis-artis yang lain semuanya

berambut pirang. Dan mereka yang berambut pirang itu adalah tentu ras kulit putih asal Eropa Utara yang dalam banyak hal masih mewarisi rasa kebanggaan semu dari sisa-sisa teori sesat antropologi abad ke-19 yang menganggap ras kulit putih adalah yang paling tinggi karena ukuran otak di dalam tengkorak kepalanya konon lebih besar dari semua bangsa di dunia. Maka, jika yang berambut pirang itu tidak akrab dengan Nunuk dan

(42)

Contoh (18) terlihat adanya penanda gaya bahasa ironi yaitu mereka yang berambut pirang itu adalah tentu ras kulit putih asal Eropa Utara yang dalam banyak hal masih mewarisi rasa kebanggaan semu dari sisa-sisa teori sesat antropologi abad ke-19 yang menganggap ras kulitputih adalah yang paling tinggi karena ukuran otak di dalam tengkorak kepalanya konon lebih besar dari semua bangsa di dunia dan

agaknya itu dilantari oleh sifat-sifat alami ras kulitputih yang sok superior dan karenanya sangat meremehkan dan berprasangka buruk terhadap bangsa-bangsa yang bukan ras kulitputih. Terlihat adanya ironi dari tuturan tersebut bahwa

pengarang mencoba memaparkan cerita yang di dalamnya terdapat oposisi makna

antara ras kulit putih dengan bangsa bukan ras kulit putih. Selain itu, penanda gaya

bahasa ironi juga terlihat dari penggunaan kata lebih besar, jika dan bukan. Dari penanda tersebut semakin terlihat adanya makna yang berlawanan atau bertentangan.

(19) Henri Chambert pun menyeka air matanya itu dengan saputangan yang

diberikan Jean-Pierre Coussneau . Katanya, “Bayangkan, semua keluarga

saya dibantai oleh tentara. Mayat mereka hanya dihanyutkan di Bengawan

Solo. Saya tidak tahu, dari adonan apa hati para penguasa Orde baru itu

dibuat, sehingga ayat Pancasila tentang ‘perikemanusiaan’ telah berganti menjadi ‘perikeiblisan’.” (BDCACM, 2006: 205)

Contoh (19) adalah tuturan Henri Chambert kepada Budiman. Penanda gaya

bahasa ironi terlihat adanya oposisi makna dan mengandung konotasi negatif, yaitu

ayat Pancasila tentang ‘perikemanusiaan’ telah berganti menjadi ‘perikeiblisan’.

Dalam tuturan tersebut Henri Cambert mengungkapkan rasa tidak senangnya atas

perlakuan penguasa Orde Baru terhadap keluarganya dengan mengkritik secara terus

(43)

nasib keluarganya yang tidak bersalah, namun nyawanya dihabisi oleh penguasa Orde

Baru secara sadis. Tuturan tersebut dikuatkan kembali dengan tuturan selanjutnya

yang juga mengandung gaya bahasa ironi, yaitu ayat Pancasila tentang ‘perikemanusiaan’ telah berganti menjadi ‘perikeiblisan’.

Gaya Bahasa Ironi dalam Novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta

Monyet karya Remy Sylado

No.

Data Pengungkapan dengan gaya bahasa ironi Penjelasan arti 11 Justru di dalam

mata-duitnya perempuan, lelaki belajar bekerja keras

untuk memperoleh uang.

(44)

yang konfirmatif. terlihat dari penggunaan kata

jika yang menunjukkan karena maksud tuturan ironi sebelumnya dikuatkan dengan tuturan selanjutnya yang juga mengandung gaya bahasa terlihat dari penggunaan kata

bukan, kukira, dan ternyata

(45)

bersenang-senang semalam. Waluyojati perbandingan antara ras kulit putih dengan bangsa-bangsa bukan ras kulit putih. Tuturan ganda atau pasangan tuturan konfirmatif menjadi penanda gaya bahasa ironi karena tuturan (X) sudah mengandung gaya bahasa ironi, lalu dikuatkan kembali dengan tuturan (Y) yang juga terlihat dari adanya oposisi makna antara

perikemanusiaan dan

(46)

2.1.2 Penanda Gaya Bahasa Sinisme

Menurut Keraf dalam bukunya Diksi dan Gaya Bahasa, sinisme diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap

keikhlasan dan ketulusan hati. Kesangsian dari gaya bahasa sinisme berupa ungkapan

cemooh pikiran, ide yang diungkapkan secara langsung (tidak bertolak belakang dari

apa yang diucapkan).

Dalam novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet ditemukan adanya tiga penanda sinisme yaitu,

1) Tuturan Retoris

2) Peribahasa

3) Tuturan Ganda atau Pasangan Tuturan Menyangsikan yang Konfirmatif

2.1.2.1Tuturan Retoris

Penanda gaya bahasa sinisme berupa tuturan retoris. Tuturan retoris adalah

tuturan tanya yang tidak memerlukan jawaban atau tanggapan secara langsung.

Perhatikan contoh berikut:

(20) Kalau kamu tidak pernah mengeluarkan uang untuk perempuan, bagaimana kamu berpikir mendapatkan uang untuk dirimu? (BDCACM, 2006:424) Contoh (20) terlihat adanya sinisme. Tuturan tersebut adalah tuturan

(47)

hidupnya di Perancis untuk sekolah, namun ia malah menghabiskan uang kiriman

orangtuanya dari Indonesia hanya untuk berfoya-foya, sedangkan Jean-Pierre

adalah seorang seniman lukis. Ia bertahan hidup dengan seni lukis, bagi dia apa

saja bisa dijadikannya ilham untuk dijadikannya lukisan, termasuk perempuan.

Budiman tidak mengerti maksud dari Jean-Pierre karena baginya perempuan

yang menemaninya sepanjang malam itu, Yvette, hanyalah seorang pelacur saja.

Jean-Pierre pun memberinya saran agar Budiman menjadikan teman

perempuannya tersebut menjadi seni lukis yang bisa dijual dan mendapatkan

uang untuk bertahan hidup di Perancis.

Pada penggalan tuturan (Kalau kamu tidak pernah mengeluarkan uang

untuk perempuan,) sudah merupakan bentuk sindiran, dan tuturan selanjutnya

(bagaimana kamu berpikir mendapatkan uang untuk dirimu?) terlihat adanya

sindiran menggunakan tuturan retoris yang bertujuan menyangsikan kemampuan

seseorang. Dalam hal ini, Jean-Pierre meragukan kemampuan Budiman yang

belajar seni jauh-jauh ke Perancis ternyata tidak bisa apa-apa, hanya

mengandalkan kiriman uang dari orangtuanya di Indonesia. Sementara, sudah

beberapa lama Budiman tidak mendapatkan kiriman uang, bahkan kabar

orangtuanya di Indonesia pun ia tidak tahu. Keuangannya pun jadi bermasalah, ia

tidak bisa berusaha mendapatkan uang untuk dirinya sendiri sementara ia tidak

kunjung mendapat kiriman.

(21) “Oh. Aku gila. Aku ingin mati. Aku benci pada laki-laki. Laki-laki pandai

bermulut manis, bertanam tebu di bibir. Tapi ternyata aku pun lebih benci

(48)

mengandalkan air mata sebagai senjata dan zirah untuk berperang memenangkan kebahagiaan yang semu? (BDCACM, 2006: 168)

Contoh (21) terdapat penanda gaya bahasa sinisme yaitu Kenapa perempuan terlalu lembek, hanya mengandalkan air mata sebagai senjata dan zirah untuk berperang memenangkan kebahagiaan yang semu? Tuturan pada contoh (24) tersebut merupakan tuturan Nunuk. Tuturan tersebut disampaikan

oleh Nunuk dalam menyangsikan sikap perempuan yang berusaha memperoleh

kebahagiaan dengan menunjukkan kelemahannya. Saat itu, Nunuk tengah

menyesali perbuatannya bodohnya, karena cinta ia rela menyerahkan

keperawanannya untuk Budiman pacarnya yang ternyata tidak juga

bertanggungjawab atas kehamilan Nunuk. Nunuk pun hanya bisa menangis,

meratapi nasib masa depannya yang entah akan jadi apa, seperti kebanyakan

perempuan yang lemah, hanya bisa menangis menunjukkan kelemahannya.

2.1.2.2Peribahasa

Peribahasa sebagai penanda gaya bahasa sinisme, karena peribahasa yang

digunakan dalam penceritaan novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet ini memiliki arti yang mengungkapkan kesangsian terhadap kemampuan seseorang.

Perhatikan contoh berikut:

(22) Waluyojati masih sok kuat. Katanya dengan suara tinggi mewakili

marahnya yang meningkat, “Ya, sudahlah jangan juga menjadi ‘katak dalam tempurung’. Apa maunya Saudara bilang begitu?”

“Maaf , Saudara Ketua ,” jawab Ahmad Zain Halmahera dengan

(49)

bilang begitu, tidak lain supaya Saudara tidak ‘melukah ikan dalam panai’. Jadi, apalah gunanya jauh-jauh mengurusi yang Saudara Ketua katakan:

generasi penerus yang mempunyai masalah sosial di Jakarta.” (BDCACM,

2006: 142)

Penanda dalam contoh ujaran (22) terlihat pada sikap Waluyojati yang

menanggapi perkataan Ahmad Zain Halmahera "Ya, sudahlah jangan juga menjadi ‘katak dalam tempurung’. Apa maunya Saudara bilang begitu?”. Ujaran tersebut di atas merupakan sinisme, Waluyojati mulai menanggapi perkataan

Ahmad Zain Halmahera yang memojokkannya dengan suara yang tinggi.

Terlihat adanya emosi pengujar yang terus mencoba mendapatkan penjelasan dari

lawan bicaranya. Selain itu pada ujaran selanjutnya terlihat adanya penanda

sinisme yaitu berupa sindiran yang ditujukan kepada Waluyojati yang

mempunyai anak dan sedang mengalami masalah sosial (menghamili anak orang

tak berpunya dan tidak bertanggungjawab). Tuturan Ahmad Zain Halmahera

adalah bentuk kesangsian akan kemampuan Waluyojati yang hendak mengurusi

masalah yang lebih besar, padahal masalah kehidupannya sendiri saja belum

dapat diselesaikannya.

Peribahasa katak dalam tempurung dalam contoh (22) yang dalam buku

Peribahasa tertulis ‘seperti katak di bawah tempurung’ memiliki arti orang yang

tiada biasa masuk ke dalam majelis besar-besar atau melihat lembaga negeri

asing, jadilah pada sangkanya negeri tempat diamnya saja yang terlebih indah

(50)

rapat dengan kita. Pekerjaan aniaya yang tak susah dilakukan (Pamutjak, 1983:

334).

Penggantian tuturan ‘katak dalam tempurung’ dan ‘melukah ikan dalam panai’

dalam arti yang sesungguhnya:

(22a) Waluyojati masih sok kuat. Katanya dengan suara tinggi mewakili

marahnya yang meningkat, “Ya, sudahlah jangan juga menjadi orang yang sok berani tapi hanya bersembunyi. Apa maunya Saudara bilang begitu?”

“Maaf , Saudara Ketua,” jawab Ahmad Zain Halmahera dengan

mengayunkan intonasi seperti cara melogat anak-anak TK. “Mau saya

bilang begitu, tidak lain supaya Saudara tidak menganiaya sanak-saudara yang sangat dekat dengan anda. Jadi, apalah gunanya jauh-jauh mengurusi yang Saudara Ketua katakan: generasi penerus yang mempunyai masalah

sosial di Jakarta.”

2.1.2.3Tuturan Ganda atau Pasangan Tuturan Menyangsikan yang

Konfirmatif

Tuturan ganda atau pasangan tuturan menyangsikan yang konfirmatif

adalah salah satu penanda gaya bahasa sinisme karena dalam penggunaan

kata-kata yang tersusun dalam tuturan mengandung makna negatif, yaitu sindiran

mengungkapkan kesangsian terhadap kemampuan seseorang. Perhatikan contoh

berikut:

(23) Sambil memberikan fotokopi surat itu baik kepada Samsuddin Usman

(51)

Keduanya berterimakasih sangat pada sang sekretaris.

Kata Samsuddin Usman setelah membaca isi surat itu,”Ya, ini memang bisa jadi salah satu troefkaart untuk menyikat moralitas Ketua.”

“Pasti,” kata Ahmad Zain Halmahera. (BDCACM, 2006:133)

Penanda gaya bahasa sinisme dalam contoh (23) yaitu berdasarkan tuturan

sekertaris Waluyojati yang kurang senang dengan sikap atasannya Waluyojati,

kepada Samsuddin Usman dan Zain Halmahera ”Ini bisa jadi pelengkap buat strategi Bapak mengonter pikiran Waluyojati.” dan dari tuturan Samsuddin

Usman atas tanggapan dari tuturan sekertaris itu ”Ya, ini memang bisa jadi salah satu troefkaart untuk menyikat moralitas Ketua.” Dari penanda tersebut terlihat

adanya kesangsian dengan gaya bahasa sinisme yang digunakan dalam tuturan

tokoh tersebut. Kesangsian tersebut terlihat dari tuturan untuk menyikat moralitas ketua, dari frasa tersebut menunjukkan adanya kesangsian atas moralitas ketua dalam menjalankan tugasnya. Sikap kurang senang dari sekertaris, Samsuddin

Usman, dan Zain Halmahera ini dikarenakan kepemimpinan Waluyojati yang

menyalahgunakan kekuasaannya, yaitu atas tindakan Waluyojati yang hendak

melegalkan kawasan judi di Kepulauan Seribu. Waluyojati pun banyak menyuap

anggota DPR lainnya untuk mendukung agenda peresmian judi legal tersebut.

(24) “Ya. Dia orang Indonesia. Semua orang Belanda tahu betul perangai orang

Indonesia. Orang Belanda pernah menjajah Indonesia. Dan orang Belanda menyebut bangsa Indonesia itu pemalas, tidak disiplin, dan banyak sekali hal jeleknya…” (BDCACM, 2006: 223)

Penanda gaya bahasa sinisme dalam contoh (24) yaitu dari tuturan Albeni

(52)

depan Jacques Mousset, bos tempat Nunuk bekerja, dengan mengeneralisasikan

orang yang berbangsa Indonesia itu memiliki sifat yang kurang baik. Hal itu

terlihat dari tuturan Albeni yaitu orang Belanda menyebut bangsa Indonesia itu pemalas, tidak disiplin, dan banyak sekali hal jeleknya. Dari tuturan Albeni tersebut terlihat adanya ungkapan yang mengandung konotasi negatif yang

bertujuan untuk menyangsikan kemampuan seseorang. Dalam hal ini, Albeni

menyangsikan keahlian menari Nunuk untuk terus bekerja di rumah teater milik

depan Jacques Mousset.

Gaya Bahasa Sinisme dalam Novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta

Monyet karya Remy Sylado

No.

Data gaya bahasa sinisme Pengungkapan dengan Penjelasan arti 20 Kalau kamu tidak pernah tidak pernah mengeluarkan uang untuk perempuan,) sudah merupakan bentuk sindiran, apalagi pada induk kalimat (bagaimana kamu berpikir mendapatkan uang untuk dirimu?) terlihat adanya sindiran mengunakan tuturan retoris yang bertujuan menyangsikan kemampuan seseorang.

21 Kenapa perempuan terlalu

lembek, hanya

Penanda gaya bahasa sinisme terlihat dari tuturan retoris yang disampaikan oleh Nunuk

(53)

b. ‘melukah ikan dalam

panai’ peribahasa yang dituturkan oleh Ahmad Zain Halmahera kepada Waluyojati. Tuturan Ahmad Zain Halmahera adalah bentuk kesangsian akan kemampuan Waluyojati yang hendak mengurusi masalah yang lebih besar, padahal masalah kehidupannya sendiri saja belum dapat diselesaikannya.

Penanda gaya bahasa sinisme tersebut terlihat dari adanya kesangsian dalam tuturan tokoh. Bentuk menyangsikan sikap Waluyojati tersebut terlihat dari untuk menyikat moralitas ketua, dari frasa

(54)

2.1.3 Penanda Gaya Bahasa Sarkasme

Menurut Keraf, sarkasme merupakan sindiran yang lebih kasar dari ironi dan

sinisme. Ia adalah tuturan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir.

Sindiran diungkapkan dengan umpatan sebagai ekspresi emosi seseorang. Dalam

novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado terdapat penanda gaya bahasa sarkasme, yaitu tuturan yang mengandung umpatan.

2.1.3.1 Tuturan yang Mengandung Umpatan

Penanda gaya bahasa sarkasme berupa tuturan yang mengandung umpatan.

Tuturan yang mengandung adalah tuturan secara langsung dengan

pengucapan-pengucapan yang kasar, caci maki sebagai ekspresi, amarah yang membuat yang

terkena sakit hati.Perhatikan contoh berikut:

(25) “Pejajaran lu! Sundel! Goblok! Madirodok! Sue! Susah-susah gua

ngerampok dapetin duit buat ngereparasi bibir atas lu yang sobek, sekarang

lu bikin sobek lagi bibir bawah lu itu”. (BDCACM, 2006:12)

Contoh (25) terlihat adanya penanda gaya bahasa sarkasme yaitu

penggunaan kata-kata celaan yang kasar atau umpatan (Pejajaran lu! Sundel!

Goblok! Madirodok! Sue!). Ciri utama gaya bahasa sarkasme ialah selalu

mengandung kepahitan dan celaan yang getir, menyakitkan hati, dan kurang enak

didengar (Tarigan: 1985). Tuturan pada contoh (25) tersebut adalah tuturan

Suhardi kepada anaknya, Nunuk yang telah dihamili oleh temannya, Budiman.

Nunuk yang sudah melakukan operasi bibir dengan uang hasil curian dari

Ayahnya, Suhardi, dan berubah menjadi cantik malah merusak dirinya sendiri

Gambar

Tabel 3: Gaya Bahasa Sarkasme ..........................................................
tabel sesuai keperluan.

Referensi

Dokumen terkait

Administrasi publik saat ini yang mengedepankan kepuasan masyarakat (citizen first) lewat paradigma New Publik Service , sudah merupakan hal wajib

a) Karakteristik responden pada rumah tangga nelayan rumput laut dilihat dari umur yaitu; pada kelompok umur 35-50 didominasi oleh laki- laki, sedangkan perempuan pada

indra para peserta didik sebanyak mungkin sesuai dengan materi belajar yang akan disampaikan. Mengingat pentingnya peranan media belajar sebagai alat bantu dalam

Tujuan penelitian adalah mengangkat cerita rakyat, serta budaya Jawa seperti wayang dan batik sebagai elemen desain, dalam pembuatan suatu jenis dek Tarot yang baru..

Anak balita merupakan salah satu kelompok yang memiliki risiko tertinggi untuk mengalami defisiensi zat besi dan seng, karena pada masa balita terjadi pertumbuhan yang cepat

• Saat Anda memutar file audio dengan data lagu yang ditambahkan menggunakan KENWOOD Music Editor Light atau KENWOOD Music Control, Anda dapat mencari file audio berdasarkan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui metode take and give siswa kelas X SMA Nurul Islam Indonesia tahun pembelajaran 2012/2013, utuk mengetahui kemampuan menulis

Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur