• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Penanda Gaya Bahasa Ironi, Sinisme, dan Sarkasme

2.1.3 Penanda Gaya Bahasa Sarkasme

2.1.3.1 Tuturan yang Mengandung Umpatan

Penanda gaya bahasa sarkasme berupa tuturan yang mengandung umpatan. Tuturan yang mengandung adalah tuturan secara langsung dengan pengucapan-pengucapan yang kasar, caci maki sebagai ekspresi, amarah yang membuat yang terkena sakit hati.Perhatikan contoh berikut:

(25) “Pejajaran lu! Sundel! Goblok! Madirodok! Sue! Susah-susah gua ngerampok dapetin duit buat ngereparasi bibir atas lu yang sobek, sekarang lu bikin sobek lagi bibir bawah lu itu”. (BDCACM, 2006:12)

Contoh (25) terlihat adanya penanda gaya bahasa sarkasme yaitu penggunaan kata-kata celaan yang kasar atau umpatan (Pejajaran lu! Sundel! Goblok! Madirodok! Sue!). Ciri utama gaya bahasa sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir, menyakitkan hati, dan kurang enak didengar (Tarigan: 1985). Tuturan pada contoh (25) tersebut adalah tuturan Suhardi kepada anaknya, Nunuk yang telah dihamili oleh temannya, Budiman. Nunuk yang sudah melakukan operasi bibir dengan uang hasil curian dari Ayahnya, Suhardi, dan berubah menjadi cantik malah merusak dirinya sendiri dengan berbuat zinah bersama Budiman.

(26) Tanpa sadar Nunuk berteriak. Katanya dengan tangan kiri menggendong Renata dan tangan kanan menuding Albeni, “Binatang kamu!” (BDCACM, 2006: 214)

Pada contoh (26) penggunaan gaya bahasa sarkasme terlihat dari penanda yaitu kata-kata kasar atau umpatan yang diucapkan Nunuk kepada Albeni

“Binatang kamu!”. Umpatan itu diucapkan oleh Nunuk karena sikap Albeni yang meremehkannya dan hendak meminta uang padanya karena telah membawanya bekerja di daerah Boulevard de Clichy meski sebagai pelacur. Gaya bahasa sarkasme dalam contoh (26) ini terlihat dalam caci maki Nunuk kepada Albeni sebagai ekspresi marahnya karena sikap Albeni yang merendahkannya, Albeni hendak memperkosa Nunuk.

(27) “Bah, muka kau itu macam duit lima ratus sobek,” kata Edo Strait lantas menepuk-nepuk punggung Suhardi.

“Sudahlah, jangan merengut begitu. Percayalah, kita pasti menang. Kita bikin itu Waluyo Jati terberak-berak.” (BDCACM, 2006: 132)

Penanda gaya bahasa sarkasme dalam contoh (27) terlihat pada tuturan Edo Strait, seorang pengacara yang akan membantu Suhardi menjatuhkan Waluyojati karena anaknya Nunuk telah dihamili oleh anak Waluyojati namun tidak bertanggung jawab atasnya, yaitu pada tuturan muka kau itu macam duit lima ratus sobek dan Kita bikin itu Waluyo Jati terberak-berak. Dari kedua penanda tersebut dapat dilihat bahwa adanya penggunaan gaya bahasa sarkasme, yaitu sindiran kasar dengan ucapan-ucapan yang kasar terhadap Suhardi yang mukanya disamakan dengan uang lima ratus yang sobek dan niat buruk Edo Strait kepada Waluyojati dari tuturannya Kita bikin itu Waluyo Jati terberak-berak.

(28) “Boleh panggil polisi kalau Turki bedebah itu sudah mati,” kata Jamila. Semua kepala berputar ke belakang, menoleh pada Jamila. Jamila maju menembusi orang-orang. Orang-orang itu pun memberi jalan kepadanya. Dengan sigap dia maju, menarik kerah baju Albeni, sehingga badan lelaki pengecut ini terseret seperti kerbau goblok. Bukan hanya menarik krah baju Albeni yang dilakukan Jamila. Setelah Albeni terseret satu-dua langkah, Jamila mendorong dan mengempas dengan kuat, membuat tubuh Albeni kehilangan keseimbangan, lantas terseok dan jatuh dengan pantat membentur lantai. Belle Azur kecewa, Camelia takjub.

“keluar kamu dari sini, bedebah!” kata Jamila. (BDCACM, 2006: 289-290)

Penggunaan gaya bahasa sarkasme terlihat pada contoh (28) yaitu adanya kata kasar atau umpatan (bedebah) yang diucapkan Jamila kepada Albeni, juga pemaparan cerita selanjutnya yaitu perlakuan Jamila terhadap Albeni. Jamila teman Nunuk mencoba membela Nunuk yang dimanfaatkan oleh Albeni. Saat itu, Albeni mengancam Nunuk jika Nunuk tidak memberinya uang karena telah membawanya bekerja di daerah Boulevard De Clichy dan sukses, Nunuk akan dihabisi nyawanya. Nunuk pun merasa telah dimanfaatkan oleh Albeni, karena awalnya Nunuk mengira tidak akan menjadi pelacur di tenpatnya bekerja. Nunuk pun melakukan perlawanan atas tindakan Albeni yang kasar padanya. Penanda gaya bahasa sarkasme pada contoh (28) tersebut, yaitu dalam tuturan ganda yang terus terang. Umpatan-umpatan disampaikan secara langsung dan tegas.

(29) Sebaliknya Ahmad Zain Halmahera tidak surut. Sambil melambaikan surat dengan kop ‘Edo Strait & Mitra’ , dia berkata seperti seorang pebulutangkis

menyemes kok ke lawan main, “Tidak Saudara Ketua. Masalah sosial yang harus diurus dewan memang banyak. Bukan cuma generasi penerus yang nangkring di jalan-jalan raya itu. Masalah yang paling urgent bagi Saudara Ketua adalah surat ini. Urus saja dulu gadis perawan, anak orang tidak punya, yang telah dihamili oleh anak Saudara. Bukannya Saudara menyuruhnya menggugurkan tanpa memberinya ‘dana’, malah mengata-gatai dengan sangat tidak berperikemanusiaan.

“Saya kira, itulah ciri ‘alah bisa karena biasa’ yang ingin Saudara dengar rinciannya. Saudara Ketua tidak melihat hal yang cemar, sebab Saudaralah aktor merangkap saudara dalam lakon ‘alah bisa karena biasa’. Lebih dari berpikir cemar, Saudara contoh nyata dari berperilaku bejat.” (BDCACM, 2006: 142-143)

Tuturan pada contoh (29) ini adalah tuturan Ahmad Zain Halmahera saat rapat anggota dewan yang dipimpin oleh Waluyojati. Ahmad Zain tidak setuju dengan program peresmian pelegalan kawasan judi di Kepulauan Seribu. Dalam ujaran (29) terlihat adanya penanda gaya bahasa sarkasme yaitu penggunaan kata-kata yang mengandung makna negatif pada penggalan ujaran berikut , "Tidak Saudara Ketua. Masalah sosial yang harus diurus dewan memang banyak. Bukan cuma generasi penerus yang nangkring di jalan-jalan raya itu....". Ditambahkan lagi pada ujaran yang terdapat penggunaan kata-kata celaan kasar pada saat Ahmad Zain Halmahera menyerang Waluyojati dengan keta-kata berpikir cemar

dan berperilaku bejat.

(30) Sebelumnya Albeni, si Turki mata-duitan itu , sudah pernah membawa juga tampang-tampang Melayu ke sini, tapi semuanya goblok-goblok: tidak

bisa menyanyi, tidak bisa menari, tidak bisa berakting. (BDCACM, 2006: 206)

Penanda gaya bahasa sarkasme terdapat dalam contoh (30) yaitu penggunaan kata-kata kasar seperti si Turki mata-duitan itu, dan tapi semuanya goblok-goblok. Tuturan tersebut merupakan tuturan dari Henry Cambert yang tidak suka dengan sikap Albeni yang mata duitan, memoroti perempuan-perempuan yang dibawanya bekerja kepada Jacques Mousset untuk menjadi seorang penari erotis atau pelacur. Bukan hanya itu Henry Cambert juga menjelekkan perempuan-perempuan Melayu yang pernah dibawa oleh Albeni sebelumnya dengan menggeneralisasikan mereka goblok karena tidak bisa menyanyi, menari dan berakting. Henry Cambert adalah seorang pelatih perempuan-perempuan yang hendak bekerja di rumah produksi milik Jacques Mousset.

(31) “Bah, dasar bodat (monyet) kau, Hardi,” kata Waldemar. “Penampilan kau sudah kayak orang-orang kudus, ternyata pukimaknya lah kau. Sega ma ho

(rusaklah kau). (BDCACM, 2006: 303)

Penanda gaya bahasa sarkasme pada contoh (31) yaitu penggunaan kata-kata umpatan Bah, dasar bodat (monyet) kau, Hardi, pukimaknya lah kau, dan

Sega ma ho dalam mencela perlakuan seseorang (Hardi). Tuturan tersebut adalah Tuturan Waldemar, bos Hardi, seorang pengusaha jasa transportasi. Tuturan tersebut diucapkan oleh Waldemar karena anak buahnya, Hardi, telah tertangkap polisi karena tindakannya yang mencuri uang miliki seorang nenek kaya. Sewaktu nenek itu menaiki taksi yang disupiri oleh Hardi, nenek itu ingat wajah Hardi mirip dengan orang yang telah lama mencuri uangnya dan telah ia cari-cari.

Akhirnya, nenek itu pun melaporkan Hardi ke polisi dengan identitas supir taksi yang diketahuinya dari perusahaan jasa transportasi tempat Hardi bekerja.

Gaya Bahasa Sarkasme dalam Novel Boulevard De Clichy Agonia Cinta Monyet karya Remy Sylado

No.

Data gaya bahasa sarkasme Pengungkapan dengan Penjelasan arti 25 “Pejajaran lu! Sundel!

Goblok! Madirodok! Sue!

Susah-susah gua ngerampok dapetin duit buat ngereparasi bibir atas lu yang sobek, sekarang lu bikin sobek lagi bibir bawah lu itu”.

Penanda gaya bahasa sarkasme terlihat dari penggunaan kata-kata celaan yang kasar atau umpatan (Pejajaran lu! Sundel! Goblok! Madirodok! Sue!)

26 Tanpa sadar Nunuk berteriak. Katanya dengan tangan kiri menggendong Renata dan tangan kanan menuding Albeni, “Binatang kamu!”

Penanda gaya bahasa sarkasme terlihat dari penggunaan kata-kata kasar atau umpatan yang diucapkan Nunuk kepada Albeni “Binatang kamu!”. 27 a. “Bah, muka kau itu macam

duit lima ratus sobek,” kata Edo Strait lantas menepuk-nepuk punggung Suhardi. b. “Sudahlah, jangan merengut begitu. Percayalah, kita pasti menang. Kita bikin itu Waluyo Jati terberak-berak.”

Penanda gaya bahasa sarkasme terlihat dari tuturan kasar terhadap Suhardi yang mukanya disamakan dengan uang lima ratus yang sobek dan niat buruk Edo Strait kepada Waluyojati dari tuturannya Kita bikin itu Waluyo Jati terberak-berak. 28 a. “Boleh panggil polisi

kalau Turki bedebah itu sudah mati,”

b. “keluar kamu dari sini, bedebah!

Penanda gaya bahasa sarkasme terlihat dari adanya kata kasar atau umpatan (bedebah) yang diucapkan Jamila kepada Albeni.

29 Saudara Ketua tidak melihat hal yang cemar, sebab Saudaralah aktor merangkap saudara dalam lakon ‘alah bisa

Penanda gaya bahasa sarkasme terlihat dari penggunaan kata-kata celaan kasar pada saat

karena biasa’. Lebih dari berpikir cemar, Saudara contoh nyata dari berperilaku bejat.”

Ahmad Zain Halmahera menyerang Waluyojati dengan keta-kata berpikir cemar dan berperilaku bejat.

30 Sebelumnya Albeni, si Turki mata-duitan itu , sudah pernah membawa juga tampang-tampang Melayu ke sini, tapi semuanya goblok-goblok: tidak bisa menyanyi, tidak bisa menari, tidak bisa berakting.

Penanda gaya bahasa sarkasme yaitu penggunaan kata-kata kasar atau umpatan seperti si Turki mata-duitan itu, dan tapi semuanya goblok-goblok.

31 “Bah, dasar bodat (monyet) kau,

Hardi,” kata Waldemar. “Penampilan kau sudah kayak orang-orang kudus, ternyata

pukimaknya lah kau. Sega ma ho

(rusaklah kau).

Penanda gaya bahasa sarkasme terlihat dari penggunaan umpatan seperti Bah, dasar bodat (monyet) kau, pukimaknya lah kau. Sega ma ho, yang semakin memperjelas penggunaan gaya bahasa sarkasme.

Dokumen terkait