• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI KEPEMIMPINAN, DAKWAH, KYAI DAN

D. Pondok Pesantren

4. Fungsi dan Peran Pondok Pesantren

Terdapat tiga fungsi pesantren, antara lain: lembaga pendidikan, lembaga sosial dan penyiaran agama. Berangkat dari ketiga fungsi tersebut, pesantren mempunyai integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitar dan menjadi rujukan moral bagi kehidupan masyarakat umum. Hal ini menjadikan pesantren sebagai komunitas khusus yang ideal dalam bidang moral keagamaan. Ketiga fungsi tadi merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Namun, fungsi sebagai lembaga pendidikan menjadi ujung tombak kehidupan pesantren (Muthohar, 2007: 20-21).

Menurut Mujamil Qomar, secara historis fungsi pesantren selalu berubah sesuai dengan tren masyarakat yang dihadapinya, seperti masa-masa awal berdiri pesantren di zaman Syekh Maulana Malik Ibrahim, berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran Islam. Kedua fungsi bergerak saling menunjang. Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam mengumandangkan dakwah, sedangkan dakwah dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam membangun sistem pendidikan. Pesantren di masa awal ini lebih dominan sebagai lembaga dakwah, sedangkan unsur pendidikan sekadar membonceng misi dakwah. Saridjo, dkk. (1979) mempertegas, fungsi pesantren pada kurun Wali Songo adalah mencetak calon ulama dan mubaligh yang militan dalam menyiarkan agama Islam.

Seiring dengan perkembangan zaman fungsi pesantren pun ikut bergeser dan berkembang, sejalan dengan perubahan-perubahan sosial kemasyarakatan, di zaman kolonial Belanda fungsi pesantren di samping sebagai pusat pendidikan dan dakwah, juga sebagai benteng pertahanan.

56

Seperti diungkapkan oleh A. Wahid Zaeni, pesantren sebagai basis pertahanan bangsa dalam perang melawan penjajah demi lahirnya kemerdekaan. Maka pesantren berfungsi sebagai pencetak kader bangsa yang benar-benar patriotik, kader yang rela mati demi memperjuangkan bangsa, sanggup mengorbankan seluruh waktu, harta dan jiwanya.

Menurut Ma’shum ada tiga, yaitu: a. Fungsi religius (diniyah)

b. Fungsi sosial (ijtimaiyah), dan c. Fungsi edukasi

Ketiga fungsi ini masih berjalan sampai sekarang. Sejalan ketiga fungsi tersebut, Ahmad Jazuli, dkk (2006) mempertegaskan lagi bahwa:

a. Fungsi pertama adalah menyiapkan santri mendalami dan menguasai ilmu agama Islam atau tafaqquh fiddin, yang diharapkan dapat mencetak kader-kader ulama dan turut mencerdaskan bangsa.

b. Dakwah menyebarkan Islam, dan ketiga benteng pertahanan moral bangsa dengan landasan akhlakul karimah.

Fungsi pesantren bukan hanya edukasi dan dakwah, akan tetapi juga sebagai center pertahanan akhlakul karimah, pencetak manusia Indonesia berdedikasi tinggi dengan spritualitas, intelektualitas, berketerampilan dan terbuka dengan perkembangan zaman (Kompri, 2018: 9-11).

Dari waktu ke waktu fungsi pesantren berjalan secara dinamis, berubah dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat global. Betapa tidak, pada awalnya lembaga tradisional ini mengembangkan fungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama. Sementara Azyumardi Azra menawarkan adanya tiga fungsi pesantren, yaitu: (1) transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam, (2) pemeliharaan tradisi Islam, dan (3) reproduksi ulama.

Dalam perjalanannya hingga sekarang, sebagai lembaga sosial, pesantren telah menyelenggarakan pendidikan formal baik berupa sekolah umum maupun sekolah agama (madrasah, sekolah umum, dan perguruan tinggi). Di samping itu, pesantren juga menyelenggarakan pendidikan non formal berupa madrasah diniyah yang mengajarkan bidang-bidang ilmu agama saja. Pesantren juga telah mengembangkan fungsinya sebagai lembaga solidaritas sosial dengan menampung anak-anak dari segala lapisan

57

masyarakat muslim dan memberi pelayanan yang sama kepada mereka, tanpa membedakan tingkat sosial ekonomi mereka.

Bahkan melihat kinerja dan kharisma kyainya, pesantren cukup efektif untuk berperan sebagai perekat hubungan dan pengayom masyarakat, baik pada tingkatan lokal, regional dan nasional. Pada tataran lokal, arus kedatangan tamu kepada kyai sangat besar, di mana masing-masing tamu dengan niat yang berbeda-beda. Ada yang ingin bersilaturahmi, ada pula yang ingin berkonsultasi, meminta nasihat, memohon do’a, berobat, dan ada pula yang ingin minta jimat untuk sugesti penangkal gangguan dalam kehidupan sehari-hari. Para kyai juga sering memimpin majlis taklim, baik atas inisiatif sendiri atau atas inisiatif panitia pengundang yang otomatis dapat memberikan pembelajaran berbangsa dan bernegara kepada masyarakat di atas nilai-nilai hakiki (kebenaran Al Qur’an dan Al Hadits)dan asasi dengan berbagai bentuk, baik melalui ceramah umum atau dialog interaktif. Oleh karenanya, tidak diragukan lagi kyai dapat memainkan peran sebagai cultural broker (pialang budaya) dengan menyampaikan pesan-pesan pembangunan dalam dakwah-dakwahnya, baik secara lisan dan tindakan(bil hal, uswah hasanah) (Matsuki, dkk, 2004: 90-91).

Disamping itu pesantren juga berperan dalam berbagai bidang lainnya secara multidimensional baik berkaitan langsung dengan aktivitas-aktivitas pendidikan maupun di luar wewenang. Dimulai dari upaya mencerdaskan bangsa, hasil berbagai observasi menunjukkan bahwa pesantren tercatat peranan penting dalam sejarah pendidikan di tanah air dan telah banyak memberikan sumbangan dan mencerdaskan rakyat. Dalam mendukung Keluarga Berencana, Zaeni menegaskan, “Sesungguhnya pondok pesantren mempunyai peranan yang cukup besar dalam memasukkan gagasan dan mendorong Keluarga Berencana (KB) sebagai wahana untuk kualitas manusia dan kesejahteraan keluarga”.

Dengan demikian, pesantren telah terlibat dalam menegakkan negara dan mengisi pembangunan sebagai pusat perhatian pemerintah. Hanya saja dalam kaitan dengan peran tradisionalnya, sering diidentifikasi memiliki tiga peran penting dalam masyarakat Indonesia:

58

b. Sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan Islam tradisional. c. Sebagai pusat reproduksi ulama.

Lebih dari itu, pesantren tidak hanya memainkan ketiga peran tersebut, tetapi juga menjadi pusat penyuluhan kesehatan, pusat pengembangan teknologi tepat guna bagi masyarakat pedesaan, pusat usaha-usaha penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup dan lebih penting lagi menjadi pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitarnya.

Tidak seperti pandangan masyarakat pada umumnya yang menilai asing di lingkungannya sendiri, pesantren ternyata lebih populis dan peka terhadap program-program pembangunan pemerintah maupun masalah-masalah sosial yang menjadi sasaran konsentrasi masyarakat. Program pembangunan yang terkait dengan hukum syara’ secara langsung mungkin tidak akan berjalan lancar bila tidak didukung pesantren. Program Keluarga Berencana sebagai misal, baru dapat diterima kaum santri setelah kiai-kiai pesantren turun tangan. Apalagi di daerah yang mayoritas penduduknya orang Madura, nasihat-nasihat kiai jauh lebih ditaati daripada anjuran-anjuran pemerintah. Maka dalam masalah tertentu pesantren berperan sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam menyukseskan program-program pembangunannya (Qomar, 2002: 25-26).

Dengan berbagai peran yang potensial dimainkan oleh pesantren di atas, dapat dikemukakan bahwa pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya, sekaligus menjadi rujukan moral bagi kehidupan masyarakat umum. Fungsi-fungsi ini akan tetap terpelihara dan efektif manakala para kyai pesantren dapat menjaga independensinya dari intervensi “pihak luar” (Matsuki, dkk, 2004: 91).

59