• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI KEPEMIMPINAN, DAKWAH, KYAI DAN

3. Tipologi Kepemimpinan

Pada tipologi kepemimpinan ini sebenarnya sangat bervariasi, pendapat dan tinjauan tentang tipologi kepemimpinan tersebut, namun untuk memudahkan dan menyederhanakan konsep pemikiran, disini akan dipaparkan tipe kepemimpinan yang umum digunakan, yaitu:

a. Tipe Kharismatik

Tipe kepemimpinan kharismatik ini diwarnai oleh indikator sangat besarnya pengaruh sang pemimpin terhadap para pengikutnya.Kepemimpinan seperti ini lahir karena pemimpin tersebmempunyai kelebihan yang bersifat psikis dan mental serta

22

kemampuantertentu, sehingga apa yang diperintahkannya akan dituruti oleh pengikutnya, dan kadangkala tanpa memerhatikan rasionalitas dari perintah tersebut. Jika dilihat lebih jauh seakan-akan antara pemimpin dengan pengikutnya seperti ada daya tarik yang bersifat kebatinan atau

magic.

Biasanya dalam kepemimpinan kharismatik interaksinya dengan lingkungan lebih banyak bersifat informal, karena dia tidak perlu diangkat secara formal dan tidak ditentukan oleh kekayaan, tingkat usia, bentuk fisik, dan sebagainya. Meskipun demikian, kepercayaan kapada dirinya sangat tinggi dan para pengikutnya pun mempercayainya dengan penuh kesungguhan, sehingga dia sering dipuja dan dipuji bahkan dikultuskan. Sebab dalam kesehariannya dengan kewibawaannya yang cukup besar dia mampu mengendalikan pengikutnya tanpa memerlukan bantuan dari pihak lain.

Kepemimpinan kharismatik biasanya menggunakan gaya persuasif dan edukatif. Apabila dari kacamata administrasi dan manajemen, sebenarnya kepemimpinan tipe ini akan jauh lebih berhasil apabila kebetulan pemimpinnya mendapat kepercayaan pula sebagai pemimpin formal, baik dalam pemerintahan maupun dalam persatuan atau organisasi kemasyarakatan (Kayo, 2005: 57-58).

b. Tipe Paternalistik

Tipe kepemimpinan paternatistik yaitu tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain sebagai berikut:

a) Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan.

b) Dia bersikap terlalu melindungi (overly protective).

c) Jarang dia memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri.

d) Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif.

e) Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri. f) Selalu bersikap maha-tahu dan maha-benar (Kartono, 2005: 81).

23 c. Tipe Demokratis

Kepemimpinan demokratis adalah tipologi yang paling tepat dan ideal untuk dikembangkan dalam organisasi yang modern. Pertimbangannya adalah karena lebih cocok dengan fitrah manusia dan mudah untuk diterapkan dalam semua lapisan, baik masyarakat desa maupun masyarakat kota. Namun tidak mudah untuk mewujudkannya, sebab dalam proses kepemimpinan demokratis sangat banyak hal yang tidak sesuai dengan kepentingan-kepentingan pribadi yang egois dan emosional, sehingga menimbulkan berbagai benturan. Dilihat dari segi ajaran Islam kepemimpinan demokratis itu sangat mendapat tempat yang luas, sehingga mudah tumbuh dan berkembang dalam kepemimpinan yang Islami dan Muhammadi, sebab Nabi Muhammad sendiri adalah seorang pemimpin yang sangat menjunjung nilai-nilai demokratis.

Secara filosofis corak kepemimpinan demokratis akan tergambar dalam tindakan dan perilaku pemimpinnya antara lain sebagai berikut:

a) Pemimpin menghargai pengikutnya secara menyeluruh tanpa menbeda-bedakan.

b) Pengambil keputusan sangat berorientasi kepada keputusan kelompok, bukan hasil pemikiran dari seorang pemimpin saja. c) Pola dialog menjadi kebutuhan dalam menumbuhkan inisiatif

kelompok.

d) Tugas dan wewenang disesuaikan dengan ruang lingkup pekerjaan yang tersedia.

e) Memberi peluang yang luas kepada bawahan untuk berkembang sesuai dengan skills-nya.

f) Selalu mengatakan bahwa keberhasilan yang dicapai adalah keberhasilan bersama (kelompok).

Jadi, tipe kepemimpinan demokratis mampu menciptakan suasana yang harmonis, dinamis, dan kreatif. Karena pemimpin ini selalu berusaha membawa mereka yang dipimpin menuju ke tujuan dan cita-cita dengan memperlakukan mereka sebagai teman yang sejajar. Di sini batas pemimpin dan bawahan menjadi tidak kentara. Setiap orang

24

diberi tempat yang sederajat. Dalam kepemimpinan demokratis pemecah masalah digarap secara bersama, bawahan bebas untuk mengubah dan menambah. Pemimpinnya pun dengan segala senang hati dapat menerima usul dan saran mereka. Berdasarkan saran dan usul-usul bawahan itulah pemecahan masalah dirumuskan. Apabila semua sudah setuju pimpinan baru menetapkan rumusan pemecahan masalah yang definitif (Kayo, 2005: 62-64).

d. Tipe Militeris

Tipe ini sifatnya sok kemiliter-militeran. Hanya gaya luaran saja yang mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama, tipe ini mirip sekali dengan tipe kepemimpinan otoriter. Hendaknya dipahami, bahwa tipe kepemimpinan militeristis itu berbeda sekali dengan kepemimpinan organisasi militer (seorang tokoh militer). Adapun sifat-sifat pemimpin yang militeris antara lain ialah:

a) Lebih banyak menggunakan sistem perintah/ komando terhadap bawahannya keras sangat otoriter kaku dan seringkali kurang bijaksana.

b) Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan.

c) Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebih-lebihan.

d) Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya (disiplin kadaver/mayat).

e) Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya.

f) Komunikasi hanya berlangsung searah saja (Kartono, 2005: 82-83). e. Tipe Otoriter

Tipoplogi kepemimpinan otoriter atau biasa juga disebut dengan istilah otokratis, biasanya tidak bertahan lama dan kalaupun akan bertahan hanya di lingkungan terbatas. Ketika masyarakat mulai berkembang dan maju, baik dalam arti pendidikan maupun ekonomi dan peradaban, sekaligus bersamaan waktunya kepemimpinan otoriter akan dijauhi oleh masyarakat. Sebab dalam perkembangannya kepemimpinan otoriter lebih didominasi oleh kekuasaan yang dibungkus dengan nilai-nilai kebohongan yang membuat para

25

pengikutnya merasa ketakutan. Dalam kepemimpinan otoriter senantiasa diciptakan kondisi yang seolah-olah bawahannya selalu diawasi atau dicurigai. Pada kepemimpinan seperti ini komunikasi hanya berlangsung satu arah, sehingga bawahannya tidak bisa berinisiatif apalagi mengembangkan kreativitasnya. Dalam melaksanakan pekerjaan para pengikutnya sulit untuk menunjukkan prestasi yang menggembirakan apalagi untuk berinovasi, karena mereka takut tersalah dan menghindarkan diri dari terkena hukuman.

Gaya kepemimpinan represif, inspektif, dan investigatif merupakan tingkah lakunya sehari-hari. Gaya-gaya tersebut sekaligus membuktikan bahwa seorang pemimpin yang otoriter adalah seorang yang hanya mengutamakan kehendak sendiri. Seolah-olah pada dirinya berhimpun dua kekuasaan, yaitu memberi perintah dan menentukan keputusan.

Sondang P. Siagian mengatakan, seorang pemimpin yang otokratis ialah seorang pemimpin yang:

a) Menganggap organisasi sebagai milik pribadi.

b) Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi. c) Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata.

d) Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat. e) Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya.

f) Dalam tindakan penggerakannya sering menggunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum) (Kayo, 2005: 60-61).