• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Data

2. Fungsi Kesenian Sintren

Kumar Budoyo, fungsi-fungsi kesenian Sintren tersebut dapat diamati mulai dari persiapan sampai pertunjukan itu selesai.

3. Pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang Terhadap Kesenian Sintren Kumar Budoyo. Banyaknya perbedaan pendapat mengenai kesenian Sintren, cukup disayangkan banyak masyarakat yang tidak mengetahui fenomena kesurupan dalam kesenian Sintren tersebut diperbolehkan dalam Islam atau tidak.

4. Keberadaan kesenian Sintren Kumar Budoyo di masyarakat Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Keberadaan kesenian Sintren semakin menurun, namun tidak mengurangi semangat masyarakat Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang untuk melestarikan kesenian Sintren Kumar Budoyo.

C. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas peneliti membuat batasan masalah, adapun batasan masalah tersebut sebagai berikut:

1. Bentuk penyajian kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang

2. Fungsi dari kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang

5

3. Pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka muncul berbagai masalah. Masalah-masalah yang muncul adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk penyajian kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang?

2. Apa fungsi kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang?

3. Bagaimana pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo ?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakannya penelitian tentang kesenian Sintren di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang yang bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan bentuk penyajian kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang

2. Untuk mendeskripsikan fungsi kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang

3. Untuk mendeskripsikan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo

F. Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian dengan judul “ Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang Terhadap Kesenian Sintren Kumar Budoyo”, penulis dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian antara lain:

1. Segi Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan nilai-nilai kajian budaya Jawa, menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan tentang kesenian Sintren, serta menambah khasanah penelitian budaya, khususnya Sintren.

2. Segi praktis

Dari segi praktis, penelitian ini dapat digunakan untuk:

a. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan tentang kesenian Sintren.

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, sehingga dapat mengenal dan mampu mengembangkan kesenian Sintren agar tidak punah.

b. Bagi kelompok kesenian Sintren, hasil penelitian ini diharapkan dapat memacu dan memotivasi kelompok kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang agar tetap eksis.

c. Bagi pembaca, dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam memahami kebudayaan, khususnya kebudayaan Jawa.

7

d. Bagi peneliti lain, dapat sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang masih berkaitan dengan objek penelitian ini.

e. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat umum, khususnya bagi generasi muda sebagai pewaris kebudayaan bangsa, sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menjaga dan melestarikan kesenian Sintren.

f. Bagi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi demi perkembangan dan kelestarian kesenian Sintren.

8 A. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada tiga penelitian yang relevan dengan judul penelitian:

1. Bagus Indrawan (2013) mahasiswa pendidikan Sendratasik (seni musik) Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Bentuk Dan Fungsi Pertunjukan Musik Pengiring Sintren Lais Di Desa Balapulang Kulon Kabupaten Tegal”.

Bagus Indrawan (2013) pada penelitiannya mengkaji (1) bagaimana bentuk pertunjukan musik pengiring seni Sintren Lais di Desa Balapulang Kulon kabupaten Tegal, (2) bagaimana fungsi musik pengiring seni Sintren Lais di Desa Balapulang Kulon Kabupaten Tegal.

Bagus Indraswan (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penelitian tersebut merupakan penelitian kebudayaan yang di dalamnya membahas tentang bentuk dan fungsi pertunjukan musik pengiring seni Sintren Lais di Desa Balapulang Kulon Kabupaten Tegal.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Bagus Indrawan (2013) dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang kesenian Sintren. Perbedaan penelitian ini adalah jika Bagus Indrawan (2013) meneliti tentang bentuk dan fungsi pertunjukan musik pengiring seni Sintren Lais di Desa Balapulang Kulon Kabupaten Tegal, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu tentang Pandangan

9

Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang.

Pada penelitian yang akan peneliti lakukan, peneliti akan meneliti tentang bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

2. Abdul Ngalim (2010), mahasiswa Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa, Universitas Muhammadiyah Purworejo yang berjudul

“Perilaku Kesurupan Dalam Seni Kuda Lumping Rama Nitis Dan Turonggo Wulung Menurut Pandangan Agama Islam di Kabupaten Purworejo”.

Abdul Ngalim (2010) pada penelitiannya mengkaji tentang (1) bagaimanakah bentuk tarian Kuda Lumping di Kabupaten Purworejo, (2) bagaimanakah perkembangan kesenian Kuda Lumping di Kabupaten Purworejo, (3) apakah arti perilaku kesurupan dalam kesenian Kuda Lumping, (4) apakah perilaku kesurupan dalam kesenian Kuda Lumping benar-benar terjadi pada pemain Kuda Lumping atau hanya rekayasa yang digunakan untuk mengundang imajinasi dan menarik perhatian penonton, (5) bagaimanakah perilaku kesurupan tersebut menurut pandangan Islam.

Abdul Ngalim (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penelitian tersebut merupakan penelitian kebudayaan yang di dalamnya membahas kebenaran kesurupan pada Kesenian Kuda Lumping dan pandangannya menurut agama Islam di Kabupaten Purworejo.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Abdul Ngalim (2010) dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang kesenian tradisional. Perbedaan dari kedua penelitian tersebut, yaitu terdapat pada objek penelitian dan tempat penelitiannya. Penelitian yang dilakukan Abdul Ngalim (2010) meneliti tentang kesenian Kuda Lumping Rama Nitis dan Turonggo Wulung yang berada di Kabupaten Purworejo, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu meneliti kesenian Sintren yang berada di Kabupaten Batang.

Pada penelitian yang akan peneliti lakukan, peneliti akan meneliti tentang bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

3. Susiyamsih (2012), mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Jawa, Universitas Muhammadiyah Purworejo yang berjudul “ Mitos Suci Dalam Kesenian Sintren : Studi Kasus Pada Kelompok Kesenian Sintren Jaya Mulya di Desa Sambong Kebon Kecamatan Batang Kabupaten Batang”.

Susiyamsih (2012) pada penelitiannya mengkaji tentang (1) bagaimana perubahan mitos “Suci” dalam kesenian Sintren Jaya Mulya di Desa Sambong Kebon Kecamatan Batang Kabupaten Batang, (2) apakah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan mitos “Suci” dalam Sintren Jaya Mulya di Desa Sambong Kebon Kecamatan Batang Kabupaten Batang.

11

Susiyamsih (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penelitian ini merupakan wujud dari penyajian kesenian tradisional kerakyatan Sintren yang di dalamnya membahas tentang mitos “Suci”

dalam kesenian Sintren. Penari Sintren bisa dibawakan oleh seorang perempuan yang tidak gadis lagi (tidak perawan) bahkan sudah mempunyai anak.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Susiyamsih (2012) dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang kesenian Sintren yang berada di Kabupaten Batang. Perbedaan penelitian ini adalah jika penelitian yang dilakukan Susiyamsih (2012) meneliti tentang mitos

“Suci” dalam Sintren, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu tentang pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

Pada penelitian yang akan peneliti lakukan, peneliti akan meneliti tentang bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

B. Kajian Teori 1. Kebudayaan

a. Pengertian Kebudayaan

Soetarno (2004:331) berpendapat bahwa konsep kebudayaan adalah sistem ide yang dimiliki bersama oleh pendukungnya.

Kebudayaan Jawa adalah sistem ide yang didukung oleh masyarakat

Jawa meliputi: kepercayaan, pengetahuan, keseluruhan nilai mengenai apa yang dianggap baik untuk dilakukan, diusahakan dan ditaatinya, serta norma berbagai jenis hubungan antar individu dalam masyarakat.

Koentjaraningrat (dalam Poerwanto, 2000:52) mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Kebudayaan menurut Taylor (dalam Prasetya, 1991:29) yang menulis dalam bukunya yang terkenal “Primitive Culture” menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kroeber dan Kluckhon (dalam Munandar Soelaeman, 1988:11) yang berpendapat bahwa kebudayaan terdiri atas berbagai pola bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan, dan reaksi yang diperoleh.

Peursen (1988: 11) mengatakan kebudayaan juga termasuk tradisi, dan tradisi diterjemahkan dengan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah, dan harta-harta. Selanjutnya kata

“Kebudayaan” (KBBI, 2008:215) artinya hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.

13

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah hasil budidaya atau buah pikir manusia yang dituangkan dalam sebuah bentuk kegiatan atau aktivitas yang berguna sebagai pedoman hidup manusia agar menjadi manusia yang lebih berarti. Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang merupakan aset budaya dengan karakteristik yang khas yang harus dilestarikan.

b. Wujud Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (dalam Prasetya, 1991:32-33) menguraikan tentang wujud kebudayaan mencakup tiga hal yaitu:

1) Wujud kebudayaan sebagai yang kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Wujud ini berada pada alam pikiran manusia dan banyak tersimpan dalam arsip komputer, pita komputer, dan sebagainya.

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud ini berupa sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi satu dengan yang lainya dari waktu ke waktu. Sistem sosial ini bersifat konkrit sehingga bisa diobservasi, difoto, dan didokumentir.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia yaitu berupa kebudayaan fisik yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang bisa diraba, difoto, dan dilihat.

Dari ketiga wujud kebudayaan itu jelas bahwa wujud pertama dan kedua merupakan buah akal dan budi manusia, sedangkan wujud yang ketiga adalah buah dan karya manusia. Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang adalah hasil karya manusia yang memiliki nilai-nilai budaya yang luhur bagi masyarakat pendukungnya.

c. Isi Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (1981 :6-8) Dalam kebudayaan manusia itu ada unsur-unsur kebudayaan antara lain yaitu sistem peralatan dan perlengkapan hidup (alat-alat produktif dan distribusi, wadah dan tempat untuk menaruh, makan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung, dan senjata), sistem mata pencaharian hidup (berburu dan meramu, perikanan, bercocok tanam, peternakan, dan perdagangan), sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, kesatuan hidup setempat, perkumpulan-perkumpulan, dan kenegaraan), bahasa (bahasa lisan dan bahasa tertulis), kesenian (seni patung, relief, lukis, rias, vokal, instrumental, kesusasteraan, dan drama), sistem pengetahuan (tentang sekitar alam, flora, fauna, zat, bahan-bahan mentah, tubuh manusia, kelakuan sesama manusia, ruang, waktu, dan bilangan), dan sistem religi (sistem kepercayaan, kesusasteraan suci, upacara keagamaan, komuniti keagamaan, ilmu gaib, sistem nilai dan pandangan hidup). Sedyawati (2010:325) mengatakan bahwa komponen suatu kebudayaan adalah apa yang disebut juga sebagai unsur kebudayaan seperti: sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, sistem perekonomian, kesenian, sistem komunikasi, sistem organisasi sosial, dan seterusnya.

Berdasarkan uraian di atas, salah satu isi kebudayaan dalam masyarakat adalah kesenian. Sintren adalah suatu jenis kesenian yang unsur utamanya sesungguhnya berupa seni pertunjukan yang berwujud

15

tari tradisional yang masih tetap dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Kabupaten Batang, khususnya masyarakat Desa Tegalsari.

2. Kesenian Tradisional

a. Pengertian Kesenian Tradisional

Menurut Sedyawati (1983: vii) dimanapun, kesenian merupakan salah satu perwujudan kebudayaan. Kesenian juga selalu mempunyai peranan tertentu di dalam masyarakat yang menjadi ajangnya.

Demikian pula Indonesia, kesenian dapat ditinjau dalam konteks kebudayaan maupun kemasyarakatannya. Kata “Seni” (KBBI, 2008:1273) artinya karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa seperti tari, lukisan, ukiran dan lain sebagainya.

Sedyawati (2010:309) mengelompokkan seni diantarannya, seni rupa (gambar, patung, tekstil, keramik), seni pertunjukan (musik, tari, teater dalam segala bentuknya), seni sastra (prosa dan puisi; lisan dan tertulis), dan seni media rekam. kesenian Sintren ini termasuk seni pertunjukan yang berwujud tari. Pertunjukan Sintren tidak jauh berbeda dengan pertunjukan jathilan, reog, dan sejenisnya.

Kasim Achmad (dalam Sutarjo, 2010: 65) yang memaparkan bahwa kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Pengolahannya didasarkan atas cita-cita masyarakat pendukungnya. Hasil kesenian tradisional biasanya diterima sebagai

tradisi, pewaris yang dilimpahkan dari angkatan tua kepada angkatan muda.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seni adalah ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan ke dalam kreasi. Kreasi itu dalam bentuk gerak, rupa, nada, syair, yang mengandung unsur-unsur keindahan dan dapat mempengaruhi perasaan orang lain. Seni merupakan bagian dari seluruh kebutuhan hidup manusia. Kesenian tradisional merupakan salah satu bentuk seni yang bersumber dan berakar, serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Seperti halnya kesenian Sintren Kumar Budoyo yang ada di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, kesenian tersebut masih tetap aktif dipertunjukan hingga sekarang dan dijadikan sebagai hiburan kerakyatan baik dalam acara bersih desa maupun dalam acara formal seperti peringatan HUT Kabupaten Batang. Kesenian Sintren Kumar Budoyo ini diyakini oleh sebagian masyarakat Desa Tegalsari, bahwa kesenian Sintren Kumar Budoyo ini merupakan peninggalan leluhur dari nenek moyang yang harus dilestarikan.

b. Fungsi Kesenian Tradisional

Sutarjo (2010: 65) mengatakan fungsi kesenian tradisional ditinjau dari etnik-etnik tertentu adalah sebagai berikut:

1) Sebagai pemanggil kekuatan supranatural (ghaib) 2) Memanggil roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat

17

3) Pemujaan pada nenek moyang dengan menirukan kegagahan atau kesigapan;

4) Pelengkapan upacara sehubungan dengan saat-saat tertentu dalam perputaran waktu;

5) Manifestasi daripada dorongan untuk mengungkapkan keindahan Berdasarkan uraian di atas, fungsi kesenian tradisional yaitu sebagai pemanggil kekuatan supranatural (ghaib), pemujaan pada nenek moyang, pelengkapan upacara-upacara dan manifestasi daripada dorongan untuk mengungkapkan keindahan. Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang mempunyai fungsi sebagai manifestasi dorongan untuk mengungkapkan keindahan.

c. Fungsi Seni Pertunjukan Dalam Masyarakat

Endraswara (2010: 113) menyatakan bahwa unsur utama dalam kesenian Sintren sesungguhnya berupa seni pertunjukan. Aktivitas Sintren tidak jauh berbeda dengan pertunjukan reog, jathilan, incling dan sejenisnya. Fungsi seni pertunjukan menurut Sedyawati (2010:293) dapat dikenali baik lewat data masa lalu maupun data etnografik masa kini, meliputi fungsi religius, peneguhan integrasi sosial, edukatif dan hiburan. Soedarsono (2010:123) mengemukakan bahwa secara garis besar seni pertunjukan memiliki tiga fungsi primer, yaitu:

1) Sebagai Sarana Ritual

Fungsi ritual seni pertunjukan di Indonesia dalam tata kehidupan-nya masih mengacu pada nilai-nilai budaya yang agraris memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Diperlukan tempat pertunjukan yang terpilih, yang biasanya dianggap sakral;

b) Diperlukan pemilihan hari serta saat yang terpilih yang biasanya juga dianggap sakral;

c) Diperlukan pemain yang terpilih, biasanya mereka dianggap suci, atau yang telah membersihkan diri secara spiritual;

d) Diperlukan seperangkat sesaji, yang kadang-kadang sangat banyak jenis dan macamnya;

e) Tujuan lebih dipentingkan daripada penampilannya secara estetis; dan

f) Diperlukan busana yang khas.

2) Sebagai ungkapan atau hiburan pribadi

3) Sebagai presentasi estetis dengan penyandang dana produksinya adalah para pembeli karcis dalam pertunjukan tesebut.

Dari uraian di atas, seni pertunjukan memiliki tiga fungsi primer yaitu sebagai sarana ritual, ungkapan atau hiburan pribadi, dan presentasi estetis dengan penyandang dana produksinya adalah para pembeli karcis dalam pertunjukan tersebut. Dari ketiga fungsi tersebut, kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang ini lebih mengarah pada hiburan.

3. Pengertian Sintren

Kesenian Sintren merupakan salah satu dari hasil kebudayaan yang beraneka ragam corak dan bentuknya. Pada perwujudannya, kesenian Sintren didominasi oleh suatu tarian yang tersusun dalam pertunjukan Sintren. Menurut Bericke dan Roorda (dalam Endraswara 2010:113) menyatakan bahwa Sintren merupakan bentuk permainan Jawa yang luar biasa, karena seorang pemain dapat menjadi terlena, tidak sadar, dan diutamakan perempuan. Selanjutnya kata “ Sintren” (KBBI, 2008:1315) artinya kesenian rakyat, khususnya dipantai utara Jawa Tengah, peranan

19

utama dipegang gadis belasan tahun, dibantu oleh gadis lain sebagai pengiring nyanyian, ditingkahi angklung, gong, dan sebagainya.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kesenian Sintren terdiri dari laki-laki dan wanita, bila dilihat dari kenyataannya Sintren adalah suatu jenis kesenian yang dilakukan atau ditarikan wanita. Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang adalah suatu pertunjukan tari tradisional yang penarinya adalah seorang gadis belasan tahun dengan lenggak lenggok gemulai dan dibantu oleh gadis lain sebagai pengiring nyanyian.

4. Pengertian Kesurupan

Kata “ Kesurupan” (KBBI, 2008:1362) artinya kemasukan (setan, roh) sehingga bertindak yang aneh-aneh. Konsep kesurupan adalah fenomena makhlus halus yang menguasai pikiran, perasaan pada diri seseorang dengan menyatu pada kesadarannya. Hasilnya adalah makhluk halus bisa menguasai tindakan seseorang. Orang mengalami kesurupan ketika badannya dimasuki makhluk halus yang menguasai jiwanya.

Tingkah laku seseorang yang kesurupan akan dikuasai oleh makhluk halus. Kesurupan yang terjadi pada penari dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang ada masyarakat yang beranggapan itu merupakan hasil rekayasa (atau telah diatur sebelumnya) dan hanya mengundang imajinasi dan menarik perhatian penonton saja.

5. Pengertian Jin

Kata “ Jin” (KBBI, 2008: 585) artinya makhluk halus yang diciptakan dari api. Kehidupan Jin berbeda dengan kehidupan manusia. Ada titik persamaan antara Jin dan manusia, yaitu sama-sama berakal, dan sama-sama memiliki kemampuan untuk memilih jalan yang baik dan yang buruk. Jin tidak terlihat oleh mata.

“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya dapat melihat kalian padahal kalian tidak melihat mereka” (Q.S. Al-A’raf [7]:27)

Ayat Al-Qur’an diatas menjelaskan bahwa kehidupan Jin berbeda dengan kehidupan manusia, Jin tidak terlihat oleh mata (gaib) sedangkan manusia itu terlihat oleh mata. Dalam pertunjukan kesenian Sintren Kumar Budoyo terjadi kesurupan. Kesurupan pada penari Sintren terjadi karena penari Sintren dirasuki makhluk halus yang tidak terlihat oleh mata (Jin).

a. Dalil-dalil yang berkenaan tentang Jin, yaitu



“Hai golongan Jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu

21

ayat-ayatku dan memberi peringatan, kepadamu terhadap pertemuan hari ini?” (Q.S. Al- An’am [6] :130)

“Katakanlah (hai) Muhammad: telah diwahyukan kepadaku bawasannya sekumpulan Jin telah mendengarkan (Al- Qur’an), lalu mereka berkata, sesungguhnya kami telah memperdengarkan Al-Qur’an yang menakjubkan (Q.S Al-Jin [72]: 1)”.

b. Jin diciptakan dari api



“Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) diwaktu ia menyuruhmu?” menjawab Iblis “ saya lebih baik daripadanya: engkau ciptakan saya dari api sedang dia engkau ciptakan dari tanah” (Q.S Al-A’raf:12).



Artinya :

“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.

Dan kami telah menciptakan Jin sebelum Adam dari api yang sangat panas” (Q.S Al-Hijr [15]: 26-27)

Beberapa ayat Al-Qur’an diatas menjelaskan bahwa Jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah, Jin tidak terlihat oleh mata dan manusia terlihat oleh mata. Jin dan manusia memiliki perbedaan diantaranya Jin diciptakan Allah dari api sedangkan manusia diciptakan dari tanah, manusia berumur pendek sedangkan Jin berumur panjang, manusia terlihat oleh mata sedangkan Jin sebaliknya.

Jin bisa melihat manusia tetapi manusia tidak bisa melihat Jin.

Persamaan manusia dan Jin sama-sama memiliki kemampuan untuk berfikir (memilih jalan yang benar atau yang salah). Dalam pertunjukan kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terjadi kesurupan pada penari. Penari Sintren dirasuki Jin sehingga pada saat pertunjukan Sintren berlangsung menari dalam keadaan tidak sadar.

6. Pandangan Masyarakat

Menurut Branca, 1965; Woordworth dan Marquis, 1957 (dalam Walgito, 2001: 53) mengemukakan bahwa sejak individu dilahirkan, secara langsung berhubungan dengan dunia luarnya. Individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan alat inderanya. Bagaimana individu dapat

23

mengenali dirinya sendiri maupun keadaan sekitarnya, individu akan mengalami persepsi (perception). Melalui stimulus yang diterimannya, individu akan mengalami persepsi. Proses pengindraan tidak dapat lepas dari proses persepsi, dan proses pengindraan merupakan proses pendahulu dari persepsi.

Proses pengindraan akan selalu terjadi setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat inderanya, melalui reseptornya. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya.

Kata “Persepsi” (KBBI, 2008:1061) artinya tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Persepsi menurut Walgito (2001: 53) merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat syaraf yaitu otak, dan

Kata “Persepsi” (KBBI, 2008:1061) artinya tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Persepsi menurut Walgito (2001: 53) merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat syaraf yaitu otak, dan

Dokumen terkait