• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN MASYARAKAT ISLAM DI DESA TEGALSARI, KECAMATAN KANDEMAN, KABUPATEN BATANG TERHADAP KESENIAN SINTREN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PANDANGAN MASYARAKAT ISLAM DI DESA TEGALSARI, KECAMATAN KANDEMAN, KABUPATEN BATANG TERHADAP KESENIAN SINTREN"

Copied!
212
0
0

Teks penuh

(1)

i

PANDANGAN MASYARAKAT ISLAM DI DESA TEGALSARI, KECAMATAN KANDEMAN,

KABUPATEN BATANG TERHADAP KESENIAN SINTREN

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat Untuk mempeoleh gelar sarjana pendidikan

Oleh Zuliatun Ni’mah NIM 112160729

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2017

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

1. Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dalam keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang (HR. Bukhari)

2. Ku olah kata, kubaca makna, kuikat dalam alinea, kubingkai dalam bab sejumlah lima, jadilah Mahakarya, gelar sarjana kuterima, orang tua pun bahagia (Penulis)

3. Janganlah larut dalam satu kesedihan karena masih ada hari esok yang menyongsong dengan sejuta kebahagiaan (Penulis)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Moh Thoha dan Ibu Suparti aku ucapkan terima kasih setulus hati yang telah memotivasi, doa dan tidak pernah lelah menuntunku dengan kasih sayang.

2. Adikku tersayang, Zakia Tushaumi yang tak pernah lelah memberikan semangat dalam penyusunan skripsi.

3. Terkasih Benart Dwi Susilo yang senantiasa menemani dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi.

(6)

vi

4. Keluarga besar Kos Putri Rajawali khususnya Ciro-ciro dan Makrul yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam mengerjakan skripsi.

5. Seluruh warga Desa Tegalsari, yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi dalam penelitian ini 6. Almamaterku

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Swt atas karunia dan hidayahnya, serta dengan doa, usaha dan tanggung jawab, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang Terhadap Kesenian Sintren”, dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih kepada.

1. Drs. H. Supriyono, M.Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberi kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Muhammadiyah Purworejo.

2. Yuli Widiyono, M.Pd. selaku Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan rekomendasi dan perijinan penelitian.

3. Rochimansyah, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa yang telah memberikan persetujuan dalam penelitian ini.

4. Eko Santosa, S.Pd., M.Hum. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan ijin dalam penelitian serta membimbing, mengarahkan,

(8)

viii

memotivasi, dan memberikan petunjuk dengan ketulusan hati selama penyusunan skripsi

5. Aris Aryanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati dalam membimbing, mengarahkan, memotivasi, serta memberikan petunjuk selama penyusunan skripsi

6. Seluruh dosen Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Atas semua amal dan kebaikan hati Bapak/ Ibu dan rekan semua, penyusun mengucapkan terima kasih semoga amal baiknya mendapat balasan dari Allah Swt Amin.

Selain itu penyusun juga menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, untuk itu penyusun sangat berharap kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk pembaca.

(9)

ix

ABSTRAK

Zuliatun Ni’mah. “Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang Terhadap Kesenian Sintren”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2017.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap: (1) bentuk penyajian kesenian Sintren di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, (2) fungsi kesenian Sintren di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang, (3) pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, terhadap kesenian Sintren.

Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian diperoleh dari informan yang mengetahui benar tentang data yang diperlukan dalam penelitian ini. Tempat penelitian berada di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: observasi non partisipan, yaitu peneliti tidak turut ambil bagian dalam kegiatan yang diteliti, wawancara semi terstruktur, dan dokumentasi.

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan yaitu triangulasi metode.

Teknik analisis data yang digunakan yaitu (Reduksi data (data reduction)), penyajian data, dan simpulan atau verifikasi.

Hasil dari penelitian ini adalah, (1) Bentuk penyajian kesenian Sintren meliputi: pelaku (Panjak 7, Pengrawit 5, Plandang atau Cantrik 2, Pawang 1, Bador 1,dan Sintren 1 dan pengiring 4), gerak (kepala melenggak-lenggok, kaki berjingkat-jingkat, pinggul bergoyang), iringan (kendang, gambang, demung dan gong) dan tembang (Sulasih-Sulandono,turun-turun Sintren, dan campursari) busana (bebas) dan tata rias (cantik), tempat (di atas panggung) dan waktu pertunjukan (malam hari), properti (1 kurungan ayam), penonton (bervariasi), dan urutan penyajian. (2) fungsi pertunjukan meliputi: Untuk mengungkapkan keindahan, sebagai hiburan, sebagai pemanggil kekuatan supranatural (Gaib), dan sebagai pelestarian budaya. (3) Pandangan masyarakat Islam terhadap kesenian Sintren mengenai kesurupan tidak diperbolehkan dalam agama Islam karena termasuk syirik.

Kata kunci: Kesenian, Sintren, Pandangan Masyarakat, Desa Tegalsari.

(10)

x

SARIPATI

Zuliatun Ni’mah. “Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang Terhadap Kesenian Sintren”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2017.

Panaliten menika nggadhahi ancas inggih punika: (1) Bleger penyajian kesenian Sintren wonten Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, (2) fungsi saking kesenian Sintren wonten Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, lan (3) Pandangan masyarakat wonten Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang

Metode ingkang dipunginakaken inggih punika metode deskriptif kualitatif. Sumber data kapendhet saking informan ingkang mangertos babagan kesenian Sintren, data ingkang dipunbetahaken wonten panaliten menika.

Panggenan panaliten wonten Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Teknik pengempalan data ingkang dipunginakaken inggih punika observasi non partisipan, wawancara semi terstruktur, lan dokumentasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data ingkang dipunginakaken inggih punika triangulasi metode. Teknik analisis data ingkang dipunginakaken inggih punika Reduksi data (data reduction), Penyajian data lan Simpulan utawi verifikasi.

Asilipun saking panaliten inggih punika, (1) Bleger penyajianipun kesenian Sintren inggih menika: pelaku (Panjak 7, Pengrawit 5, Plandang utawi Cantrik 2, Pawang 1, Bador 1, lan Sintren 1), gerak (mustaka nglenggak-lenggok, samparan njingkat-jingkat, pinggul nggoyang), iringan (kendang, gambang, demung lan gong) lan sekar (Sulasih-Sulandono, turun-turun Sintren, lan campursari), Rasukan (bebas) lan tata rias (manis), papan (panggung) lan wekdal tetingalan (ndalu), properti (1 kurungan ayam), penonton, lan urutanipun penyajian. (2) Gunanipun tetingalan inggih menika: kagem ngandharaken kaendahan, panglipuran, kagem nimbali kekuatan supranatural (gaib) lan kagem nglestarekaken budaya. (3) Pasawanganipun bebrayaning ngurip islam kalih kesenian Sintren menggah kasurupan mboten dipunangsallaken teng agama Islam amargi kalebet syirik.

Tembung wos: Kesenian, Sintren, Pandangan Masyarakat, Desa Tegalsari.

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS... . 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

B. Kajian Teori ... 11

BAB III METODE PENELITIAN... . 25

A. Jenis Penelitian ... 25

B. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 26

C. Sumber Data Dan Data Penelitian ... 26

D. Teknik Pengumpulan Data... 28

E. Instrumen Penelitian ... 32

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data... 33

G. Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN... . 37

A. Penyajian Data ... 37

1. Bentuk Penyajian Kesenian Sintren... 38

2. Fungsi Kesenian Sintren ... 45

3. Pandangan Masyarakat Islam Terhadap Kesenian Sintren.. ... 45

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 49

1. Bentuk Penyajian Kesenian Sintren... 49

2. Fungsi Kesenian Sintren ... 96

3. Pandangan Masyarakat Islam Terhadap Kesenian Sintren.. ... 104

(12)

xii

BAB V PENUTUP... 119

A. Simpulan ... 119

B. Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 125

LAMPIRAN ... 127

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Peta Provinsi, Peta kabupaten, Peta Desa Tegalsari ... 127

Lampiran 2. Catatan lapangan ... 129

Lampiran 3. Pedoman wawancara ... 133

Lampiran 4. Hasil wawancara ... 134

Lampiran 5. Surat pernyataan informan ... 154

Lampiran 6. Data penduduk ... 176

Lampiran 7. Surat Keterangan Identitas Penari ... 182

Lampiran 8. Data monografi Desa Tegalsari ... 183

Lampiran 9. Glosarium ... 185

Lampiran 10. Kartu Bimbingan ... 187

Lampiran 11. Surat Keputusan Pembimbing Skripsi dan Dosen Penguji Skripsi ... 191

Lampiran 12. Surat Izin Penelitian dari Kampus kepada Kepala Desa Tegalsari ... 193

Lampiran 13. Surat Izin Penelitian dari Kepala Desa Tegalsari ... 194

Lampiran 14. Surat Izin Penelitian dari Kampus kepada Kepala BAKESBANGPOL ... 195

Lampiran 15. Surat Izin Penelitian dari BAKESBANGPOL ... 196

Lampiran 16. Surat Izin dari Kampus kepada Kepala BAPPEDA ... 197

Lampiran 17. Surat Izin Penelitian dari BAPPEDA ... 198

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesenian tradisional di daerah Pantura sangat beragam. Salah satunya adalah kesenian Sintren. Kesenian Sintren ada di sekitar daerah Karesidenan Pekalongan, yang meliputi Kabupaten Batang, Pemalang, Tegal, dan Brebes.

Kabupaten Batang terdapat kesenian Sintren, salah satunya di Desa Tegalsari.

Kesenian Sintren merupakan kesenian tradisional kerakyatan, karena memiliki nilai-nilai budaya yang luhur bagi masyarakat pendukungnya.

Sejarah mengenai lahirnya kesenian Sintren ada kaitannya dengan cerita rakyat (legenda) Joko Bahu atau yang sering disebut Bahurekso. Cerita Sintren mengisahkan percintaan antara Sulasih dan Sulandono. Hal ini dikaitkan dengan adanya kalimat yang berbunyi “Sulasih Sulandono” dalam lagu pembukaan yang sebenarnya adalah doa untuk memanggil roh bidadari.

Raden Sulandono adalah putra Bahurekso, hasil perkawinannya dengan Dewi Rantansari dari Desa Kalisalak, sedangkan Sulasih adalah tokoh perempuan dalam cerita cinta kasih itu juga berasal dari Desa Kalisalak. Kalisalak adalah salah satu nama desa di Kabupaten Batang.

Menurut Bericke dan Roorda (dalam Endraswara 2010:113) menyatakan bahwa Sintren merupakan bentuk permainan Jawa yang luar biasa, karena seorang pemain dapat menjadi terlena, tidak sadar, seperti orang ndadi.

Pertunjukan kesenian Sintren menggunakan alat musik seperti demung,

(15)

gambang, kendang, dan gong. Peralatan lain yang digunakan adalah kurungan ayam, payung, baju dan rok, kaos kaki, dan selendang.

Sintren adalah suatu pertunjukan tari tradisional di daerah Batang, Jawa Tengah. Penarinya seorang gadis dengan lenggak-lenggok gemulai yang akan banyak memikat kaum lelaki untuk menyaksikannya. Kesenian Sintren di Desa Tegalsari berbeda dengan kesenian Sintren yang ada di Desa Sambong Kebon, yaitu penari dan waktu pertunjukannya. Kesenian Sintren di Desa Tegalsari penarinya gadis yang benar-benar masih suci (perawan), dan waktu pertunjukannya pada malam hari. Berbeda dengan dengan kesenian Sintren yang ada di Desa Sambong Kebon, penarinya seorang wanita yang sudah mempunyai anak, dan waktu pertunjukannya pada siang hari.

Kesenian Sintren erat kaitannya dengan kepercayaan kepada roh yang dapat dimintai bantuan kekuatan pada si penari. Sebagian masyarakat ada yang tidak mempercayai adanya perilaku kesurupan yang terjadi pada penari Sintren. Masyarakat ada yang beranggapan bahwa perilaku kesurupan yang terjadi pada penari Sintren merupakan hasil rekayasa (atau telah diatur sebelumnya) dan hanya mengundang imajinasi dan menarik perhatian penonton saja. Dalam pandangan Islam terhadap kesurupan ini tidak diperbolehkan karena kesurupan termasuk perbuatan syirik. Seseorang yang kesurupan tingkah lakunya dikuasai makhluk halus dan kemungkinan besar bertindak aneh-aneh. Kesenian Sintren ini berfungsi sebagai hiburan dan pelestarian budaya karena pada saat pertunjukan berlangsung masyarakat sekitar datang untuk melihat pertunjukan kesenian Sintren. Adapun fungsi

(16)

3

lainnya, yaitu untuk memeriahkan hari hari besar seperti hari ulang tahun kemerdekaan dan hari jadi.

Kondisi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa saat ini telah mengalami perubahan dan perkembangan karena pengaruh kemajuan pengetahuan. Pendidikan dan teknologi yang semakin modern, akibatnya banyak kesenian dan budaya yang sudah ada dalam masyarakat Jawa telah ditinggalkan dan masyarakat lebih bangga dengan budaya negara lain. Ada sebagian masyarakat yang tetap menjaga dan melestarikan kesenian yang dimiliki oleh masyarakat Jawa. Salah satunya adalah keberadaan kesenian Sintren Kumar Budoyo yang ada di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang di tengah-tengah masyarakat modern.

Sebagian masyarakat, khususnya pendukung kesenian Sintren Kumar Budoyo ini penting untuk dilestarikan. Berdasarkan keterangan dari latar belakang, penulis tertarik untuk meneliti “Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang Terhadap Kesenian Sintren Kumar Budoyo”. Dalam hal ini, peneliti akan meneliti tentang bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat terhadap Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Bentuk penyajian kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Terdapat beberapa tahap dalam

(17)

pertunjukan kesenian Sintren Kumar Budoyo yang bisa diamati ketika pertunjukan tersebut berlangsung.

2. Fungsi kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Terdapat fungsi dari kesenian Sintren Kumar Budoyo, fungsi-fungsi kesenian Sintren tersebut dapat diamati mulai dari persiapan sampai pertunjukan itu selesai.

3. Pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang Terhadap Kesenian Sintren Kumar Budoyo. Banyaknya perbedaan pendapat mengenai kesenian Sintren, cukup disayangkan banyak masyarakat yang tidak mengetahui fenomena kesurupan dalam kesenian Sintren tersebut diperbolehkan dalam Islam atau tidak.

4. Keberadaan kesenian Sintren Kumar Budoyo di masyarakat Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Keberadaan kesenian Sintren semakin menurun, namun tidak mengurangi semangat masyarakat Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang untuk melestarikan kesenian Sintren Kumar Budoyo.

C. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas peneliti membuat batasan masalah, adapun batasan masalah tersebut sebagai berikut:

1. Bentuk penyajian kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang

2. Fungsi dari kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang

(18)

5

3. Pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka muncul berbagai masalah. Masalah-masalah yang muncul adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk penyajian kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang?

2. Apa fungsi kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang?

3. Bagaimana pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo ?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakannya penelitian tentang kesenian Sintren di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang yang bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan bentuk penyajian kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang

2. Untuk mendeskripsikan fungsi kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang

3. Untuk mendeskripsikan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo

(19)

F. Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian dengan judul “ Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang Terhadap Kesenian Sintren Kumar Budoyo”, penulis dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian antara lain:

1. Segi Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan nilai-nilai kajian budaya Jawa, menambah pengetahuan dan memperkaya wawasan tentang kesenian Sintren, serta menambah khasanah penelitian budaya, khususnya Sintren.

2. Segi praktis

Dari segi praktis, penelitian ini dapat digunakan untuk:

a. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan tentang kesenian Sintren.

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, sehingga dapat mengenal dan mampu mengembangkan kesenian Sintren agar tidak punah.

b. Bagi kelompok kesenian Sintren, hasil penelitian ini diharapkan dapat memacu dan memotivasi kelompok kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang agar tetap eksis.

c. Bagi pembaca, dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam memahami kebudayaan, khususnya kebudayaan Jawa.

(20)

7

d. Bagi peneliti lain, dapat sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang masih berkaitan dengan objek penelitian ini.

e. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat umum, khususnya bagi generasi muda sebagai pewaris kebudayaan bangsa, sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menjaga dan melestarikan kesenian Sintren.

f. Bagi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi demi perkembangan dan kelestarian kesenian Sintren.

(21)

8 A. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada tiga penelitian yang relevan dengan judul penelitian:

1. Bagus Indrawan (2013) mahasiswa pendidikan Sendratasik (seni musik) Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Bentuk Dan Fungsi Pertunjukan Musik Pengiring Sintren Lais Di Desa Balapulang Kulon Kabupaten Tegal”.

Bagus Indrawan (2013) pada penelitiannya mengkaji (1) bagaimana bentuk pertunjukan musik pengiring seni Sintren Lais di Desa Balapulang Kulon kabupaten Tegal, (2) bagaimana fungsi musik pengiring seni Sintren Lais di Desa Balapulang Kulon Kabupaten Tegal.

Bagus Indraswan (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penelitian tersebut merupakan penelitian kebudayaan yang di dalamnya membahas tentang bentuk dan fungsi pertunjukan musik pengiring seni Sintren Lais di Desa Balapulang Kulon Kabupaten Tegal.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Bagus Indrawan (2013) dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang kesenian Sintren. Perbedaan penelitian ini adalah jika Bagus Indrawan (2013) meneliti tentang bentuk dan fungsi pertunjukan musik pengiring seni Sintren Lais di Desa Balapulang Kulon Kabupaten Tegal, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu tentang Pandangan

(22)

9

Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang.

Pada penelitian yang akan peneliti lakukan, peneliti akan meneliti tentang bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

2. Abdul Ngalim (2010), mahasiswa Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa, Universitas Muhammadiyah Purworejo yang berjudul

“Perilaku Kesurupan Dalam Seni Kuda Lumping Rama Nitis Dan Turonggo Wulung Menurut Pandangan Agama Islam di Kabupaten Purworejo”.

Abdul Ngalim (2010) pada penelitiannya mengkaji tentang (1) bagaimanakah bentuk tarian Kuda Lumping di Kabupaten Purworejo, (2) bagaimanakah perkembangan kesenian Kuda Lumping di Kabupaten Purworejo, (3) apakah arti perilaku kesurupan dalam kesenian Kuda Lumping, (4) apakah perilaku kesurupan dalam kesenian Kuda Lumping benar-benar terjadi pada pemain Kuda Lumping atau hanya rekayasa yang digunakan untuk mengundang imajinasi dan menarik perhatian penonton, (5) bagaimanakah perilaku kesurupan tersebut menurut pandangan Islam.

Abdul Ngalim (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penelitian tersebut merupakan penelitian kebudayaan yang di dalamnya membahas kebenaran kesurupan pada Kesenian Kuda Lumping dan pandangannya menurut agama Islam di Kabupaten Purworejo.

(23)

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Abdul Ngalim (2010) dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang kesenian tradisional. Perbedaan dari kedua penelitian tersebut, yaitu terdapat pada objek penelitian dan tempat penelitiannya. Penelitian yang dilakukan Abdul Ngalim (2010) meneliti tentang kesenian Kuda Lumping Rama Nitis dan Turonggo Wulung yang berada di Kabupaten Purworejo, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu meneliti kesenian Sintren yang berada di Kabupaten Batang.

Pada penelitian yang akan peneliti lakukan, peneliti akan meneliti tentang bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

3. Susiyamsih (2012), mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Jawa, Universitas Muhammadiyah Purworejo yang berjudul “ Mitos Suci Dalam Kesenian Sintren : Studi Kasus Pada Kelompok Kesenian Sintren Jaya Mulya di Desa Sambong Kebon Kecamatan Batang Kabupaten Batang”.

Susiyamsih (2012) pada penelitiannya mengkaji tentang (1) bagaimana perubahan mitos “Suci” dalam kesenian Sintren Jaya Mulya di Desa Sambong Kebon Kecamatan Batang Kabupaten Batang, (2) apakah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan mitos “Suci” dalam Sintren Jaya Mulya di Desa Sambong Kebon Kecamatan Batang Kabupaten Batang.

(24)

11

Susiyamsih (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penelitian ini merupakan wujud dari penyajian kesenian tradisional kerakyatan Sintren yang di dalamnya membahas tentang mitos “Suci”

dalam kesenian Sintren. Penari Sintren bisa dibawakan oleh seorang perempuan yang tidak gadis lagi (tidak perawan) bahkan sudah mempunyai anak.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Susiyamsih (2012) dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang kesenian Sintren yang berada di Kabupaten Batang. Perbedaan penelitian ini adalah jika penelitian yang dilakukan Susiyamsih (2012) meneliti tentang mitos

“Suci” dalam Sintren, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu tentang pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

Pada penelitian yang akan peneliti lakukan, peneliti akan meneliti tentang bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

B. Kajian Teori 1. Kebudayaan

a. Pengertian Kebudayaan

Soetarno (2004:331) berpendapat bahwa konsep kebudayaan adalah sistem ide yang dimiliki bersama oleh pendukungnya.

Kebudayaan Jawa adalah sistem ide yang didukung oleh masyarakat

(25)

Jawa meliputi: kepercayaan, pengetahuan, keseluruhan nilai mengenai apa yang dianggap baik untuk dilakukan, diusahakan dan ditaatinya, serta norma berbagai jenis hubungan antar individu dalam masyarakat.

Koentjaraningrat (dalam Poerwanto, 2000:52) mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Kebudayaan menurut Taylor (dalam Prasetya, 1991:29) yang menulis dalam bukunya yang terkenal “Primitive Culture” menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kroeber dan Kluckhon (dalam Munandar Soelaeman, 1988:11) yang berpendapat bahwa kebudayaan terdiri atas berbagai pola bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan, dan reaksi yang diperoleh.

Peursen (1988: 11) mengatakan kebudayaan juga termasuk tradisi, dan tradisi diterjemahkan dengan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah, dan harta-harta. Selanjutnya kata

“Kebudayaan” (KBBI, 2008:215) artinya hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.

(26)

13

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah hasil budidaya atau buah pikir manusia yang dituangkan dalam sebuah bentuk kegiatan atau aktivitas yang berguna sebagai pedoman hidup manusia agar menjadi manusia yang lebih berarti. Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang merupakan aset budaya dengan karakteristik yang khas yang harus dilestarikan.

b. Wujud Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (dalam Prasetya, 1991:32-33) menguraikan tentang wujud kebudayaan mencakup tiga hal yaitu:

1) Wujud kebudayaan sebagai yang kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Wujud ini berada pada alam pikiran manusia dan banyak tersimpan dalam arsip komputer, pita komputer, dan sebagainya.

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud ini berupa sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi satu dengan yang lainya dari waktu ke waktu. Sistem sosial ini bersifat konkrit sehingga bisa diobservasi, difoto, dan didokumentir.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia yaitu berupa kebudayaan fisik yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkrit berupa benda-benda yang bisa diraba, difoto, dan dilihat.

Dari ketiga wujud kebudayaan itu jelas bahwa wujud pertama dan kedua merupakan buah akal dan budi manusia, sedangkan wujud yang ketiga adalah buah dan karya manusia. Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang adalah hasil karya manusia yang memiliki nilai-nilai budaya yang luhur bagi masyarakat pendukungnya.

(27)

c. Isi Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (1981 :6-8) Dalam kebudayaan manusia itu ada unsur-unsur kebudayaan antara lain yaitu sistem peralatan dan perlengkapan hidup (alat-alat produktif dan distribusi, wadah dan tempat untuk menaruh, makan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung, dan senjata), sistem mata pencaharian hidup (berburu dan meramu, perikanan, bercocok tanam, peternakan, dan perdagangan), sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, kesatuan hidup setempat, perkumpulan-perkumpulan, dan kenegaraan), bahasa (bahasa lisan dan bahasa tertulis), kesenian (seni patung, relief, lukis, rias, vokal, instrumental, kesusasteraan, dan drama), sistem pengetahuan (tentang sekitar alam, flora, fauna, zat, bahan-bahan mentah, tubuh manusia, kelakuan sesama manusia, ruang, waktu, dan bilangan), dan sistem religi (sistem kepercayaan, kesusasteraan suci, upacara keagamaan, komuniti keagamaan, ilmu gaib, sistem nilai dan pandangan hidup). Sedyawati (2010:325) mengatakan bahwa komponen suatu kebudayaan adalah apa yang disebut juga sebagai unsur kebudayaan seperti: sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, sistem perekonomian, kesenian, sistem komunikasi, sistem organisasi sosial, dan seterusnya.

Berdasarkan uraian di atas, salah satu isi kebudayaan dalam masyarakat adalah kesenian. Sintren adalah suatu jenis kesenian yang unsur utamanya sesungguhnya berupa seni pertunjukan yang berwujud

(28)

15

tari tradisional yang masih tetap dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Kabupaten Batang, khususnya masyarakat Desa Tegalsari.

2. Kesenian Tradisional

a. Pengertian Kesenian Tradisional

Menurut Sedyawati (1983: vii) dimanapun, kesenian merupakan salah satu perwujudan kebudayaan. Kesenian juga selalu mempunyai peranan tertentu di dalam masyarakat yang menjadi ajangnya.

Demikian pula Indonesia, kesenian dapat ditinjau dalam konteks kebudayaan maupun kemasyarakatannya. Kata “Seni” (KBBI, 2008:1273) artinya karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa seperti tari, lukisan, ukiran dan lain sebagainya.

Sedyawati (2010:309) mengelompokkan seni diantarannya, seni rupa (gambar, patung, tekstil, keramik), seni pertunjukan (musik, tari, teater dalam segala bentuknya), seni sastra (prosa dan puisi; lisan dan tertulis), dan seni media rekam. kesenian Sintren ini termasuk seni pertunjukan yang berwujud tari. Pertunjukan Sintren tidak jauh berbeda dengan pertunjukan jathilan, reog, dan sejenisnya.

Kasim Achmad (dalam Sutarjo, 2010: 65) yang memaparkan bahwa kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Pengolahannya didasarkan atas cita-cita masyarakat pendukungnya. Hasil kesenian tradisional biasanya diterima sebagai

(29)

tradisi, pewaris yang dilimpahkan dari angkatan tua kepada angkatan muda.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seni adalah ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan ke dalam kreasi. Kreasi itu dalam bentuk gerak, rupa, nada, syair, yang mengandung unsur-unsur keindahan dan dapat mempengaruhi perasaan orang lain. Seni merupakan bagian dari seluruh kebutuhan hidup manusia. Kesenian tradisional merupakan salah satu bentuk seni yang bersumber dan berakar, serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Seperti halnya kesenian Sintren Kumar Budoyo yang ada di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, kesenian tersebut masih tetap aktif dipertunjukan hingga sekarang dan dijadikan sebagai hiburan kerakyatan baik dalam acara bersih desa maupun dalam acara formal seperti peringatan HUT Kabupaten Batang. Kesenian Sintren Kumar Budoyo ini diyakini oleh sebagian masyarakat Desa Tegalsari, bahwa kesenian Sintren Kumar Budoyo ini merupakan peninggalan leluhur dari nenek moyang yang harus dilestarikan.

b. Fungsi Kesenian Tradisional

Sutarjo (2010: 65) mengatakan fungsi kesenian tradisional ditinjau dari etnik-etnik tertentu adalah sebagai berikut:

1) Sebagai pemanggil kekuatan supranatural (ghaib) 2) Memanggil roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat

(30)

17

3) Pemujaan pada nenek moyang dengan menirukan kegagahan atau kesigapan;

4) Pelengkapan upacara sehubungan dengan saat-saat tertentu dalam perputaran waktu;

5) Manifestasi daripada dorongan untuk mengungkapkan keindahan Berdasarkan uraian di atas, fungsi kesenian tradisional yaitu sebagai pemanggil kekuatan supranatural (ghaib), pemujaan pada nenek moyang, pelengkapan upacara-upacara dan manifestasi daripada dorongan untuk mengungkapkan keindahan. Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang mempunyai fungsi sebagai manifestasi dorongan untuk mengungkapkan keindahan.

c. Fungsi Seni Pertunjukan Dalam Masyarakat

Endraswara (2010: 113) menyatakan bahwa unsur utama dalam kesenian Sintren sesungguhnya berupa seni pertunjukan. Aktivitas Sintren tidak jauh berbeda dengan pertunjukan reog, jathilan, incling dan sejenisnya. Fungsi seni pertunjukan menurut Sedyawati (2010:293) dapat dikenali baik lewat data masa lalu maupun data etnografik masa kini, meliputi fungsi religius, peneguhan integrasi sosial, edukatif dan hiburan. Soedarsono (2010:123) mengemukakan bahwa secara garis besar seni pertunjukan memiliki tiga fungsi primer, yaitu:

1) Sebagai Sarana Ritual

Fungsi ritual seni pertunjukan di Indonesia dalam tata kehidupan- nya masih mengacu pada nilai-nilai budaya yang agraris memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(31)

a) Diperlukan tempat pertunjukan yang terpilih, yang biasanya dianggap sakral;

b) Diperlukan pemilihan hari serta saat yang terpilih yang biasanya juga dianggap sakral;

c) Diperlukan pemain yang terpilih, biasanya mereka dianggap suci, atau yang telah membersihkan diri secara spiritual;

d) Diperlukan seperangkat sesaji, yang kadang-kadang sangat banyak jenis dan macamnya;

e) Tujuan lebih dipentingkan daripada penampilannya secara estetis; dan

f) Diperlukan busana yang khas.

2) Sebagai ungkapan atau hiburan pribadi

3) Sebagai presentasi estetis dengan penyandang dana produksinya adalah para pembeli karcis dalam pertunjukan tesebut.

Dari uraian di atas, seni pertunjukan memiliki tiga fungsi primer yaitu sebagai sarana ritual, ungkapan atau hiburan pribadi, dan presentasi estetis dengan penyandang dana produksinya adalah para pembeli karcis dalam pertunjukan tersebut. Dari ketiga fungsi tersebut, kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang ini lebih mengarah pada hiburan.

3. Pengertian Sintren

Kesenian Sintren merupakan salah satu dari hasil kebudayaan yang beraneka ragam corak dan bentuknya. Pada perwujudannya, kesenian Sintren didominasi oleh suatu tarian yang tersusun dalam pertunjukan Sintren. Menurut Bericke dan Roorda (dalam Endraswara 2010:113) menyatakan bahwa Sintren merupakan bentuk permainan Jawa yang luar biasa, karena seorang pemain dapat menjadi terlena, tidak sadar, dan diutamakan perempuan. Selanjutnya kata “ Sintren” (KBBI, 2008:1315) artinya kesenian rakyat, khususnya dipantai utara Jawa Tengah, peranan

(32)

19

utama dipegang gadis belasan tahun, dibantu oleh gadis lain sebagai pengiring nyanyian, ditingkahi angklung, gong, dan sebagainya.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kesenian Sintren terdiri dari laki-laki dan wanita, bila dilihat dari kenyataannya Sintren adalah suatu jenis kesenian yang dilakukan atau ditarikan wanita. Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang adalah suatu pertunjukan tari tradisional yang penarinya adalah seorang gadis belasan tahun dengan lenggak lenggok gemulai dan dibantu oleh gadis lain sebagai pengiring nyanyian.

4. Pengertian Kesurupan

Kata “ Kesurupan” (KBBI, 2008:1362) artinya kemasukan (setan, roh) sehingga bertindak yang aneh-aneh. Konsep kesurupan adalah fenomena makhlus halus yang menguasai pikiran, perasaan pada diri seseorang dengan menyatu pada kesadarannya. Hasilnya adalah makhluk halus bisa menguasai tindakan seseorang. Orang mengalami kesurupan ketika badannya dimasuki makhluk halus yang menguasai jiwanya.

Tingkah laku seseorang yang kesurupan akan dikuasai oleh makhluk halus. Kesurupan yang terjadi pada penari dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang ada masyarakat yang beranggapan itu merupakan hasil rekayasa (atau telah diatur sebelumnya) dan hanya mengundang imajinasi dan menarik perhatian penonton saja.

(33)

5. Pengertian Jin

Kata “ Jin” (KBBI, 2008: 585) artinya makhluk halus yang diciptakan dari api. Kehidupan Jin berbeda dengan kehidupan manusia. Ada titik persamaan antara Jin dan manusia, yaitu sama-sama berakal, dan sama-sama memiliki kemampuan untuk memilih jalan yang baik dan yang buruk. Jin tidak terlihat oleh mata.

















Artinya :

“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya dapat melihat kalian padahal kalian tidak melihat mereka” (Q.S. Al-A’raf [7]:27)

Ayat Al-Qur’an diatas menjelaskan bahwa kehidupan Jin berbeda dengan kehidupan manusia, Jin tidak terlihat oleh mata (gaib) sedangkan manusia itu terlihat oleh mata. Dalam pertunjukan kesenian Sintren Kumar Budoyo terjadi kesurupan. Kesurupan pada penari Sintren terjadi karena penari Sintren dirasuki makhluk halus yang tidak terlihat oleh mata (Jin).

a. Dalil-dalil yang berkenaan tentang Jin, yaitu





























Artinya :

“Hai golongan Jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul- rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu

(34)

21

ayat-ayatku dan memberi peringatan, kepadamu terhadap pertemuan hari ini?” (Q.S. Al- An’am [6] :130)





























Artinya :

“Katakanlah (hai) Muhammad: telah diwahyukan kepadaku bawasannya sekumpulan Jin telah mendengarkan (Al- Qur’an), lalu mereka berkata, sesungguhnya kami telah memperdengarkan Al- Qur’an yang menakjubkan (Q.S Al-Jin [72]: 1)”.

b. Jin diciptakan dari api





































Artinya :

“Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) diwaktu ia menyuruhmu?” menjawab Iblis “ saya lebih baik daripadanya: engkau ciptakan saya dari api sedang dia engkau ciptakan dari tanah” (Q.S Al-A’raf:12).



































(35)

Artinya :

“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.

Dan kami telah menciptakan Jin sebelum Adam dari api yang sangat panas” (Q.S Al-Hijr [15]: 26-27)

Beberapa ayat Al-Qur’an diatas menjelaskan bahwa Jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah, Jin tidak terlihat oleh mata dan manusia terlihat oleh mata. Jin dan manusia memiliki perbedaan diantaranya Jin diciptakan Allah dari api sedangkan manusia diciptakan dari tanah, manusia berumur pendek sedangkan Jin berumur panjang, manusia terlihat oleh mata sedangkan Jin sebaliknya.

Jin bisa melihat manusia tetapi manusia tidak bisa melihat Jin.

Persamaan manusia dan Jin sama-sama memiliki kemampuan untuk berfikir (memilih jalan yang benar atau yang salah). Dalam pertunjukan kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terjadi kesurupan pada penari. Penari Sintren dirasuki Jin sehingga pada saat pertunjukan Sintren berlangsung menari dalam keadaan tidak sadar.

6. Pandangan Masyarakat

Menurut Branca, 1965; Woordworth dan Marquis, 1957 (dalam Walgito, 2001: 53) mengemukakan bahwa sejak individu dilahirkan, secara langsung berhubungan dengan dunia luarnya. Individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan alat inderanya. Bagaimana individu dapat

(36)

23

mengenali dirinya sendiri maupun keadaan sekitarnya, individu akan mengalami persepsi (perception). Melalui stimulus yang diterimannya, individu akan mengalami persepsi. Proses pengindraan tidak dapat lepas dari proses persepsi, dan proses pengindraan merupakan proses pendahulu dari persepsi.

Proses pengindraan akan selalu terjadi setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat inderanya, melalui reseptornya. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya.

Kata “Persepsi” (KBBI, 2008:1061) artinya tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Persepsi menurut Walgito (2001: 53) merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat syaraf yaitu otak, dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya, individu mengalami persepsi.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pengindraan. Dimana seseorang melihat atau memahami sesuatu yang sedang dilihat oleh manusia. Dengan adanya proses penglihatan itu maka manusia bisa memberikan pendapat tau tanggapan dengan apa yang manusia lihat.

Ada juga pendapat lain menurut Davidoff (1981) (dalam Walgito 2001:53) mengemukakan bahwa persepsi adalah stimulus yang diindra oleh individu yang diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga

(37)

individu menyadari dan mengerti apa yang diindra itu. Dari uraian tersebut, bahwa kata persepsi mempunyai makna intisari yang sama yaitu tanggapan.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi yaitu adanya makna tanggapan, dan sebagai tanggapan daya untuk memahami suatu hal. Tanggapan ini muncul sebagai akibat adanya rangsangan yang datang dari luar. Dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang tentunya muncul berbagai tanggapan dari berbagai anggota masyarakat setempat yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat terjadi karena pengalaman setiap indivdu berbeda, dan kemampuan berpikirpun berbeda, maka dengan adanya kemungkinan tersebut menimbulkan tanggapan antara individu yang lain berbeda.

(38)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian dengan judul Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang Terhadap Kesenian Sintren menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Bodgan dan Taylor (dalam Endraswara, 2006:85) menyatakan bahwa kajian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Menurut Margono (2009: 35) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif seseorang peneliti belum memiliki pengetahuan tentang apa yang akan diteliti sehingga nantinya penelitian yang akan dilakukan peneliti terbuka dengan perubahan dan menyesuaikan dengan kondisi yang terdapat di lapangan.

Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang bersifat lentur yang menghasilkan data berupa kata-kata dari narasumber dan bukan angka-angka.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif untuk mendapatkan deskriptif bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo. Penelitian ini disebut penelitian deskriptif kualitatif karena data-data yang diperoleh berupa kata- kata hasil wawancara dengan narasumber, foto dan video mengenai Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang Terhadap Kesenian Sintren Kumar Budoyo.

(39)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam mengambil data peneliti memilih tempat penelitian di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Peneliti memilih tempat tersebut karena di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang merupakan salah satu tempat yang masih aktif mempertunjukkan kesenian Sintren Kumar Budoyo dan sampai sekarang ini masih dijadikan sebagai hiburan kerakyatan baik dalam acara bersih desa maupun dalam acara formal seperti acara peringatan HUT Kabupaten Batang. Pelaksanaan penelitian skripsi akan diuraikan waktu penelitian yang dibuat dalam bentuk tabel penelitian:

Tabel Waktu Penelitian

No Jenis kegiatan Bulan dalam Tahun 2014

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu 1 Penyusunan proposal

2 Pengumpulan data 3 Analisis data

4 Penyusunan laporan

C. Sumber Data dan Data Penelitian 1. Sumber Data

Sumber data adalah subjek darimana data dapat diperoleh (Arikunto, 2010: 172). Sumber data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data primer dan data sekunder:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data pengumpul data (Sugiyono, 2010: 193). Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu informan. Informan

(40)

27

kunci yang dipilih oleh peneliti adalah ketua sekaligus Pawang kesenian Sintren yaitu Bapak Suradi. Informan tambahan adalah orang-orang yang mengetahui tentang kesenian Sintren Kumar Budoyo seperti tokoh masyarakat dan masyarakat Desa Tegalsari yang masih melestarikan kesenian Sintren Kumar Budoyo.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2010: 193). Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dokumentasi (foto, video) kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang.

2. Data Penelitian

Data adalah bentuk jamak dari datum. Data adalah unit tertentu yang diperoleh melalui hasil pengamatan, sedangkan datum adalah bagian- bagian dari unit pengamatan tersebut. Menurut Kerlinger (dalam Ratna, 2010:141) data adalah hasil dari pengamatan penelitian, baik yang diperoleh melalui pengamatan, wawancara, dan proses lain. Dengan data yang diperoleh melalui pengamatan ataupun wawancara maka dapat ditarik suatu inferensi atau kesimpulan.

Data dalam penelitian ini adalah:

a. Data Primer

Wujud data dalam penelitian ini berupa informasi hasil wawancara dengan narasumber tentang bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan

(41)

masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo. Data tersebut berupa kata-kata hasil wawancara dengan pemain Sintren dan orang-orang yang mengetahui tentang kesenian Sintren Kumar Budoyo seperti masyarakat Desa Tegalsari yang masih melestarikan kesenian Sintren.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku, majalah, media massa yang berkaitan dengan kesenian Sintren, data tambahan lainya yaitu foto dan video saat pementasan kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2012:308) . pengumpulan data dalm penelitian bertujuan untuk memperoleh data yang relevan, akurat dan variabel. Teknik pengumpulan data adalah mengamati variabel yang akan diteliti dengan metode obervasi, wawancara (interview), dan dokumentasi.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, telah diupayakan menerapkan beberapa teknik yang mengacu pada sistem metodologi penelitian kualitatif.

Dalam pengumpulan data untuk penelitian adalah:

1. Data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka melainkan dalam bentuk kata-kata atau gambar.

2. Kegiatan pengumpulan data selalu dilakukan sendiri oleh peneliti.

(42)

29

Dalam penelitian ini, adapun pelaksanaan pengumpulan data, telah diupayakan menerapkan beberapa teknik diantaranya wawancara sebagai metode pokok, sedangkan teknik observasi dan dokumentasi sebagai metode penunjang.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teknik Observasi

Observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif (Saebani, 2008:186), sedangkan menurut Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2012:203) observasi merupakan proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa observasi adalah suatu kegiatan untuk mengadakan pengamatan dan pencatatan hal-hal yang diselidiki baik secara langsung maupun tidak langsung. Metode observasi penting sekali dalam pengumpulan data untuk penelitian sosial ini dengan cara observasi, peneliti dapat lebih memahami dan menyelami pola pikir dan pola kehidupan masyarakat yang diteliti.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi non partisipatif (non participation observation) yaitu peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan, peneliti hanya berperan mengamati kegiatan (Sugiyono, 2012:204). Hal-hal yang diamati dalam penelitian ini adalah Pandangan

(43)

Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo antara lain meliputi lokasi, kondisi geografis Desa Tegalsari, dan kesenian yang ada di Desa Tegalsari.

2. Teknik Wawancara

Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif ini adalah berupa manusia yang dalam posisinya sebagai narasumber atau informan. Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini dilakukan teknik wawancara. Wawancara adalah sebuah dialog atau pembicaraan yang dilakukan oleh pewawancara yang digunakan untuk menilai seseorang (Arikunto, 2006: 127).

Pengertian di atas dipertegas oleh Saebani (2008:190) yang mengemukakan wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu data tertentu. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah cara pengumpulan data melalui kontak atau hubungan pribadi dan merupakan teknik yang paling sosiologi dari semua teknik yang digunakan dalam penelitian ini.

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting.

Dalam penelitian ini menggunakan bentuk semi terstruktur.

Wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview. Dalam pelaksanaannya, wawancara jenis ini adalah menemukan permasalahan

(44)

31

secara terbuka. Pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide- idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti harus mendengarkan secara teliti dan mencatat semua yang dikemukakan oleh responden (Saebani, 2008:192).

Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan narasumber, ketua kelompok sekaligus Pawang kesenian Sintren, tokoh masyarakat dan warga masyarakat yang dipandang mengerti mengenai kesenian Sintren. Pokok pertanyaan yang diajukan adalah tentang bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

3. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang- barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian (Arikunto, 2010:201).

Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dari dokumen yang sudah ada, sehingga pengumpulan data-data yang digunakan lebih lengkap dan dapat menunjang informasi atau sumber- sumber yang dibutuhkan. Dalam pengumpulan data perlu didukung dengan pendokumentasian baik foto, video ataupun VCD. Dokumentasi ini sangat penting, karena dokumentasi akan berguna mengecek data yang telah terkumpul. Bentuk dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini

(45)

meliputi: catatan, referensi dari buku dan internet tentang kesenian Sintren.

Hasil dokumentasi dijadikan bukti otentik agar hasil penelitiannya terjaga validitasnya. Teknik dokumentasi data yang didapat dalam penelitian berupa foto-foto kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih mudah diolah (Arikunto, 2010:203). Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang bertindak sebagai participant observer. Peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya (dalam Moleong, 2011:168).

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan penelitian, dalam hal ini penulis berperan aktif dalam teknik pengumpulan data sekaligus sebagai instrumen penelitian. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai perencana sekaligus sebagai pelaksana dari rancangan penelitian yang sudah disusun. Di dalam pengambilan data diharapkan sesuai dengan perantara yang telah dibuat agar mendapatkan hasil yang ditetapkan.

Instrumen yang lainnya yang membantu berupa alat tulis untuk mencatat hal-hal penting yang ditemukan dalam proses pengumpulan data, wawancara, serta HP yang digunakan untuk merekam dan mengambil gambar pada proses penelitian.

(46)

33

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Menurut Saebani (2008:189) triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada, sedangkan Moleong (2011: 330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Denzin (dalam Moleong: 2011: 330), membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sumber, metode, penyidik, dan teori. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi metode.

Menurut Patton (dalam Moleong, 2011:331), triangulasi metode dapat menggunakan dua strategi yaitu:

1. Pengecekan drajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data

2. Pengecekan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Melalui triangulasi metode, peneliti melakukan pengamatan dan wawancara. Untuk memperoleh data-data, diadakan pengamatan dan wawancara dengan para informan sesuai dengan rumusan masalah penelitian.

Data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dicocokkan dengan dokumen-dokumen yang diperoleh.

Triangulasi dalam penelitian ini adalah triangulasi metode, yaitu penggunaan berbagai metode yang meliputi metode wawancara dan metode observasi untuk meneliti bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat

(47)

Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren. Untuk menguji kebenaran atau keabsahan data yang peneliti peroleh dari narasumber, peneliti melakukan wawancara langsung dengan narasumber, ketua kelompok sekaligus Pawang kesenian Sintren Kumar Budoyo, tokoh masyarakat dan warga masyarakat Desa Tegalsari.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi.

(Sugiyono, 2012: 335). Milles dan Hubberman mengemukakan bahwa dalam proses analisis data terdapat tiga komponen utama yang harus dipahami dan diperhatikan yaitu reduksi data, penyajian dta, dan kesimpulan atau verifikasi, pemeriksaan keabsahan data (dalam Rohendi, 16:1992). Pekerjaan analisis data dalam hal ini adalah meringkas data, menyederhanakan serta menyimpulkan data dengan alur penelitian yang digunakan sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Milles dan Hubberman menyatakan bahwa reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan- catatan lapangan (dalam Rohendi, 16:1992). Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, dan mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Dalam penelitian yang peneliti lakukan, data penelitianya

(48)

35

berupa kata-kata hasil wawancara peneliti dengan informan. Informan dalam penelitian ini diantaranya, ketua kelompok sekaligus Pawang kesenian Sintren, tokoh masyarakat dan warga masyarakat. Data lain yang peneliti gunakan diantaranya adalah foto-foto saat proses kesenian Sintren berlangsung, dan data yang berupa deskripsi yang menjelaskan bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan analisis merancang deretan dari kolom- kolom sebuah matriks untuk data kualitatif dan mementukan jenis, bentuk data yang dimasukkan kedalam kotak-kotak matriks (Milles dan Hubberman dalam Rohendi, 17:1992). Penyajian data sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bentuk teks naratif yang merupakan bentuk penyederhanaan dari informasi yang banyak jumlahnya kedalam kesatuan bentuk yang disederhanakan.

Dalam penelitian ini setelah data direduksi, kemudian disajikan dalam bentuk sekumpulan informasi yang tersusun dengan baik melalui rangkuman-rangkuman berdasarkan data yang telah direduksi yang memuat seluruh jawaban yang dijadikan permasalahan dalam penelitian.

Penyajian data yang digunakan oleh peneliti yaitu dengan menggunakan kata-kata. Kata-kata hasil wawancara dari ketua kelompok sekaligus Pawang kesenian Sintren Kumar Budoyo, tokoh masyarakat dan

(49)

warga masyarakat untuk mengetahui bentuk penyajian, pandangan masyarakat Islam, dan fungsi kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang ditulis ke dalam bahasa yang ilmiah dan baku kemudian dijelaskan satu persatu. Data-data lainya yang berupa foto- foto saat proses kesenian Sintren Kumar Budoyo berlangsung.

3. Simpulan atau Verifikasi

Simpulan merupakan tinjauan terhadap catatan yang telah dilakukan dilapangan. Simpulan adalah tinjauan ulang pada catatan dilapangan, yang dapat ditinjau sebagai makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, sebagai kekokohannya, dan kecocokannya yaitu yang merupakan validitasnya (Milles dan Hubberman dalam Rohendi, 1992:19-20). Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan setelah semua proses pengumpulan data dan penyusunan data selesai, peneliti akan menyimpulkan bagaimana bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

Bagan Siklus Analisis Data Kualitatif

Gambar Ib Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif (Milles dan Hubberman, 1992: 20)

Pengumpulan Data

Kesimpulan/verifikasi Reduksi

Penyajian Data

(50)

37

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Data

Kesenian tradisional di daerah Pantura sangat beragam, salah satunya adalah kesenian Sintren. Menurut Bericke dan Roorda (dalam Endraswara 2010:113) menyatakan bahwa Sintren merupakan bentuk permainan Jawa yang luar biasa, karena seorang pemain dapat menjadi terlena, tidak sadar, seperti orang ndadi. Kesenian Sintren ada di daerah Karesidenan Pekalongan, yang meliputi Kabupaten Batang, Pemalang, Tegal, dan Brebes. Kesenian Sintren erat kaitannya dengan kepercayaan kepada roh yang dapat dimintai bantuan kekuatan pada si penari. Sebagian masyarakat ada yang tidak mempercayai adanya perilaku kesurupan yang terjadi pada penari Sintren. Masyarakat ada yang beranggapan bahwa perilaku kesurupan yang terjadi pada penari Sintren merupakan hasil rekayasa (atau telah diatur sebelumnya) dan hanya mengundang imajinasi dan menarik perhatian penonton saja.

Sejarah mengenai lahirnya kesenian Sintren ada kaitannya dengan cerita rakyat (legenda) Joko Bahu atau yang sering disebut Bahurekso. Cerita Sintren mengisahkan percintaan antara Sulasih dan Sulandono. Hal ini dikaitkan dengan adanya kalimat yang berbunyi “Sulasih Sulandono” dalam lagu pembukaan yang sebenarnya adalah doa untuk memanggil roh bidadari.

Raden Sulandono adalah putra Bahurekso, hasil perkawinannya dengan Dewi Rantansari dari Desa Kalisalak, sedangkan Sulasih adalah tokoh perempuan

(51)

dalam cerita cinta kasih itu juga berasal dari Desa Kalisalak. Kalisalak adalah salah satu nama desa di Kabupaten Batang. Sampai sekarang masyarakat Batang masih tetap melestarikan kesenian Sintren, termasuk masyarakat Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Kesenian Sintren berfungsi sebagai hiburan dan pelestarian budaya karena pada saat pertunjukan berlangsung masyarakat sekitar datang untuk melihat pertunjukan kesenian Sintren.

Pada bagian ini peneliti menyajikan tiga data yaitu (1) Bentuk penyajian kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, (2) Fungsi kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren, dan (3) Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

1. Bentuk Penyajian Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang

Mengenai bentuk penyajian kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, berikut adalah data yang diperoleh peneliti dalam melakukan penelitian di Desa Tegalsari. Hasil penelitian yang peneliti lakukan menjelaskan bentuk penyajian kesenian Sintren di Desa Tegalsari adalah sebagai berikut.

a. Pelaku

Unsur-unsur pendukung dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo yaitu:

Gambar

Tabel Waktu Penelitian
Gambar Ib Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif  (Milles dan Hubberman, 1992: 20)

Referensi

Dokumen terkait

Pandangan negatif terhadap para tokoh agama dan para generasi muda yang menganggap bahwa kesenian tradisional sintren sebagai kesenian yang menyimpang agama

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Keboguyang Tentang Kasus Perkawinan Lotre di

Hubungan Pengawasan Melekat Kepala Desa dengan Efektivitas Kerja Pegawai (Studi Kasus di Kantor Desa Dasri Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi) ; Faiqotul Widati;

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta mendeskripsikan bentuk penyajian kesenian Jaranan Thik yang berkembang di desa Coper, Kecamatan Jetis,

Skripsi ini adalah studi tentang unsur-unsur Islam pada upacara pernikahan masyarakat Desa Surulangi Kecamatan Polombangkeng Selatan Kabupaten Takalar, yang meneliti dua

Skripsi ini berjudul “ Pandangan Hukum Islam Terhadap Prosesi Adat Pangewaran di Desa Kaluppini Kecamatan Enrekang ”. Fokus Penelitian ini 1) Bagaimana Prosesi

Selain penelitian tentang Eksistensi Kesenian Jepin di Dusun Bandungan ini sebelumnya ada peneliti yang meneliti tentang kesenian Jepin yaitu Bentuk Penyajian Kesenian

Latar belakang Penelitian ini mengkaji tentang sejarah perekonomian di bidang budidaya rumput laut masyarakat dusun Tegalsari, desa Kupang, kecamatan Jabon, kabupaten Sidoarjo tahun