• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi.

(Sugiyono, 2012: 335). Milles dan Hubberman mengemukakan bahwa dalam proses analisis data terdapat tiga komponen utama yang harus dipahami dan diperhatikan yaitu reduksi data, penyajian dta, dan kesimpulan atau verifikasi, pemeriksaan keabsahan data (dalam Rohendi, 16:1992). Pekerjaan analisis data dalam hal ini adalah meringkas data, menyederhanakan serta menyimpulkan data dengan alur penelitian yang digunakan sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Milles dan Hubberman menyatakan bahwa reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan (dalam Rohendi, 16:1992). Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, dan mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Dalam penelitian yang peneliti lakukan, data penelitianya

35

berupa kata-kata hasil wawancara peneliti dengan informan. Informan dalam penelitian ini diantaranya, ketua kelompok sekaligus Pawang kesenian Sintren, tokoh masyarakat dan warga masyarakat. Data lain yang peneliti gunakan diantaranya adalah foto-foto saat proses kesenian Sintren berlangsung, dan data yang berupa deskripsi yang menjelaskan bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan analisis merancang deretan dari kolom-kolom sebuah matriks untuk data kualitatif dan mementukan jenis, bentuk data yang dimasukkan kedalam kotak-kotak matriks (Milles dan Hubberman dalam Rohendi, 17:1992). Penyajian data sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bentuk teks naratif yang merupakan bentuk penyederhanaan dari informasi yang banyak jumlahnya kedalam kesatuan bentuk yang disederhanakan.

Dalam penelitian ini setelah data direduksi, kemudian disajikan dalam bentuk sekumpulan informasi yang tersusun dengan baik melalui rangkuman-rangkuman berdasarkan data yang telah direduksi yang memuat seluruh jawaban yang dijadikan permasalahan dalam penelitian.

Penyajian data yang digunakan oleh peneliti yaitu dengan menggunakan kata-kata. Kata-kata hasil wawancara dari ketua kelompok sekaligus Pawang kesenian Sintren Kumar Budoyo, tokoh masyarakat dan

warga masyarakat untuk mengetahui bentuk penyajian, pandangan masyarakat Islam, dan fungsi kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang ditulis ke dalam bahasa yang ilmiah dan baku kemudian dijelaskan satu persatu. Data-data lainya yang berupa foto-foto saat proses kesenian Sintren Kumar Budoyo berlangsung.

3. Simpulan atau Verifikasi

Simpulan merupakan tinjauan terhadap catatan yang telah dilakukan dilapangan. Simpulan adalah tinjauan ulang pada catatan dilapangan, yang dapat ditinjau sebagai makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, sebagai kekokohannya, dan kecocokannya yaitu yang merupakan validitasnya (Milles dan Hubberman dalam Rohendi, 1992:19-20). Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan setelah semua proses pengumpulan data dan penyusunan data selesai, peneliti akan menyimpulkan bagaimana bentuk penyajian, fungsi, dan pandangan masyarakat di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

Bagan Siklus Analisis Data Kualitatif

Gambar Ib Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif (Milles dan Hubberman, 1992: 20)

Pengumpulan Data

Kesimpulan/verifikasi Reduksi

Penyajian Data

37

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Data

Kesenian tradisional di daerah Pantura sangat beragam, salah satunya adalah kesenian Sintren. Menurut Bericke dan Roorda (dalam Endraswara 2010:113) menyatakan bahwa Sintren merupakan bentuk permainan Jawa yang luar biasa, karena seorang pemain dapat menjadi terlena, tidak sadar, seperti orang ndadi. Kesenian Sintren ada di daerah Karesidenan Pekalongan, yang meliputi Kabupaten Batang, Pemalang, Tegal, dan Brebes. Kesenian Sintren erat kaitannya dengan kepercayaan kepada roh yang dapat dimintai bantuan kekuatan pada si penari. Sebagian masyarakat ada yang tidak mempercayai adanya perilaku kesurupan yang terjadi pada penari Sintren. Masyarakat ada yang beranggapan bahwa perilaku kesurupan yang terjadi pada penari Sintren merupakan hasil rekayasa (atau telah diatur sebelumnya) dan hanya mengundang imajinasi dan menarik perhatian penonton saja.

Sejarah mengenai lahirnya kesenian Sintren ada kaitannya dengan cerita rakyat (legenda) Joko Bahu atau yang sering disebut Bahurekso. Cerita Sintren mengisahkan percintaan antara Sulasih dan Sulandono. Hal ini dikaitkan dengan adanya kalimat yang berbunyi “Sulasih Sulandono” dalam lagu pembukaan yang sebenarnya adalah doa untuk memanggil roh bidadari.

Raden Sulandono adalah putra Bahurekso, hasil perkawinannya dengan Dewi Rantansari dari Desa Kalisalak, sedangkan Sulasih adalah tokoh perempuan

dalam cerita cinta kasih itu juga berasal dari Desa Kalisalak. Kalisalak adalah salah satu nama desa di Kabupaten Batang. Sampai sekarang masyarakat Batang masih tetap melestarikan kesenian Sintren, termasuk masyarakat Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Kesenian Sintren berfungsi sebagai hiburan dan pelestarian budaya karena pada saat pertunjukan berlangsung masyarakat sekitar datang untuk melihat pertunjukan kesenian Sintren.

Pada bagian ini peneliti menyajikan tiga data yaitu (1) Bentuk penyajian kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, (2) Fungsi kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren, dan (3) Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap kesenian Sintren Kumar Budoyo.

1. Bentuk Penyajian Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang

Mengenai bentuk penyajian kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, berikut adalah data yang diperoleh peneliti dalam melakukan penelitian di Desa Tegalsari. Hasil penelitian yang peneliti lakukan menjelaskan bentuk penyajian kesenian Sintren di Desa Tegalsari adalah sebagai berikut.

a. Pelaku

Unsur-unsur pendukung dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo yaitu:

39

1) Panjak berjumlah 7 orang yang terdiri dari para wanita yaitu kelompok vokal yang bertugas menyanyikan lagu-lagu dalam pertunjukan kesenian Sintren.

2) Pengrawit berjumlah 5 orang para pria, yaitu penabuh gamelan dalam pertunjukan Sintren diantaranya penabuh gong 1 orang, penabuh kendang 1 orang, penabuh gambang 1 orang, dan penabuh demung 2 orang.

3) Plandang atau Cantrik berjumlah 2 orang para wanita yaitu orang yang bertugas membantu Pawang dalam memenuhi kebutuhan Sintren seperti menyiapkan pakaian Sintren, membuka dan menutup kurungan pada saat pementasan Sintren.

4) Pawang 1 orang laki-laki yaitu yang bertugas memanggil roh dan menyadarkan Sintren setelah pementasan selesai.

5) Sintren 1 orang yaitu seorang gadis belasan tahun yang telah dirasuki roh dan berperan sebagai pelaku utama dalam pertunjukan Sintren.

6) Bador (Pelawak) 1 orang laki-laki yaitu yang bertugas sebagai selingan hiburan dan menemani Sintren pada saat menari.

Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari Kecamatan, Kandeman, Kabupaten Batang diketuai oleh Bapak Suradi yang sekaligus menjadi Pawang Sintren. Sekretaris dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang dipegang oleh Ibu Casriyah (Panjak) yang bertugas mencatat

segala keputusan yang ditetapkan oleh ketua seperti mencatat hal-hal yang dibutuhkan dalam pementasan kesenian Sintren dan membuat laporan kegiatan sebelum dan sesudah pelaksanaan pementasan kesenian Sintren. Ibu Taumi (Panjak) dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo berperan sebagai bendahara yang bertugas menampung, menyimpan, membukukan uang hasil pementasan, bertanggung jawab terhadap keuangan tersebut dan membuat laporan keuangan serta memegang seluruh bukti pengeluaran yang dibutuhkan dalam kesenian Sintren dan yang bertugas menyiapkan perlengkapan pementasan seperti alat-alat gamelan ditugaskan kepada Bapak Kasmuri dan yang menyiapkan baju Sintren dan lain-lain seperti halnya kemenyan, air kembang tujuh rupa dipercayakan sepenuhnya kepada ibu Casmiah (Plandang/Cantrik).

b. Gerak

Gerak yang ditarikan oleh penari pada saat pertunjukan kesenian Sintren Kumar Budoyo adalah kaki berjingkat-jingkat, pinggul bergoyang, kepala melenggak-lenggok sesuai ritme alunan lagu yang dimainkan Pengrawit (penabuh gamelan dalam pertunjukan Sintren). Tidak ada pola gerakan yang digarap pada saat sebelum pertunjukan dimulai dan penari Sintren dalam keadaan masih sadar.

Gerakan Sintren itu hanya diulang-ulang (monoton). Panjang pendeknya tarian Sintren tidak dibatasi secara tetap, karena waktu yang dipergunakan antara tarian pertama dengan tarian berikutnya itu tidak

41

sama. Biasanya dilakukan antara 7-15 menit tergantung penari Sintren sendiri dan terkadang lagu yang dinyanyikan Panjak belum selesai penari Sintren sudah berhenti menari dengan duduk lutut ditekuk, kaki menyilang, dan kepala menunduk. Penari Sintren keluar masuk kurungan kurang lebih sebanyak 40 kali.

c. Iringan dan Tembang

Jenis instrumen yang dipakai dalam pertunjukan Sintren Kumar Budoyo yaitu gamelan Jawa yang terdiri dari kendang, gambang, demung, dan gong. Dalam pertunjukan Sintren tidak lepas dari tembang, karena tembang dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo merupakan ciri khas dalam pertunjukan Sintren Kumar Budoyo. Dalam setiap syair tembang terdapat doa-doa atau mantra-mantra sehingga peran Panjak (vokal yang menyanyikan lagu-lagu dalam pertunjukan kesenian Sintren) sangat penting dalam pertunjukan kesenian Sintren.

Tembang yang digunakan adalah tembang Sulasih-Sulandono, turun-turun Sintren, terkadang juga campursari, dan lain-lain.

d. Busana dan Tata Rias

Busana yang digunakan dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo (1) busana penari Sintren terdiri dari jamang yang dihiasi bunga mawar dan melati yang dironce dan dipasang di sebelah kanan dan kiri, kacamata hitam, baju merah, rok hitam, kaos kaki hitam, dan sampur (selendang). Baju yang digunakan oleh Panjak (vokal yang menyanyikan lagu-lagu dalam pertunjukan kesenian Sintren) dan

Plandang (orang yang bertugas membantu Pawang dalam memenuhi kebutuhan Sintren seperti menyiapkan pakaian Sintren, membuka dan menutup kurungan pada saat pementasan Sintren) tidak diperhatikan keseragamannya (bebas). Baju yang digunakan Pengrawit (penabuh gamelan dalam pertunjukan Sintren) yaitu ada yang memakai baju lurik dan ada pula yang memakai baju bebas. Baju yang digunakan Bador (selingan hiburan dan menemani Sintren pada saat menari) yaitu baju lurik lengan panjang, ikat kepala, kain (jarit), dan celana warna hitam.

Tata rias yang digunakan dalam pertunjukan kesenian Sintren yaitu rias cantik. Pada pertunjukan kesenian Sintren biasanya penari Sintren berhias sendiri dengan bantuan bidadari-bidadari yang merasuki tubuh Sintren, sehingga dalam proses berhias tidak lepas dari peranan Plandang dan Pawang Sintren ( orang yang bertugas memanggil roh dan menyadarkan Sintren setelah pementasan selesai), serta lantunan syair lagu yang dinyanyikan oleh Panjak yang mengiringi pertunjukan Sintren Kumar budoyo.

e. Tempat dan Waktu Pertunjukan

Kesenian Sintren biasanya dipentaskan di tempat terbuka seperti lapangan, pekarangan rumah, di depan rumah penanggap, di depan rumah Pawang Sintren (bertugas memanggil roh dan menyadarkan Sintren setelah pementasan selesai) dan dipentaskan di panggung. Waktu pementasan kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang

43

dilaksanakan pada malam hari mulai pukul 21.00-00.00 WIB sekitar 3 jam atau lebih. Tempat pementasan kesenian Sintren Kumar Budoyo adalah di atas panggung yang disediakan oleh penanggap.

f. Properti

Properti yang digunakan dalam pementasan kesenian Sintren Kumar Budoyo yaitu 1 kurungan ayam yang dibungkus dengan kain sebagai tempat ganti baju dan penari Sintren berhias, dan payung yang digunakan pada saat menari di atas kurungan. Mengenai sound system biasanya disediakan oleh penanggap.

g. Penonton atau Penikmat

Dalam sebuah pertunjukan kesenian Sintren tidak lepas dari peran penonton atau penikmat. Kesenian Sintren sebagai salah satu tontonan yang tepat bagi masyarakat pedesaan untuk usia anak-anak, remaja, sampai dewasa. Di Desa Tegalsari penonton kesenian Sintren Kumar Budoyo didominasi oleh ibu-ibu dan bapak-bapak. Setelah melihat kesenian Sintren penonton merasa terlepas dari segala beban setelah seharian disibukkan dengan aktifitas pekerjaannya sehingga kesenian Sintren Kumar Budoyo lebih mengarah pada hiburan atau penghibur masyarakat. Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang memasang tarif tertentu setiap pentasnya tergantung penanggapnya.

h. Urutan Penyajian Kesenian Sintren Kumar Budoyo

1) Tahap Pra Pertunjukan kesenian Sintren Kumar Budoyo Pertunjukan kesenian Sintren Kumar Budoyo mulai ditandai saat dimulainya tabuhan gamelan dan bertujuan untuk mengumpulkan massa atau penonton. Setelah itu membaca doa bersama bersamaan dengan Pawang (bertugas memanggil roh dan menyadarkan Sintren setelah pementasan selesai) membakar kemenyan.

2) Tahap Menjadikan Sintren

Sebelum menjadikan Sintren, Pawang (bertugas memanggil roh dan menyadarkan Sintren setelah pementasan selesai) meletakkan tangannya di atas asap kemenyan sambil mengucapkan mantra kemudian diusapkan pada calon penari Sintren yang masih duduk dengan pakaian biasa, selanjutnya calon penari Sintren ditutup dengan kurungan yang sudah disediakan bersamaan dengan busana dan perlengkapan Sintren.

3) Tahap tanda-tanda Sintren sudah jadi dan Sintren siap menari Setelah calon penari Sintren ditutup dengan kurungan beserta perlengkapan yang sudah disediakan. Sintren sudah jadi ditandai dengan kurungan bergerak dan kurungan dibuka, Sintren sudah siap untuk menari. Selama pertunjukan kesenian Sintren berlangsung pembakaran kemenyan tidak boleh berhenti. Penari Sintren keluar masuk kurungan tidak dibatasi. Panjang pendeknya

45

tarian Sintren tidak tetap, karena waktu yang digunakan antara tarian pertama dan tarian berikutnya tergantung penari Sintren itu sendiri. Selama pertunjukan berlangsung, adakalanya penari Sintren melakukan atraksi dengan menari di atas kurungan dengan menggunakan payung. Dalam pertunjukan kesenian Sintren ada intreraksi antara penari Sintren dengan penonton yaitu Temohan merupakan interaksi sosial yang meminta sumbangan kepada penonton atas dasar sukarela dan biasanya berbentuk uang.

2. Fungsi Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang

Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang ini masih aktif dipertunjukkan hingga sekarang. Fungsi kesenian Sintren di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang diperoleh dari hasil wawancara yaitu (1) untuk mengungkapkan keindahan (2) sebagai hiburan (3) sebagai pemanggil kekuatan supranatural (gaib) (4) sebagai pelestarian budaya.

3. Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang Terhadap Kesenian Sintren Kumar Budoyo

Pandangan masyarakat Desa Tegalsari sangat penting guna mendukung kesenian Sintren. Adanya perbedaan pandangan masyarakat Desa Tegalsari muncul dari beberapa kalangan, baik yang bersangkutan, dengan arti mengikuti adanya kesenian Sintren Kumar Budoyo tersebut maupun yang tidak mengikutinya. Pandangan masyarakat tersebut diperoleh dari hasil wawancara. Pandangan masyarakat Islam di Desa

Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang Terhadap kesenian Sintren adalah sebagai berikut:

No. Golongan Masyarakat Pandangan

1. Ketua kelompok kesenian Sintren

“Saya sebagai ketua kelompok sekaligus Pawang kesenian Sintren setuju dengan kesenian ini sebab kesenian Sintren adalah salah satu kebudayaan Jawa yang penting untuk dilestarikan selagi tidak bertentangan dengan agama Islam.

Sintren ini budaya daerah, dan pertunjukan Sintren ini hanya seputar tarian saja. Kesenian Sintren ini lebih mengarah pada hiburan saja (bapak Suradi)”.

2. Perangkat Desa “Boleh-boleh saja dan kesenian Sintren ini penting untuk dilestarikan karena kesenian ini merupakan kesenian tradisional yang sebagian besar sudah punah keberadaannya, dan asalkan tidak bertentangan dengan agama Islam.

Kesenian Sintren ini hanya untuk hiburan saja (Bapak Kepala Desa Anjar)”.

“Saya mendukung, kesenian Sintren merupakan salah satu kebudayaan Jawa yang wajib dilestarikan,Sintren ini unik karena bisa berganti pakaian dan berhias di dalam kurungan yang sempit dan gelap. Biasanya hanya untuk hiburan saja (bapak Carik Alwi)”.

3. Golongan masyarakat tua

“Setuju wae, biasane Sintren kui kanggo hiburan wae (Ibu Casmiah)”.

“Setuju banget, Sintren kui salah siji kabudayaan Jawi mulane wajib nglestarikaken asalkan ora nentang karo agama Islam yo ora popo. Perkara bab kesurupan kui syirik, lan ora entuk (Bapak Kasmuri)”.

“Yo ora popo asalkan ora nentang karo agama Islam. Lagian kesenian Sintren kui kesenian tradisional perlu

47

dilestarikaken tekan ngesuk ben ora ilang (Ibu Rasmuti)”.

“Setuju-setuju wae asal ora nentang karo agama Islam, biasane kanggo hiburan wae (Ibu Wastiyah)”.

“Setuju, amarga Sintren kui kesenian tradisional mulane wajib nglestarikaken ben ora ilang (Ibu Turiyah)”.

“Setuju wae lah, mung kanggo hiburan kok. Perkara kesurupan kui yo ora keno mlebune syirik nek kui (Ibu Casmini )”.

“Wajib dilestarike lah yo, salah sijine kesenian sing wis longko saiki (Ibu Taumi)”.

“Tanggapan kula ngengingi wontenipun kesenian Sintren, kula setuju mawon, kula mendukung amargi kesenian Sintren saged kangge ngelestariaken kabudayaan Jawa lan kesenian Sintren menika miturut kula nggeh kedah dilestariaken mawon dumugi ngenjang (Bapak Casudi)”.

“Menurutku ki kesenian Sintren ki kudu dijogo lan dilestarike, Sintren ki mung gawe hiburan. Yo jelas ra entuk nek bab kesurupan kui dadine syirik ngko (Ibu Juwati)”.

“Aku setuju-setuju wae, Sintren ki kesenian tradisional sing meh ilang kok, makane wajib dilestarike (Bapak Tasmin)”.

4. Golongan masyarakat muda

“Tanggapan saya mengenai kesenian Sintren ini memang perlu dilestarikan karena kesenian ini hampir punah keberadaannya dan ini salah satu kebudayaan Jawa. Kesenian Sintren ini hanya untuk hiburan saja (Indah Kurnila Dewi)”.

“Iya dengan adanya kesenian Sintren ini

saya sebagai warga masyarakat Desa Tegalsari setuju saja karena kesenian Sintren itu merupakan salah satu kebudayaan Jawa yang perlu dilestarikan (Hasrawati)”.

“Kalau saya setuju-setuju saja, karena kesenian Sintren ini budaya daerah sini dan penting untuk dilestarikan (Umayati)”.

“Setuju, Sintren sudah hampir hilang keberadaannya makanya sebagai generasi muda harus tetap melestarikan kesenian Sintren (Sarningsih)”.

“Setuju sekali, Sintren itu kesenian tradisional yang wajib dijaga dan ini biasanya hanya untuk hiburan saja (Tasmanah)”.

“Kesenian Sintren ya wajib dilestarikan keberadaanya (Tusiati)”.

5. Golongan kyai “Kalau dipandang dari sudut agama, mengenai kesurupan kalau menurut saya ya bertentangan karena itu sama juga dengan syirik, jadi segala sesuatu yang dilakukan kalau diluar aturan agama itu merupakan syirik. Agama Islam tidak memperbolehkan mengundang jin atau melakukan kesurupan. Kalau dipandang dari segi kebudayaan ya itu suatu kesenian tradisional yang harus dilestarikan, seperti itu (pak kyai Sobari)”.

“Tanggapan kulo wontenipun kesenian Sintren menika setuju-setuju mawon mbak, amargi kesenian Sintren menika salah satunggalipun kabudayan Jawa wajib dilestarikaken. Ing dalem agama Islam menawi perkara kesurupan ing penari Sintren niku mboten angsal amargi saget dipunsebat Syirik. Agama Islam mboten angsalaken menawi ngundang jin (pak kyai Naslim)”.

“Kalau menurut saya kesenian Sintren

49

perlu dilestarikan karena salah satu kebudayaan jawa. Mengenai kesurupan agama Islam tidak memperbolehkan karena sama saja dengan syirik karena kesurupan itu mengundang jin. Tidak ada hubungannya antara Sintren dan agama Islam. (pak kyai Latif)”.

“Kalau menurut saya kesenian Sintren ini penting untuk dilestarikan karena itu budaya daerah sini. Agama Islam tidak ada hubungannya dengan Sintren.

Mengenai kesurupan dalam penari Sintren sama saja dengan syirik karena itu mengundang jin (pak kyai Fatoni)”.

B. Pembahasan

Pada bagian ini peneliti membahas tiga data, yaitu (1) Bentuk penyajian kesenian Sintren di Desa Tegalsari Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang, (2) Fungsi kesenian Sintren di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, dan (3) Pandangan masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang.

1. Bentuk Penyajian Kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang

Kesenian tradisional di daerah Pantura sangat beragam. Salah satunya adalah kesenian Sintren. Kesenian Sintren ada di sekitar daerah Karesidenan Pekalongan, yang meliputi Kabupaten Batang, Pemalang, Tegal, dan Brebes. Kabupaten Batang terdapat kesenian Sintren, salah satunya di Desa Tegalsari. Kesenian Sintren merupakan kesenian tradisional kerakyatan. Dalam pertunjukannya Sintren terkait dengan unsur-unsur pendukung dalam membentuk satu keseluruhan dalam sebuah pertunjukan.

Adapun unsur-unsur pendukung dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo sebagai berikut:

a. Pelaku

Dalam penyajian sebuah tari melibatkan banyak pelaku, diantaranya pelaku laki-laki dan wanita. Umur pelaku seni pertunjukan juga bervariasi dari remaja dan dewasa. Hal tersebut dapat dilihat dalam sebuah pertunjukan kesenian Sintren Kumar Budoyo di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Pelaku dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo diantaranya sebagai berikut:

1) Panjak berjumlah 7 orang yang terdiri dari para wanita yang tugasnya menyanyikan lagu-lagu dalam pertunjukan kesenian Sintren

2) Pengrawit berjumlah 5 orang yang terdiri dari para pria yaitu diantaranya penabuh gong 1 orang, penabuh kendang 1 orang, penabuh gambang 1 orang, dan penabuh demung 2 orang

3) Plandang atau Cantrik berjumlah 2 orang para wanita yang tugasnya membantu Pawang seperti menyiapkan pakaian Sintren, membuka dan menutup kurungan pada saat pementasan Sintren berlangsung

4) Pawang 1 orang pria yang bertugas mengundang roh dan menyadarkan Sintren setelah pertunjukan selesai

5) Sintren 1 orang yaitu seorang gadis belasan tahun yang dimasuki roh dan menjadi pemeran utama dalam pertunjukan Sintren

51

6) Bador 1 laki-laki yang bertugas sebagai selingan hiburan dan menemani Sintren pada saat menari

Gambar 1. masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri pada saat pertunjukan berlangsung. Berikut adalah penjelasan Bapak Suradi pada wawancara tanggal 18 Maret 2014 mengenai unsur-unsur pendukung dalam kesenian Sintren Kumar Budoyo sebagai berikut:

Kutipan:

“Unsur-unsur sing ndukung ing kesenian Sintren yaiku:

1) Pelaku Anggotane:

a) Panjak ono pitu wong wadon kabeh kui kelompok vokal sing nembang ning pementasan Sintren

b) Pengrawit ono lima lanang kabeh kui penabuh gamelan

c) Plandang utawa Cantrik ono loro wadon kabeh kui wong sing tugase mbantu Pawang nyukupi kebutuhane Sintren

c) Plandang utawa Cantrik ono loro wadon kabeh kui wong sing tugase mbantu Pawang nyukupi kebutuhane Sintren

Dokumen terkait