• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Dan Sebab

Dalam dokumen TEORI SOSIOLOGI KLASIK (Halaman 40-45)

Problem-Problem Teoritis Yang Penting

C. Fungsi Dan Sebab

Istilah-istilah seperti „fungsi‟ dan „sebab‟ merupakan istilah yang merepotkan dalam teori sosiologi. Hal tersebut disebabkan karena kedua istilah itu sering saling membingungkan, sehingga bisa terjadi ketika seseorang mengatakan „fungsi‟, si pendengarnya mungkin mengartikan dengan „sebab‟, dan sebaliknya. Beberapa buku dan essai telah ditulis orang untuk menjelaskan apa maksud kita kalau menggunakan kedua istilah ini dan menjelaskan argumen-argumennya. Salah satunya ialah bahwa sebab tidak muncul kecuali dalam benak mereka yang percaya bahwa mereka melihat sebab dalam tindakan.

Orang lain mengatakan bahwa betapapun orang meributkan konsep tentang sebab, kita nampaknya tidak dapat berbuat tanpa ide sebab itu, oleh karenanya batasan tersebut tidak muncul secara terang-terangan meskipun ide dasarnya tetap ada.

Beberapa deskripsi mengenai sebab ini secara terbuka telah menyatakan bahwa ada cara-cara untuk mengartikan sebab-sebab prosedur-prosedur statistik. Berkenaan dengan fungsi, fungsi itu telah diklaim bahwa „analisa fungsional‟ nyatanya merupakan satu-satunya metode yang digunakan dalam sosiologi dan antropologi.

Pada saat yang sama, berfungsi dengan menyatakan, bahwa hal itu terlalu kaku dan membayangkan suatu sistem sosial yang terlalu terstruktur untuk menjadi realistis.

Apa kesulitannya dengan kedua istilah ini? mari kita mulai dengan sebab. Penggunaan umum dari batasan itu tidaklah tepat, walaupun beberapa ketegasan telah dikemukakan oleh Aristoteles,

yang begitu tertarik dengan batasan dalam artian yang sangat logis.

Dia memperlihatkan bahwa sebab biasanya berarti satu (atau lebih, secara serentak) dari hal-hal yang dibawah ini:

a. Bahwa untuk mencari „sebab‟ itu berarti ada tujuan atau teleologi.

b. Bahwa dalam pengertian „sebab‟ itu ada asumsi-asumsi, konsep-konsep atau konteks logika.

c. Bahwa dengan pengertian „sebab‟ itu terjadilah teknik membuat suatu yang disebut metode.

d. Bahwa dari pengertian „sebab‟ itu muncullah konteks pokok, bahwa yang menyebabkan adanya akibat.

Bila kita mengklaim tipe pertama dari sebab itu, kita mengatakan sebagai akibatnya, bahwa tujuan-tujuan dari segala hal yang terjadi terletak di masa depan, atau bahwa beberapa hal yang mengakhiri keadaan sesuatu hal sedang menuntun realitas sekarang ini. Tetapi biasanya apa yang diartikan orang dengan sebab harus mengartikan dulu sebab dan barulah akibat. Sebab dalam tipe yang pertama, nampaknya berlawanan dengan urutan sebab, lalu akibat ini, keadaan ini keadaan di masa mendatang tentang (tujuan) selalu menentukan apa yang terjadi sekarang ini.

Tipe kedua dari sebab secara eksklusif adalah berarti konteks logis dan kepentingan logika dari penggambaran kesimpulan-kesimpulan tertentu, memberi premis-premis tertentu pula, misalnya saja, soal tiga ditambah dua adalah lima, dan oleh karenanya lima dalam contoh itu „disebabkan‟ oleh penambahan dua dan tiga. Jadi lima adalah hasil yang masuk akal dari asumsi „dua‟ „plus‟, dan „tiga‟.

Tipe ketiga dari sebab mengenai terjadinya sesuatu hal akan nampak dengan sendirinya, yang dimungkinkan berlakunya.

Bila kita Tanya „apa penyebab revolusi Perancis?‟ dan yang kita maksudkan sesungguhnya adalah, „teknik-teknik apa yang dipakai oleh Pemerintah Perancis selama atau sebelum meletusnya revolusi itu?‟ maka itu berarti kita sedang memikirkan sebab dalam arti ini.

Akhirnya, tipe keempat dari sebab adalah bahwa apa yang kita ingin ketahui bila kita tertarik dengan data awal. Ini akan menjawab pertanyaan waktu itu?. Dari ddata kita mencoba menemukan bagaimana data itu muncul. Perlu dicatat bahwa dengan penggunaan cara ini sedikit banyak akan berarti mengelakkan pertanyaan yang dilontarkan oleh bermacam-macam sebab yang lain.

Jelaslah sekarang bahwa apabila seseorang mencari suatu penjelasan sosiologi mengenai sebab suatu kejadian, dia dapat mengajukan beberapa pertanyaan dalam benaknya. Pilihlah para teoritis yang didapat tergantung di mana dan bagaimana dia mencari sebab-sebabnya, dan bagaimana dia membangun teorinya atau mengevaluasi pendapat-pendapat orang lain, apakah dia menaruh perhatian kepada struktur logika dari teori itu, kepada teknik-teknik dan prinsip-prinsip bekerjanya teori itu, kepada situasi aktual khususnya di mana teori itu diterapkan, ataukah dia mencari teori yang sedang tumbuh atau struktur yang sedang berevolusi yang nampaknya sedang menuju ke suatu arah.

Nyatanya, seperti yang diharapkan, beberapa teori sosiologi telah tumbuh di sekitar masing-masing pemahaman-pemahaman mengenai penemuan sebab dalam struktur dari sebuah argumen yang masuk akal. Sebagai latihan untuk ini ialah dengan mengurangi kejadian dari pernyataan-pernyataan ini ke dalam proporsi yang menghasilkan kejadian untuk dijelaskan sebagai suatu kesimpulan yang masuk akal. Saran-saran tertentu untuk menulis teori dalam bentuk demikian telah menarik perhatian kepada arti kedua mengenai „sebab‟ sama halnya ada tepri yang di gunakan untuk mengetahui teknik-teknik terjadinya sesuatu. Sebagai contoh, teori-teori mengenai proses-proses dalam hubungan rasial dan etnis yang menguraikan serangkaian langkah menuju ke asimilasi, menekankan bahwa suatu hasil akhir, asimilasi, „disebabkan‟

oleh adanya serangkaian permusuhan.

Juga terutama teori-teori induktif, orang-orang yang mengkaji masing-masing hal atau konteks sosial guna menjelaskan kejadian tertentu biasanya menggunakan tipe

keempat dari sebab tersebut di atas. Seseorang yang menekankan kemungkinan atau ketidak mungkinan dari suatu kejadian, dalam suatu konteks tertentu dari suatu hal atau tindakan sosial.

Mengapa tipe pertama dari sebab tidak di bahas dalam pembicaraan ini? Karena hal ini sangat erat hubungannya dengan ide mengenai fungsi, dan sekarang sebab dan fungsi ini akan di bahas bersama-sama. „Fungsi‟ adalah sebuah kata yang mempunyai macam-macam arti, tetapi fungsi ini lebih banyak dibatasi dalam karya sosiologi. Pada dasarnya, „fungsi‟

menunjuk pada ketergantungan satu atau lebih atau unit-unit yang satu dengan yang lain, dengan demikian masing-masing unit dipelihara sehingga hubungan antara unit-unit itu cenderung secara relatif tidak berubah. Unit-unit dalam teori sosiologi sering disebut „struktur-struktur‟. Unit-unit ini dapat berupa peranan, kelompok, lembaga, atau mungkin unit lainnya. Tetapi dalam fungsionalisme idenya selalu untuk menemukan hubungan antara unit-unit tersebut, dan untuk melihat bagaimana unit-unit ini membentuk suatu sistem.

Ide mengenai sebab kita masukkan dalam sistem itu.

Kita dapat bertanya mengapa satu perangkat unit-unit (peranan, lembaga atau yang semacamnya itu) telah berkelompok bersama-sama. Bila kita mengharapkan penjelasan-penjelasan yang fungsional bagi pengelompokan ini, kita akan menanyakan tentang asal mula pengelompokan total itu, dan juga tentang fungsi dari masing-masing unit dalam pengelompokkan ini. Ini harus kita lakukan dahulu untuk kemudian membangun suatu teori fungsional sekitar pertanyaan ini. Inilah biasanya yang dilakukan dalam sosiologi dan antropologi, sebagaimana kata Davis, walaupun kita malah dapat mempersulit masalahnya. Bila kita menjawab pertanyaan mengenai sifat dari pengelompokan unit-unit yang fungsional dengan menyatakan beberapa akibat dari padanya, lalu pertanyaan mengenai unit-unit itu diatur demikian, maka telah terjawab apa sebabnya dengan menunjukkan kepada keadaan hubungan unit-unit tersebut. Unit-unit itu dikelompokkan sedemikian rupa agar dapat melakukan tugas dengan baik

dalam memelihara keseluruhan, yaitu keadaan akhir yang merupakan suatu sebab mengapa kita menata sesuatu. Tetapi bagaimana unit-unit itu dapat diketahui dalam proses pembentukannya, kecuali dengan beberapa kemampuan dari keseluruhan sistem itu untuk memberikan pesan kepada mereka? Pertanyaan ini tidaklah dapat terjawab dengan memuaskan teor-teori sosiologi, tetapi beberapa saran yang diajukan disini melalui contoh-contoh. Satu pemecahan yang terkenal untuk dilema ini adalah mengatakan bahwa „evolusi‟

kearah suatu keadaan organisasi yang sangat memuaskan adalah suatu proses alamiah, dan bahwa evolusi itu akan menentukan peraturan fungsional dari unit-unit sosial yang berlaku. Pemecahan yang lain harus diterima sebagai kenyataan rasional mengenai bagian-bagian unit yang membuatnya lebih berfungsi secara keseluruhan, dengan suatu argumentasi bahwa kekuatan untuk melihat ke dalam hal ini akan menyebabkan orang-orang yang berasal dari situasi yang sama akan mempunyai pemecahan yang serupa, dan bahwa hasilnya adalah suatu keseluruhan yang fungsional dan dapat dilaksanakan. Tidak perduli tujuan kita apa, untuk tujuan jangka pendek perlulah dicatat hubungan analisa fungsional dengan konsep mengenai sebab. Bila kita mencoba untuk menjelaskan bagaimana suatu masyarakat (keseluruhan) yang berfungsi dapat terorganisasi secara baik, kita harus memimpikam suatu entitas atau proses teoritis (evolusi, rasionalitas, insight dan kultur) yang memberi suatu perkiraan sebab musababnya mengenai „kerja sama‟ diantara struktur-struktur dalam masyarakat.

Batasan „fungsi‟ juga sedikit banyak mempunyai artian metaphisik dalam teori sosiologi. Artian ini tentunya berhubungan dalam masalah yang kita uraikan. Suatu pertanyaan seperti „apakah fungsi X biasanya berarti, apakah jadinya kalau X itu terjadi?‟. Bila ide mengenai fungsi diartikan dengan akibat-akibat khusus dari kejadian, maka banyak peraturan-peraturan sosial dibangun dengan mengabaikan problem-problem teoritis yang lebih luas yang dihubungkan dengan artian istilah „fungsi‟ tersebut. Sebuah contoh mengenai hal ini adalah pembahasan Merton mengenai boos-isme yang

ada di kota-kota besar Amerika. Argumentasinya ialah, bahwa, pada waktu kesejahteraan umum belum dipublikasikan secara luas, para penganggur atau para pendatang baru di negeri tersebut diperbolehkan memperkerjakaan mereka dalam sebauh kantor kecil, memberi pekerjaan menarik pajak, atau sebagai pembantu. Kepentingan teoritis dari ini ialah memperlihatkan bahwa suatu kebutuhan yang jelas dari orang-orang tersebut ditemukan, dan hasil dari kebutuhan yang dipenuhi dengan cara ini merupakan jaminan bahwa orang-orang tersebut menaruh simpati atau membela kantor atau partai itu. Oleh karena itu, suatu hubungan „fungsional‟ yang muncul antara partai politik dari sekelompok orang cenderung membuat kedua hal tersebut dapat hidup dan lestari.

Dalam dokumen TEORI SOSIOLOGI KLASIK (Halaman 40-45)