• Tidak ada hasil yang ditemukan

g Pada saat akan terjadi kiamat, orang-orang durhaka bersumpah bahwa mereka berdiam

Dalam dokumen KAIDAH TAFSIR ALQURAN (Halaman 56-83)

hanya sebentar. Demikianlah mereka dipalingkan dari kebenaran (QS ar-Rum, 30: 55).

Adakalanya pula qarinah itu menunjukan keduanya sama.

Kami telah membuat berbagai perumpamaan dalam Alquran bagi manusia supaya mereka mendapat peringatan (yakni) Alquran dalam bahasa Arab, tanpa berliku-liku, supaya mereka bertakwa (QS az-Zumar, 39: 27-28).

Isim Mufrad dan Jama’

Secara bahasa, kata mufrod adalah bentuk isim maf‟ul yang berarti terasing, sedangkan menurut istilah, mufrod adalah sebutan untuk isim yang menunjukan satu (tunggal), seperti seorang manusia, seekor binatang, atau sebuah benda.

Jama‟ adalah sebutan untuk menunjukkan sejumlah banyak, baik manusia maupun

makhluk lainnya. Menurut istilah, jamak merupakan isim yang menunjukkan lebih dari dua dengan aturan pembentukan tertentu, seperti kata masjid menjadi masajid, rajul (seorang lelaki) menjadi rijal.

Salah satu yang perlu mendapat perhatian dalam memahami teks Alquran adalah penggunaan isim mufrad dan jamak untuk menyebut beberapa hal yang menunjukkan sesuatu.

a. Kata yang selalu disebutkan dalam bentuk mufrad, misalnya ardh (bumi), shirath (jalan), nur (cahaya).

Hai hamba-hambaKuyang beriman! Sungguh bumiKu luas; makasembahlah Aku (dan hanyaAku) (QS al-Ankabut, 29: 56).

J

I ^ I ^ ^ f'

I jfj W LAMJI

(QHJ3^ JSIXJ ^-Al».«-t~«.«

Inilah jalanKu yang lurus. Ikutilah! Janganlah kau ikuti bermacam-macam jalan yang akan mencerai beraikan dari pada jalanNya. Detnikianlah Dia memerintahkan kamu, supaya kamu bertakwa (QS al-An‟am, 6: 153).

^ * > * S'

CM ?-*jy iSj

3> ' ■>*:

Suatu hari akan kaulihat orang-orang yang beriman laki-laki dan

perempuan,betapa cahaya mereka berlari di depan dan disebelah kanan

mereka (QS al-Hadid, 57: 12).

b. Kata yang selalu disebutkan dalam bentuk jamak, misalnya lubb- albab, kub-akwab.

y __ £ ->4^L«3'*"L» jLLUI Q* cJjjl Ji

ljrfi-^a-4 I Ulx^- Ic-jj

^)y*ujVT ,Jj^[ CsJ^^ -lOJ‟i ^ oj jaU^-"

Tidakkah kau perhatikan Allah telah menurunkan air dari langit, lalu menyalurkannya melalui sumber-sumber mata air di tanah? Kemudian dengan itu la menumbuhkan tanaman beraneka warna; kemudian layu kau lihat menjadi kuning, lalu ia menjadikannya kering dan hancur bertebaran. Sungguh, yang demikian adalah peringatan bagi orang yang arif. (QS. az- Zumar, 39 : 21 )

48

Di dalamnya ada singgasana (kemuliaan) yang tinggi. Dan piala-piala tersedia (QS.

al-Ghaasyiyah, 88 : 13-14 )

c. Kata yang yang dipergunakan dalam bentuk mufrad dan jamak untuk maksud atau konteks yang berbeda, antara lain, sama‟-samawat, rih-riyah, sabil-subul, maghrib-magharib,

masyriq- masyariq.

Dan dilangit ada rizki kamu, dan apa yang dijanjikan kepadamu, maka, demi tuhan pencipta langit dan bumi; sungguh itu benar, sebagaimana yang kamu ucapkan (QS

adz-Dzariyat, 51: 22-23).

Telah bertasbih segala yang di langit dan di bumi, dan Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kepunyaan-Nya segala kerajaan langit dan bumi. Ia menentukan hidup dan mati. Dia berkuasa atas segala sesuatu (QS al- Hadid, 57: 1-2).

Kata sama' di atas, yakni as-samawat (langit) dalam bentuk jamak adalah untuk menyebut bilangan atau menunjukkan betapa luasnya. Kata itu dalam bentuk mufrad jika yang dimaksud adalah arah atas, sebagai lawan bawah.

Perumpamaan tentang mereka yang mengingkari Tuhan, usaha mereka seperti abu, ditiup angin kencang pada hari yang penuh badai. Mereka tak berdaya sama sekali atas segala yang sudah mereka peroleh. Itulah kesesatan yang sudah jauh (dari sasaran).

(QS Ibrahim, 14: 18)

Dan kami tiupkan angin menyerbuki, kemudian Kami

turunkan hujan dari langit, yang dengan itu Kami beri kamu air, meskipun bukan kamu yang menjaga penyimpanannya. (QS al-Hijr, 15: 22)

Kata rih biasanya disebutkan dalam bentuk mufrad jika digunakan dalam konteks azab dan digunakan dalam bentuk jamak (ar-riyah) jika digunakan dalam konteks rahmat.

Inilah jalanKu yang lurus. Ikutilah! Janganlah kau ikuti barmacam-macam jalan yang akan mencerai beraikan dari pada jalanNya. Demikianlah Dia memerintahkan kamu. Supaya kamu bertakwa (QS al-An‟am, 6: 153).

Kata sabil disebutkan dalam bentuk mufrad jika digunakan dalam konteks jalan

kebenaran, dan disebutkan dalam bentuk jamak jika untuk jalan kesesatan. Itu terjadi karena

is \J'J> ia;S h

^ ' /• /»

- * Mz7zfe Allah timur dan barat; ke mam pun kamu berpaling, disitulah kehadiran Allah.

Allah Maha Lrns. Maha Tahu (QS al-Baqarah, 2: 115).

2^,'j o»^ ~ jjjJi

A'amz wariskan kepada golongan yang tadinya dipandang lemah, tanah yang kami

berkati di timur dan di barat. (QS al-A‟raf, 7: 137)

Kata masyriq dan maghrib dimufradkan untuk mengisyaratkan arah. Kata ini dibuat menjadi tasniyah (ganda) untuk menunjukkan dua tempat terbit dan terbenam, yakni musim dingin dan panas. Kata ini dibuat bentuk jamak karena keduanya merupakan tempat terbit dan terbenam.

Redaksi Tanya Jawab

Lazimnya, setiap pertanyaan pasti membutuhkan jawaban yang harus sesuai dengan pertanyaan sehingga terpenuhilah apa yang menjadi keinginan si penanya. Dalam Alquran terdapat ayat-ayat yang memberikan jawaban tidak sepenuhnya atau sesuai dengan apa yang ditanyakan. Jawaban seperti ini merupakan kehendak Allah yang sangat rahasia. Maksudnya, jawaban itulah yang seharusnya ditanyakan. Redaksi semacam ini oleh al-Salaki, seperti dikutip as-Suyuti, disebut uslub hakim.

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan-bulan baru. Katakanlah: itu tanda-tanda waktu untuk manusia dan untuk musim haji (QS al-Baqarah, 2: 189).

Asbabun nuzul ayat ini adalah adanya sekelompok orang yang bertanya kepada

Rasulullah Saw. tentang bulan sabit: Mengapa mula- mula terlihat kecil seperti benang, lalu bertambah sedikit demi sedikit hingga purnama, kemudian berkurang lagi hingga kembali ke keadaan semula? Pertanyaan itu dijawab dengan menerangkan hikmahnya. Jadi, pertanyaan bukan mengapa hal itu terjadi, melainkan ada apa di balik itu? Itulah yang seharusnya ditanyakan.

Adakalanya jawaban yang diberikan itu lebih luas daripada sesuatu yang ditanyakan. Misalnya, Katakanlah, “Siapakcih yang menyelamatkan kamu dari bahaya

yang mengerikan di darat dan di laut, kamu berdoa kepada- Nya dengan rendah hati dan suara lembut: Sekiranya Dia menyelamatkan kami dai (bahaya) ini tentulah kami akan bersyukur? Katakanlah: "Allah akan menyelamatkan kamu dari segala bencana.

Adakalanyapulajawaban itu lebih sempit cakupannya daripada yang ditanyakan. Misalnya, Bila kepada mereka ayat-ayat Kami dibacakan dengan jelas, mereka yang

tidak mengharapkan bertemu dengan Kami berkata, “Bawakanlah bacaan lain dari ini, atau gantilah! “Katakanlah, "Tiada semestinya aku menggantikannya atas kemauanku sendiri. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku. Jika tidak menta‟ati Tuhanku aku takut akan azab hari maha dahsyat (yang akan datang) ‟‟ (QS

Yunus, 10: 15). Jelaslah bahwa awaban bahwa untuk mengganti saja tidak mungkin lebih sempit daripada permintaan untuk didatangkan kitab yang lain.

Menurut Khalid Abdurrahman al „Akk, pertanyaan adalah perkataan yang menjadi permulaan, sedangkan jawaban adalah perkataan yang dikembalikan ke penanya. Al-Bazzar meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa pertanyaan generasi salaf kepada Nabi yang direkam Alquran hanyalah tentang 12 masalah yang terdapat dalam surat al-Baqarah, 2: 186, 189, 215, 217, 219, 220, dan 222; surat al-Maidah, 5: 4; surat al-A‟raf, 7: 187; surat al-Anfal, 8: 1; surat al-Isra, 17: 85; surat al-Kahf, 18: 83; surat Taha, 20: 105; dan surat an-Nazi‟at, 79: 42).

Khalid Abdurrahman al Akk mengemukakan bentuk-bentuk pertanyaan dan jawaban dalam Alquran, antara lain, sebagai berikut.

1. Jawaban yang bersambung dengan pertanyaan. Mereka bertanya kepadamu tentang

apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah : Apasaja yang baik kamu nafkahkan hendaknya kepada ibu-bapa dan kerabat,

Mereka bertanya kepadamu tentang anggur dan judi. Katakanlah: 'Keduanya mengandung dosa dan manfa‟at bagi manusia. Tetapi dosanya

lebih besar daripada manfa‟atnya“. Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang harus mereka nafkahkan. Katakanlah, ” Yang tidak memberatkan ” (QS al-Baqarah, 2: 219).

2. Jawaban yang terpisah, baik terdapat dalam satu surat maupun dalam dua surat yang berlainan. Dan mereka berkata: “Rasul macam apa ini, makan makanan dan berjalan di

pasar-pasar? Kenapa tidak diturunkan seorang malaikat kepadanya dan bersama-sama memberi peringatan?‟‟(QS al-Furqan, 25: 7).

Dan rasul-rasul yang kami utus sebelummu, mereka memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar (QS al-Furqan, 25: 20).

Bila dikatakan kepada mereka, “Sujudlah kamu kepada Allah Yang Maha Pemurah!" Mereka menjawab, "Dan apa (Allah) Yang Maha Pemurah itu? Aku akan bersujud kepada yang kamu perintahkan kepada kami?” Dan, semakin jauhlah mereka lari (dari kebenaran) (QS al-Furqan, 25: 60).

kepada anak yatim dan orang miskin, dan kepada orang terlantar dalam perjalanan. Dan segala perbuatan baik yang kamu lakukan, Allah mengetahuinya (QS al-Baqarah, 2: 215).

(Ar-Rahman) Maha Pemurah Allah! Yang mengajarkan Al Qur‟an. Dia menciptakan manusia; Dia mengajarkan kepadanya berbicara. (QS Ar- Rahman, 55: 1-4).

3. Dua jawaban dalam dua surat untuk* satu pertanyaan. Mereka berkata, “Mengapa

Alquran ini tidak diturunkan kepada orang penting dari kedua kota itu? Ataukah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kamilah yang membagi-bagikan penghidupan diantara mereka (QS al-Furqan, 25: 60).

Dan, Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang ia kehendaki. Bagi mereka tak adapilihan (QS al-Qashash, 28: 68).

4. Pertanyaan yang jawabannya terhapus atau tidak disebutkan. Adakah orang yang

berpegang pada (jalan) yang terang dari Tuhannya, sama dengan orang yang menganggap indah perbuatannya yang buruk; dan mengikuti hawa nafsu mereka? (QS

Muhammad, 47: 14).

5. Jawaban yang disebutkan mendahului pertanyaan. Shad. Demi Alquran yang penuh

peringatan (QS Shad, 38: 1).

Mereka keheranan adakah seorangpemberiperingatan datang dari kalangan mereka sendiri; orang-orang kafir lalu berkata: dia seorang tukang sihir dan pendusta (QS

Shad, 38: 4).

Redaksi Dhama’ir

Bahasa Arab, sebagaimana bahasa lainnya yang ada di dunia, seringkali menggunakan kata ganti (dhamir) dalam mengungkapkan kata-kata tertentu. Dhamir (jamak: dhamair) itu berfungsi untuk menghindari pemborosan kata (lil-ikhtishar) dan mempersingkat perkataan tanpa mengubah perkataan.

Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatanya, laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki-laki-laki dan perempuan yang khusyu‟, laki-laki-laki-laki dan

permpuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, bagi mereka Allah menyediakan ampunan dan pahala yang besar (QS al-Ahzab, 33: 35).

Dhamir hum pada ayat di atas menggantikan dua puluh lima kata sebelumnya. Kaidah dhamir dalam bahasa Arab disimpulkan oleh para ahli bahasa yang bersumber dari khazanah

bahasa Arab, Alquran, Hadis, dan ungkapan sastrawan Arab, baik puisi (nazham( maupun prosa (natsar). Dhamir mempunyai kata-kata yang digantikan yang biasa disebut isim zhahir (kata yang disebutkan dengan jelas) atau marji‟ (tempat kembali).

Secara garis besar, dhamir terdiri dari tiga macam: Pertama, orang pertama (pembicara) yang menggunakan dhamir mutakallim. Kedua, orang kedua (orang yang diajak bicara) yang menggunakan dhamir mukhatab. Ketiga, dhamir ghaib (tidak ada di tempat).

Dhamir mutakallim (orang pertama) dan dhamir mukhatab (orang kedua) maraji‟nya

telah diketahui maksudnya dengan jelas melalui keadaan yang melingkupinya. Sebaliknya,

marji‟ bagi dhamir ghaib memerlukan ketentuan tersendiri untuk mengindentifikasi yang

biasanya disebutkan sebelum dhamir itu.

^ ^ V ijj J ^ ^ ^ 9V✓ ^ 9^

31 ^£.ibj JL^JIS' r-j-* <4

Dan, behtera pun berlayar membawa mereka di tengah-tengah gelombang setinggi

gunung, dan Nuh memanggil anaknya yang berada terpisah, "Hai anakku! Naiklah bersama kami dan jangan ikut orang-orang kajir (QS Hud, 11: 42).

Adakalanya, marji‟ untuk sebuah dhamir disebutkan sesudah dhamir yang dimaksud. Misalnya, fa aujasa fi nafsihi khifatu musa, Musa merasa takut dalam hatinya (QS Taha, 20: 67). Untuk contoh lain, lihatlah surat- surat al-A‟raf, 7: 177; al-Anbiya, 21: 97, dan al-Ikhlas, 112: 1.

Adakalnya pula marji‟ untuk dhamir tidak dinyatakan secara eksplisit, namun dapat dipahami dari konteks kalimat. Misalnya, kullu man „alaiha fanin wayabqa wajhu rabbuka

dzuljalal wal ikram, semuayang ada dibumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan (QS ar-Rahman, 55: 26-27). Dhamir ha pada

ayat kullu man „alaiha kembali kepada ardh (bumi).

Adakalanya pula marji‟ kembali kepada makna, bukan kepada lafal. Misalnya, wa ma

ya‟muru min mu'ammirin wa la yunqashu min "umrihi ilia ti kitabin inna dzalika „alalldhi yasir, setiap dipanjangkan umur orang yang berumur panjang, dan tidak dikurangi umurnya, tentulah sudah ditentukan dalam kitab. Sungguh itu bagi Allah mudah sekali (QS

Fathir, 35: 11). Dhamir hi pada kata wa la yunqashu min „umrihi tersebut tidak kembali pada kata mu‟ammar sebelumnya, tetapi pada kata mu‟ammar yang lain.

(dua). Misalnya, wa dawuda wa sulaimana idz yahkumani fil hartsi idz taghasyat fihi

ghalamul qaumi wa kunna li hukmihi syahidin, dan ingatlah ketika Daud dan Sulaiman memberikan keputusan tentang tanaman ladang, tatkala kambing-kambing kaum tertentu lepas malam hari. Kami menjadi saksi atas keputusan mereka (QS al-Anbiya, 21: 78).

Dalam hai ini, marji‟ untuk dhamir hum pada ayat di atas adalah Daud dan Sulaiman.

Redaksi Syarat dan Jawab

Alquran yang merupakan sumber utama ajaran Islam. Ia berfungsi sebagai petunjuk dan pembimbing manusia di dalam setiap ruang dan waktu. Ia akan mengantarkan dan mengarahkan manusia ke jalan yang lurus demi kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Petunjuk- petunjuknya sebagian bersifat umum dan global sehingga perlu ada rincian-penjelasan dan penjabaran melalui penafsiran-p'enafsiran agar fiingsi-fungsi tersebut dapat terwujud.

Ketika Alquran diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah Saw., beliau berfungsi sebagai

mubayyin (pemberi penjelasan) kepada sahabat-sahabatnya tentang arti dan kandungan

Alquran. Keadaan semacam ini terus berlangsung sampai beliau wafat. Setelah wafat, para sahabat melakukan ijtihad sebagai usaha penafsiran ayat-ayat Alquran. Ketika itu, penafsiran Alquran sangat terbatas dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa. Sejalan dengan lajunya perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah pula porsi peranan ijtihad dalam penafsiran Alquran sehingga kemudian bermunculanlah penafsiran yang beraneka ragam coraknya.

Keragaman itu ditunjang pula oleh Alquran yang oleh Abdullah Darraz (seperti yang dikutip oleh M. Quraish Shihab) disebut-sebut bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain. Tidak mustahil, jika Anda mempersilahkan orang lain memandangnya, ia akan melihat lebih banyak lagi daripada apa yang Anda lihat. M. Quraish Shihab juga mengutip pendapat Muhammad Arkoun yang menulis bahwa Alquran memberi banyak kemungkinan arti yang tak terbatas. Kesan yang diberikan oleh ayat-ayatnya tentang pemikiran dan penjelasan pada tingkat wujud sangatlah mulak. Jadi, ayat Alquran selalu terbuka untuk interpretasi baru, tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal.

Bila seseorang hendak menafsirkan Alquran, terlebih dahulu ia perlu dan harus memahami kaidah-kaidah yang berkaitan dengan Alquran, termasuk kaidah-kaidah kebahasaan, mengingat Alquran adalah kitab berbahasa Arab.

1. Kata-kata Syarat dalam Alquran

Dalam ilmu nahwu, adawtusy-syarth (kata-kata syarat) terbagi dalam dua bagian seperti yang dijelaskan oleh Aidul Washif Muhammad dalam kitab at-Tuhfah as-Saniyah. Menurutnya, ada kata syarat yang menjazamkan fi‟il: in, idzma, ma, mata, man, kaifama,

haitsuma, aina, ayyana, ayyun, dan mahma. Ada pula kata syarat yang tidak menjazmkan: lau, laula, idzd, kullama dan lamma. Kalimat yang didahului oleh kata syarat dinamakan jumlah syarthiyyah. Perhatikan beberapa kata syarat yang terdapat dalam Alquran.

Milik Allah segala yang di langit dan di bumi. Jika kamu menyatakan apa yang ada dalam hatimu, atau kamu sembunyikan, dengan itu Allah mambuat perhitungan denganmu, maka Allah akan mengampuni siapa yang dikehendakiNya dan akan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya (QS al-Baqarah, 2: 284).

Jika datang pertolongan Allah, dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah berbondong-bondong, maka murnikanlah dalam memuji Tuhanmu dan berdoalah, dan mohon ampunlah kepada-Nya. Sungguh, Ia Maha Penerima tobat (QS an-Nashr, 110:

1-3).

c. Man (siapa).

tf i * ' \» I iT ^ ‟ f ■* ‟I'‟'' 4

JJI JL>o aJDI *Jyau jl Uj^u (J-^-*J

tf I-*" "*

(^p j I jj-iP

Barangsiapa berbuat jahat atau menganiaya diri sendiri lalu memohon ampun kepada Allah, ia akan menemukan Allah Maha Pertgampun, Maha Pengasih. (QS an-Nisa, 4:

110)

d. Mahma (apa pun).

^ s' s 9 ' 9' \ i '

4j I £ LxjIj I a ^ 4

Mereka berkata (kepada Musa): "Apa pun bukti yang kau bawa untuk menyihir kami, kami tidak akan beriman kepadamu” (QS al-A‟raf, 7: 132).

e. Aina (di mana).

(j —l-Jj-Ul Jb \jjjSvj l*Ll

Di mana pun kamu berada maut akan menyusulmu, walaupun kamu di dalam benteng-benteng yang kokoh dan tinggi (QS an-Nisa, 4: 78).

a. In (jika).

f. Ayyun (apa).

illiVf JS i>j3 il ijf ji

Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah ar-Rahman; dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah diantara kedua itu”{QS al-Isra, 17: 110).

2. Perbedaan Penggunaan In dan Idza

Menurut ketentuan asal, mutakallim (pembicara orang pertama) tidak bisa memastikan terjadinya apa yang diisyaratkan pada waktu mendatang (baca: ragu-ragu). Untuk itu, perlu

digunakan kata syarat in. Kata in tersebut dipakai dalam kondisi yang jarang terjadi dan harus berdampingan dengan lafaz mudhari‟ (kata kerja sekarang atau yang akan datang) karena terdapat ada keraguan tentang terjadinya. Sebaliknya, kata syarat idza, menurut asalnya, digunakan dalam keadaan mutakallim merasa optimis tentang terjadinya sesuatu yang disyaratkan pada masa mendatang. Karena itu, kata idza tidak dipakai kecuali dalam beberapa keadaan yang banyak terjadi dan berdampingan dengan bentuk madhi (kata kerja lampau) karena bentuk ini menunjukan hal yang pasti terjadi.

g. Lau (jika, sekiranya, seandainya).

Sekiranya ada keuntungan yang segera diperoleh dan perjalanan yang sederhana, pasti mereka mengikutimu. Tetapi, ternyata perjalanan itu begitu jauh; mereka akan bersumpah demi Allah: "Kalau kami mampu, pastilah berangkat bersama kamu." Mereka menghancurkan diri sendiri. Dan, Allah mengetahui, mereka berdusta (QS

at-Taubah, 9: 42).

kami.‟‟ Tetapi, jika mereka ditimpa yang buruk, mereka melemparkan sebab-sebabnya kepada Musa dan pengikutnya. Ketahuilah, nasib mereka di tangan Allah; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (QS al-A‟raf, 7: 131).

3. Hadzfjawabusy-Syarth

Menurut as-Sa‟di (disadur oleh Abdurrahman Dahlan dalam buku Kaidah-Kaidah

Penafsiran Alquran), jawabusy-syarth dari jumlah syartiyyah yang dibuang menunjukan

pentingnya masalah yang dibicarakan. Jika ia membicarakan masalah siksa (azab) berarti sedang menunjukan kedahsyatan siksaan tersebut.

XZj ^)J Isy jJ.3

©

Sekiranya engkau dapat melihat ketika orang-orang jahat menundukkan kepala dalam-dalam di hadapan Tuhan (sambil berkata), "Tuhan, kami melihat dan mendengar. Maka kembalikanlah kami (ke dunia); kami akan mengerjakan amal kebaikan. Sungguh, (sekarang) kami telah yakin.” (QS as-Sajdah, 32: 12).

ifijD ^ 0 Q* !_$ 13 —

Jij (jlSCo 1^ IjJlij

JLjXj ^ • jjiJLajj C-AJ

r-

Sekiranya kau lihat ketika mereka dalam ketakutan, tapi tak dapat melarikan diri, dan mereka ditangkap dari tempat yang dekat; dan mereka berkata, “Kami sekarang percaya (pada kebenaran) “. Tetapi, bagaimana mereka akan beriman dari tempat yang jauh; dan sebelumnya mereka sudah menolaknya dan mereka (terus-menerus) melemparkan (penghinaan) kepada yang gaib dari tempat yang jauh? (QS Saba, 34: 51-53).

Namun, ada di antara manusia yang mengambil tandingan selain Allah, mendntai mereka seperti seharusnya mencintai Allah. Tetapi, orang yang beriman lebih besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang yang zalim

melihat tatkala melihat azab itu, bahwa segala kekuatan ada pada Allah dan bahwa azab Allah amat keras (QS al-Baqarah, 2: 165).

Secara bahasa, hadzfberarti membuang atau menghapus, sedangkan maf‟ul adalah objek dari kata kerja. Jadi, hadzful maf‟ul adalah peniadaan atau pembuangan objek di dalam sebuah kalimat. Bila kata kerja atau kata yang mengandung arti kata kerja yang dihubungkan dengan objek kata kerja itu ditinggalkan (tidak disebutkan), kata itu mengandung pengertian yang lebih luas dan umum. Perhatikan ayat berikut.

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah beku. Bacalah, dan Tuhanmu Maha Pemurah (QS al-Alaq,

96: 1-3).

Ayat di atas adalah wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Dalam susunan redaksinya, sesudah lafal iqra‟ (bacalah) tidak ditemukan maf‟ul (objek), padahal kata kerja itu memerlukan objek atau sasaran yang dikenai pekerjaan. Jika diamati, objek membaca pada ayat-ayat yang menggunakan akar qara‟a ditemukan bahwa ia terkadang menyangkut suatu bacaan yang bersumber dari Tuhan, yakni Alquran atau kitab suci sebelumnya. Perhatikan ayat-ayat yang terdapat dalam surat al-Isra (17) ayat 45 dan Yunus (10) ayat 94. Adakalanya objeknya adalah kitab yang berupa himpunan karya manusia, bukan bersumber dari Allah (bacalah surat al-Isra [17] ayat 14).

Kaidah hadzful maf‟ul menyerbutkan bahwa pada kata dalam susunan redaksi yang objeknya tidak disebutkan berarti objek yang dimaksud bersifat umum. Objek itu mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata itu. Jadi, jelaslah bahwa objek iqra‟ pada ayat di atas mencakup segala yang dapat dibaca (bacaan suci. yang tidak tertulis), termasuk telaah terhadap alam raya, masyarakat, dan diri sendiri.

^ i- •* ^ -* ‟ £ • ^ ^ ^ ^ ' „ x

IjJLgiP-j 2 LOJJ liUii*-

Berangkatlah kamu (dengan perkengkapan) ringan atau berat, dan berjuanglah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu tahu (QS

at-Taubah, 9: 41).

Ayat di atas sangat berbeda dengan ayat yang secara tersurat menyebutkan objek atau sasarannya.

Hai Nabi! Berjuanglah melawan orang kafir dan orang munafik; dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat tinggal mereka nerakajahannam. Itulah tempat kembali yang

terburuk (QS at-Taubah, 9: 73; at-Tahrim, 66: 9).

Maka, janganlah kau taati orang-orang kafir: Berjuanglah sekuat tenaga untuk melawan mereka dengan Alquran (QS al-Furqan, 25: 52).

Berdasarkan kaidah hadzful-maf‟ul seperti yang dicontohkan oleh surat at-Taubah di atas dapat dipahami bahwa perintah jihad (berjuang) yang tanpa disertai penyebutan objeknya menunjukkan bahwa objek jihad yang dimaksud meliputi segala sesuatu yang

Dalam dokumen KAIDAH TAFSIR ALQURAN (Halaman 56-83)

Dokumen terkait