• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAIDAH TAFSIR ALQURAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAIDAH TAFSIR ALQURAN"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT)

studi

KAIDAH TAFSIR ALQURAN

Menilik Keterkaitan Bahasa-Tekstual dan Makna-Kontekstual Ayat

Izzan, Ahmad

(2)

penyunting, Usin S. Artyasa; Humaniora, Bandung

viii + 204

ISBN 979-778-080'5

Pasal 44

(1) Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(3)

Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT)

studi

KAIDAH TAFSIR ALQURAN

Menilik Keterkaitan Bahasa-Tekstual dan Makna-Kontekstual Ayat

humaniora

mencerahkan kehidupan Studi Kaidah Tafsir Alquran

Menilik Keterkaitan Bahasa-Tekstual dan Mahui'Kontekstual Ayat HMH 0901050

Diterbitkan humaniora

Penerbit Buku Pendidikan - Anggota IKAPI mencerahkan kehidupan

Jalan Wartawan II No. 4 Telepon/Faksimili (022) 7321712 Buahbatu - Bandung 40264

©

(4)

PENGANTAR PENERBIT

Penyunting, Usin S. Artyasa Pra-Cetak, A. Supriyatna S.Hum Cover, A. Supriyatna

Cetakan Pertama, Muharram 1430 H/ Januari 2009 M

Contact Person

Undang(081320514133) Wawan (08122446827)

Inilah buku ketiga dari penulis yang sama tentang Alquran. Buku pertama berjudul Ulumul Quran. Buku kedua berjudul Metodologi Penafsiran Alquran. Buku ketiga ini berjudul Studi Kaidah Tafsir Alquran: Menilik Keterkaitan

Bahasa-Tekstual dan Makna-Kontekstual Ayat. Trilogi buku yang secara khusus

membahas masalah ilmu tafsir ini sengaja kami suguhkan ke hadirat pembaca umum agar, setidak-tidaknya, tertarik untuk mempelajari muatan Alquran, sekalipun ‟‟tidak akan menjadi mufassir beneran”.

Bagi kami, trilogi buku tentang ilmu tafsir ini merupakan sesuatu yang mutlak dipelajari, khususnya oleh mahasiswa yang mendalami Alquran; umumnya oleh seluruh kaum muslim yang sudah melek baca- tulis Alquran. Mereka yang sudah mampu membaca Alquran dengan sedikit lancar, spiritualnya harus naik kelas, yaitu ia harus tertarik mendalami Alquran secara lebih intensif.

Memang, untuk dapat memahami Alquran dengan baik dan benar, seseorang harus "sedikit” menguasai bahasa Arab—bahasa yang digunakan oleh Allah di dalam firman-Nya, yaitu Alquran. Tanpa kemampuan dasar lughah

al-'arabiyyah, dapat dipastikan, ia akan mengalami kesulitan untuk dapat

memahami makna sebuah kata, termasuk asal-usul kata yang dimaksud. Jadi, kami menyarankan agar pembaca tetap bersemangat mempelajari dan mendalami bahasa Arab. Pada saat yang sama, ia harus pula mendalami ketiga buku seperti yang telah disebutkan di muka. Pemahaman yang baik tentang berbagai

(5)

PENGANTAR PENULIS

permasalahan yang ada di seputar Alquran, yang tertera di dalam ketiga buku berjudul di atas, akan sangat membantu pembaca untuk dapat menikmati Alquran.

Setelah menerbitkan ketiga buku itu, kami berencana untuk menerbitkan buku-buku tafsir yang sesuai dengan kondisi zaman. Boleh jadi, buku tafsir itu bersifat tematik. Boleh jadi pula buku tafsir bersifat urutan. Yang pasti, Alquran harus sudah menjadi hudan yang sesungguh-sungguhnya bagi kita. Jika tidak, Allah mengancam kita bahwa kita akan menjadi orang-orang yang mudah disesatkan oleh sekelompok besar orang. Mau?!

Penerbit

Alhamdulillaah rabbit 'alamiin. Segala puji hanya untuk dan

dipersembahkan ke hadirat Allah. Itulah ucapan terbaik yang harus penulis sampaikan. Penulis sangat bersyukur ke hadirat Allah Azza wa Jalla karena inayah, hidayah, dan rahmat-Nya telah membuat penulis mampu menyelesaikan tiga buku trilogi tentang ilmu tafsir. Buku pertama berjudul Ulumul Quran; buku kedua tentang Metodologi Ilmu Tafsir; dan buku ketiga ini berjudul Studi Kaidah

Tafsir. Penulis sangat yakin, bahkan haqqul yaqiin bahwa tanpa Ramat Allah,

ketiga buku itu mustahil hadar di hadapan para pembaca yang mulia.

Ketiga buku yang secara khusus membahas masalah ilmu tafsir ini semoga menjadi bukti nyata penulis untuk mengangkat Alquran sebagai hudan bagi seluruh manusia. Lebih khusus lagi hudan bagi setiap mukmin. Penulis hanya ingin merespon hadis Rasulullah Shallallahu ‟Alayhi wa Sallam bahwa yang terbaik di antara kaum Mukmin adalah yang belajar Alquran dan yang mengajarkannya. Pun, penulis ingin merespon janji Allah bahwa ”jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. Semangat inilah yang pernah ditunjukkan oleh al-Hawariyyin, para pengikut setia Nabi Isa al-Masih ibn Maryam. Semangat ini pula yang ingin penulis tularkan lepada seluruh kaum Mukmin.

Jujur saja, kemampuan membaca Alquran di kalangan kaum muslim masih sangat rendah. Apalagi pemahaman mereka tentang muatan-muatan ilmu yang ada di dalam setiap ayat Alquran, pasti lebih memperihatinkan lagi. Ketidak-mampuan membaca Alquran ini pun melanda sebagian besar jamaah haji kita. Padahal, selain shalat wajib dan sunnah selama berada di Makkah dan Madinah, membaca Alquran merupakan ibadah yang semestinya menjadi kegiatan sehari- hari. Tetapi, realitas yang terjadi justru sebaliknya.

Bersama penulis, para pembaca diajak untuk menjadi bagian dari keluarga Allah yang ada di bumi. Mereka adalah Ahli Alquran. Inilah kelompok yang akan

(6)

PENGANTAR PENERBIT

selamat. Semoga.

(7)

ISI BUKU

Pengantar Penerbit — v Pengantar Penulis — vii Isi Buku —ix

Bagian Kesatu: Urgensi Kaidah Tafsir Urgensi Kaidah Tafsir —2

Korelasi Qawaid Tafsir dengan Ushul Fiqh —4

Bagian Kedua: Kaidah Dasar Tafsir Tafsir Alquran dengan Alquran —9 Tafsir Alquran dengan as-Sunna —12 Tafsir Alquran dengan Qoul Shahabat —14 Tafsir Tabi‟in —15

Bagian Ketiga: Kaidah Penafsiran Redaksional Alquran Isim dan Maknanya — 18 Fiil dan Maknanya —21 Nahyu dan Maknanya —29 Istifham dan Maknanya —33 Isim Nakirah dan Fungsinya —37 Isim Ma‟rifah dan Fungsinya —41 Isim Mufrad dan Jama‟ —46 Redaksi Tanya dan Jawab —50 Redaksi Dhamai‟r —53 Redaksi Syarat dan Jawab —56 Redaksi Hadful Maf‟ul —61 Redaksi yang Bersifat Umum —65

Bagian Keempat: Kaidah Penafsiran Makna Alquran Makna yang Berkaitan dengan Keimanan —80

Makna yang Berkaitan dengan Hukum —85

Makna yang Berkaitan dengan Karaktristik Ajaran Alquran —117 Menyebutkan Efek Positif dan Negatif Suatu Perbuatan —141 Penjelasan Akitab Positif suatu Perintah dan Akibat Negatif yang Dilarang—156

Tujuan Utama Islam adalah Menciptakan Kebaikan dan Sesuatu yang Terbaik —161

(8)

Makna Doa dalam Alquran —164

Sistematika Alquran dalam Penyampaian Kisah —167

Asma al-Husna yang Menjadi Penutup Ayat Berkaitan Erat dengan Isinya —170

Menegaskan Sesuatu yang Berwujud Berarti Menegasikan Fungsinya —182 Makna yang Berkaitan dengan Filosofi Hidup —185

KEPUSTAKAAN —204

B

A

GIAN KESATU

fc^XXX>

(9)

Untuk menekuni bidang tafsir, seseorang memerlukan beberapa ilmu bantu, di antaranya kaidah-kaidah tafsir. Kaidah ini sangat membantu para mufassir dalam memahami ayat-ayat Alquran. Alat bantu lainnya adalah pengetahuan bahasa Arab, karena Alquran diturunkan. menggunakan bahasa tersebut. Selain itu, ia juga perlu memahami ilmu ushul fiqh. Dengan ilmu ini, seorang mufassir akan memperoleh kemudahan dalam menangkap pesan-pesan Alqur-an.

Redaksi ayat-ayat Alquran tidak dapat dijangkau maksudnya secara pasti, kecuali oleh Allah sendiri. Hal ini membuahkan keanekaragaman penafsiran. Para sahabat nabi pun tidak jarang berbeda pendapat dalam menafsirkan dan menangkap pesan firman-firman Allah.

Ibnu Abbas, yang dinilai sebagai sahabat nabi yang paling mengetahui maksud firman-firman Allah, menyatakan bahwa tafsir terdiri dari empat bagian.

Pertama, bagian yang dapat di mengerti secara umum oleh orang-orang Arab

berdasarkan pengetahuan bahasa mereka. Kedua, bagian yang tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak mengetahuinya. Ketiga, bagian yang tidak diketahui kecuali oleh ulama. Keempat, bagian yang tidak diketahui kecuali oleh Allah.

Urgensi Kaidah Tafsir

Ustadz M. Quraish Shihab mengemukakan komponen-komponen yang tercakup dalam kaidah-kaidah tafsir sebagai berikut. Pertama, ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam menafsirkan Alquran. Kedua, sistematika yang hendaknya ditempuh dalam menguraikan penafsiran. Ketiga, patokan-patokan khusus yang membantu pemahaman ayat-ayat Alquran, baik dari ilmu bantu, seperti bahasa dan ushul fiqh maupun yang ditarik langsung dari penggunaan Alquran.

Para mufassir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat Alquran seseorang memperhatikan segi-segi bahasa Alquran serta korelasi

(10)

antarsurat tanpa mengabaikan kaidah- kaidah kebahasaan.

Orang yang berbicara dan menulis tafsir Alquran tanpa memiliki pengetahuan yang memadai tentang kaidah dan aturan bahasa Arab, cenderung melakukan penyimpangan dalam menafsirkan Alquran dan memberikan arti etimologis, arti hakiki maupun arti kiasannya.

Di antara faktor-faktor yang mengakibatkan kekeliruan dalam menafsirkan Alquran adalah sebagai berikut. Pertama, subjektivitas mufassir. Kedua, kekeliruan dalam menerapkan metode atau kaidah. Ketiga, kedangkalan dalam ilmu-ilmu alat. Keempat, kedangkalan pengetahuan tentang materi qur‟aan (pembicaraan) ayat. Kelima, tidak memperhatikan konteks, baik asbabun nuzul, hubungan antarayat, maupun kondisi sosial masyarakat. Keenam, tidak memperhatikan siapa pembicara dan terhadap siapa pembicaraan ditujukan.

Contoh kesalahan penafsiran karena kedangkalan dalam ilmu alat, dalam hal ini bahasa, dicontohkan oleh az-Zamakhsyari, seperti dikutip adz Dzahabi berikut. Allah berfirman:

Suatu hari, Kami akan memanggil semua manusia beserta para imamnya masing-masing. Barangsiapa diberi catatannya di tangan kanannya mereka akan membacanya dengan gembira dan sedikit pun tidak akan dirugikan. (QS al Isra\

17: 71)

Kata imam dalam ayat tersebut dipahami sebagai bentuk jamak dari kata

umm yang berarti ibu. Pelajaran yang ditarik dari ayat tersebut, pada hari kiamat

orang akan dipanggil disertai dengan nama ibu. Pemanggilan dengan nama ibu, bukan nama ayah ini untuk menjaga perasaan Nabi Isa.

Untuk menghindari penyimpangan atau kesalahan penafsiran, para ahli membuat kaidah-kaidah penafsiran. Di antara kaidah-kaidah penafsiran yang dimaksud adalah: kaidah dasar tafsir, kaidah isim dan fi‟il, kaidah amr dan nahi, kaidah istifham, kaidah ma‟rifah dan nakirah, kaidah mufrad dan jama‟, kaidah tanya jawab, kaidah wujuh dan nazha‟ir, kaidah dhamir, mudzakkar dan

mu‟annats, kaidah syarat dan hadzf jawabusy syarth, kaidah hadzful maf‟ul,

kaidah redaksi kalimat umum dan sebab khusus. Kaidah-kaidah tersebut akan dibahas pada bab-bab berikutnya.

(11)

Ushul fiqh adalah pengetahuan tentang kaidah dan penjabarannya yang menjadi pedoman dalam menerapkan hukum syariat Islam. Ushul fiqh digunakan untuk mengetahui perbuatan manusia yang bersumber dari dalil-dalil agama yang rinci dan jelas.

Tujuan ushul fiqh adalah menerapkan kaidah-kaidah‟ dan pembahasannya terhadap dalil-dalil terinci untuk mendatangkan hukum syariat Islam yang diambil dari dalil-dalil tersebut. Objeknya adalah dalil syar‟i yang umum, dipandang dari ketetapan-ketetapan hukum yang umum pula.

Imam Jalaluddin as-Suyuthi, seperti dikutip Ali Hasan al Aridh, mengemukakan bahwa termasuk ilmu yang dibutuhkan mufassir adalah ilmu

isytiqaq (asal-usul kata), fiqh dan ushul fiqh. Di antara kaidah tafsir yang

berkaitan dengan ushul fiqh sebagai berikut.

Pertama, patokan memahami ayat berdasarkan redaksinya yang bersifat

umum, bukan khusus, terhadap kasus yang menjadi sebab turunnya ayat.

Apabila kita menemukan ayat-ayat Alquran yang konteks pembicaraannya bersifat khusus terhadap kasus tertentu dan berkaitan dengan suatu hukum, ketentuan itu tidak terbatas pada kasus itu. Tetapi berlaku umum. Ini ditujukan kepada setiap kasus yang mempunyai persamaan dengan kasus tersebut. Asbabun

nuzul dipandang sebagai salah satu alat bantu berupa contoh untuk menjelaskan

makna redaksi- redaksi ayat-ayat Alquran.

Kedua, sesuatu yang mubah dilarang jika menimbulkan yang haram atau

mengabaikan yang wajib. Di dalam Alquran ditemukan ayat-ayat yang memberi petunjuk bahwa suatu tindakan (perbuatan, perkataan, sikap, dan sebagainya) yang semula bersifat mubah akan terlarang, jika menimbulkan sesuatu yang haram atau mengakibatkan wajib terabaikan. Ketentuan ini sejalan dengan kaidah

al-wasa‟ii lahaa hukmul-maqaashid (sarana hukumnya sama dengan sasaran).

Perhatikan contoh berikut.

Hai orang-orang yang beriman! Bila sudah diseru menunaikan shalat Jumat, segeralah mengingat Allah, dan tinggalkanjual beli; Itu akan lebih baik bagimu jika kamu tahu (QS al-Jumu‟ah, 62: 9).

(12)

tersebut dikhawatirkan menimbulkan pengabaian yang wajib, seperti jual beli ketika dikumandangkan adzan Jumat, jual-beli tersebut menjadi terlarang.

Ketiga, perintah di atas sesuatu berarti larangan atas kebalikannya; dan larangan atas sesuatu berarti perintah atas kebalikannya. Apabila kita mengemukan ayat-ayat Alquran yang berisi perintah melakukan suatu perbuatan, berarti ayat itu sekaligus melarang perbuatan yang sebaliknya. Jika suatu ayat mengandung larangan terhadap suatu bentuk perbuatan, berarti ayat tersebut memerintahkan yang sebaliknya. Contoh ayat yang memerintahkan suatu perbuatan:

Dan sabarlah menghadapi segala yang mereka katakan, dan tinggalkanlah mereka dengan carayang baik dan terhormat (QS al Muzzammil, 73: 10).

Ayat tersebut mengandung perintah bersabar untuk meninggalkan orang-orang yang mendustakan kebenaran dengan cara yang baik. Itu berarti melarang orang beriman untuk putus asa, sedih atau tergesa- gesa melakukan tindakan yang mencerminkan ketidaksabaran, sebagaimana tersurat dalam QS 46: 35 dan QS 15: 88.

Karenanya bersabarlah seperti kesabaran para rasul yang begitu tabah; dan janganlah kamu minta disegerakan untuk mereka (kaum kafir). Pada hari ketika mereka melihat azab apa yang dijanjikan kepada mereka, seolah mereka tinggal di dunia ini tak lebih hanya sebentar saja waktu siang. Tugasmu hanyalah menyampaikan; tetapi bukankah yang dibinasakan hanya mereka yang durjana?

(QS al-Ahqaaf, 46: 35).

Janganlah kau menatapkan pandangmu atas apa yang Kami berikan kepada golonga tertentu di antara mereka, dan janganlah kau bersedih hati terhadap mereka; rendahkanlah sayapmu (lemah lembut) kepada orang beriman (QS

(13)

al-Hijr, 15: 88).

Contoh ayat yang mengandung larangan atas sesuatu:

Dan, janganlah kamu menggembungkan pipimu dari orang (sombong, kurang ajar), dan janganlah berjalan di muka bumi dengan congkak. Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri (QS Lukman. 31:

18).

Ayat tersebut sejalan dengan perintah Allah untuk bersikap lemah lembut dan rendah hati seperti yang sudah tersebut dalam QS 15: 88.

(14)

BAGIAN KEDUA

(15)

Alquran merupakan kitab yang sangat berpengaruh begitu luas dan mendalam terhadap jiwa dan tindakan manusia. Ia merupakan dokumen historis yang merefleksikan situasi sosial, ekonomi, keagamaan dan politik abad 7 M. Pada saat yang sama, ia juga menjadi kitab petunjuk (QS 2: 2) dan tata aturan tindakan bagi berjuta-juta manusia yang hidup di bawah naungannya, dan yang mencari makna kehidupan mereka di dalamnya.

Kaum muslimin mempelajari Alquran sejak kitab suci itu diturunkan hingga sekarang, dan insya Allah seterusnya. Apa yang ditawarkannnya tidak akan pernah habis.

Katakanlah, “Sekiranya lautan tinta untuk menuliskan kata-kata Tuhanku, pasti lautan akan habis sebelum kata-kata Tuhanku, sekalipun mesti Kami tambahkan tinta sebanyak itu.” (QS al-Kahfi. 18: 109)

Dan, sekiranya pohon-pohon di bumi adalah pena dan samudera adalah tinta; sesudah itu ditambah dengan tujuh samudera, firman Allah tidak akan habis ditulis. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana (QS Lukman. 31: 27).

Ibnu Taimiyyah dalam Muqaddimah fi Ushulit Tafsir menyatakan: "Jika ada orang

yang bertanya: apakah jalan yang terbaik untuk menafsirkan Alquran, jawabnya adalah menafsirkan Alquran dengan Alquran Apabila engkau tidak mendapatkan penafsirannya dalam Alquran, tafsirkanlah dengan Sunnah karena sesungguhnya ia memberikan penjelasan terhadap Alquran. Apabila tidak kautemukan tafsirnya dalam Alquran dan tidak pula dalam Sunnah, merujuklah kepada perkataan-perkataan sahabat Nabi Saw., karena mereka paling mengetahui sesudah Nabi Saw. mengingat meraka menyaksikan sebagian turunnya Alquran dan situasi ketika ayat itu turun, serta mereka memiliki pemahaman yang benar dari Nabi Saw. Apabila tidak ditemukan penafsiran dalam Alquran dan Sunnah, serta tidak ada pula penafsiran sahabat, dalam hal ini, para imam merujuk pada perkataan Tabi‟in....”

Tafsir Alquran dengan Alquran

Sebagian dari ayat-ayat Alquran memberikan penafsiran terhadap ayat yang lain. Penafsiran ayat-ayat Alquran dengan ayat lainnya tidak ada perbedaan pandangan di antara para ulama. Mereka sepakat bahwa ada ayat Alquran yang diturunkan sebagian penjelasan atau kelengkapan terhadap ayat lainnya. Sebagian ayat menjadi lebih jelas

(16)

maksudnya ketika dikaitkan dengan ayat-ayat tertentu.

Ayat Alquran yang dijelaskan secara umum, di suatu tempat, dijelaskan di tempat lain secara terperinci. Bagian yang belum dijelaskan di suatu tempat (mubham) dijelaskan di tempat lain. Ayat yang tidak terbatas pesan dan pengertiannya (mutlaq) pada suatu surat menjadi terikat pada surat lainnya (muqayyad). Ayat yang menjadi

„amm (umum) pada suatu konteks ditakhsiskan pada konteks lainnya.

Rasulullah Saw. adalah orang yang mengajarkan dan mencontohkan penggunaan metode penafsiran demikan. Suatu saat seorang sahabat membaca firman Allah berikut.

Mereka yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan dengan syirik, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka pendapat petunjuk. (QS al-An‟am. 6: 82)

Mendengar ayat tersebut, para sahabat merasa gelisah dan khawatir terhadap diri mereka sendiri. Secara lahiriyah, ayat itu menunjukkan bahwa hanya orang yang tidak tercampur iman menunjukkan dengan kezalimanlah yang memperoleh keamanan dan petunjuk. Karena itu, mereka bertanya kepada Rasulullah Saw.: “Wahai Rasulullah,

siapakah di antara kita orang yang tidak menzhalimi dirinya sendiri?” Nabi Saw.

menjawab, "Tidak seperti yang kalian sangka. Kezhaliman yang dimaksud ialah

(17)

“....Sesungguhnya kemusyrikan adalah kezaliman yang sangat besar (QS Luqman,

31:13).

Di antara ayat-ayat Alquran yang dipandang menafsirkan ayat lainnya sebagai berikut.

1. QS al-Maidah (5): 1 dengan QS al-Maidah (5): 3

< ^9/ >X-» I < i ^ 9 . V * > ^ < . tf

C 4l)T jJ ^ *yj

Hai orang yang beriman! Penuhilah janji, binatang ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu; dengan tidak menghalalkan berburu sementara kamu dalam hurum (dalam suasana ibadah haji atau ihram). Sesungguhnya perintah Allah sesuai dengan kehendak-Nya (QS. al-Maidah, 5: 1).

^ &\ fit

fi'j iCJl

'Si £-1)1 jrfUj aJy^JTj sSj5>J ij

<3^

Diharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan segala yang disembelih tidak dengan nama Allah, yang mati dicekik, atau dipukul, atau jatuh, atau diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih; dan yang disembelih di atas batu (mezbah), atau dengan meramalkan nasib dengan anak panah; karena semua itu perbuatan fasik (QS al-Maidah, 5:3).

*

(18)

Maka, Adam menerima pelajaran dari Tuhannya kata-kata permohonan, lalu Tuhanmu menerima permohonan tobatnya. Ia Maha Penerima Tobat lagi Maha Pengasih (QS.

al-Baqarah, 2: 37).

Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi” (QS al-A‟raf, 7: 23).

3. QS ad-Dukhan (44): 3 dengan QS al-Qadr (97): 1-5

Kami turunkan kepada malam berkah. Sungguh, Kami telah memberiperingatan (QS

ad-Dukhan, 44: 3).

Sungguh, Kami telah turunkan wahyu ini pada malam yang agung. Dan, apa yang akan menjelaskan kepadamu apa malam yang agung itu? Malam yang agung lebih baik daripada seribu bulan. Ketika itu para malaikat dan roh turun dengan izin Tuhan, menjalankan setiap perintah. Damai! Inilah, sampai terbitfajar! (QS al-Qadr, 97: 1-5).

4. QS al-Fatihah (1) : 6 dengan QS al-Fatihah (1): 7

Js>^aJI bwUb!

Tunjukkanlah kami kejalan yang lurus.

^ ^ y X J 9 5y /» ^ ^ 1S£*

C^P JjJUiail IJLP j^C^I

(19)

Jalan mereka yang telah Kau beri segala kenikmatana, bukan jalan mereka yang mendapat murka, dan bukan mereka yang sesat jalan.

5. QS al-Fatihah (1): 7 dengan an-Nisa (4): 68-69.

y-, ^ y ✓ * 9 , 9‘* ' , / 9 s ^

CP Qi* * ' 1

Jalan mereka yang telah Kau beri segala kenikmatana, bukan (jalan) mereka yang mendapat murka, dan bukan mereka yang sesat jalan.

ti-Llljti Dj- * " ^ (c^j) L«wj.■i2JL>wv>,4

(j*

^

<y-$

£*

CtjD ^

Dan, niscaya Kami bimbing mereka ke jalan yang lurus. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul, akan bersama mereka yang oleh Allah telah diberi nikmat, para nabi yang mengajarkan, orang-orang yang tulus hati (pecinta kebenaran), para saksi (yang bersaksi) dan orang-orang yang saleh (yang berbuat kebaikan). Alangkah indahnya persahabatan ini (QS. an-Nisa, 4: 68-69).

Tafsir Alquran dengan as-Sunnah

Penafsiran Alquran dengan sunnah didasarkan atas firman Allah:

^"jjt (Jjbi ^Ll! jj j jl cLUls ^ . jA UJLj! L«j j^=jJI UJjjlj QjJ&j W J*x*T £)l

'" i

©C L L p - p J j J j S ^ q p l

Dan, tidak adalah yang Kami atur sebelumnya selain manusia lelaki; kepada

(20)

tidak tahu. Kami utus mereka dengan tanda-tanda yang jelas dan kitab- kitab kenabian yang sama; dan Kami turunkan kepadamu risalah ini supaya kaujelaskan kepada manusia apa yang sudah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka renungkan (QS an-Nahl, 16: 43-44).

Berkenaan dengan prinsip di atas, Imam Syafi‟i, seperti dikutip Ibnu Taimiyyah, mengatakan bahwa setiap hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Saw merupakan pemahaman yang berasal dari Alquran. Pendapat itu didasarkan atas firman Allah dan hadis Nabi Saw berikut.

4i)l TJC. kiXJj UJjjl b!

* ' ' ~i-' ^

[j-Ai Sj

Kami telah menurunkan kepadamu kitab yang membawa kebenaran agar engkau mengadili manusia sesuai dengan yang diajarkan Allah kepadamu. Dan, janganlah engkau menjadi pembela para pengkhianat (QS an-Nisa, 4: 105).

i S S * -- A * s * . S'

J 0 O 7 0 , . .f ✓ j ✓ ✓ 9>/‟ i/ tft . » ft / ✓

tiljbvj)\

Rasulullah Saw. bersabda: “Ketahuilah bahwa aku diberi Alquran dan yang semisalnya (hadis) bersamanya” (HR. Abu Dawud).

ff-

Peran Rasulullah Saw. di hadapan Alquran meliputi:

a. Menjelaskan bagian yang mujmal (global) dan mentashbih (mengkhususkan) yang ‘amm (umum).

b. Menjelaskan arti dan kaitan kata tertentu dalam Alquran.

c. Memberikan ketentuan tambahan terhadap beberapa peraturan yang telah ada dalam Alquran, seperti zakat fitrah.

d. Menjelaskan nasakh (penghapusan) ayat.

e. Menjelaskan untuk menegaskan hukum-hukum yang ada dalam Alquran.

Contoh penafsiran Alquran dengan Sunnah, sebagai berikut. Hamka mengutip riwayat dari Abd bin Humaid dari Ar-Rabi‟ bin Anas bahwa suatu ketika orang bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang sesat. Lalu, Rasulullah Saw. menjawab: “Yang dimaksud dengan orang-orang yang dimurkai ialah Yahudi dan yang dimaksud dengan orang-orang yang sesat ialah Nasrani."

(21)

Dan, barangsiapa daftar catatannya diberikan di tangan kanannya, kelak kepadanya akan dibuat perhitungan yang serbamudah (QS al-Insyiqaaq, 84:

7-8).

Ali Ash-Shabuni menulis bahwa Nabi Saw menjelaskan tentang maksud lafal utiya dengan menampakkan perbuatan; sedangkan

yuhasabu maksudnya disiksa.

Tafsir Alquran dengan Qaul Shahabah

Sahabat adalah orang-orang beriman yang diridhai Allah, yang pernah bertemu dengan Nabi Saw pada masa hidupnya. Mereka ikut menyaksikan peristiwa yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat dan keterkaitan turunnya dengan ayat lain. Mereka melihat dan mendengar apa yang tidak dilihat orang lain sesudahnya. Mereka mempunyai kedalaman pengetahuan dalam segi bahasa saat bahasa itu digunakan, kejernihan pemahaman, kebenaran fitrah, keyakinan yang kuat. Mereka juga mampu melakukan ijma‟ dalam suatu penafsiran.

Abdullah bin Mas‟ud berkata, “Demi Allah, tidaklah diturunkan ayat Alquran kecuali aku

mengetahui berkenaan dengan siapa ayat itu diturunkan dan di mana ayat itu turun. Jika aku mengetahui tempat seseorang yang lebih tahu tentang Kitabullah daripadaku, yang untuk menuju tempatnya diperlukan tunggangan, bakal aku datangi. ”

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kedudukan tafsir shahabi ini. Al-Hakim, seperti dikutip as-Suyuthi, berpendapat bahwa tafsir sahabat yang menyaksikan turunnya wahyu itu dinilai marfu‟. Ulama lainnya, dan Ibnu Shalah, serta ulama muta‟akhirin berpendapat bahwa tafsir shahabi yang dinilai marfu‟ itu khusus dalam bidang Asbabun Nuzul dan semisalnya yang tidak mungkin ra‟yu masuk di dalamnya. Selain itu, ia dinilai mauquf.

Jika para shahabat telah ijma‟ dalam suatu permasalahan, hal itu menunjukkan bahwa perkara itu memiliki dasar dari Sunnah, walaupun mereka tidak menyatakannya dengan jelas. Tetapi, jika masih ada perselisihan pendapat diantara mereka, kita bebas memilih salah satu pendapat dari mereka. Kita bebas memilih salah satu pendapat yang kita anggap paling mendekati kebenaran atau kita menambah pemahaman baru pada pendapat mereka. Demikian pandangan Yusuf Qardhawi.

Tafsir Tabi’in

Imam az-Zarqani dalam Manahilul „Irfan menulis bahwa terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai tafsir tabi‟in. Sebagian memandangnya ma‟tsur karena penafsiran mereka sebagian besar diterima dari sahabat Nabi Saw. Sebagian lainnya menilainya sebagai tafsir bir ra‟yi.

(22)

Kelompok yang disebut terakhir, ash-Shabuni, bahwa kedudukan para tabi‟in sama dengan mufassir lainnya (selain Nabi Saw dan sahabatnya). Mereka menafsirkan Alquran sesuai dengan kaidah- kaidah bahasa Arab, dan tidak berdasar pertimbangan atsar (hadits).

Berkenaan dengan kriteria tafsir bil-ma‟tsur, Imam az-Zarqani mengategorikan tafsir tersebut dalam dua macam. Pertama, tafsir yang dalil-dalilnya memenuhi persyaratan shahih dan diterima. Tafsir jenis ini tidak layak untuk ditolak oleh siapa pun, tidak dibenarkan untuk mengabaikan dan melupakannya. Kedua, tafsir yahg dalil atau sumbernya tidak sahih karena beberapa faktor. Tafsir jenis ini harus ditolak.

K

ETIGA

KAIDAH PENAFSIRAN

REDAKSIONAL ALQURAN

Isim dan Makna

Menurut as-Suyuthi, ism menunjukkan tetapnya keadaan dan keberlangsungannya, sedangkan ji‟il menunjukan timbulnya sesuatu yang baru dan terjadinya sesuatu perbuatan. Setiap kata tersebut (baca: ism dan fi‟il) mempunyai tempat tersendiri yang tidak bisa dipertukarkan satu dengan lainnya untuk tetap menghadirkan makna yang sama. Hakikat makna yang dikandung oleh ayat yang berbeda ada pada perbedaan kata yang digunakan. Berikut beberapa firman Allah yang menggunakan kata ism.

Engkau mengira mereka bangun, padahal mereka tidur; dan Kami balik- balikkan mereka ke kanan dan kiri; anting mereka merentangkan kedua kaki depannva di ambang pintu. Kalau engkau melihat mereka, tentu kau akan

berbalik lari dari mereka dan penuh rasa takut (QS al-Kahf, 18: 18).

Ayat di atas menggambarkan keadaan anjing Ashhab al-Kahf ketika mereka tertidur di dalam gua. Kaki anjing itu dalam keadaan terentang selama mereka tidur. Keadaan ini diungkapkan dengan menggunakan ism (kalbuhun basithun),

(23)

tidak dengan bentuk fiil. Penggunaan isim ini untuk lebih menggambarkan tetapnya keadaan anjing sepanjang waktu.

Orang-orang mukmin ialah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan tak pernah ragu; berjuang di jalan Allah dengan harta dan nyawa. Itulah orang-orang yang tulus hati (QS al-Hujurat, 49: 15).

Iman merupakan hakikat yang harus tetap berlangsung atau ada (eksis) selama keadaan menghendaki seperti halnya ketakwaan, kesabaran, dan sikap syukur kepada Allah. Penggunaan ism mu‟minun menggambarkan keadaan pelakunya yang terus dan tetap berlangsung, serta berkesinambungan. Ia tidak terjadi secara temporer. Jadi, mukminin merupakan sebutan untuk orang yang keberadaanya senantiasa diliputi oleh iman atau keyakinan.

Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang selalu taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar dan tabah, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang memberi sedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat Allah bagi mereka Allah menyediakan ampunan dan pahala yang besar (QS

al-Ahzab, 33: 35).

Pengertian sifat-sifat Islam, iman, taat, dan seterusnya pada ayat di atas mengandung semua sifat yang relevan. Semakin sempurna makna-makna sifat itu terkandung atau terhimpun dalam diri seseorang, semakin sempurna pula bentuk ampunan dan pahala yang pasti akan diperolehnya. Sebaliknya, berkurangnya

(24)

cakupan nilai sifat- sifat itu dalam diri seseorang, berarti berkurang pula ganjaran pahala dan ampunan yang pasti akan diterimanya dari Allah. Bahkan, jika pun makna dari sifat-sifat itu tidak dimiliki seseorang, ia tidak akan mendapat ampunan dan pahala dari Allah.

Kebaikan itu bukanlah karena menghadapkan muka ke timur atau ke barat; melainkan karena beriman kepada Allah dan hari kemudian, para malaikat, kitab dan para nabi; memberikan harta benda atas dasar cinta kepada-Nya, kepada para kerabat, anak yatim, fakir miskin, orang dalam perjalanan, mereka yang meminta dan untuk menebus budak-budak; lalu mendirikan shalat dan membayar zakat, memenuhi ianii bila membuat perjanjian, dan mereka yang tabah dalam penderitaan dan kesengsaraan serta dalam suasana kacau. Itulah orang yang benar, dan itulah orang- orang yang bertakwa (QS

al-Baqarah, 2: 177).

Pada ayat di atas, pemenuhan janji, sabar, dan takwa diungkapkan dengan bentuk isim yang menunjukan kelangsungan sifat-sifat tersebut pada diri para pelakunya.

(25)

Tidaklah sama orang-orang mukmin yang duduk-duduk (di rumah) yang tidak karena cacat dan mereka yang berjuang di jalan Allah dengan harta

(26)

dan dengan nyawa mereka. Allah mengangkat derajat merekayang berjuang dengan harta dan nyawa lebih tinggi daripada yang tinggal (di rumah). Kepada mereka masing-masing, Allah akan menjanjikan segala kebaikan. Tetapi, Allah lebih mengutamakan mereka yang berjuang daripada yang tinggal (di rumah) dengan pahala yang besar (QS an-Nisa‟, 4: 95).

Ayat di atas pun menggunakan isim, yakni qa‟iduna (orang-orang yangduduk-dudukdi rumah, gambaran orangpasif) yangdiperhadapkan dengan

mujahidun (orang-orang yang bersungguh-sungguh, gambaran orang-orang yang

aktif-dinamis). Jika kedua isim itu diganti dengan fi‟il, makna yang akan tampak pasti berbeda.

Fiil dan Makna

Ada banyak contoh ayat yang redaksinya menggunakan fiil dan ayat yang redaksinya menggunakan fiil dan isim lainnya dalam waktu yang bersamaan.

Mereka yang menyumbangkan harta, siang dan malam, dengan sembunyi atau terang-terangan, pahala mereka pada Tuhan. Mereka tak perlu khawatir, dan tak perlu sedih (QS al-Baqarah, 2: 274).

Kata yunfiqun pada ayat di atas menunjukan eksistensi sebuah tindakan atau aksi yang bisa ada dan bisa tidak ada. Jadi, ia menjadi sesuatu aksi yang temporal, bergantung pada kondisi. Jika seseorang melakukan pekerjaan itu, ia akan beroleh pahala, dan jika meninggalkannya, ia tidak memperoleh apa pun.

Dialahyang menciptakanku, dan Dialah yang membimbinglu; yang memberi aku makan dan minum. Dan, bila kau sakit, Dialah yang menyembuhkan

(27)

aku; yang akan membuatku mati, dan kemudian mengidupkan aku (kembali). Dan, kuharapkan mengampuni dosa-dosaku pada hari perhitungan (QS

asy-Syu‟ara‟, 26: 78-82).

Kata kerja khalaqa pada ayat di atas menunjukan telah terjadi dan

selesainya penciptaan pada waktuyang lampau, sedangkan kata kerja yahdi, yuth‟muni, yasqina, yasyfina, yumitum, yuhyina, dan yagkfira U dalam rangkaian

ayat itu menunjukan makna terus berlangsungnya perbuatan itu waktu demi waktu yang terjadi secara berangsur-angsur hingga sekarang.

Hai manusia, ingatlah nikmat Allah yang dilitnpahkan kepada kamu. Adakah Pencipta selain Allah yang akan memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi? Tiada Tuhan selain Dia. Lalu, mengapa kamu berpaling? (QS

Fathir, 35: 3).

Isim yang berbentuk fai'l atau pel aku, yakni khaliq, pada ayat tersebut menunjukan sifat yang melekat secara permanen pada diri pelakunya. Sebaliknya, pemberian rezeki terjadi secara bertahap atau berangsur-angsur sehingga terdapat persesuaian antara redaksi dan makna yang dimaksud.

1. Bentuk dan Makna Amr

Secara bahasa, amr berarti suruhan atau perintah, sedangkan menurut istilah,

amr berarti tuntutan melakukan perbuatan dari yang lebih tinggi kedudukannya

kepada yang lebih rendah kedudukannya. Sayyid Ahmad al-Hasyimi mendefinisikan amr sebagai sikap mengharapkan tercapainya perbuatan dari

mukhatab (orang kedua) yang datang dari pihak atasan.

Menurut Khalid Abdurrahman, amr merupakan kata yang menunjukan permintaan untuk melakukan apa yang diperintahkan dari arah yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Maksud ungkapan yang lebih tinggi kedudukannya dalam Alquran adalah Allah, sebagai pemberi perintah, sedangkan yang lebih rendah kedudukannya adalah makhluk sebagai pelaksana perintah.

(28)

Ada beberapa bentuk amr yang terdapat dalam Alquran. Pertama, perintah yang jelas-jelas menggunakan fi‟il amr.

Dan, berikanlah kepada perempuan (dalam perkawinan) mas kawinnya dengan ikhlas; tetapijika dengan senang hati mereka

memberikan sebagian darinya kepadamu, terimalah dan nikmatilah pemberiannya dengan senang hati (QS an-Nisa, 4: 4).

Kedua, kata perintah yang menggunakan fi‟il mudhari‟ (bentuk sedang dan

akan terjadi) yang didahului oleh lam al-amr.

Hendaklah di antaramu ada segolongan orang yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh orang berbuat benar dan melarang perbuatan mungkar. Itulah orang-orang yang beruntung (QS Ali Imran, 3: 104).

Hai orang yang beriman! Jagalah dirimu sendiri. Orang yang sesat tidaklah merugikan kamu jika kamu sudah mendapat petunjuk. Kepada Allah kamu semua akan kembali. Kemudian diberitahukan kepadamu mengenai apa yang sudah kamu lakukan (QS al-Maidah, 5: 105).

(29)

Keempat, kata kerja perintah berbentuk masdar pengganti fi'il.

(JtUl'jJLlJ AAjT Sifj

V JjfjyCuJ

li>Ji>-Iilj

S

^LJ

L

3 VI JiiJjJ 3j^-r=a^Jl ijjt fj Sji^oJI

Lw^O-

^ ^ \ -i i . l , ' -

Gp 1J ^

Dan, ingatlah ketika Kami menerima ikrar dari Bani Israil: tidak akan menyembah selain Allah, berbuat baik kepada orang tua dan kerabat, kepada anak yatim dan orang miskin dan berbudi bahasa kepada semua orang; dirikanlah shalat dan tunaikan zakat. Tetapi, kemudian kamu berbalik, kecuali sebagian kecil di antara kamu (masih juga) menentang (QS

al-Baqarah, 2: 83).

Kelima, kata kerja perintah yang berbentuk kalimat berita yang mengandung

arti perintah atau permintaan.

c-i2UJTj

Perempuan-perempuan yang dicerai harus menunggu tiga kali masa haid (QS

al-Baqarah, 2: 228).

Keenam, kalimat yang mengandung kata amr, fardhu, kutiba (ditetapkan),

dan „ala yang berarti perintah.

lilj L^iil oi ®

'&\

o j u , £ *

'M

oj i

s&i

ofg-ilil &

@ I\jy#J 0^

Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang layak menerimanya. Apabila kamu mengadili di antara manusia, bertindaklah dengan adil. Sungguh Allah mengajar kamu dengan sebaik-baiknya karena Allah

(30)

Maha Mendengar, Maha Melihat (QS an-Nisa, 4: 58).

c^=sL L»j ^>- jjl ^ I L Q P j i

^ <r >4'i ^ ^ - 2"

*-*■*?■■J (jJAS' 4JJI ^ • j o_j y>- * .

Kami ta/iu apa yang kami perintahkan kepada mereka mengenai istri-istri

mereka, dan yang sudah menjadi milik tangan kanan mereka supaya tidak menyusahkan engkau. Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. (QS

al-Ahzab, 33: 50).

jp cA ^

(

U=4^- v/ oiit gifb

(c^~^ 0j 5 ~ J ^ ^ ^ • £A| I

Hai orang-orang yang beriman, berpuasa diwajibkan atasmu sebagaimana telah diwajibkan atas mereka sebelum kamu supaya kamu bertakwa (QS al-Baqarah,

2: 183).

x ^ ^ x ^ ^

9

s'*** I 4 ^ ^

Mengerjakan ibadah haji ke sana merupakan kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjaan ke sana, dan barangsiapa mengingkarinya maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam (QS

Ali Imran, 3: 97).

l.r

J®5Cwoj£j ^JA Lo-9 oli

Kalau kamu terhalangi, sembelihlah kurban yang kamu mudah didapat, danjanganlah kamu mencukur kepalamu sebelum kurban sampai ke tempat penyembelihan (QS al-Baqarah, 2: 196).

2. Kategori Amr

Bentuk perintah dalam Alquran memiliki beragam bentuk. Pertama, amr menunjukan wajib atau tindakan yang harus'dilaksanakan. Misalnya, ayat berikut menunjukan bahwa shalat itu hukumnya wajib, dan orang yang meninggalkannya

(31)

berarti berdosa.

Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat (QS an-Nisa, 4: 77).

Kedua, amr menunjukan sunat. Misalnya, ayat berikut menunjukan perintah tanpa mewajibkan, meskipun sangat baik untuk dikerjakan.

Buatlah perjanjian yang demikian, jika kamu ketahui mereka baik (QS an-Nur,

24: 33).

Ketiga, amr tidak menghendaki pengulangan pelaksanaan. Misalnya, ayat

berikut mengandung pengertian bahwa mengerjakan haji dan umroh itu diwajibkan satu kali saja dalam seumur hidup.

Dan, sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. (QS al- Baqarah,

2: 196).

Keempat, amr tidak mengendaki pengulangan.

Dan, bila kamu dalam keadaan junub, bersihkanlah dengan mandi penuh (QS

(32)

Kelima, amr tidak mengendaki kesegeraan.

Jpjl UaJ/* cr**

£ x 1

Jika di antaramu ada yang sakit atau dalam perjalanan, (berpuasalah) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari lain (QS al-Baqarah, 2: 184).

Keenam, amr mengendaki kesegeraan.

J-A <4?~J

Masing-masing mempunyai tujuan, fee sanalah la mengarahkannya, berlombalah kamu dalam mengejar kebaikan (QS al-Baqarah, 2: 148).

Ketujuh, amr yang datang setelah larangan bermakna mubah.

•jj yj \jJ- V Ijlii; iii

^L^a.9 QjjsZ-) OwJi I

! j i I i j j

Hai orang yang beriman, janganlah kamu langgar lambang-lambang Allah, danjangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan mengganggu binatang-binatang had-ya dan qalaa-id, danjangan mengganggu orangyang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya. Tetapi, bila kamu selesai menunaikan ibadah haji, berburulah (QS

al-Maidah, 5: 2). 3. Ragam Makna Amr

Terkadang, bentuk-bentuk amr keluar dari makna asalnya dan menunjukkan beberapa makna lain yang dapat diambil kesimpulan melalui susunan kalimat dan tanda-tanda yang menyertainya. Makna- makna yang dimaksud sebagai berikut.

(33)

a. Amr bermakna doa ketika disampaikan pihak yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi kedudukannya.

Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku (QS an-Naml, 27: 19).

b. Irsyad (nasihat).

JU* Jff 3, a^i

W

ot 4-^ V3 L3i£=>

Hai orang yang beriman, jika kamu bermuamalah dengan car a berutang sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis (QS al-Baqarah, 2: 282).

c. Ta‟jiz (melemahkan).

ot J* liJjj U-? y^3 <4 j»^aaa oj3

Jika kamu masih ragu apa yang kami wahyukan ini kepada hamba kami, buatlah sebuah surah saja semacam ini (QS al-Baqarah, 2: 23).

d. Ibahah (boleh).

1^3fj* S!j 1jJL^aaj

Makan dan minumlah; tetapifangan berlebihan (QS al-A‟raf, 7: 31).

e. Ihanah (penghinaan).

(34)

Nahy dan Makna

Secara bahasa, nahy berarti larangan atau cegahan, sedangkan secara terminologi, nahy berarti tuntutan atau perintah meninggalkan suatu perbuatan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah kedudukannya. Menurut ulama ahli ushul,t nahy merupakan lafal yang digunakan oleh pihak yang lebih tinggi

kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya supaya tidak mengerjakan suatu pekerjaan.

Khalid Abdurrahman mengartikan bentuk nahy sebagai perkataan atau ucapan yang menunjukkan permintaan berhenti dari suatu perbuatan, dari orang yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. An- nahy, menurut Sayyid Ahmad al-Hasyimi, merupakan tuntutan untuk mencegah berbuat sesuatu yang datang dari atas. Ash-Shafahsi berkata bahwa sesungguhnya keharusan larangan adalah meninggalkan suatu tindakan yang dilarang sesegera mungkin.

1. Redaksi Kalimat Nahy

Seperti halnya, bentuk amr, nahy pun memiliki beragam bentuk. Pertama,

fi‟il nahy.

Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kekurangan, dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sungguh itu perbuatan keji

(35)
(36)

dan jalan yang buruk. Dan, janganlah kamu menghilangkan nyawa yang diharamkan Allah, kecuali demi kebenaran ... janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali untuk memperbaikinya sampai ia mencapai umur dewasa (QS al-Isra, 17: 31-34).

Kedua, menggunakan lafaz utruk, da' (tinggalkanlah, jauhilah, tolaklah,

hindarilah), dan naha harrama (Dia telah mengharamkan). ijfi

Dan, janganlah kau turuti orang-orang kafir dan kaum munafiq, janganlah kau hiraukan gangguan mereka; tetapi tawakallah kepada Allah; sebab cukuplah Allah sebagaipelindung. (QS al-Ahzab, 33: 48).

Apa yang diberikan rasul kepadamu terimalah, dan apa yang dilarang tinggalkanlah. bertakwalah kepada Allah; Allah sangat keras dalam menjatuhkan hukuman (QS al-Hasyr, 59: 7).

Katakanlah: Tuhanku mengharamkan segala perbuatan keji, yang terbuka atau tersembunyi, dosa dan pelanggaran hak orang tanpa alasan; mempersekutukan Allah, padahal Dia tidak memberi kekuasaan untuk itu, Dan, biarlakanlah laut terbelah karena mereka tentara yang akan ditenggelamkan (QS ad-Dukhan, 44: 24).

(37)

dan berkata tentang Allah yang tidak kamu ketahui (QS al-A‟raf, 7: 33). i

2. Ragam Pemakaian Nahy

Larangan dalam Alquran mengandung beberapa makna dan tujuan.

Pertama, larangan yang menunjukkan keharaman tentang sesuatu.

Dan, janganlah kamu mendekati zina (QS al-Isra, 17: 32).

Kedua, larangan yang menunjukan makruh (boleh dilakukan, tetapi

sebaiknya dihindari karena mendekati haram).

Si

Janganlah kamu shalat di kandang unta (HR Tirmidzi).

Ketiga, larangan yang mengandung perintah untuk melakukan yang

sebaliknya.

Ingatlah ketikaLuqman berkata kepada putranya sambil memberi pelajaran: "Hai anakkuf Janganlah persekutukan Allah; mempersekutukan Allah sungguh suatu kejahatan besar (QS Luqman, 31: 13).

(38)

Tuhan, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau melakukan kesalahan; Tuhan, janganlah memikulkan kepada kami suatu beban berat yang engkau bebankan kepada yangn sebelum kami; Tuhan, jangan memikulkan kepada kami beban yang tak mampu kami pikul. (QS al- Baqarah, 2: 286).

Janganlah kau menatapkan pandanganmu atas apa yang Kami berikan kpada golongan tertentu di antara mereka, dan janganlah kau bersedih terhadap mereka; rendahkanlah sayapmu (dengan lemah lembut) kepada orang beriman

(QS al-Hijr, 15: 88).

Hai orang-orang yang tak beriman, janganlah kamu berdalih hari ini balasan yang akan kamu peroleh hanyalah atas apa yang kamu kerjakan (QS at-Tahtim,

66: 7).

Ketujuh, nahy untuk menenteramkan. Kelima, nahy bermakna bimbingan (irsyad).

Hai orang yang beriman, janganlah tanyakan sesuatu yang bila diterangkan menyusahkanmu (QS al-Maidah, 5: 101).

Keenam, nahy menegaskan keputusan.

(39)
(40)

Istifham dan Maknanya

Dalam percakapan sehari-hari, ungkapan yang berbentuk kata tanya (istifham) sering digunakan. Bahkan, merupakan ungkapan pokok dalam komunikasi yang tidak dan belum jelas maksudnya. Seperti ungkapan siapakah, apakah, dan bagaimanakah. Huruf yang biasa digunakan dalam kalimat tanya dalam bahasa Arab disebut harf al-istifham. Ketika seorang membaca dan memahami isi kandungan Alquran, ia akan mendapatkan ungkapan-ungkapan yang banyak menggunakan lafal istifham. Istifham tersebut memiliki indikasi makna yang berbeda-beda.

Kata istifham merupakan bentuk masdar dari kata istifhama yang berarti paham, jelas, dan mengerti. Akar kata ini mendapat tambahan alif sin dan ta di awal kata yang salah satu fungsinya adalah untuk meminta sesuatu. Jadi, kata

istifham berarti ungkapan permintaan atau penjelasan (thalabul fahm). Lalu,

apakah pengertian istifham itu?

Secara istilah, istifham oleh Imam az-Zarkasi dalam buku al-Burhan fi

Ulumil Quran dijelaskan sebagai upaya pencarian pemahaman dan pengertian

tentang sesuatu hai yang tidak diketahui. Dalam kitab al-Mu‟jam al-Mufashshal disebutkan bahwa istifham merupakan upaya mencari pemahaman tentang hakikat, nama, jumlah, dan sifat dari suatu hai. Sementara itu, kitab Balaghatul

Wadhihah kata istifham didefmisikan sebagai upaya pencarian pengetahuan

tentang segala sesuatu yang sebelumnya tidak atau belum diketahui. Jadi, kata

istifham dengan berbagai maknanya itu memiliki satu maksud pokok, yaitu

mencari pemahaman tentang suatu hai seperti diungkapkan pengarang kitab

al-Itqanfi Ulumil Quran.

Kata tanya (adawatul istifham) terbagi dalam dua katagori: huruf istifham

(hamzah dan hai yang artinya apakah) dan isim istifham. Isim istifham yang

dimaksud adalah semua adawatul istifham selain pertama, yakni ma (apa), man (siapa), kaifa (bagaimana), mata (kapan), ayyana (bilamana), anna (darimana),

kam (berapa), aina (di mana), ayyu (apa, siapa).

Huruf hamzah digunakan untuk menanyakan tentang apa atau siapa yang memerlukan jawaban ya atau tidak. Misalnya, ungkapan pada ayat berikut.

(41)

^

-Dan ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai Isa putra Maryam! Engkaukah yang berkata kepada orang; Sembahlah aku dan ibuku sebagai tuhan selain Allah? “Ia berkata, “Mahasuci Engkau! Tidak sepatutnya aku mengatakan apayang bukan menjadi hakku (QS al-Maidah, 5: 116).

Lafal hal (apakah) adalah kata tanya untuk konfirmasi yang memerlukan jawaban ya atau tidak. Misalnya, ungkapan pertanyaan berikut.

(eg; IjjTJu (Ll (J* IJ-*

Bukanlah sudah berlalupada manusia masayangpanjang dari waktu ketika dia bukan apa-apa (bahkan) tidak disebut-sebut?(QS ai-Insan, 76: 1).

Lafal ma digunakan untuk menanyakan suatu yang tak berakal.

“Apa yang membawa kamu ke dalam api neraka?” Mereka berkata, “kami tak termasuk golongan orang yang shalat." (QS al-Muddatstsir, 74: 42- 43).

Lafal man digunakan untuk menanyakan makhluk berakal.

^ 5 £ jc" ^ / ji'' ✓ ^ ^ ^ <■< 9 j[ f ^ •jj'

jA 0 *.1 ya,.>9

5^13 ^13

(42)
(43)

yang akan la lipatgandakan gantinya dengan sebaik-baiknya? Allah akan memberi (kepadamu) kesempitan dan kelapangan (rezeki), dan kepadaNya kamu dikembalikan (QS al-Baqarah, 2: 245).

Lafal mata digunakan untuk menanyakan waktu, baik yang lampau maupun yang akan datang.

Atauhah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga tanpa suatu cobaan seperti dialami mereka sebelum kamu? Mereka mengalami penderitaan dan malapetaka danjiwa mereka begitu tergoncang, sehingga Rasul pun berkata bersama orang-orang yang beriman, “Bilakah datangnyapertolongan Allah? “Ya, sungguh pertolongan Allah sudah dekat (QS al-Baqarah, 2: 241).

Lafal ayyana digunakan untuk menanyakan suatu yang berkenaan dengan waktu mendatang.

Dan, bagaimana

kamu akan mengingkari padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu dan di tengah-tengah kamu pun ada Rasul-Nya? (QS al-Imron, 3: 101).

r

Ia bertanya, “Bilakah hari kiamat itu?”(QS al-Qiyamah, 75: 6).

(44)

36 >

Lafal anna digunakan untuk menanyakan asal-usul.

o-ib aij (jik ooL4==»j (J ^ „ ->!&* *4o

Dia berkata: “Tuhanku, bagaimana aku akan mendapatkan anak, sedang istriku mandul aku sudah dalam usia renta?”(QS Maryam, 19: 8).

Lafal kam digunakan untuk menanyakan jumlah atau bilangan.

<jl J* J1

i' * ■*' M-t . - jAZjtJ4_>L» 4i) I 4j L« L9 I_£j^4 wLaj 4JJIsJliA

oiLJ Jii J' IJ^ o-LJ ^-^== tJ^

J=e

. 'Ob j>i,j ., '^TLabijg 4JL«

y«Ua,*JI _ Jl JPt,>'3 ^ j^UJ Ajlf. .,rT3jL»-?-

jU^I Jli jll L^>J Lij^5o jjj LA^CJD cjC^3

©i ji *<> ji= J*' of

j4fa«, seperti orang yang melewati sebrnh dusunyang sudah runtuh sampai ke

atap-atapnya. la berkata, “Oh, bagaimana Allah mengghidupkan semua ini setelah mati?“ Lalu, Allah membuat orang itu mati selama seratus tahun kemudian membangkitkannya kembali. Lalu, Allah bertanya: “Berapa lama kamu tinggal di sini? “ la menjawab/‟saya tinggal di sini sehari atau setengah hari" Allah berfirman.”Tidak, bahkan seratus tahun; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang lagi belum berobah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami yang menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami akan menyusunnya

(45)

kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: ”Saya yakin bahwa Allah maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS al-Baqarah, 2: 259).

Lafal aina digunakan untuk menanyakan tempat.

Maka, kemanakah kamu akan pergi?” (QS at-Takwir, 81: 26). Lafal ayyu

digunakan untuk menanyakan apa atau siapa.

Manakan dari kedua golongan yang lebih berhak mendapatkan keamanan?(katakan) jika kamu mengerti. (QS al-An‟am, 6: 81).

Istifham merupakan pengungkapan yang memiliki makna bermacam-macam yang

bergantung pada siyaqul kalamnya. Ada ahli yang berpendapat bahwa istifham yang terdapat dalam Alquran memberi makna-pengertian bahwa mukhatab (lawan bicara) sesungguhnya mengetahui apa yang ditetapkan dan apa yang dinafikan (lihat QS an- Nisa, 4: 87 dan al-Insan, 76: 1). Jadi, Allah mengingatkan makhluk- Nya perihal apa yang mereka telah ketahui. Adakalanya, istifham keluar dari pola bakunya sendiri dan mengandung dua makna sekaligus: inkar dan taqrir (lihat QS al-An‟am, 6: 81). Di satu sisi, orang-orang kafir tidak berhak mendapat jaminan keamanan, sedangkan di sini, orang- orang yang beriman berhak mendapatkan jaminan keamanan..

Isim Nakirah dan Fungsinya

Isim nakirah (kata benda tak tentu) digunakan untuk beberapa fungsi. Pertama, untuk

menunjukan isim tunggal (satu).

(46)
(47)

Kedua, untuk menunjukkan ragam atau macam.

t\A q* <i\$ JTiyi> 4i)lj

X

Dan Allah menciptakan setiap binatang dari air. (QS an-Nur, 24: 45).

Sesungguhnya akan kaudapatai merekalah orang yang paling serakah ingin hidup (QS al-Baqarah, 2: 96).

Kata „ala hayatin yang dimaksud adalah kehidupan untuk mencari bekal atau tambahan untuk masa depan karena keinginan itu bukan terhadap masa lalu atau masa sekarang.

Ketiga, untuk mengagungkan atau memuliakan.

Jika tidak kamu lakukan, ketahuilah, suatu pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya (QS al-Baqarah, 2: 279).

Kata harb di sini berarti peperangan yang dahsyat atau besar.

Keempat, untuk menunjukan jumlah yang banyak.

oj QH isi SJ b&A

l25

WVVr Setelah ahli-ahli sihir datang, mereka berkata kepada Firaun, “Tentu kami akan mendapat imbalan bila kami yang menang (QS asy-Syu‟ara, 26: 41).

Kelima, untuk merendahkan.

OO JGJJULS A.efa)

Dari bahan Apakah la menciptakannya? Dari setetes air mani: Ia menciptakannya, lalu membentuknya menurut ukuran (QS „Abasa, 80: 19).

(48)

Keenam, untuk menyatakan jumlah sedikit.

Allah menjanjikan kepada orang beriman, laki-laki dan perempuan, taman- taman surga.. dan keridhaan Allah lebih besar, itulah kemenangan yang gemilang (QS at-Taubah, 9: 72).

Artinya, ridha Allah yang sangat sedikit itu lebih besar daripada surga-surga yang ada karena merupakan pangkal kebahagiaan.

Ketujuh, untuk menunjukkan tunggal dan macam sekaligus.

Kalau mereka mendustakan engkau, rasul-rasul sebelummu pun sudah didustakan, dan kepada Allah segala persoalan dikembalikan (QS Fathir,

35: 4).

Maksud ungkapan rusulun adalah rasul-rasul atau para rasul yang mulia dan banyak jumlahnya.

Kesembilan, untuk menunjukkan makna-pengertian yang umum jika nakirah

tersebut mengandung unsur nafy dan nahy atau syarth atau istifham.

Dan, Allah menciptakan setiap binatang dari air (QS an-Nur, 24: 45).

(49)

Hari ketika tak seorang pribadi pun berkuasa atas pribadi yang lain: dan segala urusan hari itu hanyalah semata pada Allah (QS al-Infithar, 82:

19).

Kata nafs pada ayat di atas bersifat umum, siapa pun orangnya (laki atau perempuan), berkedudukan sama (status sosial) ditinjau dari segi ketidakmampuan membantu orang lain. Demikian pula makna-pengertian kata syai‟an. Pada hari kiamat apa pun tidak dapat diberikan kepada orang lain yang berguna atau dapat menghindarkan bahaya siksa yang akan menimpa orang lain.

Kata syai‟an juga terdapat pada ayat yang bernada larangan untuk menyekutukan Allah dengan sesuatu pun. Misalnya, wa‟budullaha wa la tusyriku

bihi syai‟an, dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia (QS an-Nisa, 4: 36). Larangan mempersekutukan Allah pada ayat di atas mencakup segala sesuatu yang

mengandung unsur syirik, berbentuk niat, perkataan dan perbuatan; syirik besar, kecil, nyata maupun tersembunyi. Tegasnya, seorang tidak boleh dan tidak pantas mempersekutukan dan menyeikatkan Allah dengan cara bagaimanapun.

Hai manusia ingatlah akan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu. Adakah pencipta lain selain Allah yang akan memberi rezeki dari langit dan dari bumi? Tiada tuhan selain Dia. Lalu, mengapa kamu berpaling? (QS Fathir, 35:

3).

Ayat ini mengandung arti bahwa hanya Allah yang bisa memberi rezeki kepada makhluk-Nya, termasuk di dalamnya memperluas atau mempersempit pintu rezeki itu sendiri.

(50)
(51)

Isim Ma’rifah dan Fungsinya

Penggunaanisimma‟rifah (katabendater tentu,defin i tif) mempunyai beberapa fungsi yang berbeda sesuai dengan macamnya. Pertama, ta‟rif dengan

isim dhamir (kata ganti) untuk meringkas kalimat, baik dengan dhamir mutakallim, mukhatab atau ghaib.

Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim,-laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang selalu ta‟at, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar dan tabah, laki- laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang memberi sedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat Allah bagi mereka Allah menyediakan ampunan dan pahala yang besar. (QS.

al-Ahzab, 33 : 35)

Kedua, ta‟rif dengan „alamiah (nama diri) yang berfungsi untuk beberapa

maksud. Misalnya, menghadirkan pemilik nama dalam hati para pendengarnya dengan cara menyebutkan namanya yang khas.

Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa, Allah, yang kekal, Yang Mutlak. (QS.

(52)
(53)

Atau, untuk memuliakan atau mengungkapkan identitas seseorang. Misalnya,

muhammadan rasulullah walladzina ma‟ahu asyidda-u „alal kuffari ruhama-u bainahum tarahum rukka'an sujjadan yabtaghuna fadhlan minallahi wa ridhwanan,

muhammad adalah utusan Allah, Dan mereka yang bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, kasih sayang antara sesamanya; akan kau lihat mereka ruku dan sujud (dalam shalat), mencari karunia Allah dan ridhaNya (QS al-Fath, 48: 29). Atau, menghinakan atau meremehkan seseorang, seperti tabbat yada abi

lahabiw watabb, binasalah kedua tangan Abu Lahab! Binasalah dia! (QS al-Lahab,

111: 1).

Cx* dP is^J* S3* Cr? 0Oj

M Jli l\ sjiJT J}i \y&

o]

^ S s' '

Jse

^ ^ o! J<AJ&

Bahwa Qorun adalah salah seorang dari kaum musa, tetapi bertindak

sewmang-wmang terhadap mereka, dan kami berikan kepadanya sebagian

pembendaharaan harta, yang kunci'kuncinya akan membuat bungkuk orang yang kuat-kuat. Perhatikan ketika kaumnya berkata kepadanya, “janganlah kau berpongah-pongah, karena Allah tidak menyukai orang yang pongah. (QS

al-Qashash, 28: 76).

Ketiga, ta‟rif dengan isim isyarah (kata petunjuk) untuk maksud tertentu.

Misalnya, menjelaskan bahwa sesuatu yang ditunjuki itu dekat dengan kata penunjuk

hadza atau hadzihi.

QA Jjls- 13L« jjjli AM! I JLlA

Yang demikian inilah ciptaan Allah; sekarang tunjukanlah kepada-ku apa yang diciptakan oleh yang selain Dia. (QS Luqman, 31: 11).

JIAJI^ OJLLA C«J

1 jj l.^T=3 jJ

Hidup didunia hanya suatupermainan dan hiburan. Tetapi tempat kediaman yang sesungguhnya di akhirat, itulah hidup yang sebenarnya, kalau mereka tahu (QS al-Ankabut, 29: 64).

Atau, menjelaskan bahwa sesuatu yang ditunjuk itu jauh, dengan kata penunjuk dzalika, tilka, ula‟ika.

(cSp) I J L P L S J L * J > - J 1 L*J g I

;<KIA II. Itulah penduduk yang Kami binasakan setelah mereka bertindak sewenang-

(54)

44

al-kahf, 18: 59).

Menjelaskan keagungan yang ditunjuki dengan menggunakan kata tunjuk jauh : dzalika.

^JLuJU (_£ JUb 4~3 V I '3

Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (QS al-Baqarah, 2:2)

Keempat, ta‟rif dengan isim maushul karena beberapa alasan:

a. Tidak disukai penyebutan namanya untuk menutupi atau merendahkannya,

wal ladziqala liwalidaihi uffin lakuma ata‟iddninl an akhruja, dan (orang) yang berkata kepada kedua orangtuanya: "Cis kamu! Kamu menjanjikan kepadaku akan dibangkitkan kembali (QS al-Ahqaf, 46: 17).

b. Untuk menujukkan umum, wal ladztnajahadufina lanahdiyannahum

subulana wa innallaha lama‟al muhsinin, dan mereka yang berjuang di jalan

Allah Kami, niscaya Kami bimbing mereka ke jalan Kami. Allah sungguh bersama orang yang melakukan perbuatan baik (QS al-Ankabut, 29: 69). c. Untuk meringkas kalimat karena jika nama-nama orang yang dimaksud

disebutkan, pembicaraan (kalimat) itu akan menjadi panjang. Hai

orang-orangn beriman, janganlah seperti mereka yang menggangu Musa; Allah metnbersihkan Musa dari segala yang mereka tuduhkan. Dalam pandangan Allah, ia adalah orang yang terhormat (QS al-Ahzab, 33: 69).

f

Kelima, ta‟rif dengan alif dan lam, antara lain, berfungsi sebagai berikut.

a. Untuk menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui yang telah disebutkan terdahulu. Allah

adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahayaNya seolah seperti sebuah rongga didalamnya ada sebuah pelita, pelita itu dalam bola kaca; dan bola kaca itu laksana bintang berkilau (QS an-Nur, 24: 35).

b. Untuk menunjukan sesuatu yang telah diketahui olah pendengarnya. Allah telah meridhai

orang-orang yang beriman ketika memberikan ikrar setia kepadamu di bawah pohon (QS

al-Fath, 48: 18).

c. Untuk menunjukan hakikat makna secara keseluruhan. Sungguh manusia dalam kerugian (QS al-Ashr, 103: 1).

d. Untuk menunjukan seluruh pengertian yang tercakup di dalamnya. Hendaklah kamu tolong

menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan (QS al-Maidah, 5: 2). Kata al-birr pada ungkapan

(55)

ta‟dwanu al-birr di atas pengertiannya mencakup semua jenis kebaikan.

Keenam, ta‟rif dengan idhafah, antara lain berfungsi untuk memuliakan atau memberi

penghargaan kepada mudhaf

Engkau tidak berkuasa atas hamba-hambaKu, kecuali mereka yang mengikutimu dalam kesesatan (QS al-Hijr, 15: 42).

Atau, menunjukkan pengertian umum. Hai manusia, ingatlah nikmat Allah yang

dilimpahkan kepada kamu (QS Fathir, 35: 3). Perlu diingat bahwa bila kedua isimnya berupa ma‟rifah, pada umumnya yang kedua adalah hakikat yang pertama.

@OSJUaJt

Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan mereka yang telah Kauberi segala kenikmatan dan bukan orang-orang yang sesat (QS al-Fatihah, 1: 6-7).

Jika keduanya nakirah, yang keduanya biasanya bukan yang pertama. Allah,

Dialah yang menciptakan kamu dalam keadaan lemah, kemudian sesudah dalam keadaan lemah la menjadikan kamu kuat, kemudian sesudah kuat la menjadikan kamu lemah kembali dan tua renta (QS ar-Rum, 30: 54). Dha‟f (lemah) yang

pertama adalah nutfah (sperma). Dha‟f kedua adalah masa anak-anak, sedangkan

dha‟f yang ketiga adalah masa lanjut usia (kembali ke kondisi tidak mengetahui

apa pun atau pikun).

Apabila yang pertama berbentuk nakiroh dan kedua ma‟rifah, yang kedua adalah hakikat yang pertama karena itulah yang sudah diketahui.

Kami telah mengutus kepada kamu seorang rosul yang menjadi saksi atas kamu, sebagaimana Kami mengutus seorang rasul kepada Firaun. Tetapi Firaun mendurhakai rosul; maka Kami cekam dia dengan azab yang berat (QS al-Muzammil, 73: 15-16).

Jika yang pertama ma‟rifah dan yang kedua nakiroh, apa yang dimaksud bergantung pada qorinah (indikator). Adakalanya qarinah itu menunjukkan

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur yang teramat dalam saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Segala, atas percikan kasih, hidayat, dan taufiq-Nya sehingga Skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh

Setelah menyimak video pembelajaran peserta didik dapat secara aktif dan tekun menentukan nilai variabel pada sistem persamaan linier dua variabel dalam masalah

1) Citra input merupakan citra warna, pemprosessan dapat dilakukan dengan memisahkan setiap saluran warna R, G dan B. 2) Dekomposisi wavelet mulai level 1 dan level 2 untuk

Puji Syukur atas rahmat, hidayah, dan pertolongan Allah SWT sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ Analisis Perilaku Prototip Struktur

SEBELUM KASIH BABY MINUM SUSU HARUS DI PERHATIKAN PANAS ATAU DINGIN DI COBA TETESKAN PADA TANGAN MU, KALAU TIDAK PANAS BOLEH KASIH BABY

Kombinasi ekstrak air kering rimpang kunyit, daun majaan, daun jambu biji, dan herba meniran secara oral tidak mempunyai efek antidiare pada hewan coba mencit

Keragaman genetik ikan cakalang yang diperoleh di kabupaten Jembrana dan Karangasem, Bali, sangat tinggi, namun diyakini berasal dari populasi induk yang sama.. JURNAL BIOLOGI

Terkait dengan hal itu, penelitian Iskandar Muda (2012) merinci bahwa komponen dari sektor penerimaan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) yang berpengaruh