BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
B. Gagal Jantung
Gagal jantung secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen dan metabolisme tubuh. Definisi lain
adalah suatu keadaan curah jantung (kemampuan jantung memompa darah) yang
relatif kurang dibandingkan kebutuhan metabolisme tubuh, meskipun aliran darah
balik cukup memadai (Kisworo, 1996). Istilah gagal jantung menurut Wells (2003)
lebih baik daripada istilah gagal jantung kongestif sebab penderita bisa mempunyai
2. Patofisiologi
Sindroma klinik kegagalan jantung berujud sebagai hipoperfusi organ dan
pemberian oksigen ke jaringan yang tak mencukupi karena curah jantung rendah dan
penurunan daya cadangan jantung (kegagalan ke depan) maupun pembendungan
paru dan vena (kegagalan ke belakang). Terdapat beberapa macam adaptasi yang
bersifat kompensasi, yaitu:
a. peningkatan volume (dilatasi) dan massa (hipertrofi) ventrikel kiri
b. peningkatan resistensi vaskular sistemik (RVS) akibat peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatik dan kenaikan kadar katekolamin-katekolamin yang beredar
(pada sirkulasi darah) dan
c. aktivitas sistem renin-angiotensin dan vasopressin (Anti Diuretik Hormon =
ADH).
Mekanisme-mekanisme sekunder ini bersama dengan “ kegagalan pompa jantung “
yang sebenarnya memainkan peranan dalam patofisiologi kegagalan jantung
(Woodley, 1995).
3. Gejala dan tanda
Menurut Knight (1989), gejala-gejala utama kegagalan kerja kongestif yang
mempengaruhi sistem peredaran darah sebelah kiri maupun sebelah kanan adalah
sebagai berikut ini :
a. sesak napas adalah tanda pertama. Istilah untuk sesak napas ialah dyspnea.
Mula-mula timbul hanya pada waktu kerja keras tetapi apabila kemampuan
b. haemoptysis adalah istilah untuk batuk bercampur darah yang merupakan gejala
khas gagal jantung
c. gejala khas lainnya ialah edema, atau akumulasi cairan pada bagian-bagian yang
bergantung pada bagian lain, dan memberi indikasi jantung sebelah kanan sudah
kurang kemampuannya
d. gejala lain yang mungkin tampak ialah lesu dan kehabisan tenaga.
Kadang-kadang bibirnya kebiru-biruan dan ujung-ujung bagian tubuh menunjukkan
kurangnya oksigen.
Menurut Nelson (cit., Wahab, 1996) bahwa pada anak-anak, gejala dan
tanda-tanda gagal jantung serupa dengan gejala dan tanda-tanda-tanda-tanda pada orang dewasa
sedangkan pada bayi, gejala dan tanda gagal jantung mungkin lebih sukar ditentukan.
Manifestasi yang paling menonjol adalah takipnea, kesukaran makan, pertambahan
berat buruk, keringat berlebihan, iritabilitas, nangis lemah, dan pernapasan yang
berisik, berat dengan retraksi interkostal, dan subkostal serta cuping hidung
mengembang.
4. Diagnosis
Kegagalan jantung hendaknya dicurigai berdasarkan karakteristik gejala dan
tanda. Ventrikular hipertrofi dapat ditunjukkan dengan sinar x atau
elektrokardiogram.
Menurut Karo Karo (cit., Hidayati, 2001) yang paling lazim digunakan untuk
menegaskan diagnosis adalah sistem klasifikasi yang ditetapkan oleh The New York
a. NYHA I, berupa penyakit ringan dan tidak ada gejalanya pada aktivitas biasa
b. NYHA II, dalam aktivitas normal menimbulkan kelelahan dan aktivitas fisik
sedikit terbatas
c. NYHA III, ditandai dengan lelah, palpitasi atau angina, dan keterbatasan
melakukan aktivitas
d. NYHA IV, di mana keluhan sudah timbul waktu istirahat dan semakin berat
pada aktivitas ringan.
5. Faktor resiko
Ada dua kelompok faktor resiko bagi penyakit gagal jantung yaitu, faktor resiko
yang bisa dikendalikan dan faktor resiko yang tidak bisa dikendalikan.
Faktor resiko yang bisa dikendalikan meliputi mayor (kolesterol darah tinggi,
tekanan darah tinggi, dan perokok) dan minor (tekanan emosi, kurang gerak badan,
obesitas, pribadi tipe A, diabetes). Faktor resiko yang tidak bisa dikendalikan
meliputi usia, jenis kelamin, serta genetik (Shryok and Hardinge, 2003). Sedangkan
menurut Meece (2003) diabetes bukan lagi merupakan faktor resiko gagal jantung
melainkan sebagai faktor yang terlibat dalam patofisiologi gagal jantung.
6. Sasaran Terapi
Gagal jantung pada dasarnya merupakan suatu sindrom klinik yang dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan, sebagai berikut :
a. Beban kerja yang berlebihan
1) kenaikan tahanan terhadap aliran keluar darah dari ventrikel (pressure
overload) seperti pada stenosis aorta atau pulmonal, hipertensi (sistemik atau
2) kenaikan beban volume ventrikel akibat pengisian secara berlebihan (volume
overload) seperti dapat terjadi pada insufisiensi mitral atau trikuspidal,
insufisiensi aorta, serta penyakit jantung bawaan dengan pirau (shunt) dari
kiri ke kanan.
3) kenaikan kebutuhan tubuh yang tidak dapat dipenuhi oleh kemampuan
jantung sehingga menyebabkan gagal jantung dengan curah jantung yang
tinggi (high output failure). Keadaan ini dapat terjadi pada kasus anemia,
tirotoksikosis, fistula arteriovenosa, dan kor pulmonal hipoksik.
b. Kelainan miokardium: infark miokardium, kardiomiopati, penyakit-penyakit
infiltrasi seperti hemokromatosis, amiloidosis, sarkoidosis, dan miokarditis. Pada
keadaan ini fungsi jantung mengalami penurunan akibat kelainan pada otot
jantung tersebut.
c. Kerusakan miokardium iatrogenik akibat radiasi atau obat (doksorubisin)
(Kisworo, 1996).
7. Strategi Terapi
Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah mengurangi gejala akibat
bendungan sirkulasi, memperbaiki kapasitas kerja dan kualitas hidup, serta
memperpanjang harapan hidup. Untuk itu pendekatan awal adalah memperbaiki
berbagai gangguan yang mampu pulih untuk menghilangkan beban kardiovaskuler
yang berlebihan, misalnya mengobati hipertensi, mengobati anemia, mengurangi
berat badan, atau memperbaiki stenosis aorta. Gagal jantung yang tetap bergejala
walaupun penyakit yang mendasarinya telah diobati memerlukan pembatasan
a. Kelompok usia bayi-remaja
Obat-obat kardiovaskuler yang digunakan pada kelompok usia ini menurut
Nelson (cit., Wahab, 1996) adalah :
1). digitalis
Digoksin merupakan glikosida digitalis yang paling sering digunakan pada
penderita pediatri. Waktu paruhnya 36 jam cukup lama untuk memungkinkan
pemberian setiap hari atau dua kali sehari dan cukup pendek untuk membatasi
pengaruh toksik dari kelebihan dosis. Digoksin diserap dengan baik oleh saluran
gastrointestinal (60-85%), pada bayi sekalipun.
Digitalisasi cepat bayi dan anak pada gagal jantung dapat dilakukan secara
intravena. Terapi digitalis rumat dimulai sekitar 12 jam sesudah digitalisasi penuh.
Penderita yang tidak sakit berat dapat didigitalisasi pada mulanya melalui mulut.
2). diuretik
Furosemid adalah diuretik yang paling sering digunakan pada penderita dengan
gagal jantung. Penderita yang memerlukan diuresis akut harus diberikan
furosemid intravena atau intramuskuler pada dosis awal 1-2 mg/kg. Hal ini
biasanya menyebabkan diuresis cepat dan perbaikan segera status klinis, terutama
jika ada gejala kongestif paru. Terapi furosemid lama diresepkan pada dosis 1-4
mg/kg/24 jam diberikan anatara 1 dan 4 kali sehari.
Spironolakton merupakan inhibitor aldosteron dan memperbesar retensi
kalium. Biasanya diberikan secara oral 2-3 mg/kg/24 jam dalam dosis terbagi 2-3
Klorotiazid kadang-kadang juga digunakan untuk diuresis pada anak dengan
gagal jantung kongestif kurang berat. Dosis biasanya adalah 20-50 mg/kg/24 jam
dalam dosis terbagi
3). obat pengurang beban pasca
Kelompok obat ini berguna terutama pada anak dengan gagal jantung
kongestif akibat kardiomiopati dan pada beberapa penderita dengan insufisiensi
mitral atau aorta berat. Obat pengurang beban pasca paling sering digunakan
bersama dengan obat-obat anti kongestif lain, seperi digoksin dan diuretik.
Nitroprusid harus diberikan hanya pada pelayanan di ruangan intensif dan
dalam jangka sependek mungkin. Bila diberikan pada dosis tinggi selama beberapa
hari, gejala-gejala keracunan akibat racun tiosianat dapat terjadi, seperti kelelahan,
nausea, kehilangan orientasi, dan spasme otot.
Dosis hidralazin oral yang biasa adalah 0,5-7,5 mg/kg/24 jam dalam tiga
dosis terbagi. Reaksi yang merugikan dari hidralazin adalah nyeri kepala, palpitasi,
nausea, dan kadang muntah.
Kaptopril merupakan penghambat enzim-pengubah-angiotensin yang aktif
secara oral yang menyebabkan dilatasi arteri yang mencolok dengan memblokade
produksi angiotensin II, berakibat pengurangan beban pasca yang bermakna. Dosis
4). agonis adrenergik β
Dopamin pada dosis 2-10 µg/kg/menit, menyebabkan kenaikan kotraktilitas
dengan sedikit pengaruh vasokontriktif perifer. Namun, jika dosis ditambah diatas 15
µg/kg/menit, pengaruh adrenergik α perifernya dapat menyebabkan vasokonstriksi.
Dobutamin, derivat dopamin, dapat digunakan sebagai tambahan pada terapi
dopamin untuk menghindari pengaruh vasokonstriksi dopamin dosis-tinggi.
5). penghambat fosfodiesterase
Amrinon diberikan dengan dosis pembebanan awal 0,75 mg/kg secara
intravena disertai infus intravena 5-10 µg/kg/menit.
b. Kelompok usia dewasa-lansia
Obat-obat kardiovaskuler yang digunakan pada kelompok usia ini adalah :
1). ACE inhibitor
ACE inhibitor menyebabkan dilatasi vena dan arteri, mengurangi preload dan
afterload. Semua pasien yang didiagnosa mengalami disfungsi ventrikel kiri,
gejala-gajala ringan, harus diberikan terapi ACE inhibitor, kecuali mereka yang di
kontraindikasikan atau pasien yang intoleran terhadap ACE inhibitor (Wells, 2003).
2). penyekat β
Pada penanggulangan penyakit jantung atau gagal jantung, umumnya dipakai
penyekat beta dengan sifat selektif beta 1. Mengingat, efek aktivitas adrenergik yang
kronik pada gagal jantung adalah terjadi subsensitivitas pada alur adrenergik
miokardial. Akibat aktivitas adrenergik kardial yang kronik pada gagal jantung
adalah desensitisasi, yang menurunkan densitas reseptor adrenergik beta 1 pada
Kehilangan sensitivitas ini merupakan tanda bahwa telah terjadi down
regulation dari reseptor beta 1. Pemberian obat penyekat beta yang bersifat selektif
beta 1 akan memperbaiki regulasi reseptor beta 1 (up regulation) (Lefrandt, 1996).
3). diuretik
Mekanisme kompensator pada gagal jantung menyebabkan terjadinya retensi
air dan kalium, sehingga sering menyebabkan terjadinya kongesti paru. Oleh sebab
itu terapi diuretik di indikasikan untuk pasien yang terbukti mengalami retensi
cairan.
Diuretik tiazid termasuk diuretik lemah yang bisa diberikan sendiri, meskipun
demikian tiazid atau diuretik mirip tiazid bisa juga diberikan sebagai kombinasi
bersama diuretik kuat, jika diperlukan.
Diuretik kuat adalah diuretik yang paling banyak digunakan pada terapi gagal
jantung (Wells, 2003).
4). digoksin
Masuk dalam golongan glikosida jantung, memperkuat daya kontraksi
jantung yang lemah, sehingga memperkuat fungsi pompa. Sering kali diuretika
dikombinasikan dengan digoksin, yang juga berdaya mengatasi resistensi diuretika
dengan jalan memperbaiki volume-menit jantung. Zat-zat inotropik positif lainnya,
seperti dopaminergik (dopamin, ibopamin, dan lain-lain), tidak dianjurkan karena
kerjanya terlalu kuat tanpa memiliki efek kronotrop negatif. Obat-obat ini hanya
digunakan i.v pada keadaan akut (shock jantung, dan sebagainya). Penghambat
fosfodiesterase pun tidak dianjurkan berhubung efek buruknya terhadap sel-sel
5). antagonis aldosteron
Spironolakton adalah salah satu penyekat aldosteron yang menghasilkan efek
diuretik hemat kalium yang lemah. Hal ini telah dipelajari dalam gagal jantung
karena aldosteron adalah suatu neurohormon yang memainkan peranan penting
dalam pembentukan ulang ventrikular dengan cara menyebabkan peningkatan
deposisi kolagen dan jaringan fibrosis (Wells, 2003).
6). angiotensin II receptor blocker
Pada pasien gagal jantung yang tidak dapat mentoleran ACE inhibitor,
penggunaan antagonis angiotensin II receptor blocker dapat diberikan (Braunwald,
2001).
7). nitrat dan hidralazin
Menurut Carbajal dan Deedwania (cit., Crawford, 1995) vasodilator
digunakan dalam perawatan gagal jantung pada pasien yang masih memiliki
gejala-gejala gagal jantung setelah pemberian diuretik dan digitalis. Vasodilator digunakan
secara khusus pada pasien dengan dilatasi ventrikel kiri, normal atau peningkatan
tekanan darah sistemik, peningkatan daya tahan vaskular sistemik, atau regurgitasi
valvular. Secara umum, obat-obat vasodilator ini dibagi menjadi vasodilator yang
beraksi sebagai vasodilator vena, vasodilator arteri, dan gabungan keduanya.
Obat-obat vasodilator ini juga secara luas dibagi menjadi vasodilator aksi langsung
(seperti, nitrat, hidralazin, minoksidil, nitroprusside) atau vasodilator antagonis
neurohumoral (seperti, penghambat ACE, penyekat adrenoreseptor alfa dan beta,
antagonis serotonin), yang menyekat aksi vasokonstriksi agen neurohumoral dan
Dalam terapi gagal jantung, nitrat dan hidralazin digunakan sebagai
kombinasi karena aksi hemodinamiknya yang saling melengkapi (Wells, 2003).
8). antiaritmia
Amiodaron adalah antiaritmia yang paling sering digunakan dalam terapi gagal
jantung. Amiodaron direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan aritmia
ventrikel, selain penggunaan alat defibrilator cardioverter, amiodaron bisa diberikan
sebagai terapi alternatif (Wells, 2003). Ironisnya menurut Braunwald (2002), semua
antiaritmia memiliki efek samping yang sangat berbahaya, termasuk efeknya dalam
mencetuskan aritmia ventrikuler. Amiodaron adalah antiaritmia yang paling efektif
namun penggunaannya secara terapetik sangat dibatasi karena reaksinya yang sangat
merugikan yaitu, mencetuskan terjadinya bradikardi, aritmia, dan gagal jantung
(Dipiro, 2003).