POLA PERESEPAN OBAT KARDIOVASKULER BERDASARKAN TINJAUAN DOSIS, INTERAKSI, KONTRAINDIKASI, DAN EFEK SAMPING OBAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SARDJITO PERIODE JANUARI - DESEMBER
TAHUN 2003
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh Dewi Anggraini
008114073
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
Persembahanku
“ Saya rindu untuk melakukan suatu pekerjaan yang besar
dan mulia, namun tugas utamaku adalah menyelesaikan
tugas-tugas yang kecil, sederhana dengan tekun “.
(Hellen Keller)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “ POLA PERESEPAN OBAT KARDIOVASKULER BERDASARKAN TINJAUAN DOSIS, INTERAKSI, KONTRAINDIKASI, DAN EFEK SAMPING OBAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SARDJITO PERIODE JANUARI – DESEMBER TAHUN 2003 “
Skripsi ini disusun dan diajukan guna melengkapi salah satu syarat menyelesaikan program Strata Satu (S1) di Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak lepas dari dorongan dan bantuan berbagai pihak, maka dari itu penulis ingin berterima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberi ijin kepada penulis.
2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membagi pengetahuan dan memberikan banyak masukkan juga kesempatan berdiskusi serta keramahannya kepada penulis.
3. Rita Suhadi, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji atas kesediaannya menguji serta kritik dan saran yang membangun kepada penulis.
4. Drs. Mulyono, Apt. sebagai dosen penguji atas kesediaannya menguji serta kritik dan saran yang membangun kepada penulis juga keramahannya yang mampu mencairkan suasana.
5. Ibu dan Bapak tercinta di rumah atas kasih sayang, doa, pengertian, kesabaran, serta kerja kerasnya demi keberhasilanku.
6. Kakakku Eva Kristanti tersayang atas cinta, doa, dukungan serta persaudaraannya yang indah.
7. Adikku Fitria Indriani tersayang atas cinta, doa dan dukungannya.
8. Bu Lik ku terkasih Theresia Semiyati untuk cinta, doa, perhatian serta dukungannya.
9. Kakak iparku Agustinus Hardi Prasetyo untuk doa, dukungan serta kritik dan sarannya.
10.Para anggota PABELI : Betha, Martha, Tri, Wanda, dan Yayuk atas cinta kasih, doa, dukungan serta persahabatan yang indah dan tak terlupakan, juga untuk seorang sahabat yang setia Tami.
11.Para penghuni “nDalem Keputren Cakruk” Effie, Ika, Pipit, Ratih, Mbah Biji, Bu Camat, nCie, Mama Joni, Anas, Yuli, Fajar “Angel elga”, dan Ninok untuk dukungan, doa, persahabatan serta canda tawa yang selalu mewarnai hariku. 12.Retha, mantan anak kost yang selalu ingat padaku, makasih atas perhatiannya. 13.Teman-teman seperjuangan yang begitu semangat mendukungku Dodi, Raul,
Uyung, Benny, Martha.
14.Ibu dan Bapak kostku, Mbak Ika, Mbak Anna, dan Para “Dul” untuk saat-saat yang menyenangkan.
15.Diriku sendiri atas cinta, harapan, kesetiaan, pengertian, dan kerjasamanya. 16.Wisa Abraham Sang Motivator Sejatiku untuk cinta, harapan, kesetiaan, doa serta
17.Untuk Aang, makasih berat atas kerjasama dan waktunya.
18.Sahabat sejati yang bagaikan bayanganku sendiri Asia Looks, Antara Mahal, Amuro Amo, Danza Muso, Cisse Sussmex, Agastya Rao, dan AP.
19.Ardian “Mr. Saint” Aiden untuk pengorbanan, kesetiaan, dan pencerahannya. 20.Wayan Abraham, untuk cinta, kesetiaan, doa, dan dukungannya .
21.Teman-teman dunia maya yang senantiasa memberikan warna-warni dalam perjalanan hidupku.
22.Teman-teman dunia “Quantum Cosmos” atas kesetiaannya dan penghiburannya. 23.Teman-teman platonikku yang selalu membuatku merasa lebih “hidup”.
24.Seluruh keluarga dan teman-teman terkasih yang selalu menjadi penyemangatku. 25.Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari ada banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu segala kritik dan sumbang saran dari pembaca sangat kami harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat menambah khasanah pengetahuan kita semua.
Yogyakarta, 07 Maret 2007
Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau bagian dari karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 07 Maret 2007
INTISARI
Gagal jantung perlu diwaspadai sedini mungkin. Hal ini dikarenakan gagal jantung berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi. Selain itu gagal jantung juga merupakan penyakit yang mempunyai prevalensi yang cukup tinggi tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara-negara lain. Beberapa tahun terakhir ini gagal jantung tidak hanya terjadi pada orang lanjut usia tapi juga pada orang dewasa bahkan pada anak-anak meskipun dengan skala yang kecil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan mengetahui pola peresepan obat kardiovaskuler pada pasien gagal jantung berdasarkan tinjauan golongan, jenis dan dosis obat yang diberikan, meninjau kemungkinan terjadinya interaksi, kontraindikasi dan efek samping obat.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional dengan rancangan deskriptif non-analitik. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pengambilan data dan tahap pengolahan data secara non-analitik. Bahan yang digunakan adalah catatan medik pasien gagal jantung yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2003. Dalam penelitian ini diperoleh data sebanyak 40 kasus yang terdiri dari 62,5% pasien perempuan dan 37,5% pasien laki-laki. Berdasarkan kelompok usia, 10% pasien infant, 20% pasien anak-anak, 5% pasien remaja, 20% pasien dewasa, 22,5% pasien usia pertengahan, 20% pasien lanjut usia dan 2,5% pasien lansia tua. Pasien yang diberikan obat kardiovaskuler dalam terapinya sebanyak 95%, tidak diberikan obat kardiovaskuler dalam terapinya 5%. Berdasarkan kesesuaian dosis dengan IONI 2000, 50% jenis obat sesuai, 50% jenis obat tidak sesuai. Interaksi yang kemungkinan terjadi sebanyak 186,8%. Obat kardiovaskuler yang kontraindikasi dengan kondisi pasien yaitu valsartan. Obat kardiovaskuler yang kemungkinan menimbulkan efek samping atau memperparah kondisi pasien yaitu kaptopril.
ABSTRACT
Heart Failure must be cautioned early since it is related to a very high morbidity and mortality rate. In addition, such a disease has a relatively high prevalence not only in Indonesia but also in other countries. In recent years, heart failure is not only found among people of old age but also among adults, even, in small degree, among children. This study aimed to find out characteristic of patients with heart failure who were hospitalized in Central General Hospital of Dr. Sardjito, Yogyakarta, and the patterns of prescribed cardiovascular drugs viewed from their class, types, and dosage; and to examine the possibility of their interaction, counter-indicators, and side effects.
This study was an observational one using a non analytical-descriptive design. It was carried out in three stages, i.e., planning, data collection, and non-analytical data processing. The materials for this study consisted of Medical Record of patients with heart failure hospitalized in Central General Hospital of Dr. Sardjito, Yogyakarta, in 2003. Its data were obtained from 40 cases, 62.5% female and 37.5% male patients. Based on the age classifications, the patients comprised of 10% infants, 20% children, 5% teenagers, 20% adults, 22.5% middle-aged, 20% old, and 2.5% very old. The proportion of patients treated with cardiovascular drugs in their therapy was 95%, and those without cardiovascular drugs was 5%. Based on the dosage compliance with IONI 2000, 50% of the drugs were consistent and 50% were inconsistent with IONI 2000. The likelihood of interaction was 186.8%. The cardiovascular drug, which was contraindicative to patient condition, was Valsartan. While the drug which most likely to generate side effects or aggravated patient condition was Captopril.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
INTISARI... viii
ABSTRACT... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN... xvi
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Anatomi Fisiologi Jantung ... 6
B. Gagal Jantung... 9
C. Evaluasi Peresepan... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28
B. Definisi Operasional ... 29
C. Lokasi Penelitian... 30
D. Bahan dan Alat Penelitian... 30
E. Subyek dan Penetapan Subyek ... 31
F. Jalannya Penelitian... 31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
A. Karakteristik Pasien ... 34
B. Golongan dan Jenis Obat ... 36
C. Kajian Pola Peresepan... 48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I. ………..25 Interaksi yang kemungkinan terjadi dari pemberian kombinasi beberapa obat kardiovaskuler kepada pasien gagal jantung berdasarkan IONI 2000
Tabel II………...27 Efek Samping yang mungkin ditimbulkan selama Penggunaan Obat
Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung berdasarkan IONI 2000
Tabel II………...27 Efek Samping yang mungkin ditimbulkan selama Penggunaan Obat
Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung berdasarkan IONI 2000
Tabel III. ………34 Distribusi Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP
DR.Sardjito Tahun 2003 Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel IV. ………...35 Distribusi Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap di RSUP DR. Sardjito Tahun 2003 Berdasarkan Usia Menurut WHO dan Pediatric
(Izenberg, N. M.D., 2000)
Tabel V. ……….36 Distribusi Kelas Terapi Obat Pada Peresepan untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003
Tabel VI. ………...37 Distribusi Golongan Obat Pada Peresepan untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003
Tabel VII. ………..41 Distribusi Kelas Terapi Obat Kardiovaskuler Pada Peresepan Obat Kardiovaskuler Pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito
Tahun 2003
Distribusi Golongan Obat Antiaritmia pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003
Tabel IX. ………...43 Distribusi Golongan Obat Antihipertensi pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003
Tabel X. ……….44 Distribusi Golongan Obat Antiangina pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito
Tahun 2003
Tabel XI. ………...45 Distribusi Golongan Obat Diuretik pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito
Tahun 2003
Tabel XII. ………..46 Distribusi Golongan Obat Koagulasi Darah pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003 Tabel XIII. ……….46 Distribusi Golongan Obat Hipolipidemik pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003
Tabel XIV. ………47 Distribusi Golongan Obat Syok dan Hipotensi pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP
DR. Sardjito Tahun 2003
Tabel XV. ………..47 Distribusi Golongan Obat Gangguan Darah pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Anatomi Jantung (exterior view)………. 7
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 ………..60 Daftar Jenis Obat-Obat KardiovaskulerYang Perlu Dilakukan Penyesuaian Dosis dalam Peresepan Obat Kardiovaskuler untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003 Berdasarkan IONI 2000
Lampiran 2 ………..62 Standar Pelayanan Medik RSUP DR. Sardjito
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Penelitian
Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab utama kematian segala jenis
usia (Panjaitan, 1991) dan gagal jantung adalah salah satu penyakit kardiovaskuler
yang paling kompleks dan sangat sulit untuk diatasi (Lefrandt, 1996) yang paling
tinggi prevalensinya (Hidayati, 2001).
Meskipun menurut Karo Karo (cit., Hidayati, 2001) dalam simposium “Late
Breaking News in Heart Failure” 17 Februari 2001 menyatakan bahwa insiden
penyakit gagal jantung semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia
harapan hidup penduduk, ironisnya menurut Woo (cit., Hidayati, 2001) dalam
seminar sehari mengenai " Penanganan Masalah Jantung " 27 April 1996 selain
meningkat pada kelompok usia 40 tahun, juga mulai meningkat pada kelompok usia
dini. Meski masih dalam skala yang kecil, kelainan jantung bawaan sejak lahir –
bahkan sejak dalam kandungan – menjadi masalah yang serius bagi pengembangan
sumber daya manusia. Beberapa data pada kasus kelainan jantung bawaan
menunjukkan kebanyakan kematian justru terjadi pada bulan-bulan awal kehidupan
bayi yang menunjukkan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Sani (cit., Hidayati, 2001)
mengatakan penyakit gagal jantung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data
248 kasus, kemudian melaju pesat hingga mencapai puncak pada tahun 2000 dengan
532 kasus.
Pengurangan aktivitas fisik pada kasus gagal jantung sedang dan istirahat
total di tempat tidur pada kasus gagal jantung parah adalah dasar dari
penatalaksanaan gagal jantung itu sendiri. Mengurangi jumlah makanan, atau setiap
usaha yang dilakukan haruslah diupayakan untuk mengurangi kecemasan pasien.
Istirahat secara fisik dan secara emosional dimaksudkan untuk mengurangi tekanan
arteri, mengurangi kerja otot pernapasan, memperlambat denyut jantung, dan untuk
mengurangi muatan kerja pada miokardium. Pasien dengan gagal jantung hendaknya
beristirahat di rumah atau lebih baik di rumah sakit untuk satu atau dua minggu dan
dilanjutkan untuk beberapa hari lagi setelah kondisi pasien benar-benar stabil
(Braunwald, 2000).
Kegagalan jantung merupakan keadaan umum yang berkaitan dengan
morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi (Woodley, 1995) yang sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari sebagai suatu kegawatan medik yang membutuhkan
pengenalan dan penanganan secara dini (Kisworo, 1996).
Berdasarkan pernyataan di atas maka penggunaan obat kardiovaskuler pada
pasien gagal jantung perlu mendapatkan perhatian serta pengawasan yang lebih dari
tenaga kesehatan yang menangani pasien. Hal ini mendorong peneliti untuk
mengetahui karakteristik dan pola peresepan pada pasien gagal jantung di Instalasi
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan permasalahan di bawah ini.
a. Apakah obat kardiovaskuler dalam peresepan obat kardiovaskuler untuk pasien
gagal jantung di RSUP Dr. Sardjito sudah tepat dosis?
b. Apakah terjadi interaksi dalam peresepan obat-obat kardiovaskuler?
c. Apakah obat-obat kardiovaskuler yang diberikan kontraindikasi dengan kondisi
gagal jantung pasien atau dengan kondisi khusus yang menyertai gagal jantung
seperti yang tercantum dalam hasil diagnosis?
d. Apakah obat-obat kardiovaskuler yang diberikan menimbulkan efek samping
atau memperparah kondisi gagal jantung pasien atau kondisi khusus yang
menyertai gagal jantung seperti yang tercantum dalam hasil diagnosis?
2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, sudah pernah
dilakukan penelitian mengenai penyakit gagal jantung. Penelitian ini dilakukan oleh
Susilowati (2002) mengenai evaluasi dosis, interaksi, dan kontraindikasi peresepan
obat kardiovaskuler pada pasien geriatri gagal jantung di instalasi rawat inap RSPR.
Evalusi dilakukan dengan membandingkan peresepan obat kardiovaskuler dengan
standar IONI tahun 2000. Rancangan penelitian yang digunakan oleh Susilowati
adalah deskriptif non-analitik. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif
dengan studi dokumentasi lembar rekam medik. Data yang diambil adalah data
rekam medik pasien rawat inap di RSPR selama periode Januari-juni tahun 2000.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini
obat kardiovaskuler pada pasien gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito berdasarkan IONI 2000. Rancangan penelitian pada penelitian ini adalah
deskriptif non-analitik, pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan studi
dokumentasi lembar catatan medik. Data yang diambil adalah data salinan resep dan
data lembar catatan medik pasien rawat inap di RSUP Dr. Sardjito tahun 2003.
Sejauh ini penelitian mengenai pola peresepan obat kardiovaskuler berdasarkan
tinjauan dosis, interaksi, kontraindikasi dan efek samping obat pada pasien gagal
jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito belum pernah dilakukan di
kalangan Universitas Sanata Dharma.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pola peresepan
obat kardiovaskuler pada pasien gagal jantung.
b. Manfaat praktis.
Hasil penelitian yang berupa data dan informasi mengenai dosis, interaksi,
kontraindikasi, dan efek samping obat kardiovaskuler pada pasien gagal jantung
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan obat
kardiovaskuler untuk penyakit gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito periode januari - desember tahun 2003.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengevaluasi :
a. apakah obat kardiovaskuler dalam peresepan obat kardiovaskuler untuk pasien
gagal jantung di RSUP Dr. Sardjito sudah tepat dosis
b. apakah terjadi interaksi dalam peresepan obat-obat kardiovaskuler
c. apakah obat-obat kardiovaskuler yang diberikan kontraindikasi dengan kondisi
gagal jantung pasien atau dengan kondisi khusus yang menyertai gagal jantung
seperti yang tercantum dalam hasil diagnosis
d. apakah obat-obat kardiovaskuler yang diberikan menimbulkan efek samping atau
memperparah kondisi gagal jantung pasien atau kondisi khusus yang menyertai
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi Jantung
Jantung kira-kira sebesar kepalan tangan, terletak didalam rongga dada, yang
disebut rongga thoraks, disebelah kiri garis tengah rongga dada (Knight, et al., 1989).
Beratnya pada orang dewasa kira-kira mencapai 320 gram pada laki-laki dan 280
gram pada perempuan (Mutscler, 1995).
Jantung dapat diibaratkan sebagai pompa berganda, yang terdiri dari bagian
kanan dan kiri. Bagian kanan memompa darah dari tubuh ke paru-paru, sedangkan
bagian kiri memompa darah dari paru-paru ke tubuh. Setiap bagian terdiri dari 2
kompartimen: di atas serambi (atrium) dan di bawah bilik (ventriculus). Antara
serambi dan bilik terdapat katup, begitu pula antara bilik dan pembuluh besar. Fungsi
keempat katup ini adalah menjamin darah mengalir ke hanya satu jurusan (Tjay dan
Raharja, 2002).
Atrium dipisahkan oleh septum atrium. Atrium kanan terhubung dengan vena
cava dan atrium kiri oleh arteri pulmonar (Mutscler, 1995). Dalam Ganong (1995)
dikatakan bahwa jantung dipisahkan dari organ dalam lain di rongga dada oleh
perikardium. Miokardium sendiri ditutupi oleh epikardium fibrosa. Kantung
perikardium dalam keadaan normal mengandung 5-30 ml cairan jernih yang
Gambar 1. Anatomi Jantung (Anonim, 2007)
Fungsi peredaran darah adalah penyaluran oksigen dan zat-zat gizi lain yang
dibutuhkan untuk metabolisme ke jaringan dan organ. Darah yang miskin O2 dan
kaya CO2 melalui vena masuk kembali ke jantung di serambi kanan dan mengalir ke
bilik kanan. Dari sini, darah diteruskan ke paru-paru, di mana darah melepaskan
karbondioksidanya dan menyerap oksigen (sirkulasi kecil). Darah kaya O2 lalu
mengalir kembali ke serambi kiri dan melalui bilik kiri dipompa ke aorta dan organ
tubuh, inilah yang disebut sirkulasi darah besar (Tjay dan Raharja, 2002).
Demikianlah darah dikirimkan ke atrium di sebelah kanan melalui
pembuluh-pembuluh utama yang disebut vena cava. Ini adalah darah yang dikumpulkan dari
Gambar 2. Anatomi Jantung (Anonim, 2007)
Masih dalam Tjay dan Raharja (2002) pada setiap denyutan dapat dibedakan
dua fase, yakni diastol, di mana otot jantung melepaskan diri dan biliknya terpenuhi
darah vena. Kemudian menyusul sistol, di mana otot jantung menguncup (kontraksi)
sebagai reaksi terhadap diastol, sehingga darah dipompa ke luar jantung dan ke
dalam arteri.
Menurut Ganong (1995), bagian-bagian jantung yang secara normal
berdenyut dengan urutan teratur, kontraksi atrium (sistol atrium) diikuti oleh
kontraksi ventrikel (sistol ventrikel), dan selama diastol semua rongga jantung dalam
keadaan relaksasi. Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang
khusus dan menyebar, melalui sistem ini kesemua bagian otot jantung. Struktur yang
simpul di atrium, simpul atrioventrikular (simpul AV), berkas His dan
cabang-cabangnya, dan sistem purkinje. Berbagai bagian sistem penghantar, dan pada
keadaan abnormal, bagian-bagian otot jantung mampu mengeluarkan listrik spontan.
Meskipun demikian, simpul SA secara normal mengeluarkan listrik paling cepat,
depolarisasi menyebar dari sini ke bagian lain sebelum mengeluarkan listrik secara
spontan. Simpul SA merupakan pacu jantung normal. Kecepatan mengeluarkan
listrik menentukan frekuensi denyut jantung. Impuls yang dibentuk dalam simpul SA
berjalan melalui lintasan atrium ke simpul AV, melalui simpul ini ke berkas His, dan
sepanjang cabang-cabang berkas-berkas His melalui sistem purkinje ke otot
ventrikel.
B. Gagal Jantung
1. Definisi
Gagal jantung secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen dan metabolisme tubuh. Definisi lain
adalah suatu keadaan curah jantung (kemampuan jantung memompa darah) yang
relatif kurang dibandingkan kebutuhan metabolisme tubuh, meskipun aliran darah
balik cukup memadai (Kisworo, 1996). Istilah gagal jantung menurut Wells (2003)
lebih baik daripada istilah gagal jantung kongestif sebab penderita bisa mempunyai
2. Patofisiologi
Sindroma klinik kegagalan jantung berujud sebagai hipoperfusi organ dan
pemberian oksigen ke jaringan yang tak mencukupi karena curah jantung rendah dan
penurunan daya cadangan jantung (kegagalan ke depan) maupun pembendungan
paru dan vena (kegagalan ke belakang). Terdapat beberapa macam adaptasi yang
bersifat kompensasi, yaitu:
a. peningkatan volume (dilatasi) dan massa (hipertrofi) ventrikel kiri
b. peningkatan resistensi vaskular sistemik (RVS) akibat peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatik dan kenaikan kadar katekolamin-katekolamin yang beredar
(pada sirkulasi darah) dan
c. aktivitas sistem renin-angiotensin dan vasopressin (Anti Diuretik Hormon =
ADH).
Mekanisme-mekanisme sekunder ini bersama dengan “ kegagalan pompa jantung “
yang sebenarnya memainkan peranan dalam patofisiologi kegagalan jantung
(Woodley, 1995).
3. Gejala dan tanda
Menurut Knight (1989), gejala-gejala utama kegagalan kerja kongestif yang
mempengaruhi sistem peredaran darah sebelah kiri maupun sebelah kanan adalah
sebagai berikut ini :
a. sesak napas adalah tanda pertama. Istilah untuk sesak napas ialah dyspnea.
Mula-mula timbul hanya pada waktu kerja keras tetapi apabila kemampuan
b. haemoptysis adalah istilah untuk batuk bercampur darah yang merupakan gejala
khas gagal jantung
c. gejala khas lainnya ialah edema, atau akumulasi cairan pada bagian-bagian yang
bergantung pada bagian lain, dan memberi indikasi jantung sebelah kanan sudah
kurang kemampuannya
d. gejala lain yang mungkin tampak ialah lesu dan kehabisan tenaga.
Kadang-kadang bibirnya kebiru-biruan dan ujung-ujung bagian tubuh menunjukkan
kurangnya oksigen.
Menurut Nelson (cit., Wahab, 1996) bahwa pada anak-anak, gejala dan
tanda-tanda gagal jantung serupa dengan gejala dan tanda-tanda-tanda-tanda pada orang dewasa
sedangkan pada bayi, gejala dan tanda gagal jantung mungkin lebih sukar ditentukan.
Manifestasi yang paling menonjol adalah takipnea, kesukaran makan, pertambahan
berat buruk, keringat berlebihan, iritabilitas, nangis lemah, dan pernapasan yang
berisik, berat dengan retraksi interkostal, dan subkostal serta cuping hidung
mengembang.
4. Diagnosis
Kegagalan jantung hendaknya dicurigai berdasarkan karakteristik gejala dan
tanda. Ventrikular hipertrofi dapat ditunjukkan dengan sinar x atau
elektrokardiogram.
Menurut Karo Karo (cit., Hidayati, 2001) yang paling lazim digunakan untuk
menegaskan diagnosis adalah sistem klasifikasi yang ditetapkan oleh The New York
a. NYHA I, berupa penyakit ringan dan tidak ada gejalanya pada aktivitas biasa
b. NYHA II, dalam aktivitas normal menimbulkan kelelahan dan aktivitas fisik
sedikit terbatas
c. NYHA III, ditandai dengan lelah, palpitasi atau angina, dan keterbatasan
melakukan aktivitas
d. NYHA IV, di mana keluhan sudah timbul waktu istirahat dan semakin berat
pada aktivitas ringan.
5. Faktor resiko
Ada dua kelompok faktor resiko bagi penyakit gagal jantung yaitu, faktor resiko
yang bisa dikendalikan dan faktor resiko yang tidak bisa dikendalikan.
Faktor resiko yang bisa dikendalikan meliputi mayor (kolesterol darah tinggi,
tekanan darah tinggi, dan perokok) dan minor (tekanan emosi, kurang gerak badan,
obesitas, pribadi tipe A, diabetes). Faktor resiko yang tidak bisa dikendalikan
meliputi usia, jenis kelamin, serta genetik (Shryok and Hardinge, 2003). Sedangkan
menurut Meece (2003) diabetes bukan lagi merupakan faktor resiko gagal jantung
melainkan sebagai faktor yang terlibat dalam patofisiologi gagal jantung.
6. Sasaran Terapi
Gagal jantung pada dasarnya merupakan suatu sindrom klinik yang dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan, sebagai berikut :
a. Beban kerja yang berlebihan
1) kenaikan tahanan terhadap aliran keluar darah dari ventrikel (pressure
overload) seperti pada stenosis aorta atau pulmonal, hipertensi (sistemik atau
2) kenaikan beban volume ventrikel akibat pengisian secara berlebihan (volume
overload) seperti dapat terjadi pada insufisiensi mitral atau trikuspidal,
insufisiensi aorta, serta penyakit jantung bawaan dengan pirau (shunt) dari
kiri ke kanan.
3) kenaikan kebutuhan tubuh yang tidak dapat dipenuhi oleh kemampuan
jantung sehingga menyebabkan gagal jantung dengan curah jantung yang
tinggi (high output failure). Keadaan ini dapat terjadi pada kasus anemia,
tirotoksikosis, fistula arteriovenosa, dan kor pulmonal hipoksik.
b. Kelainan miokardium: infark miokardium, kardiomiopati, penyakit-penyakit
infiltrasi seperti hemokromatosis, amiloidosis, sarkoidosis, dan miokarditis. Pada
keadaan ini fungsi jantung mengalami penurunan akibat kelainan pada otot
jantung tersebut.
c. Kerusakan miokardium iatrogenik akibat radiasi atau obat (doksorubisin)
(Kisworo, 1996).
7. Strategi Terapi
Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah mengurangi gejala akibat
bendungan sirkulasi, memperbaiki kapasitas kerja dan kualitas hidup, serta
memperpanjang harapan hidup. Untuk itu pendekatan awal adalah memperbaiki
berbagai gangguan yang mampu pulih untuk menghilangkan beban kardiovaskuler
yang berlebihan, misalnya mengobati hipertensi, mengobati anemia, mengurangi
berat badan, atau memperbaiki stenosis aorta. Gagal jantung yang tetap bergejala
walaupun penyakit yang mendasarinya telah diobati memerlukan pembatasan
a. Kelompok usia bayi-remaja
Obat-obat kardiovaskuler yang digunakan pada kelompok usia ini menurut
Nelson (cit., Wahab, 1996) adalah :
1). digitalis
Digoksin merupakan glikosida digitalis yang paling sering digunakan pada
penderita pediatri. Waktu paruhnya 36 jam cukup lama untuk memungkinkan
pemberian setiap hari atau dua kali sehari dan cukup pendek untuk membatasi
pengaruh toksik dari kelebihan dosis. Digoksin diserap dengan baik oleh saluran
gastrointestinal (60-85%), pada bayi sekalipun.
Digitalisasi cepat bayi dan anak pada gagal jantung dapat dilakukan secara
intravena. Terapi digitalis rumat dimulai sekitar 12 jam sesudah digitalisasi penuh.
Penderita yang tidak sakit berat dapat didigitalisasi pada mulanya melalui mulut.
2). diuretik
Furosemid adalah diuretik yang paling sering digunakan pada penderita dengan
gagal jantung. Penderita yang memerlukan diuresis akut harus diberikan
furosemid intravena atau intramuskuler pada dosis awal 1-2 mg/kg. Hal ini
biasanya menyebabkan diuresis cepat dan perbaikan segera status klinis, terutama
jika ada gejala kongestif paru. Terapi furosemid lama diresepkan pada dosis 1-4
mg/kg/24 jam diberikan anatara 1 dan 4 kali sehari.
Spironolakton merupakan inhibitor aldosteron dan memperbesar retensi
kalium. Biasanya diberikan secara oral 2-3 mg/kg/24 jam dalam dosis terbagi 2-3
Klorotiazid kadang-kadang juga digunakan untuk diuresis pada anak dengan
gagal jantung kongestif kurang berat. Dosis biasanya adalah 20-50 mg/kg/24 jam
dalam dosis terbagi
3). obat pengurang beban pasca
Kelompok obat ini berguna terutama pada anak dengan gagal jantung
kongestif akibat kardiomiopati dan pada beberapa penderita dengan insufisiensi
mitral atau aorta berat. Obat pengurang beban pasca paling sering digunakan
bersama dengan obat-obat anti kongestif lain, seperi digoksin dan diuretik.
Nitroprusid harus diberikan hanya pada pelayanan di ruangan intensif dan
dalam jangka sependek mungkin. Bila diberikan pada dosis tinggi selama beberapa
hari, gejala-gejala keracunan akibat racun tiosianat dapat terjadi, seperti kelelahan,
nausea, kehilangan orientasi, dan spasme otot.
Dosis hidralazin oral yang biasa adalah 0,5-7,5 mg/kg/24 jam dalam tiga
dosis terbagi. Reaksi yang merugikan dari hidralazin adalah nyeri kepala, palpitasi,
nausea, dan kadang muntah.
Kaptopril merupakan penghambat enzim-pengubah-angiotensin yang aktif
secara oral yang menyebabkan dilatasi arteri yang mencolok dengan memblokade
produksi angiotensin II, berakibat pengurangan beban pasca yang bermakna. Dosis
4). agonis adrenergik β
Dopamin pada dosis 2-10 µg/kg/menit, menyebabkan kenaikan kotraktilitas
dengan sedikit pengaruh vasokontriktif perifer. Namun, jika dosis ditambah diatas 15
µg/kg/menit, pengaruh adrenergik α perifernya dapat menyebabkan vasokonstriksi.
Dobutamin, derivat dopamin, dapat digunakan sebagai tambahan pada terapi
dopamin untuk menghindari pengaruh vasokonstriksi dopamin dosis-tinggi.
5). penghambat fosfodiesterase
Amrinon diberikan dengan dosis pembebanan awal 0,75 mg/kg secara
intravena disertai infus intravena 5-10 µg/kg/menit.
b. Kelompok usia dewasa-lansia
Obat-obat kardiovaskuler yang digunakan pada kelompok usia ini adalah :
1). ACE inhibitor
ACE inhibitor menyebabkan dilatasi vena dan arteri, mengurangi preload dan
afterload. Semua pasien yang didiagnosa mengalami disfungsi ventrikel kiri,
gejala-gajala ringan, harus diberikan terapi ACE inhibitor, kecuali mereka yang di
kontraindikasikan atau pasien yang intoleran terhadap ACE inhibitor (Wells, 2003).
2). penyekat β
Pada penanggulangan penyakit jantung atau gagal jantung, umumnya dipakai
penyekat beta dengan sifat selektif beta 1. Mengingat, efek aktivitas adrenergik yang
kronik pada gagal jantung adalah terjadi subsensitivitas pada alur adrenergik
miokardial. Akibat aktivitas adrenergik kardial yang kronik pada gagal jantung
adalah desensitisasi, yang menurunkan densitas reseptor adrenergik beta 1 pada
Kehilangan sensitivitas ini merupakan tanda bahwa telah terjadi down
regulation dari reseptor beta 1. Pemberian obat penyekat beta yang bersifat selektif
beta 1 akan memperbaiki regulasi reseptor beta 1 (up regulation) (Lefrandt, 1996).
3). diuretik
Mekanisme kompensator pada gagal jantung menyebabkan terjadinya retensi
air dan kalium, sehingga sering menyebabkan terjadinya kongesti paru. Oleh sebab
itu terapi diuretik di indikasikan untuk pasien yang terbukti mengalami retensi
cairan.
Diuretik tiazid termasuk diuretik lemah yang bisa diberikan sendiri, meskipun
demikian tiazid atau diuretik mirip tiazid bisa juga diberikan sebagai kombinasi
bersama diuretik kuat, jika diperlukan.
Diuretik kuat adalah diuretik yang paling banyak digunakan pada terapi gagal
jantung (Wells, 2003).
4). digoksin
Masuk dalam golongan glikosida jantung, memperkuat daya kontraksi
jantung yang lemah, sehingga memperkuat fungsi pompa. Sering kali diuretika
dikombinasikan dengan digoksin, yang juga berdaya mengatasi resistensi diuretika
dengan jalan memperbaiki volume-menit jantung. Zat-zat inotropik positif lainnya,
seperti dopaminergik (dopamin, ibopamin, dan lain-lain), tidak dianjurkan karena
kerjanya terlalu kuat tanpa memiliki efek kronotrop negatif. Obat-obat ini hanya
digunakan i.v pada keadaan akut (shock jantung, dan sebagainya). Penghambat
fosfodiesterase pun tidak dianjurkan berhubung efek buruknya terhadap sel-sel
5). antagonis aldosteron
Spironolakton adalah salah satu penyekat aldosteron yang menghasilkan efek
diuretik hemat kalium yang lemah. Hal ini telah dipelajari dalam gagal jantung
karena aldosteron adalah suatu neurohormon yang memainkan peranan penting
dalam pembentukan ulang ventrikular dengan cara menyebabkan peningkatan
deposisi kolagen dan jaringan fibrosis (Wells, 2003).
6). angiotensin II receptor blocker
Pada pasien gagal jantung yang tidak dapat mentoleran ACE inhibitor,
penggunaan antagonis angiotensin II receptor blocker dapat diberikan (Braunwald,
2001).
7). nitrat dan hidralazin
Menurut Carbajal dan Deedwania (cit., Crawford, 1995) vasodilator
digunakan dalam perawatan gagal jantung pada pasien yang masih memiliki
gejala-gejala gagal jantung setelah pemberian diuretik dan digitalis. Vasodilator digunakan
secara khusus pada pasien dengan dilatasi ventrikel kiri, normal atau peningkatan
tekanan darah sistemik, peningkatan daya tahan vaskular sistemik, atau regurgitasi
valvular. Secara umum, obat-obat vasodilator ini dibagi menjadi vasodilator yang
beraksi sebagai vasodilator vena, vasodilator arteri, dan gabungan keduanya.
Obat-obat vasodilator ini juga secara luas dibagi menjadi vasodilator aksi langsung
(seperti, nitrat, hidralazin, minoksidil, nitroprusside) atau vasodilator antagonis
neurohumoral (seperti, penghambat ACE, penyekat adrenoreseptor alfa dan beta,
antagonis serotonin), yang menyekat aksi vasokonstriksi agen neurohumoral dan
Dalam terapi gagal jantung, nitrat dan hidralazin digunakan sebagai
kombinasi karena aksi hemodinamiknya yang saling melengkapi (Wells, 2003).
8). antiaritmia
Amiodaron adalah antiaritmia yang paling sering digunakan dalam terapi gagal
jantung. Amiodaron direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan aritmia
ventrikel, selain penggunaan alat defibrilator cardioverter, amiodaron bisa diberikan
sebagai terapi alternatif (Wells, 2003). Ironisnya menurut Braunwald (2002), semua
antiaritmia memiliki efek samping yang sangat berbahaya, termasuk efeknya dalam
mencetuskan aritmia ventrikuler. Amiodaron adalah antiaritmia yang paling efektif
namun penggunaannya secara terapetik sangat dibatasi karena reaksinya yang sangat
merugikan yaitu, mencetuskan terjadinya bradikardi, aritmia, dan gagal jantung
(Dipiro, 2003).
C. Evaluasi Peresepan
Ketika suatu terapi obat diberikan kepada pasien, maka tujuan utamanya adalah
untuk mengobati atau mencegah penyakit dan untuk mengurangi rasa sakit pasien,
dimana pasien menerima seminimal mungkin resiko dari reaksi sampingan obat dan
harga obat. Untuk mencapai tujuan ini, terapi obat yang diberikan haruslah
memenuhi prinsip-prinsip peresepan yang rasional. Pada kenyataannya, terapi obat
yang diberikan tidaklah selalu memenuhi prinsip-prinsip peresepan yang rasional,
bahkan tidak jarang pula terjadi suatu terapi yang tidak efektif dengan biaya yang
Dalam pandangan medis, masih menurut Santoso (1996), peresepan yang
rasional itu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu : tepat indikasi, tepat obat, tepat
pasien, tepat dosis (dosis, cara pemberian dan lamanya perawatan), tepat informasi,
serta tepat evaluasi dan tindak lanjut.
1. Tepat dosis
Masing-masing sediaan obat memiliki dosis rekomendasi tersendiri baik
untuk dewasa maupun anak-anak. Dalam sebagian besar kasus, adalah hal yang
bijaksana bila pemberian dosis diawali dari dosis efektif minimum terlebih dahulu.
Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan modifikasi dosis menjadi sangat
diperlukan, seperti pada pasien dengan kerusakan hati atau renal, pada pasien lanjut
usia, dan pada pasien dengan masalah obesitas. Ada formula-formula obat yang
dapat digunakan untuk penyesuaian dosis, tetapi hanya pada penderita kerusakan
renal dan hanya pada beberapa obat yang dieksresikan melalui renal seperti
aminoglikosida, pada sebagian besar kasus, dosis pada dasarnya bersifat individual,
jika diperlukan, secara normal didasarkan pada keputusan klinis yang bergantung
pada respon pasien yang bersifat individual, apakah didasarkan pada respons
terapetik atau pada efek lain. Meskipun dengan penggunaan dosis yang
direkomendasikan, respon indvidual sangatlah berbeda untuk masing-masing orang,
dan monitoring terapetik serta penyesuaian dosis sangatlah dibutuhkan (Santoso,
1996).
2. Interaksi
Interaksi farmasetik terjadi di luar tubuh manusia pada saat sebelum
pemberian sediaan obat, dimana terjadi penggabungan obat-obat yang tidak dapat
dicampur (inkompatibel), sebagian besar dalam hal kelarutan, dan adanya sifat
inkompatibel diantara obat-obat tersebut. Beberapa sifat inkompatibel ini dapat
menyebabkan inaktivasi bagi obat bersangkutan secara in vitro, sebagai contoh
adalah inaktivasi karbenisilin oleh gentamisin ketika dicampurkan.
Mencampurkan obat terlebih dahulu sebelum pemberian adalah hal yang
sudah umum bagi pemberi resep di Indonesia, seperti mencampurkan analgesik
dipiron dengan antialergi difenhidramin, atau untuk pemberian secara injeksi, antara
antibakterial dengan antialergi. Khususnya untuk peresepan pada pediatrik, sering
sekali resep terdiri dari beberapa obat yang berbeda, yang digabungkan dan dicampur
bersamaan menjadi bentuk sediaan serbuk untuk pemberian secara oral. Meskipun
demikian, adanya kemungkinan interaksi yang merugikan tidak dapat
dikesampingkan (Santoso, 1997).
b. Interaksi farmakokinetik.
Menurut Setiawati (cit., Ganiswara, 1999) interaksi farmakokinetik terjadi
bila salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi
obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya,
terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. Interaksi
farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan
obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimianya mirip, karena antar obat
c. Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna.
Interaksi langsung, interaksi secara fisik atau kimiawi antar obat dalam lumen
saluran cerna sebelum absorpsi dapat mengganggu proses absorpsi. Interaksi ini
dapat dihindari bila obat yang berinteraksi diberikan dengan jarak waktu minimal 2
jam.
d. Interaksi dalam distribusi.
Dalam Setiawati (Ganiswara, 1999) interaksi dalam ikatan protein plasma,
banyak obat terikat pada protein plasma, obat yang bersifat asam terutama pada
albumin, sedangkan obat yang bersifat basa pada asam alpha 1-glikoprotein. Oleh
karena jumlah protein plasma terbatas, maka terjadi kompetisi antara obat bersifat
asam maupun antar obat bersifat basa untuk berikatan dengan protein yang sama.
Tergantung dari kadar obat dan afinitasnya terhadap protein, maka suatu obat dapat
digeser dari ikatannya dengan protein oleh obat lain, dan peningkatan kadar obat
bebas menimbulkan peningkatan efek farmakologiknya. Akan tetapi keadaan ini
hanya berlangsung sementara karena peningkatan kadar obat bebas juga
meningkatkan eliminasinya sehingga akhirnya tercapai keadaan mantap yang baru
dimana kadar obat total menurun tetapi kadar obat bebas kembali seperti
sebelumnya.
Interaksi dalam ikatan protein ini, meskipun banyak terjadi, tetapi yang
menimbulkan masalah dalam klinik hanya yang menyangkut obat dengan sifat
sebagai berikut : (1) mempunyai ikatan yang kuat dengan protein plasma (minimal
85%) dan volume distribusi yang kecil sehingga sedikit saja obat yang dibebaskan
asam, karena kebanyakan obat bersifat basa volume distribusinya sangat luas; (2)
mempunyai batas keamanan yang sempit, sehinggga peningkatan kadar obat bebas
tersebut dapat mencapai kadar toksik; (3) efek toksik yang serius telah terjadi
sebelum kompensasi tersebut di atas terjadi, misalnya terjadi perdarahan pada
antikoagulan oral, hipoglikemia pada antidiabetik oral; dan (4) eliminasinya
mengalami kejenuhan, misalnya fenitoin, salisilat dan dikumarol, sehingga
peningkatan kadar obat bebas tidak disertai dengan peningkatan kecepatan
eliminasinya.
Interaksi dalam ikatan jaringan. Kompetisi untuk ikatan dalam jaringan
terjadi misalnya antara digoksin dan kuinidin, dengan akibat peningkatan kadar
plasma digoksin.
e. Interaksi dalam metabolisme.
Masih menurut Setiawati (cit., Ganiswara, 1999) metabolisme obat
dipercepat. Banyak obat yang larut dalam lemak dapat menginduksi sintesis enzim
mikrosom hati, misalnya fenobarbital, fenitoin, rifampisin, karbamazepin, etanol,
fenilbutazon, dan lain-lain. Tergantung dosis dan obatnya, induksi terjadi setelah 1-4
minggu. Waktu yang sama diperlukan untuk hilangnya efek induksi setelah obat
penginduksi dihentikan. Merokok dan makanan panggang arang menghasilkan
hidrokarbon polisiklik yang juga merupakan zat penginduksi enzim metabolisme.
Setiap reaksi metabolisme dikatalisis oleh enzim yang berbeda dalam
spesifisitas substratnya dan kemampuannya untuk diinduksi (ditentukan secara
penginduksi dapat mempercepat metabolisme beberapa obat tetapi tidak
mempengaruhi metabolisme obat-obat yang lain.
Bila metabolit hanya sedikit atau tidak mempunyai efek farmakologik, maka
zat penginduksi mengurangi efek obat. Sebaliknya, bila metabolit lebih aktif atau
merupakan zat yang toksik, maka zat penginduksi meningkatkan efek atau toksisitas
obat.
Metabolisme obat dihambat. Penghambatan metabolisme suatu obat
menyebabkan peningkatan kadar plasma obat tersebut sehingga meningkatkan efek
atau toksisitasnya. Kebanyakan interaksi demikian terjadi akibat kompetisi antar
substrat untuk enzim metabolisme yang sama.
f. Ekskresi.
Menurut Santoso (1997) sebagian besar interaksi termasuk ekskresi terjadi di
ginjal. Perubahan pH urine juga dapat mengurangi ekskresi beberapa obat. Sebagai
contoh, ekskresi dari obat seperti amfetamin yang dapat membahayakan jika urine
bersifat alkali, dan efeknya dapat diperpanjang.
g. Interaksi farmakodinamik.
Setiawati (cit., Ganiswara, 1999) menuliskan, interaksi farmakodinamik
adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau
sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang adiktif, sinergistik atau
antagonistik. Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dari interaksi obat
yang penting dalam klinik. Berbeda dengan interaksi farmakokinetik, interaksi
farmakodinamik seringkali dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan
persamaan efek farmakodinamiknya. Di samping itu, kebanyakan interaksi
farmakodinamik dapat diramalkan kejadiannya, karena itu dapat dihindarkan bila
dokter mengetahui mekanisme kerja obat yang bersangkutan.
Tabel I. Interaksi yang kemungkinan terjadi dari pemberian kombinasi beberapa obat kardiovaskuler kepada pasien gagal jantung berdasarkan IONI 2000
No. Jenis obat Interaksi dengan Jenis interaksi
1. Diuretik kuat (furosemid)
Glikosida jantung (digoksin)
Meningkatkan toksisitas jika terjadi hipokalemia
2. Diuretik kuat Antagonis kalsium Meningkatkan efek hipotensif
3. Diuretik kuat Penghambat ACE
(kaptopril)
Meningkatkan efek hipotensif (bisa ekstrim)
4. Diuretik kuat Valsartan Meningkatkan efek hipotensif
(bisa ekstrim)
5. Diuretik kuat Antiaritmia Toksisitas jantung meningkat
apabila terjadi hipokalemia
6. Diuretik kuat Diuretik lainnya Mempertinggi resiko hipokalemia
7. Diuretik kuat Penyekat Meningkatkan efek hipotensif
8. Diuretik lainnya Antagonis kalsium Meningkatkan efek hipotensif 9. Diuretik lainnya Glikosida jantung Meningkatkan toksisitas jika
terjadi hipokalemia 10. Diuretik lainnya Antagonis reseptor
angiotensin II
Meningkatkan resiko hiperkalemia
11. Glikosida jantung Antiaritmia (amiodaron)
Menaikkan kadar plasma digoksin
12. Glikosida jantung Penghambat ACE Kaptopril mungkin menaikkan
kadar digoksin 13. Glikosida jantung Antagonis reseptor
angiotensin II
Meningkatkan kadar plasma digoksin
14. Glikosida jantung Antagonis kalsium Kadar plasma digoksin ditingkatkan
15. Antagonis kalsium
Antagonis reseptor angiotensin II
Meningkatkan efek hipotensif
16. Antagonis kalsium
Penyekat Meningkatkan terjadinya
hipotensif berat 17. Antagonis
kalsium
Penghambat ACE Meningkatkan efek hipotensif
18. Antagonis reseptor angiotensin II
3. Efek samping obat
Menurut definisi WHO (1970) efek samping obat adalah segala sesuatu
khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang
dianjurkan.
Obat yang ideal hendaknya bekerja dengan cepat untuk waktu tertentu saja
dan secara selektif, artinya hanya berkhasiat terhadap keluhan atau gangguan tertentu
tanpa aktivitas lain. Semakin selektif kerja obat, semakin kurang efek sampingnya,
yaitu semua aktivitas yang tidak menjurus ke penyembuhan penyakit.
Kerja utama dan efek samping obat adalah pengertian yang sebetulnya tidak
mutlak. Kebanyakan obat memiliki lebih dari satu khasiat farmakologis, tergantung
dari tujuan penggunaannya, efek samping pada suatu saat mungkin merupakan kerja
utama yang diinginkan pada keadaan lain. Sebagai contoh adalah minoksidil dan
finasteride yang telah dipasarkan sebagai obat hipertensi dan obat hipertrof prostat.
Kedua obat menimbulkan pertumbuhan rambut sebagai efek sampingnya, maka
kemudan diluncurkan sebagai obat rambut.
Efek samping adakalanya tidak dapat dihindarkan, misalnya rasa mual pada
penggunaan digoksin, ergotamin atau estrogen dengan dosis yang melebihi dosis
normal. Kadang-kadang efek samping merupakan kelanjutan efek utama sampai
tingkat yang tidak diinginkan, misalnya rasa kantuk pada fenobarbital, bila
digunakan sebagai obat epilepsi. Bila efek samping terlalu hebat bisa dilawan dengan
Tabel II. Efek Samping yang mungkin ditimbulkan selama Penggunaan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung berdasarkan IONI 2000
No. Jenis obat Efek samping yang mungkin ditimbulkan
1. Digoksin Anoreksia, mual, muntah, diare, sakit kepala,
rasa capai, mengantuk, bingung.
2. Amiodaron Hipotiroidisme, hipertiroidisme, pneumonitis,
sukar tidur, rasa lelah, bradikardi.
3. Kaptopril Hipotensi, pusing, sakit kepala, letih,
gangguan ginjal, hiperkalemia, anemia aplastik.
4. Valsartan Hipotensi simtomatik dapat terjadi, terutama
pada pasien dengan deplesi cairan (misal pasien yang mendapat diuretik dengan dosis tinggi), gagal ginjal.
5. Isosorbit dinitrat Sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing,
hipotensi postural.
6. Amlodipin bensilat Sakit kepala, edema, fatigue, mual, pusing,
hiperplasia gusi
7. Furosemid Hiponatremia, hipokalemia dan
hipomagnesemia, ekskresi kalsium meningkat, gangguan saluran cerna
8. Spironolakton Gangguan saluran cerna, gangguan darah,
menstruasi tidak teratur, bingung, sakit kepala
9. Asetosal Bronkospasme, perdarahan saluran cerna
10. Simvastatin Ruam kulit, pusing, depresi, hepatitis
11. Dopamin Mual muntah, hipotensi, hipertensi
12. Dobutamin Takikardi dan tekanan darah sangat
meningkat
13. Sinarizin Mengantuk, sakit kepala, letih, gangguan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional dengan rancangan
penelitian deskriptif non-analitis yang bersifat retrospektif. Data diambil dari bulan
januari – desember tahun 2003 berupa salinan resep dan lembar catatan medik (MR).
Penelitian ini dikatakan sebagai penelitian non-eksperimental karena
penelitian ini hanya mengamati sejumlah ciri (variabel) yang ada pada subyek
penelitian, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif non-analitik, karena penelitian ini
hanya bertujuan melakukan eksplorasi deskriptif terhadap fenomena yang terjadi,
dan dikatakan non-analitik karena penelitian ini hanya menyuguhkan sedeskriptif
mungkin fenomena tersebut, tanpa adanya analitis mengapa dan bagaimana
fenomena tersebut terjadi (Pratiknya, 2001).
Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini hanyalah bersifat sepihak dan
kajian yang dilakukan bukan mengenai mengapa dan bagaimana fenomena tersebut
terjadi. Dalam hal ini kajian yang dilakukan oleh peneliti adalah mengenai apakah
peresepan obat kardiovaskuler sudah sesuai standar menurut standar IONI tahun
2000 ditinjau dari dosis, interaksi, kontraindikasi dan efek sampingnya tanpa
B. Definisi Operasional
1. Pola peresepan adalah model atau gambaran peresepan obat meliputi
pemilihan jenis obat dan golongan obat, jumlah obat yang diberikan,
kesesuaian regimen dosis, cara pemberian obat, dan bentuk sediaan obat.
2. Gagal jantung adalah ketidakmampuan atau kegagalan jantung untuk
memompa cukup darah untuk mencukupi kebutuhan metabolisme tubuh yang
dialami oleh pasien.
3. Lembar catatan medik atau lembar rekam medik adalah lembar catatan
dokter, apoteker, dan perawat yang berisi data klinis pasien gagal jantung di
RSUP Dr. Sardjito yang meliputi data nomor rekam medik, umur, jenis
kelamin, diagnosa masuk, komplikasi, lama perawatan, jenis obat, dosis dan
aturan pakai obat yang didapat selama terapi.
4. Pasien rawat inap adalah pasien gagal jantung yang menjalani perawatan di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito tahun 2003.
5. Dosis adalah takaran pemberian obat kardiovaskuler yang diberikan dokter
kepada pasien gagal jantung yang sedang menjalani rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito tahun 2003 berdasarkan standar IONI (2000).
6. Kontraindikasi adalah pemakaian obat yang kurang atau tidak sesuai dengan
kondisi pasien atau dengan kondisi khusus yang menyertai gagal jantung
seperti yang tertera pada hasil diagnosis berdasarkan pustaka IONI (2000).
7. Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat dipengaruhi atau
diubah oleh obat lain yang diberikan kepada pasien gagal jantung secara
8. Efek samping adalah adanya anggapan bahwa penyakit penyerta yang
menyertai gagal jantung seperti yang tercantum dalam hasil diagnosis pasien,
dapat diperparah kondisinya oleh obat-obat kardiovaskuler yang digunakan,
menurut pustaka IONI (2000).
9. Obat kardiovaskuler adalah obat sistem kardiovaskuler yang digunakan untuk
mengobati gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito tahun
2003.
10.Penyesuaian dosis adalah penyesuaian yang dilakukan terhadap dosis yang
diresepkan untuk pasien gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito berdasarkan studi pustaka IONI 2000.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bagian Rekam Medik RSUP Dr. Sardjito,
Yogyakarta.
D. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah catatan medik (CM) pasien gagal
jantung yang menjalani rawat inap di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
SardjitoYogyakarta periode januari – desember tahun 2003 dengan jumlah pasien
E. Subyek dan Penetapan Subyek
Subyek penelitian yang didapatkan berjumlah 48 pasien tetapi data yang bisa
diteliti hanya sejumlah 40 pasien, sedangkan 8 pasien lainnya tidak digunakan karena
data yang tidak lengkap. Dari data 40 pasien yang diteliti tersebut, hanya 38 pasien
saja yang diberikan terapi obat-obat kardiovaskuler, sehingga untuk semua
perhitungan persentase (%) yang didasarkan pada jumlah pasien yang menggunakan
terapi obat-obat kardiovaskuler menggunakan data 38 pasien sebagai jumlah total
pasien (100%). Untuk perhitungan lainnya seperti perhitungan karakteristik pasien
dan perhitungan distribusi kelas terapi obat pada pasien gagal jantung, menggunakan
data 40 pasien sebagai jumlah total pasien (100%).
F. Jalannya Penelitian 1. Tahap perencanaan
Penelitian diawali dengan analisis situasi dan penentuan masalah. Analisis
dimulai dengan mencari informasi melalui komputer mengenai penyakit-penyakit
yang merupakan prevalensi tinggi untuk mencari data dan angka kejadian serta
informasi mengenai gagal jantung di RSUP Dr. Sardjito. Penentuan masalah
berdasarkan beberapa pustaka, peneliti mengamati bahwa dewasa ini angka kematian
akibat gagal jantung semakin meningkat seiring perubahan pola hidup masyarakat.
Peneliti melihat bahwa angka kejadian penyakit gagal jantung tidak hanya terjadi
pada pasien lanjut usia tapi juga pada anak-anak bahkan balita.
2. Tahap pengambilan data
Pengambilan data dimulai dengan mencari nomor rekam medik pasien gagal
rekam medik dari komputer, penelitian dilanjutkan dengan mencari data dari tiap
pasien. Data yang diambil sejumlah 48 pasien tetapi data yang bisa diteliti hanya 40
pasien sedangkan data 8 pasien yang lain tidak digunakan karena data yang tidak
lengkap. Data yang diambil meliputi nomor rekam medik, jenis kelamin, usia,
diagnosis masuk (awal/utama), diagnosis lain/sekunder, diagnosis keluar,
komplikasi, lama perawatan, jenis obat, aturan pakai, cara pemberian, dan dignosis
penunjang lain.
3. Tahap analisis data
Analisis data dilakukan secara deskriptif terhadap data pasien gagal jantung
mengenai obat yang digunakan dalam proses terapi. Analisis ketepatan pemilihan
jenis obat yang digunakan dalam terapi dilakukan dengan menggunakan
Pharmacotherapy Handbook (Wells, 2003). Analisis ketepatan dosis, kemungkinan
adanya interaksi, peninjauan adanya kontraindikasi, serta efek samping yang
mungkin timbul dengan menggunakan IONI (2000). Persentase didapatkan dengan
cara membagi jumlah kasus yang terjadi dengan jumlah total pasien yang ada
kemudian dikalikan 100%, bila hasil yang didapat (dalam %) lebih dari 100% berarti
bahwa terjadi pengulangan kasus pada satu pasien yang berarti juga bahwa satu
orang pasien mengalami lebih dari satu kasus.
Analisis ketepatan dosis dilakukan secara sepihak tanpa adanya wawancara
dengan dokter yang bersangkutan, dengan cara membandingkan dosis yang ada pada
peresepan dengan yang ada pada standar.
Analisis interaksi dilakukan berdasarkan data kombinasi obat yang diberikan
kombinasi yang potensial untuk terjadinya interaksi yang ada pada standar tanpa
melihat efek yang mungkin ditimbulkan setelah pemberian kombinasi obat tersebut
dan bagaimana interaksi tersebut bisa terjadi.
Analisis kontraindikasi dilakukan dengan memeriksa data obat yang
diberikan dalam peresepan, apakah obat kardiovaskuler yang diberikan tersebut
sudah sesuai dengan kondisi pasien yang tertera dalam diagnosis, baik diagnosis
utama, diagnosis sekunder maupun diagnosis komplikasi seperti yang terdapat dalam
standar.
Analisis efek samping dilakukan secara teoritis dengan cara melihat pada
standar efek samping dari obat-obat kardiovaskuler yang diberikan dalam peresepan
tanpa melihat secara langsung bagaimana dan mengapa efek samping tersebut bisa
terjadi pada pasien.
G. Tata Cara Analisis Hasil
Data pasien yang meliputi identitas pasien, diagnosis, hasil pemeriksaan
laboratorium dikelompokkan dan diolah secara deskriptif dari masing-masing pasien
untuk memperoleh informasi tentang karakteristik pasien gagal jantung. Selanjutnya
data mengenai peresepan obat juga dikelompokkan berdasarkan golongan dan jenis
obat kemudian dianalisis mengenai ketepatan dosis,kemungkinan terjadinya interaksi
obat secara teoritis, kontraindikasi, serta efek samping yang mungkin ditimbulkan
secara teoritis berdasarkan IONI (2000). Kajian yang dilakukan pada pola peresepan
obat kardiovaskuler pada pasien gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito meliputi : penyesuaian dosis, interaksi, kontraindikasi, dan efek samping
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu: pertama, karakteristik pasien
yang meliputi distribusi pasien gagal jantung berdasarkan usia pasien dan jenis
kelamin pasien. Kedua, golongan dan jenis obat meliputi penggunaan obat pada
peresepan pasien gagal jantung dan penggunaan obat kardiovaskuler pada pasien
gagal jantung. Ketiga, kajian pola peresepan meliputi ketepatan dosis, kemungkinan
terjadinya interaksi, kontraindikasi dan kemungkinan terjadinya efek samping obat.
A. Karakteristik Pasien 1. Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin
Dari hasil penelusuran data didapatkan 48 pasien tetapi data yang bisa diteliti
hanya sebanyak 40 pasien, sedangkan data 8 pasien lainnya tidak dapat diteliti karena
tidak lengkap.
Tabel III. Distribusi Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Tahun 2003 Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase
1. Laki-Laki 15 37,5%
2. Perempuan 25 62,5%
TOTAL 40 100,0%
Sumber data: data olah rawat inap, tahun 2003.
Dari tabel III dapat diketahui bahwa dari semua pasien yang diberikan obat-obat
kardiovaskuler dalam peresepannya (38 pasien), jumlah pasien perempuan (62,5%)
lebih banyak dibandingkan jumlah pasien laki-laki (37,5%). Hal ini dikarenakan
adanya pengaruh faktor resiko pada perempuan lebih besar dari laki-laki yaitu,
adanya pengaruh hormon estrogen pada wanita, penggunaan kontrasepsi, dan karena
2. Karakteristik pasien berdasarkan usia
Tabel IV. Distribusi Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Tahun 2003 Berdasarkan Usia Menurut WHO dan Pediatric
(Izenberg, 2000)
No. Kriteria Kelompok Umur (Thn) Jumlah Pasien Persentase
1. Bayi 0 - 1 4 10%
2. Anak-anak 2 - 12 8 20%
3. Remaja 13 - 17 2 5%
4. Dewasa 18 - 45 8 20%
5. Usia pertengahan 46 - 59 9 22,5%
6. Lanjut usia 60 - 74 8 20%
7. Lansia tua 75 - 90 1 2,5%
8. Sangat tua > 90 - -
TOTAL 40 100,0%
Berdasarkan kriteria usia dari WHO dan Pediatric (Izenberg, 2000), jumlah
pasien gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito tahun 2003 hampir
merata terutama pada pasien dengan kriteria usia anak-anak (20%), dewasa (20%),
usia pertengahan (22,5%), dan pada lanjut usia (20%). Maka dapat dikatakan bahwa
saat ini gagal jantung bukanlah lagi suatu penyakit yang hanya dapat terjadi pada
kelompok lanjut usia tapi juga dapat terjadi pada kelompok anak-anak bahkan pada
kelompok neonatus meskipun dalam jumlah yang sedikit (10%).
Penyebab gagal jantung pada neonatus utamanya adalah karena faktor
kelainan bawaan sedangkan pada kelompok dewasa, usia pertengahan, dan lanjut
usia penyebab gagal jantung adalah karena selain faktor kelainan bawaan juga karena
faktor lain seperti gaya hidup atau karena adanya penyakit lain yang menyebabkan
terjadinya gagal jantung misal, infark miokard. Meski demikian, terapi pengobatan
yang diberikan antara kelompok neonatus dan kelompok lanjut usia tidaklah jauh
B. Golongan dan Jenis Obat 1. Penggunaan obat pada peresepan pasien gagal jantung
Seperti diketahui bahwa gagal jantung sangat mungkin disebabkan oleh
penyakit lain seperti demam reumatik atau gagal ginjal dan mampu menimbulkan
komplikasi, oleh sebab itu terapi yang diberikan juga meliputi pemberian obat-obat
lain yang sesuai dengan kondisi pasien pada saat dirawat.
Tabel V. Distribusi Kelas Terapi Obat Pada Peresepan untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Tahun 2003
No. Kelas Terapi Jumlah Pasien Persentase
1. Obat Kardiovaskuler 38 95,0%
2. Obat Sistem Saraf Pusat 9 22,5%
3. Obat Saluran Pernapasan 16 40,0%
4. Analgesika 20 50,0%
5. Anti Infeksi 29 72,5%
6. Obat Gizi dan Darah 28 70,0%
7. Obat Otot Skelet dan Sendi 3 7,5%
8. Obat Saluran Cerna 12 30,0%
9. Obat Hormonal 10 25,0%
10. Obat untuk THT, Mata dan Kulit 3 7,5%
11. Obat Obstetrik, Ginekologi dan Saluran Kemih
1 2,5%
12. Anestetika 1 2,5%
Pada tabel V diketahui, yang mendapatkan obat kardiovaskuler sebanyak 38
pasien (95%), obat sistem saraf pusat 9 pasien (22,5%), obat saluran pernapasan 16
pasien (40%), analgesika 20 pasien (50%), antiinfeksi 29 pasien (72,5%), obat gizi
dan darah 28 pasien (70%), obat otot skelet dan sendi 3 pasien (7,5%), obat saluran
cerna 12 (30%), obat hormonal 10 pasien (25%), obat untuk THT, mata, dan kulit 3
pasien (7,5%), obat obstetrik, ginekologi, dan saluran kemih 1 pasien (2,5%), dan
Dengan demikian diketahui pula bahwa seorang pasien tidak hanya
mendapatkan satu jenis obat saja pada peresepannya tetapi juga obat-obat lain yang
diberikan bersamaan dengan obat-obat kardiovaskulernya. Hal ini terjadi karena
selain gagal jantung, pasien juga memiliki penyakit lain, baik sebagai penyakit
komplikasi maupun sebagai penyakit penyebab dari gagal jantung.
Dari data 40 pasien yang diambil oleh peneliti, pasien yang dalam terapinya
diberikan obat kardiovaskuler sebanyak 38 pasien (95%) sedangkan 2 orang pasien
lainnya meskipun memiliki riwayat gagal jantung namun yang menyebabkan
keduanya dirawat inap bukanlah gagal jantungnya melainkan penyebab gagal jantung
itu sendiri yaitu, demam reumatik dan endokarditis sehingga hanya diberikan obat
anti infeksi.
Penggunaan obat kardiovaskuler pada 38 pasien (95%) sudah sesuai dengan
tujuan utama terapi pengobatan yaitu pengobatan gagal jantung.
Tabel VI. Distribusi Golongan Obat Pada Peresepan untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Tahun 2003
No. Golongan Obat Jumlah Pasien Persentase
1. Obat Kardiovaskuler - Inotropik positif - Antiaritmia - Antihipertensi - Antiangina - Diuretika - Koagulasi darah - Hipolipidemika - Syok dan hipotensi - Gangguan darah
17 3 17 15 31 10 1 3 3
42,5% 7,5% 42,5% 37,5% 77,5% 25,0% 2,5% 7,5% 7,5% 2. Obat Sistem Saraf Pusat
- Hipnotik dan ansiolitik - Antiemetikum
- Antiepilepsi
4 5 1