• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola peresepan obat kardiovaskuler berdasarkan tinjauan dosis, interaksi, kontradiksi, dan efek samping obat pada pasien gagal jantung di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito periode Januari-Desember tahun 2003 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pola peresepan obat kardiovaskuler berdasarkan tinjauan dosis, interaksi, kontradiksi, dan efek samping obat pada pasien gagal jantung di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito periode Januari-Desember tahun 2003 - USD Repository"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PERESEPAN OBAT KARDIOVASKULER BERDASARKAN TINJAUAN DOSIS, INTERAKSI, KONTRAINDIKASI, DAN EFEK SAMPING OBAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SARDJITO PERIODE JANUARI - DESEMBER

TAHUN 2003

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh Dewi Anggraini

008114073

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

Persembahanku

“ Saya rindu untuk melakukan suatu pekerjaan yang besar

dan mulia, namun tugas utamaku adalah menyelesaikan

tugas-tugas yang kecil, sederhana dengan tekun “.

(Hellen Keller)

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “ POLA PERESEPAN OBAT KARDIOVASKULER BERDASARKAN TINJAUAN DOSIS, INTERAKSI, KONTRAINDIKASI, DAN EFEK SAMPING OBAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SARDJITO PERIODE JANUARI – DESEMBER TAHUN 2003 “

Skripsi ini disusun dan diajukan guna melengkapi salah satu syarat menyelesaikan program Strata Satu (S1) di Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak lepas dari dorongan dan bantuan berbagai pihak, maka dari itu penulis ingin berterima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberi ijin kepada penulis.

2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membagi pengetahuan dan memberikan banyak masukkan juga kesempatan berdiskusi serta keramahannya kepada penulis.

3. Rita Suhadi, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji atas kesediaannya menguji serta kritik dan saran yang membangun kepada penulis.

4. Drs. Mulyono, Apt. sebagai dosen penguji atas kesediaannya menguji serta kritik dan saran yang membangun kepada penulis juga keramahannya yang mampu mencairkan suasana.

5. Ibu dan Bapak tercinta di rumah atas kasih sayang, doa, pengertian, kesabaran, serta kerja kerasnya demi keberhasilanku.

6. Kakakku Eva Kristanti tersayang atas cinta, doa, dukungan serta persaudaraannya yang indah.

7. Adikku Fitria Indriani tersayang atas cinta, doa dan dukungannya.

8. Bu Lik ku terkasih Theresia Semiyati untuk cinta, doa, perhatian serta dukungannya.

9. Kakak iparku Agustinus Hardi Prasetyo untuk doa, dukungan serta kritik dan sarannya.

10.Para anggota PABELI : Betha, Martha, Tri, Wanda, dan Yayuk atas cinta kasih, doa, dukungan serta persahabatan yang indah dan tak terlupakan, juga untuk seorang sahabat yang setia Tami.

11.Para penghuni “nDalem Keputren Cakruk” Effie, Ika, Pipit, Ratih, Mbah Biji, Bu Camat, nCie, Mama Joni, Anas, Yuli, Fajar “Angel elga”, dan Ninok untuk dukungan, doa, persahabatan serta canda tawa yang selalu mewarnai hariku. 12.Retha, mantan anak kost yang selalu ingat padaku, makasih atas perhatiannya. 13.Teman-teman seperjuangan yang begitu semangat mendukungku Dodi, Raul,

Uyung, Benny, Martha.

14.Ibu dan Bapak kostku, Mbak Ika, Mbak Anna, dan Para “Dul” untuk saat-saat yang menyenangkan.

15.Diriku sendiri atas cinta, harapan, kesetiaan, pengertian, dan kerjasamanya. 16.Wisa Abraham Sang Motivator Sejatiku untuk cinta, harapan, kesetiaan, doa serta

(6)

17.Untuk Aang, makasih berat atas kerjasama dan waktunya.

18.Sahabat sejati yang bagaikan bayanganku sendiri Asia Looks, Antara Mahal, Amuro Amo, Danza Muso, Cisse Sussmex, Agastya Rao, dan AP.

19.Ardian “Mr. Saint” Aiden untuk pengorbanan, kesetiaan, dan pencerahannya. 20.Wayan Abraham, untuk cinta, kesetiaan, doa, dan dukungannya .

21.Teman-teman dunia maya yang senantiasa memberikan warna-warni dalam perjalanan hidupku.

22.Teman-teman dunia “Quantum Cosmos” atas kesetiaannya dan penghiburannya. 23.Teman-teman platonikku yang selalu membuatku merasa lebih “hidup”.

24.Seluruh keluarga dan teman-teman terkasih yang selalu menjadi penyemangatku. 25.Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari ada banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu segala kritik dan sumbang saran dari pembaca sangat kami harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat menambah khasanah pengetahuan kita semua.

Yogyakarta, 07 Maret 2007

Penulis

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau bagian dari karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 07 Maret 2007

(8)

INTISARI

Gagal jantung perlu diwaspadai sedini mungkin. Hal ini dikarenakan gagal jantung berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi. Selain itu gagal jantung juga merupakan penyakit yang mempunyai prevalensi yang cukup tinggi tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara-negara lain. Beberapa tahun terakhir ini gagal jantung tidak hanya terjadi pada orang lanjut usia tapi juga pada orang dewasa bahkan pada anak-anak meskipun dengan skala yang kecil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan mengetahui pola peresepan obat kardiovaskuler pada pasien gagal jantung berdasarkan tinjauan golongan, jenis dan dosis obat yang diberikan, meninjau kemungkinan terjadinya interaksi, kontraindikasi dan efek samping obat.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional dengan rancangan deskriptif non-analitik. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pengambilan data dan tahap pengolahan data secara non-analitik. Bahan yang digunakan adalah catatan medik pasien gagal jantung yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2003. Dalam penelitian ini diperoleh data sebanyak 40 kasus yang terdiri dari 62,5% pasien perempuan dan 37,5% pasien laki-laki. Berdasarkan kelompok usia, 10% pasien infant, 20% pasien anak-anak, 5% pasien remaja, 20% pasien dewasa, 22,5% pasien usia pertengahan, 20% pasien lanjut usia dan 2,5% pasien lansia tua. Pasien yang diberikan obat kardiovaskuler dalam terapinya sebanyak 95%, tidak diberikan obat kardiovaskuler dalam terapinya 5%. Berdasarkan kesesuaian dosis dengan IONI 2000, 50% jenis obat sesuai, 50% jenis obat tidak sesuai. Interaksi yang kemungkinan terjadi sebanyak 186,8%. Obat kardiovaskuler yang kontraindikasi dengan kondisi pasien yaitu valsartan. Obat kardiovaskuler yang kemungkinan menimbulkan efek samping atau memperparah kondisi pasien yaitu kaptopril.

(9)

ABSTRACT

Heart Failure must be cautioned early since it is related to a very high morbidity and mortality rate. In addition, such a disease has a relatively high prevalence not only in Indonesia but also in other countries. In recent years, heart failure is not only found among people of old age but also among adults, even, in small degree, among children. This study aimed to find out characteristic of patients with heart failure who were hospitalized in Central General Hospital of Dr. Sardjito, Yogyakarta, and the patterns of prescribed cardiovascular drugs viewed from their class, types, and dosage; and to examine the possibility of their interaction, counter-indicators, and side effects.

This study was an observational one using a non analytical-descriptive design. It was carried out in three stages, i.e., planning, data collection, and non-analytical data processing. The materials for this study consisted of Medical Record of patients with heart failure hospitalized in Central General Hospital of Dr. Sardjito, Yogyakarta, in 2003. Its data were obtained from 40 cases, 62.5% female and 37.5% male patients. Based on the age classifications, the patients comprised of 10% infants, 20% children, 5% teenagers, 20% adults, 22.5% middle-aged, 20% old, and 2.5% very old. The proportion of patients treated with cardiovascular drugs in their therapy was 95%, and those without cardiovascular drugs was 5%. Based on the dosage compliance with IONI 2000, 50% of the drugs were consistent and 50% were inconsistent with IONI 2000. The likelihood of interaction was 186.8%. The cardiovascular drug, which was contraindicative to patient condition, was Valsartan. While the drug which most likely to generate side effects or aggravated patient condition was Captopril.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

INTISARI... viii

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Anatomi Fisiologi Jantung ... 6

B. Gagal Jantung... 9

C. Evaluasi Peresepan... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28

B. Definisi Operasional ... 29

C. Lokasi Penelitian... 30

D. Bahan dan Alat Penelitian... 30

E. Subyek dan Penetapan Subyek ... 31

F. Jalannya Penelitian... 31

(11)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Karakteristik Pasien ... 34

B. Golongan dan Jenis Obat ... 36

C. Kajian Pola Peresepan... 48

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. ………..25 Interaksi yang kemungkinan terjadi dari pemberian kombinasi beberapa obat kardiovaskuler kepada pasien gagal jantung berdasarkan IONI 2000

Tabel II………...27 Efek Samping yang mungkin ditimbulkan selama Penggunaan Obat

Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung berdasarkan IONI 2000

Tabel II………...27 Efek Samping yang mungkin ditimbulkan selama Penggunaan Obat

Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung berdasarkan IONI 2000

Tabel III. ………34 Distribusi Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP

DR.Sardjito Tahun 2003 Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel IV. ………...35 Distribusi Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap di RSUP DR. Sardjito Tahun 2003 Berdasarkan Usia Menurut WHO dan Pediatric

(Izenberg, N. M.D., 2000)

Tabel V. ……….36 Distribusi Kelas Terapi Obat Pada Peresepan untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003

Tabel VI. ………...37 Distribusi Golongan Obat Pada Peresepan untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003

Tabel VII. ………..41 Distribusi Kelas Terapi Obat Kardiovaskuler Pada Peresepan Obat Kardiovaskuler Pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito

Tahun 2003

(13)

Distribusi Golongan Obat Antiaritmia pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003

Tabel IX. ………...43 Distribusi Golongan Obat Antihipertensi pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003

Tabel X. ……….44 Distribusi Golongan Obat Antiangina pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito

Tahun 2003

Tabel XI. ………...45 Distribusi Golongan Obat Diuretik pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito

Tahun 2003

Tabel XII. ………..46 Distribusi Golongan Obat Koagulasi Darah pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003 Tabel XIII. ……….46 Distribusi Golongan Obat Hipolipidemik pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003

Tabel XIV. ………47 Distribusi Golongan Obat Syok dan Hipotensi pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP

DR. Sardjito Tahun 2003

Tabel XV. ………..47 Distribusi Golongan Obat Gangguan Darah pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Anatomi Jantung (exterior view)………. 7

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 ………..60 Daftar Jenis Obat-Obat KardiovaskulerYang Perlu Dilakukan Penyesuaian Dosis dalam Peresepan Obat Kardiovaskuler untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Tahun 2003 Berdasarkan IONI 2000

Lampiran 2 ………..62 Standar Pelayanan Medik RSUP DR. Sardjito

(16)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab utama kematian segala jenis

usia (Panjaitan, 1991) dan gagal jantung adalah salah satu penyakit kardiovaskuler

yang paling kompleks dan sangat sulit untuk diatasi (Lefrandt, 1996) yang paling

tinggi prevalensinya (Hidayati, 2001).

Meskipun menurut Karo Karo (cit., Hidayati, 2001) dalam simposium “Late

Breaking News in Heart Failure” 17 Februari 2001 menyatakan bahwa insiden

penyakit gagal jantung semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia

harapan hidup penduduk, ironisnya menurut Woo (cit., Hidayati, 2001) dalam

seminar sehari mengenai " Penanganan Masalah Jantung " 27 April 1996 selain

meningkat pada kelompok usia 40 tahun, juga mulai meningkat pada kelompok usia

dini. Meski masih dalam skala yang kecil, kelainan jantung bawaan sejak lahir –

bahkan sejak dalam kandungan – menjadi masalah yang serius bagi pengembangan

sumber daya manusia. Beberapa data pada kasus kelainan jantung bawaan

menunjukkan kebanyakan kematian justru terjadi pada bulan-bulan awal kehidupan

bayi yang menunjukkan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis.

Sementara itu pada kesempatan yang sama, Sani (cit., Hidayati, 2001)

mengatakan penyakit gagal jantung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data

(17)

248 kasus, kemudian melaju pesat hingga mencapai puncak pada tahun 2000 dengan

532 kasus.

Pengurangan aktivitas fisik pada kasus gagal jantung sedang dan istirahat

total di tempat tidur pada kasus gagal jantung parah adalah dasar dari

penatalaksanaan gagal jantung itu sendiri. Mengurangi jumlah makanan, atau setiap

usaha yang dilakukan haruslah diupayakan untuk mengurangi kecemasan pasien.

Istirahat secara fisik dan secara emosional dimaksudkan untuk mengurangi tekanan

arteri, mengurangi kerja otot pernapasan, memperlambat denyut jantung, dan untuk

mengurangi muatan kerja pada miokardium. Pasien dengan gagal jantung hendaknya

beristirahat di rumah atau lebih baik di rumah sakit untuk satu atau dua minggu dan

dilanjutkan untuk beberapa hari lagi setelah kondisi pasien benar-benar stabil

(Braunwald, 2000).

Kegagalan jantung merupakan keadaan umum yang berkaitan dengan

morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi (Woodley, 1995) yang sering dijumpai

dalam praktek sehari-hari sebagai suatu kegawatan medik yang membutuhkan

pengenalan dan penanganan secara dini (Kisworo, 1996).

Berdasarkan pernyataan di atas maka penggunaan obat kardiovaskuler pada

pasien gagal jantung perlu mendapatkan perhatian serta pengawasan yang lebih dari

tenaga kesehatan yang menangani pasien. Hal ini mendorong peneliti untuk

mengetahui karakteristik dan pola peresepan pada pasien gagal jantung di Instalasi

(18)

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan permasalahan di bawah ini.

a. Apakah obat kardiovaskuler dalam peresepan obat kardiovaskuler untuk pasien

gagal jantung di RSUP Dr. Sardjito sudah tepat dosis?

b. Apakah terjadi interaksi dalam peresepan obat-obat kardiovaskuler?

c. Apakah obat-obat kardiovaskuler yang diberikan kontraindikasi dengan kondisi

gagal jantung pasien atau dengan kondisi khusus yang menyertai gagal jantung

seperti yang tercantum dalam hasil diagnosis?

d. Apakah obat-obat kardiovaskuler yang diberikan menimbulkan efek samping

atau memperparah kondisi gagal jantung pasien atau kondisi khusus yang

menyertai gagal jantung seperti yang tercantum dalam hasil diagnosis?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, sudah pernah

dilakukan penelitian mengenai penyakit gagal jantung. Penelitian ini dilakukan oleh

Susilowati (2002) mengenai evaluasi dosis, interaksi, dan kontraindikasi peresepan

obat kardiovaskuler pada pasien geriatri gagal jantung di instalasi rawat inap RSPR.

Evalusi dilakukan dengan membandingkan peresepan obat kardiovaskuler dengan

standar IONI tahun 2000. Rancangan penelitian yang digunakan oleh Susilowati

adalah deskriptif non-analitik. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif

dengan studi dokumentasi lembar rekam medik. Data yang diambil adalah data

rekam medik pasien rawat inap di RSPR selama periode Januari-juni tahun 2000.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini

(19)

obat kardiovaskuler pada pasien gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.

Sardjito berdasarkan IONI 2000. Rancangan penelitian pada penelitian ini adalah

deskriptif non-analitik, pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan studi

dokumentasi lembar catatan medik. Data yang diambil adalah data salinan resep dan

data lembar catatan medik pasien rawat inap di RSUP Dr. Sardjito tahun 2003.

Sejauh ini penelitian mengenai pola peresepan obat kardiovaskuler berdasarkan

tinjauan dosis, interaksi, kontraindikasi dan efek samping obat pada pasien gagal

jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito belum pernah dilakukan di

kalangan Universitas Sanata Dharma.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pola peresepan

obat kardiovaskuler pada pasien gagal jantung.

b. Manfaat praktis.

Hasil penelitian yang berupa data dan informasi mengenai dosis, interaksi,

kontraindikasi, dan efek samping obat kardiovaskuler pada pasien gagal jantung

(20)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan obat

kardiovaskuler untuk penyakit gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP

Dr. Sardjito periode januari - desember tahun 2003.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengevaluasi :

a. apakah obat kardiovaskuler dalam peresepan obat kardiovaskuler untuk pasien

gagal jantung di RSUP Dr. Sardjito sudah tepat dosis

b. apakah terjadi interaksi dalam peresepan obat-obat kardiovaskuler

c. apakah obat-obat kardiovaskuler yang diberikan kontraindikasi dengan kondisi

gagal jantung pasien atau dengan kondisi khusus yang menyertai gagal jantung

seperti yang tercantum dalam hasil diagnosis

d. apakah obat-obat kardiovaskuler yang diberikan menimbulkan efek samping atau

memperparah kondisi gagal jantung pasien atau kondisi khusus yang menyertai

(21)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Jantung

Jantung kira-kira sebesar kepalan tangan, terletak didalam rongga dada, yang

disebut rongga thoraks, disebelah kiri garis tengah rongga dada (Knight, et al., 1989).

Beratnya pada orang dewasa kira-kira mencapai 320 gram pada laki-laki dan 280

gram pada perempuan (Mutscler, 1995).

Jantung dapat diibaratkan sebagai pompa berganda, yang terdiri dari bagian

kanan dan kiri. Bagian kanan memompa darah dari tubuh ke paru-paru, sedangkan

bagian kiri memompa darah dari paru-paru ke tubuh. Setiap bagian terdiri dari 2

kompartimen: di atas serambi (atrium) dan di bawah bilik (ventriculus). Antara

serambi dan bilik terdapat katup, begitu pula antara bilik dan pembuluh besar. Fungsi

keempat katup ini adalah menjamin darah mengalir ke hanya satu jurusan (Tjay dan

Raharja, 2002).

Atrium dipisahkan oleh septum atrium. Atrium kanan terhubung dengan vena

cava dan atrium kiri oleh arteri pulmonar (Mutscler, 1995). Dalam Ganong (1995)

dikatakan bahwa jantung dipisahkan dari organ dalam lain di rongga dada oleh

perikardium. Miokardium sendiri ditutupi oleh epikardium fibrosa. Kantung

perikardium dalam keadaan normal mengandung 5-30 ml cairan jernih yang

(22)

Gambar 1. Anatomi Jantung (Anonim, 2007)

Fungsi peredaran darah adalah penyaluran oksigen dan zat-zat gizi lain yang

dibutuhkan untuk metabolisme ke jaringan dan organ. Darah yang miskin O2 dan

kaya CO2 melalui vena masuk kembali ke jantung di serambi kanan dan mengalir ke

bilik kanan. Dari sini, darah diteruskan ke paru-paru, di mana darah melepaskan

karbondioksidanya dan menyerap oksigen (sirkulasi kecil). Darah kaya O2 lalu

mengalir kembali ke serambi kiri dan melalui bilik kiri dipompa ke aorta dan organ

tubuh, inilah yang disebut sirkulasi darah besar (Tjay dan Raharja, 2002).

Demikianlah darah dikirimkan ke atrium di sebelah kanan melalui

pembuluh-pembuluh utama yang disebut vena cava. Ini adalah darah yang dikumpulkan dari

(23)

Gambar 2. Anatomi Jantung (Anonim, 2007)

Masih dalam Tjay dan Raharja (2002) pada setiap denyutan dapat dibedakan

dua fase, yakni diastol, di mana otot jantung melepaskan diri dan biliknya terpenuhi

darah vena. Kemudian menyusul sistol, di mana otot jantung menguncup (kontraksi)

sebagai reaksi terhadap diastol, sehingga darah dipompa ke luar jantung dan ke

dalam arteri.

Menurut Ganong (1995), bagian-bagian jantung yang secara normal

berdenyut dengan urutan teratur, kontraksi atrium (sistol atrium) diikuti oleh

kontraksi ventrikel (sistol ventrikel), dan selama diastol semua rongga jantung dalam

keadaan relaksasi. Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang

khusus dan menyebar, melalui sistem ini kesemua bagian otot jantung. Struktur yang

(24)

simpul di atrium, simpul atrioventrikular (simpul AV), berkas His dan

cabang-cabangnya, dan sistem purkinje. Berbagai bagian sistem penghantar, dan pada

keadaan abnormal, bagian-bagian otot jantung mampu mengeluarkan listrik spontan.

Meskipun demikian, simpul SA secara normal mengeluarkan listrik paling cepat,

depolarisasi menyebar dari sini ke bagian lain sebelum mengeluarkan listrik secara

spontan. Simpul SA merupakan pacu jantung normal. Kecepatan mengeluarkan

listrik menentukan frekuensi denyut jantung. Impuls yang dibentuk dalam simpul SA

berjalan melalui lintasan atrium ke simpul AV, melalui simpul ini ke berkas His, dan

sepanjang cabang-cabang berkas-berkas His melalui sistem purkinje ke otot

ventrikel.

B. Gagal Jantung

1. Definisi

Gagal jantung secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen dan metabolisme tubuh. Definisi lain

adalah suatu keadaan curah jantung (kemampuan jantung memompa darah) yang

relatif kurang dibandingkan kebutuhan metabolisme tubuh, meskipun aliran darah

balik cukup memadai (Kisworo, 1996). Istilah gagal jantung menurut Wells (2003)

lebih baik daripada istilah gagal jantung kongestif sebab penderita bisa mempunyai

(25)

2. Patofisiologi

Sindroma klinik kegagalan jantung berujud sebagai hipoperfusi organ dan

pemberian oksigen ke jaringan yang tak mencukupi karena curah jantung rendah dan

penurunan daya cadangan jantung (kegagalan ke depan) maupun pembendungan

paru dan vena (kegagalan ke belakang). Terdapat beberapa macam adaptasi yang

bersifat kompensasi, yaitu:

a. peningkatan volume (dilatasi) dan massa (hipertrofi) ventrikel kiri

b. peningkatan resistensi vaskular sistemik (RVS) akibat peningkatan aktivitas

sistem saraf simpatik dan kenaikan kadar katekolamin-katekolamin yang beredar

(pada sirkulasi darah) dan

c. aktivitas sistem renin-angiotensin dan vasopressin (Anti Diuretik Hormon =

ADH).

Mekanisme-mekanisme sekunder ini bersama dengan “ kegagalan pompa jantung “

yang sebenarnya memainkan peranan dalam patofisiologi kegagalan jantung

(Woodley, 1995).

3. Gejala dan tanda

Menurut Knight (1989), gejala-gejala utama kegagalan kerja kongestif yang

mempengaruhi sistem peredaran darah sebelah kiri maupun sebelah kanan adalah

sebagai berikut ini :

a. sesak napas adalah tanda pertama. Istilah untuk sesak napas ialah dyspnea.

Mula-mula timbul hanya pada waktu kerja keras tetapi apabila kemampuan

(26)

b. haemoptysis adalah istilah untuk batuk bercampur darah yang merupakan gejala

khas gagal jantung

c. gejala khas lainnya ialah edema, atau akumulasi cairan pada bagian-bagian yang

bergantung pada bagian lain, dan memberi indikasi jantung sebelah kanan sudah

kurang kemampuannya

d. gejala lain yang mungkin tampak ialah lesu dan kehabisan tenaga.

Kadang-kadang bibirnya kebiru-biruan dan ujung-ujung bagian tubuh menunjukkan

kurangnya oksigen.

Menurut Nelson (cit., Wahab, 1996) bahwa pada anak-anak, gejala dan

tanda-tanda gagal jantung serupa dengan gejala dan tanda-tanda-tanda-tanda pada orang dewasa

sedangkan pada bayi, gejala dan tanda gagal jantung mungkin lebih sukar ditentukan.

Manifestasi yang paling menonjol adalah takipnea, kesukaran makan, pertambahan

berat buruk, keringat berlebihan, iritabilitas, nangis lemah, dan pernapasan yang

berisik, berat dengan retraksi interkostal, dan subkostal serta cuping hidung

mengembang.

4. Diagnosis

Kegagalan jantung hendaknya dicurigai berdasarkan karakteristik gejala dan

tanda. Ventrikular hipertrofi dapat ditunjukkan dengan sinar x atau

elektrokardiogram.

Menurut Karo Karo (cit., Hidayati, 2001) yang paling lazim digunakan untuk

menegaskan diagnosis adalah sistem klasifikasi yang ditetapkan oleh The New York

(27)

a. NYHA I, berupa penyakit ringan dan tidak ada gejalanya pada aktivitas biasa

b. NYHA II, dalam aktivitas normal menimbulkan kelelahan dan aktivitas fisik

sedikit terbatas

c. NYHA III, ditandai dengan lelah, palpitasi atau angina, dan keterbatasan

melakukan aktivitas

d. NYHA IV, di mana keluhan sudah timbul waktu istirahat dan semakin berat

pada aktivitas ringan.

5. Faktor resiko

Ada dua kelompok faktor resiko bagi penyakit gagal jantung yaitu, faktor resiko

yang bisa dikendalikan dan faktor resiko yang tidak bisa dikendalikan.

Faktor resiko yang bisa dikendalikan meliputi mayor (kolesterol darah tinggi,

tekanan darah tinggi, dan perokok) dan minor (tekanan emosi, kurang gerak badan,

obesitas, pribadi tipe A, diabetes). Faktor resiko yang tidak bisa dikendalikan

meliputi usia, jenis kelamin, serta genetik (Shryok and Hardinge, 2003). Sedangkan

menurut Meece (2003) diabetes bukan lagi merupakan faktor resiko gagal jantung

melainkan sebagai faktor yang terlibat dalam patofisiologi gagal jantung.

6. Sasaran Terapi

Gagal jantung pada dasarnya merupakan suatu sindrom klinik yang dapat

disebabkan oleh berbagai keadaan, sebagai berikut :

a. Beban kerja yang berlebihan

1) kenaikan tahanan terhadap aliran keluar darah dari ventrikel (pressure

overload) seperti pada stenosis aorta atau pulmonal, hipertensi (sistemik atau

(28)

2) kenaikan beban volume ventrikel akibat pengisian secara berlebihan (volume

overload) seperti dapat terjadi pada insufisiensi mitral atau trikuspidal,

insufisiensi aorta, serta penyakit jantung bawaan dengan pirau (shunt) dari

kiri ke kanan.

3) kenaikan kebutuhan tubuh yang tidak dapat dipenuhi oleh kemampuan

jantung sehingga menyebabkan gagal jantung dengan curah jantung yang

tinggi (high output failure). Keadaan ini dapat terjadi pada kasus anemia,

tirotoksikosis, fistula arteriovenosa, dan kor pulmonal hipoksik.

b. Kelainan miokardium: infark miokardium, kardiomiopati, penyakit-penyakit

infiltrasi seperti hemokromatosis, amiloidosis, sarkoidosis, dan miokarditis. Pada

keadaan ini fungsi jantung mengalami penurunan akibat kelainan pada otot

jantung tersebut.

c. Kerusakan miokardium iatrogenik akibat radiasi atau obat (doksorubisin)

(Kisworo, 1996).

7. Strategi Terapi

Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah mengurangi gejala akibat

bendungan sirkulasi, memperbaiki kapasitas kerja dan kualitas hidup, serta

memperpanjang harapan hidup. Untuk itu pendekatan awal adalah memperbaiki

berbagai gangguan yang mampu pulih untuk menghilangkan beban kardiovaskuler

yang berlebihan, misalnya mengobati hipertensi, mengobati anemia, mengurangi

berat badan, atau memperbaiki stenosis aorta. Gagal jantung yang tetap bergejala

walaupun penyakit yang mendasarinya telah diobati memerlukan pembatasan

(29)

a. Kelompok usia bayi-remaja

Obat-obat kardiovaskuler yang digunakan pada kelompok usia ini menurut

Nelson (cit., Wahab, 1996) adalah :

1). digitalis

Digoksin merupakan glikosida digitalis yang paling sering digunakan pada

penderita pediatri. Waktu paruhnya 36 jam cukup lama untuk memungkinkan

pemberian setiap hari atau dua kali sehari dan cukup pendek untuk membatasi

pengaruh toksik dari kelebihan dosis. Digoksin diserap dengan baik oleh saluran

gastrointestinal (60-85%), pada bayi sekalipun.

Digitalisasi cepat bayi dan anak pada gagal jantung dapat dilakukan secara

intravena. Terapi digitalis rumat dimulai sekitar 12 jam sesudah digitalisasi penuh.

Penderita yang tidak sakit berat dapat didigitalisasi pada mulanya melalui mulut.

2). diuretik

Furosemid adalah diuretik yang paling sering digunakan pada penderita dengan

gagal jantung. Penderita yang memerlukan diuresis akut harus diberikan

furosemid intravena atau intramuskuler pada dosis awal 1-2 mg/kg. Hal ini

biasanya menyebabkan diuresis cepat dan perbaikan segera status klinis, terutama

jika ada gejala kongestif paru. Terapi furosemid lama diresepkan pada dosis 1-4

mg/kg/24 jam diberikan anatara 1 dan 4 kali sehari.

Spironolakton merupakan inhibitor aldosteron dan memperbesar retensi

kalium. Biasanya diberikan secara oral 2-3 mg/kg/24 jam dalam dosis terbagi 2-3

(30)

Klorotiazid kadang-kadang juga digunakan untuk diuresis pada anak dengan

gagal jantung kongestif kurang berat. Dosis biasanya adalah 20-50 mg/kg/24 jam

dalam dosis terbagi

3). obat pengurang beban pasca

Kelompok obat ini berguna terutama pada anak dengan gagal jantung

kongestif akibat kardiomiopati dan pada beberapa penderita dengan insufisiensi

mitral atau aorta berat. Obat pengurang beban pasca paling sering digunakan

bersama dengan obat-obat anti kongestif lain, seperi digoksin dan diuretik.

Nitroprusid harus diberikan hanya pada pelayanan di ruangan intensif dan

dalam jangka sependek mungkin. Bila diberikan pada dosis tinggi selama beberapa

hari, gejala-gejala keracunan akibat racun tiosianat dapat terjadi, seperti kelelahan,

nausea, kehilangan orientasi, dan spasme otot.

Dosis hidralazin oral yang biasa adalah 0,5-7,5 mg/kg/24 jam dalam tiga

dosis terbagi. Reaksi yang merugikan dari hidralazin adalah nyeri kepala, palpitasi,

nausea, dan kadang muntah.

Kaptopril merupakan penghambat enzim-pengubah-angiotensin yang aktif

secara oral yang menyebabkan dilatasi arteri yang mencolok dengan memblokade

produksi angiotensin II, berakibat pengurangan beban pasca yang bermakna. Dosis

(31)

4). agonis adrenergik β

Dopamin pada dosis 2-10 µg/kg/menit, menyebabkan kenaikan kotraktilitas

dengan sedikit pengaruh vasokontriktif perifer. Namun, jika dosis ditambah diatas 15

µg/kg/menit, pengaruh adrenergik α perifernya dapat menyebabkan vasokonstriksi.

Dobutamin, derivat dopamin, dapat digunakan sebagai tambahan pada terapi

dopamin untuk menghindari pengaruh vasokonstriksi dopamin dosis-tinggi.

5). penghambat fosfodiesterase

Amrinon diberikan dengan dosis pembebanan awal 0,75 mg/kg secara

intravena disertai infus intravena 5-10 µg/kg/menit.

b. Kelompok usia dewasa-lansia

Obat-obat kardiovaskuler yang digunakan pada kelompok usia ini adalah :

1). ACE inhibitor

ACE inhibitor menyebabkan dilatasi vena dan arteri, mengurangi preload dan

afterload. Semua pasien yang didiagnosa mengalami disfungsi ventrikel kiri,

gejala-gajala ringan, harus diberikan terapi ACE inhibitor, kecuali mereka yang di

kontraindikasikan atau pasien yang intoleran terhadap ACE inhibitor (Wells, 2003).

2). penyekat β

Pada penanggulangan penyakit jantung atau gagal jantung, umumnya dipakai

penyekat beta dengan sifat selektif beta 1. Mengingat, efek aktivitas adrenergik yang

kronik pada gagal jantung adalah terjadi subsensitivitas pada alur adrenergik

miokardial. Akibat aktivitas adrenergik kardial yang kronik pada gagal jantung

adalah desensitisasi, yang menurunkan densitas reseptor adrenergik beta 1 pada

(32)

Kehilangan sensitivitas ini merupakan tanda bahwa telah terjadi down

regulation dari reseptor beta 1. Pemberian obat penyekat beta yang bersifat selektif

beta 1 akan memperbaiki regulasi reseptor beta 1 (up regulation) (Lefrandt, 1996).

3). diuretik

Mekanisme kompensator pada gagal jantung menyebabkan terjadinya retensi

air dan kalium, sehingga sering menyebabkan terjadinya kongesti paru. Oleh sebab

itu terapi diuretik di indikasikan untuk pasien yang terbukti mengalami retensi

cairan.

Diuretik tiazid termasuk diuretik lemah yang bisa diberikan sendiri, meskipun

demikian tiazid atau diuretik mirip tiazid bisa juga diberikan sebagai kombinasi

bersama diuretik kuat, jika diperlukan.

Diuretik kuat adalah diuretik yang paling banyak digunakan pada terapi gagal

jantung (Wells, 2003).

4). digoksin

Masuk dalam golongan glikosida jantung, memperkuat daya kontraksi

jantung yang lemah, sehingga memperkuat fungsi pompa. Sering kali diuretika

dikombinasikan dengan digoksin, yang juga berdaya mengatasi resistensi diuretika

dengan jalan memperbaiki volume-menit jantung. Zat-zat inotropik positif lainnya,

seperti dopaminergik (dopamin, ibopamin, dan lain-lain), tidak dianjurkan karena

kerjanya terlalu kuat tanpa memiliki efek kronotrop negatif. Obat-obat ini hanya

digunakan i.v pada keadaan akut (shock jantung, dan sebagainya). Penghambat

fosfodiesterase pun tidak dianjurkan berhubung efek buruknya terhadap sel-sel

(33)

5). antagonis aldosteron

Spironolakton adalah salah satu penyekat aldosteron yang menghasilkan efek

diuretik hemat kalium yang lemah. Hal ini telah dipelajari dalam gagal jantung

karena aldosteron adalah suatu neurohormon yang memainkan peranan penting

dalam pembentukan ulang ventrikular dengan cara menyebabkan peningkatan

deposisi kolagen dan jaringan fibrosis (Wells, 2003).

6). angiotensin II receptor blocker

Pada pasien gagal jantung yang tidak dapat mentoleran ACE inhibitor,

penggunaan antagonis angiotensin II receptor blocker dapat diberikan (Braunwald,

2001).

7). nitrat dan hidralazin

Menurut Carbajal dan Deedwania (cit., Crawford, 1995) vasodilator

digunakan dalam perawatan gagal jantung pada pasien yang masih memiliki

gejala-gejala gagal jantung setelah pemberian diuretik dan digitalis. Vasodilator digunakan

secara khusus pada pasien dengan dilatasi ventrikel kiri, normal atau peningkatan

tekanan darah sistemik, peningkatan daya tahan vaskular sistemik, atau regurgitasi

valvular. Secara umum, obat-obat vasodilator ini dibagi menjadi vasodilator yang

beraksi sebagai vasodilator vena, vasodilator arteri, dan gabungan keduanya.

Obat-obat vasodilator ini juga secara luas dibagi menjadi vasodilator aksi langsung

(seperti, nitrat, hidralazin, minoksidil, nitroprusside) atau vasodilator antagonis

neurohumoral (seperti, penghambat ACE, penyekat adrenoreseptor alfa dan beta,

antagonis serotonin), yang menyekat aksi vasokonstriksi agen neurohumoral dan

(34)

Dalam terapi gagal jantung, nitrat dan hidralazin digunakan sebagai

kombinasi karena aksi hemodinamiknya yang saling melengkapi (Wells, 2003).

8). antiaritmia

Amiodaron adalah antiaritmia yang paling sering digunakan dalam terapi gagal

jantung. Amiodaron direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan aritmia

ventrikel, selain penggunaan alat defibrilator cardioverter, amiodaron bisa diberikan

sebagai terapi alternatif (Wells, 2003). Ironisnya menurut Braunwald (2002), semua

antiaritmia memiliki efek samping yang sangat berbahaya, termasuk efeknya dalam

mencetuskan aritmia ventrikuler. Amiodaron adalah antiaritmia yang paling efektif

namun penggunaannya secara terapetik sangat dibatasi karena reaksinya yang sangat

merugikan yaitu, mencetuskan terjadinya bradikardi, aritmia, dan gagal jantung

(Dipiro, 2003).

C. Evaluasi Peresepan

Ketika suatu terapi obat diberikan kepada pasien, maka tujuan utamanya adalah

untuk mengobati atau mencegah penyakit dan untuk mengurangi rasa sakit pasien,

dimana pasien menerima seminimal mungkin resiko dari reaksi sampingan obat dan

harga obat. Untuk mencapai tujuan ini, terapi obat yang diberikan haruslah

memenuhi prinsip-prinsip peresepan yang rasional. Pada kenyataannya, terapi obat

yang diberikan tidaklah selalu memenuhi prinsip-prinsip peresepan yang rasional,

bahkan tidak jarang pula terjadi suatu terapi yang tidak efektif dengan biaya yang

(35)

Dalam pandangan medis, masih menurut Santoso (1996), peresepan yang

rasional itu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu : tepat indikasi, tepat obat, tepat

pasien, tepat dosis (dosis, cara pemberian dan lamanya perawatan), tepat informasi,

serta tepat evaluasi dan tindak lanjut.

1. Tepat dosis

Masing-masing sediaan obat memiliki dosis rekomendasi tersendiri baik

untuk dewasa maupun anak-anak. Dalam sebagian besar kasus, adalah hal yang

bijaksana bila pemberian dosis diawali dari dosis efektif minimum terlebih dahulu.

Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan modifikasi dosis menjadi sangat

diperlukan, seperti pada pasien dengan kerusakan hati atau renal, pada pasien lanjut

usia, dan pada pasien dengan masalah obesitas. Ada formula-formula obat yang

dapat digunakan untuk penyesuaian dosis, tetapi hanya pada penderita kerusakan

renal dan hanya pada beberapa obat yang dieksresikan melalui renal seperti

aminoglikosida, pada sebagian besar kasus, dosis pada dasarnya bersifat individual,

jika diperlukan, secara normal didasarkan pada keputusan klinis yang bergantung

pada respon pasien yang bersifat individual, apakah didasarkan pada respons

terapetik atau pada efek lain. Meskipun dengan penggunaan dosis yang

direkomendasikan, respon indvidual sangatlah berbeda untuk masing-masing orang,

dan monitoring terapetik serta penyesuaian dosis sangatlah dibutuhkan (Santoso,

1996).

2. Interaksi

(36)

Interaksi farmasetik terjadi di luar tubuh manusia pada saat sebelum

pemberian sediaan obat, dimana terjadi penggabungan obat-obat yang tidak dapat

dicampur (inkompatibel), sebagian besar dalam hal kelarutan, dan adanya sifat

inkompatibel diantara obat-obat tersebut. Beberapa sifat inkompatibel ini dapat

menyebabkan inaktivasi bagi obat bersangkutan secara in vitro, sebagai contoh

adalah inaktivasi karbenisilin oleh gentamisin ketika dicampurkan.

Mencampurkan obat terlebih dahulu sebelum pemberian adalah hal yang

sudah umum bagi pemberi resep di Indonesia, seperti mencampurkan analgesik

dipiron dengan antialergi difenhidramin, atau untuk pemberian secara injeksi, antara

antibakterial dengan antialergi. Khususnya untuk peresepan pada pediatrik, sering

sekali resep terdiri dari beberapa obat yang berbeda, yang digabungkan dan dicampur

bersamaan menjadi bentuk sediaan serbuk untuk pemberian secara oral. Meskipun

demikian, adanya kemungkinan interaksi yang merugikan tidak dapat

dikesampingkan (Santoso, 1997).

b. Interaksi farmakokinetik.

Menurut Setiawati (cit., Ganiswara, 1999) interaksi farmakokinetik terjadi

bila salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi

obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya,

terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. Interaksi

farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan

obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimianya mirip, karena antar obat

(37)

c. Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna.

Interaksi langsung, interaksi secara fisik atau kimiawi antar obat dalam lumen

saluran cerna sebelum absorpsi dapat mengganggu proses absorpsi. Interaksi ini

dapat dihindari bila obat yang berinteraksi diberikan dengan jarak waktu minimal 2

jam.

d. Interaksi dalam distribusi.

Dalam Setiawati (Ganiswara, 1999) interaksi dalam ikatan protein plasma,

banyak obat terikat pada protein plasma, obat yang bersifat asam terutama pada

albumin, sedangkan obat yang bersifat basa pada asam alpha 1-glikoprotein. Oleh

karena jumlah protein plasma terbatas, maka terjadi kompetisi antara obat bersifat

asam maupun antar obat bersifat basa untuk berikatan dengan protein yang sama.

Tergantung dari kadar obat dan afinitasnya terhadap protein, maka suatu obat dapat

digeser dari ikatannya dengan protein oleh obat lain, dan peningkatan kadar obat

bebas menimbulkan peningkatan efek farmakologiknya. Akan tetapi keadaan ini

hanya berlangsung sementara karena peningkatan kadar obat bebas juga

meningkatkan eliminasinya sehingga akhirnya tercapai keadaan mantap yang baru

dimana kadar obat total menurun tetapi kadar obat bebas kembali seperti

sebelumnya.

Interaksi dalam ikatan protein ini, meskipun banyak terjadi, tetapi yang

menimbulkan masalah dalam klinik hanya yang menyangkut obat dengan sifat

sebagai berikut : (1) mempunyai ikatan yang kuat dengan protein plasma (minimal

85%) dan volume distribusi yang kecil sehingga sedikit saja obat yang dibebaskan

(38)

asam, karena kebanyakan obat bersifat basa volume distribusinya sangat luas; (2)

mempunyai batas keamanan yang sempit, sehinggga peningkatan kadar obat bebas

tersebut dapat mencapai kadar toksik; (3) efek toksik yang serius telah terjadi

sebelum kompensasi tersebut di atas terjadi, misalnya terjadi perdarahan pada

antikoagulan oral, hipoglikemia pada antidiabetik oral; dan (4) eliminasinya

mengalami kejenuhan, misalnya fenitoin, salisilat dan dikumarol, sehingga

peningkatan kadar obat bebas tidak disertai dengan peningkatan kecepatan

eliminasinya.

Interaksi dalam ikatan jaringan. Kompetisi untuk ikatan dalam jaringan

terjadi misalnya antara digoksin dan kuinidin, dengan akibat peningkatan kadar

plasma digoksin.

e. Interaksi dalam metabolisme.

Masih menurut Setiawati (cit., Ganiswara, 1999) metabolisme obat

dipercepat. Banyak obat yang larut dalam lemak dapat menginduksi sintesis enzim

mikrosom hati, misalnya fenobarbital, fenitoin, rifampisin, karbamazepin, etanol,

fenilbutazon, dan lain-lain. Tergantung dosis dan obatnya, induksi terjadi setelah 1-4

minggu. Waktu yang sama diperlukan untuk hilangnya efek induksi setelah obat

penginduksi dihentikan. Merokok dan makanan panggang arang menghasilkan

hidrokarbon polisiklik yang juga merupakan zat penginduksi enzim metabolisme.

Setiap reaksi metabolisme dikatalisis oleh enzim yang berbeda dalam

spesifisitas substratnya dan kemampuannya untuk diinduksi (ditentukan secara

(39)

penginduksi dapat mempercepat metabolisme beberapa obat tetapi tidak

mempengaruhi metabolisme obat-obat yang lain.

Bila metabolit hanya sedikit atau tidak mempunyai efek farmakologik, maka

zat penginduksi mengurangi efek obat. Sebaliknya, bila metabolit lebih aktif atau

merupakan zat yang toksik, maka zat penginduksi meningkatkan efek atau toksisitas

obat.

Metabolisme obat dihambat. Penghambatan metabolisme suatu obat

menyebabkan peningkatan kadar plasma obat tersebut sehingga meningkatkan efek

atau toksisitasnya. Kebanyakan interaksi demikian terjadi akibat kompetisi antar

substrat untuk enzim metabolisme yang sama.

f. Ekskresi.

Menurut Santoso (1997) sebagian besar interaksi termasuk ekskresi terjadi di

ginjal. Perubahan pH urine juga dapat mengurangi ekskresi beberapa obat. Sebagai

contoh, ekskresi dari obat seperti amfetamin yang dapat membahayakan jika urine

bersifat alkali, dan efeknya dapat diperpanjang.

g. Interaksi farmakodinamik.

Setiawati (cit., Ganiswara, 1999) menuliskan, interaksi farmakodinamik

adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau

sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang adiktif, sinergistik atau

antagonistik. Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dari interaksi obat

yang penting dalam klinik. Berbeda dengan interaksi farmakokinetik, interaksi

farmakodinamik seringkali dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan

(40)

persamaan efek farmakodinamiknya. Di samping itu, kebanyakan interaksi

farmakodinamik dapat diramalkan kejadiannya, karena itu dapat dihindarkan bila

dokter mengetahui mekanisme kerja obat yang bersangkutan.

Tabel I. Interaksi yang kemungkinan terjadi dari pemberian kombinasi beberapa obat kardiovaskuler kepada pasien gagal jantung berdasarkan IONI 2000

No. Jenis obat Interaksi dengan Jenis interaksi

1. Diuretik kuat (furosemid)

Glikosida jantung (digoksin)

Meningkatkan toksisitas jika terjadi hipokalemia

2. Diuretik kuat Antagonis kalsium Meningkatkan efek hipotensif

3. Diuretik kuat Penghambat ACE

(kaptopril)

Meningkatkan efek hipotensif (bisa ekstrim)

4. Diuretik kuat Valsartan Meningkatkan efek hipotensif

(bisa ekstrim)

5. Diuretik kuat Antiaritmia Toksisitas jantung meningkat

apabila terjadi hipokalemia

6. Diuretik kuat Diuretik lainnya Mempertinggi resiko hipokalemia

7. Diuretik kuat Penyekat Meningkatkan efek hipotensif

8. Diuretik lainnya Antagonis kalsium Meningkatkan efek hipotensif 9. Diuretik lainnya Glikosida jantung Meningkatkan toksisitas jika

terjadi hipokalemia 10. Diuretik lainnya Antagonis reseptor

angiotensin II

Meningkatkan resiko hiperkalemia

11. Glikosida jantung Antiaritmia (amiodaron)

Menaikkan kadar plasma digoksin

12. Glikosida jantung Penghambat ACE Kaptopril mungkin menaikkan

kadar digoksin 13. Glikosida jantung Antagonis reseptor

angiotensin II

Meningkatkan kadar plasma digoksin

14. Glikosida jantung Antagonis kalsium Kadar plasma digoksin ditingkatkan

15. Antagonis kalsium

Antagonis reseptor angiotensin II

Meningkatkan efek hipotensif

16. Antagonis kalsium

Penyekat Meningkatkan terjadinya

hipotensif berat 17. Antagonis

kalsium

Penghambat ACE Meningkatkan efek hipotensif

18. Antagonis reseptor angiotensin II

(41)

3. Efek samping obat

Menurut definisi WHO (1970) efek samping obat adalah segala sesuatu

khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang

dianjurkan.

Obat yang ideal hendaknya bekerja dengan cepat untuk waktu tertentu saja

dan secara selektif, artinya hanya berkhasiat terhadap keluhan atau gangguan tertentu

tanpa aktivitas lain. Semakin selektif kerja obat, semakin kurang efek sampingnya,

yaitu semua aktivitas yang tidak menjurus ke penyembuhan penyakit.

Kerja utama dan efek samping obat adalah pengertian yang sebetulnya tidak

mutlak. Kebanyakan obat memiliki lebih dari satu khasiat farmakologis, tergantung

dari tujuan penggunaannya, efek samping pada suatu saat mungkin merupakan kerja

utama yang diinginkan pada keadaan lain. Sebagai contoh adalah minoksidil dan

finasteride yang telah dipasarkan sebagai obat hipertensi dan obat hipertrof prostat.

Kedua obat menimbulkan pertumbuhan rambut sebagai efek sampingnya, maka

kemudan diluncurkan sebagai obat rambut.

Efek samping adakalanya tidak dapat dihindarkan, misalnya rasa mual pada

penggunaan digoksin, ergotamin atau estrogen dengan dosis yang melebihi dosis

normal. Kadang-kadang efek samping merupakan kelanjutan efek utama sampai

tingkat yang tidak diinginkan, misalnya rasa kantuk pada fenobarbital, bila

digunakan sebagai obat epilepsi. Bila efek samping terlalu hebat bisa dilawan dengan

(42)

Tabel II. Efek Samping yang mungkin ditimbulkan selama Penggunaan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung berdasarkan IONI 2000

No. Jenis obat Efek samping yang mungkin ditimbulkan

1. Digoksin Anoreksia, mual, muntah, diare, sakit kepala,

rasa capai, mengantuk, bingung.

2. Amiodaron Hipotiroidisme, hipertiroidisme, pneumonitis,

sukar tidur, rasa lelah, bradikardi.

3. Kaptopril Hipotensi, pusing, sakit kepala, letih,

gangguan ginjal, hiperkalemia, anemia aplastik.

4. Valsartan Hipotensi simtomatik dapat terjadi, terutama

pada pasien dengan deplesi cairan (misal pasien yang mendapat diuretik dengan dosis tinggi), gagal ginjal.

5. Isosorbit dinitrat Sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing,

hipotensi postural.

6. Amlodipin bensilat Sakit kepala, edema, fatigue, mual, pusing,

hiperplasia gusi

7. Furosemid Hiponatremia, hipokalemia dan

hipomagnesemia, ekskresi kalsium meningkat, gangguan saluran cerna

8. Spironolakton Gangguan saluran cerna, gangguan darah,

menstruasi tidak teratur, bingung, sakit kepala

9. Asetosal Bronkospasme, perdarahan saluran cerna

10. Simvastatin Ruam kulit, pusing, depresi, hepatitis

11. Dopamin Mual muntah, hipotensi, hipertensi

12. Dobutamin Takikardi dan tekanan darah sangat

meningkat

13. Sinarizin Mengantuk, sakit kepala, letih, gangguan

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional dengan rancangan

penelitian deskriptif non-analitis yang bersifat retrospektif. Data diambil dari bulan

januari – desember tahun 2003 berupa salinan resep dan lembar catatan medik (MR).

Penelitian ini dikatakan sebagai penelitian non-eksperimental karena

penelitian ini hanya mengamati sejumlah ciri (variabel) yang ada pada subyek

penelitian, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti. Rancangan penelitian yang

digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif non-analitik, karena penelitian ini

hanya bertujuan melakukan eksplorasi deskriptif terhadap fenomena yang terjadi,

dan dikatakan non-analitik karena penelitian ini hanya menyuguhkan sedeskriptif

mungkin fenomena tersebut, tanpa adanya analitis mengapa dan bagaimana

fenomena tersebut terjadi (Pratiknya, 2001).

Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini hanyalah bersifat sepihak dan

kajian yang dilakukan bukan mengenai mengapa dan bagaimana fenomena tersebut

terjadi. Dalam hal ini kajian yang dilakukan oleh peneliti adalah mengenai apakah

peresepan obat kardiovaskuler sudah sesuai standar menurut standar IONI tahun

2000 ditinjau dari dosis, interaksi, kontraindikasi dan efek sampingnya tanpa

(44)

B. Definisi Operasional

1. Pola peresepan adalah model atau gambaran peresepan obat meliputi

pemilihan jenis obat dan golongan obat, jumlah obat yang diberikan,

kesesuaian regimen dosis, cara pemberian obat, dan bentuk sediaan obat.

2. Gagal jantung adalah ketidakmampuan atau kegagalan jantung untuk

memompa cukup darah untuk mencukupi kebutuhan metabolisme tubuh yang

dialami oleh pasien.

3. Lembar catatan medik atau lembar rekam medik adalah lembar catatan

dokter, apoteker, dan perawat yang berisi data klinis pasien gagal jantung di

RSUP Dr. Sardjito yang meliputi data nomor rekam medik, umur, jenis

kelamin, diagnosa masuk, komplikasi, lama perawatan, jenis obat, dosis dan

aturan pakai obat yang didapat selama terapi.

4. Pasien rawat inap adalah pasien gagal jantung yang menjalani perawatan di

Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito tahun 2003.

5. Dosis adalah takaran pemberian obat kardiovaskuler yang diberikan dokter

kepada pasien gagal jantung yang sedang menjalani rawat inap di RSUP Dr.

Sardjito tahun 2003 berdasarkan standar IONI (2000).

6. Kontraindikasi adalah pemakaian obat yang kurang atau tidak sesuai dengan

kondisi pasien atau dengan kondisi khusus yang menyertai gagal jantung

seperti yang tertera pada hasil diagnosis berdasarkan pustaka IONI (2000).

7. Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat dipengaruhi atau

diubah oleh obat lain yang diberikan kepada pasien gagal jantung secara

(45)

8. Efek samping adalah adanya anggapan bahwa penyakit penyerta yang

menyertai gagal jantung seperti yang tercantum dalam hasil diagnosis pasien,

dapat diperparah kondisinya oleh obat-obat kardiovaskuler yang digunakan,

menurut pustaka IONI (2000).

9. Obat kardiovaskuler adalah obat sistem kardiovaskuler yang digunakan untuk

mengobati gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito tahun

2003.

10.Penyesuaian dosis adalah penyesuaian yang dilakukan terhadap dosis yang

diresepkan untuk pasien gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.

Sardjito berdasarkan studi pustaka IONI 2000.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bagian Rekam Medik RSUP Dr. Sardjito,

Yogyakarta.

D. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah catatan medik (CM) pasien gagal

jantung yang menjalani rawat inap di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.

SardjitoYogyakarta periode januari – desember tahun 2003 dengan jumlah pasien

(46)

E. Subyek dan Penetapan Subyek

Subyek penelitian yang didapatkan berjumlah 48 pasien tetapi data yang bisa

diteliti hanya sejumlah 40 pasien, sedangkan 8 pasien lainnya tidak digunakan karena

data yang tidak lengkap. Dari data 40 pasien yang diteliti tersebut, hanya 38 pasien

saja yang diberikan terapi obat-obat kardiovaskuler, sehingga untuk semua

perhitungan persentase (%) yang didasarkan pada jumlah pasien yang menggunakan

terapi obat-obat kardiovaskuler menggunakan data 38 pasien sebagai jumlah total

pasien (100%). Untuk perhitungan lainnya seperti perhitungan karakteristik pasien

dan perhitungan distribusi kelas terapi obat pada pasien gagal jantung, menggunakan

data 40 pasien sebagai jumlah total pasien (100%).

F. Jalannya Penelitian 1. Tahap perencanaan

Penelitian diawali dengan analisis situasi dan penentuan masalah. Analisis

dimulai dengan mencari informasi melalui komputer mengenai penyakit-penyakit

yang merupakan prevalensi tinggi untuk mencari data dan angka kejadian serta

informasi mengenai gagal jantung di RSUP Dr. Sardjito. Penentuan masalah

berdasarkan beberapa pustaka, peneliti mengamati bahwa dewasa ini angka kematian

akibat gagal jantung semakin meningkat seiring perubahan pola hidup masyarakat.

Peneliti melihat bahwa angka kejadian penyakit gagal jantung tidak hanya terjadi

pada pasien lanjut usia tapi juga pada anak-anak bahkan balita.

2. Tahap pengambilan data

Pengambilan data dimulai dengan mencari nomor rekam medik pasien gagal

(47)

rekam medik dari komputer, penelitian dilanjutkan dengan mencari data dari tiap

pasien. Data yang diambil sejumlah 48 pasien tetapi data yang bisa diteliti hanya 40

pasien sedangkan data 8 pasien yang lain tidak digunakan karena data yang tidak

lengkap. Data yang diambil meliputi nomor rekam medik, jenis kelamin, usia,

diagnosis masuk (awal/utama), diagnosis lain/sekunder, diagnosis keluar,

komplikasi, lama perawatan, jenis obat, aturan pakai, cara pemberian, dan dignosis

penunjang lain.

3. Tahap analisis data

Analisis data dilakukan secara deskriptif terhadap data pasien gagal jantung

mengenai obat yang digunakan dalam proses terapi. Analisis ketepatan pemilihan

jenis obat yang digunakan dalam terapi dilakukan dengan menggunakan

Pharmacotherapy Handbook (Wells, 2003). Analisis ketepatan dosis, kemungkinan

adanya interaksi, peninjauan adanya kontraindikasi, serta efek samping yang

mungkin timbul dengan menggunakan IONI (2000). Persentase didapatkan dengan

cara membagi jumlah kasus yang terjadi dengan jumlah total pasien yang ada

kemudian dikalikan 100%, bila hasil yang didapat (dalam %) lebih dari 100% berarti

bahwa terjadi pengulangan kasus pada satu pasien yang berarti juga bahwa satu

orang pasien mengalami lebih dari satu kasus.

Analisis ketepatan dosis dilakukan secara sepihak tanpa adanya wawancara

dengan dokter yang bersangkutan, dengan cara membandingkan dosis yang ada pada

peresepan dengan yang ada pada standar.

Analisis interaksi dilakukan berdasarkan data kombinasi obat yang diberikan

(48)

kombinasi yang potensial untuk terjadinya interaksi yang ada pada standar tanpa

melihat efek yang mungkin ditimbulkan setelah pemberian kombinasi obat tersebut

dan bagaimana interaksi tersebut bisa terjadi.

Analisis kontraindikasi dilakukan dengan memeriksa data obat yang

diberikan dalam peresepan, apakah obat kardiovaskuler yang diberikan tersebut

sudah sesuai dengan kondisi pasien yang tertera dalam diagnosis, baik diagnosis

utama, diagnosis sekunder maupun diagnosis komplikasi seperti yang terdapat dalam

standar.

Analisis efek samping dilakukan secara teoritis dengan cara melihat pada

standar efek samping dari obat-obat kardiovaskuler yang diberikan dalam peresepan

tanpa melihat secara langsung bagaimana dan mengapa efek samping tersebut bisa

terjadi pada pasien.

G. Tata Cara Analisis Hasil

Data pasien yang meliputi identitas pasien, diagnosis, hasil pemeriksaan

laboratorium dikelompokkan dan diolah secara deskriptif dari masing-masing pasien

untuk memperoleh informasi tentang karakteristik pasien gagal jantung. Selanjutnya

data mengenai peresepan obat juga dikelompokkan berdasarkan golongan dan jenis

obat kemudian dianalisis mengenai ketepatan dosis,kemungkinan terjadinya interaksi

obat secara teoritis, kontraindikasi, serta efek samping yang mungkin ditimbulkan

secara teoritis berdasarkan IONI (2000). Kajian yang dilakukan pada pola peresepan

obat kardiovaskuler pada pasien gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.

Sardjito meliputi : penyesuaian dosis, interaksi, kontraindikasi, dan efek samping

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu: pertama, karakteristik pasien

yang meliputi distribusi pasien gagal jantung berdasarkan usia pasien dan jenis

kelamin pasien. Kedua, golongan dan jenis obat meliputi penggunaan obat pada

peresepan pasien gagal jantung dan penggunaan obat kardiovaskuler pada pasien

gagal jantung. Ketiga, kajian pola peresepan meliputi ketepatan dosis, kemungkinan

terjadinya interaksi, kontraindikasi dan kemungkinan terjadinya efek samping obat.

A. Karakteristik Pasien 1. Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin

Dari hasil penelusuran data didapatkan 48 pasien tetapi data yang bisa diteliti

hanya sebanyak 40 pasien, sedangkan data 8 pasien lainnya tidak dapat diteliti karena

tidak lengkap.

Tabel III. Distribusi Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Tahun 2003 Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase

1. Laki-Laki 15 37,5%

2. Perempuan 25 62,5%

TOTAL 40 100,0%

Sumber data: data olah rawat inap, tahun 2003.

Dari tabel III dapat diketahui bahwa dari semua pasien yang diberikan obat-obat

kardiovaskuler dalam peresepannya (38 pasien), jumlah pasien perempuan (62,5%)

lebih banyak dibandingkan jumlah pasien laki-laki (37,5%). Hal ini dikarenakan

adanya pengaruh faktor resiko pada perempuan lebih besar dari laki-laki yaitu,

adanya pengaruh hormon estrogen pada wanita, penggunaan kontrasepsi, dan karena

(50)

2. Karakteristik pasien berdasarkan usia

Tabel IV. Distribusi Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Tahun 2003 Berdasarkan Usia Menurut WHO dan Pediatric

(Izenberg, 2000)

No. Kriteria Kelompok Umur (Thn) Jumlah Pasien Persentase

1. Bayi 0 - 1 4 10%

2. Anak-anak 2 - 12 8 20%

3. Remaja 13 - 17 2 5%

4. Dewasa 18 - 45 8 20%

5. Usia pertengahan 46 - 59 9 22,5%

6. Lanjut usia 60 - 74 8 20%

7. Lansia tua 75 - 90 1 2,5%

8. Sangat tua > 90 - -

TOTAL 40 100,0%

Berdasarkan kriteria usia dari WHO dan Pediatric (Izenberg, 2000), jumlah

pasien gagal jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito tahun 2003 hampir

merata terutama pada pasien dengan kriteria usia anak-anak (20%), dewasa (20%),

usia pertengahan (22,5%), dan pada lanjut usia (20%). Maka dapat dikatakan bahwa

saat ini gagal jantung bukanlah lagi suatu penyakit yang hanya dapat terjadi pada

kelompok lanjut usia tapi juga dapat terjadi pada kelompok anak-anak bahkan pada

kelompok neonatus meskipun dalam jumlah yang sedikit (10%).

Penyebab gagal jantung pada neonatus utamanya adalah karena faktor

kelainan bawaan sedangkan pada kelompok dewasa, usia pertengahan, dan lanjut

usia penyebab gagal jantung adalah karena selain faktor kelainan bawaan juga karena

faktor lain seperti gaya hidup atau karena adanya penyakit lain yang menyebabkan

terjadinya gagal jantung misal, infark miokard. Meski demikian, terapi pengobatan

yang diberikan antara kelompok neonatus dan kelompok lanjut usia tidaklah jauh

(51)

B. Golongan dan Jenis Obat 1. Penggunaan obat pada peresepan pasien gagal jantung

Seperti diketahui bahwa gagal jantung sangat mungkin disebabkan oleh

penyakit lain seperti demam reumatik atau gagal ginjal dan mampu menimbulkan

komplikasi, oleh sebab itu terapi yang diberikan juga meliputi pemberian obat-obat

lain yang sesuai dengan kondisi pasien pada saat dirawat.

Tabel V. Distribusi Kelas Terapi Obat Pada Peresepan untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Tahun 2003

No. Kelas Terapi Jumlah Pasien Persentase

1. Obat Kardiovaskuler 38 95,0%

2. Obat Sistem Saraf Pusat 9 22,5%

3. Obat Saluran Pernapasan 16 40,0%

4. Analgesika 20 50,0%

5. Anti Infeksi 29 72,5%

6. Obat Gizi dan Darah 28 70,0%

7. Obat Otot Skelet dan Sendi 3 7,5%

8. Obat Saluran Cerna 12 30,0%

9. Obat Hormonal 10 25,0%

10. Obat untuk THT, Mata dan Kulit 3 7,5%

11. Obat Obstetrik, Ginekologi dan Saluran Kemih

1 2,5%

12. Anestetika 1 2,5%

Pada tabel V diketahui, yang mendapatkan obat kardiovaskuler sebanyak 38

pasien (95%), obat sistem saraf pusat 9 pasien (22,5%), obat saluran pernapasan 16

pasien (40%), analgesika 20 pasien (50%), antiinfeksi 29 pasien (72,5%), obat gizi

dan darah 28 pasien (70%), obat otot skelet dan sendi 3 pasien (7,5%), obat saluran

cerna 12 (30%), obat hormonal 10 pasien (25%), obat untuk THT, mata, dan kulit 3

pasien (7,5%), obat obstetrik, ginekologi, dan saluran kemih 1 pasien (2,5%), dan

(52)

Dengan demikian diketahui pula bahwa seorang pasien tidak hanya

mendapatkan satu jenis obat saja pada peresepannya tetapi juga obat-obat lain yang

diberikan bersamaan dengan obat-obat kardiovaskulernya. Hal ini terjadi karena

selain gagal jantung, pasien juga memiliki penyakit lain, baik sebagai penyakit

komplikasi maupun sebagai penyakit penyebab dari gagal jantung.

Dari data 40 pasien yang diambil oleh peneliti, pasien yang dalam terapinya

diberikan obat kardiovaskuler sebanyak 38 pasien (95%) sedangkan 2 orang pasien

lainnya meskipun memiliki riwayat gagal jantung namun yang menyebabkan

keduanya dirawat inap bukanlah gagal jantungnya melainkan penyebab gagal jantung

itu sendiri yaitu, demam reumatik dan endokarditis sehingga hanya diberikan obat

anti infeksi.

Penggunaan obat kardiovaskuler pada 38 pasien (95%) sudah sesuai dengan

tujuan utama terapi pengobatan yaitu pengobatan gagal jantung.

Tabel VI. Distribusi Golongan Obat Pada Peresepan untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Tahun 2003

No. Golongan Obat Jumlah Pasien Persentase

1. Obat Kardiovaskuler - Inotropik positif - Antiaritmia - Antihipertensi - Antiangina - Diuretika - Koagulasi darah - Hipolipidemika - Syok dan hipotensi - Gangguan darah

17 3 17 15 31 10 1 3 3

42,5% 7,5% 42,5% 37,5% 77,5% 25,0% 2,5% 7,5% 7,5% 2. Obat Sistem Saraf Pusat

- Hipnotik dan ansiolitik - Antiemetikum

- Antiepilepsi

4 5 1

Gambar

Tabel II…………………………………………………………………………...27
Tabel IX. ………………………………………………………………………...43
Gambar 2. Anatomi Jantung (inferior view)………………………………….    8
Gambar 1. Anatomi Jantung (Anonim, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian latar belakang dan hasil penelitian terdahulu yang masih menunjukkan perbedaan, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti kembali tentang

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

[r]

Rekomendasi perbaikan yang diberikan berdasarkan analisa waste dengan 3 terbesar dan perhitungan takt time adalah menerapkan 5S, menerapkan forecasting, penambahan fasilitas

Kesimpulan dari penelitian Putz-Bankuti et al ini yaitu terdapat hubungan signifikan dari 25(OH)D dengan derajat disfungsi hati dan memberi kesan bahwa rendahnya kadar

Minyak atsiri kuncup bunga cengkeh dengan kandungan senyawa aktif eugenol terbukti memiliki efek afrodisiak (peningkatan libido) pada tikus jantan.

40 Pengamatan struktur mikro terhadap material yang akan dilakukan uji mekanis dengan menggunakan alat seperti pada gambar 2.15 dapat dijadikan sebagai data

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN