• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) PADA SERUM DARAH EFEK ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) PADA SERUM DARAH TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARBO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEK ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) PADA SERUM DARAH EFEK ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) PADA SERUM DARAH TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARBO"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

KARBON TETRAKLORIDA (CCl

4

)

SKRIPSI

Oleh :

RONY INDRAYANA

K 100 040 234

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(2)

i

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Derajat Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

di Surakarta

Oleh:

RONY INDRAYANA K 100040234

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(3)

ii

EFEK ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) PADA SERUM DARAH TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA (CCl4)

Oleh :

RONY INDRAYANA K 100 040 234

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada tanggal : Juli 2008

Mengetahui Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta Dekan,

Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt.

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Nurcahyanti W, M. Biomed., Apt. Rima Munawaroh, S.Si., Apt.

Penguji :

1. dr. Em Sutrisna, M. Kes. ____________

2. Wahyu Utami, M.Si., Apt. ___________

3. Nurcahyanti W, M. Biomed., Apt. ____________

(4)

iii

Bukankah Kami telah melapangkan dadamu?

Dan Kami telah menghilangkan bebanmu

Yang memberatkan punggungmu

Dan Kami tinggikan derajatmu

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan),

kerjakanlah urusan yang lain dengan sungguh-sungguh

Dan kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

(QS. Al-Insyirah : 1-8)

Sebuah persembahan terindah untuk: Ibu dan Bapak tercinta Sebagai ungkapan rasa terimakasih dan sembah baktiku untukmu

(5)

iv

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2008

Peneliti

(6)

v Assalaamu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Bijaksana atas

rahmat dan hidayah-Nya berupa kemampuan berfikir serta kekuatan bekerja

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Efek Antioksidan Ekstrak

Etanol 70% Daun Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) pada Serum Darah

Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (CCl4)

.

Skripsi

ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan serta

bantuan semua pihak. Pada kesempatan ini, penulis dengan penuh rasa hormat ingin

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu jalannya

penelitian.

1. Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

2. Nurcahyanti Wahyuningtyas, M.Biomed., Apt., selaku dosen pembimbing utama,

atas keikhlasan dan kesabaran dalam membimbing, dorongan semangat serta

nasehatnya.

3. Rima Munawaroh, S.Si., Apt., selaku dosen pembimbing pendamping, atas

kesabaran, bantuan, dan arahan yang telah diberikan selama ini.

4. dr. Em Sutrisna, M.Kes., selaku dosen penguji I, atas kesabaran, bantuan, dan

(7)

vi penelitian.

7. Bapak dan Ibu yang telah membiayai dan selalu mendoakan penulis sampai

sekarang ini.

8. Handoko dan Wijayanti yang selalu menjadi teman seperjuangan dalam

penelitian ini.

9. Sahabat-sahabatku tercinta yang telah mau menampungku di rumah kontrakan

“Embrio”, Jamal, Arek, Fajri, Bang Pandi, Ucup, Gloyor, Mochin, Kesit Topan,

Gedang, Asep serta para pengunjung “Embrio”, Fay, Bledug, Enthong, Rinta,

Mey, Putri dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan semuanya, terima

kasih telah memberikan semangat dan dukungan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini.

Penulis berusaha melakukan yang terbaik dalam penyusunan skripsi ini

namun sebagai manusia tidak lepas dari kekurangan. Karena itu, penulis mohon maaf

atas segala kekurangan yang ada. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca

khususnya mahasiswa dan dapat dikembangkan secara luas kepada masyarakat.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Surakarta, Juli 2008

Penulis

(8)

vii

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

HALAMAN DEKLARASI... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Tinjauan Pustaka ... 4

1. Tanaman Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) ... 4

2. Radikal bebas ... 6

3. Karbon tetraklorida ... 8

4. Antioksidan ... 11

(9)

viii

B. Definisi Operasional Penelitian ... 19

C. Bahan dan Alat ... 20

1. Bahan-bahan yang digunakan ... 20

2. Alat-alat yang digunakan ... 20

D. Jalannya Penelitian ... 21

1. Determinasi tanaman salam ... 21

2. Penyiapan bahan ... 21

3. Pembuatan ekstrak daun salam ... 21

4. Pembuatan sediaan ekstrak etanol daun salam ... 22

5. Penetapan dosis karbon tetraklorida ... 22

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) 11,2 % (v/v) . 22 7. Perhitungan dosis ekstrak daun salam ... 22

8. Penelitian pendahuluan ... 23

9. Perlakuan hewan uji ... 27

10. Pembuatan serum ... 29

11. Penetapan kadar MDA ... 29

12. Pengukuran kadar MDA ... 29

E. Cara Analisis……….31

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

(10)

ix

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(11)

x

Gambar 1. Mekanisme Peroksidasi PUFA ... 10

Gambar 2. Mekanisme Reaksi Antara TBA dan MDA ... 11

Gambar 3. Skema Pembuatan Ekstrak etanol 70% Daun Salam ... 22

Gambar 4. Skema Orientasi Waktu Pemberian Toksik ... 25

Gambar 5. Skema Orientasi Waktu Optimal Pemberian Ekstrak Etanol 70% Daun Salam ... 26

Gambar 6. Skema Uji Efek Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Daun Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) Dosis Tunggal pada Tikus Putih Jantan ... 28

Gambar 7. Skema Uji Efek Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Daun Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) Dosis Berulang pada Tikus Putih Jantan ... 29

Gambar 8. Grafik Data Kadar MDA Darah pada Model Toksik ... 33

(12)

xi

Halaman

Tabel 1. Kurva Baku MDA ... 30

Tabel 2. Data Optimasi Waktu Pemberian Ekstrak 1,25 g/KgBB... 34

Tabel 3. Data Penurunan Kadar MDA pada Serum Darah Tikus Setelah Perlakuan dengan Dosis Tunggal ... 38

Tabel 4. Data Penurunan Kadar MDA pada Serum Darah Tikus Setelah Perlakuan dengan Dosis Berulang ... 39

Tabel 5. Hasil Uji Mann-Whitney Data Selisih Kadar MDA ... 42

Tabel 6. Persentase Penurunan Kadar MDA Setelah Diberi Ekstrak Dosis Tunggal ... 45

Tabel 7. Persentase Penurunan Kadar MDA Setelah Diberi Ekstrak Dosis Berulang ... 46

(13)

xii

Lampiran 1. Surat Keterangan Tikus Putih Jantan Galur Wistar ... 54

Lampiran 2. Surat Keterangan Hasil Determinasi Tanaman Salam (Syzygium polyanthum [Wight] Walp.) ... 55

Lampiran 3. Volume Pemberian Sediaan Uji ... 58

Lampiran 4. Perhitungan Kadar MDA ... 60

Lampiran 5. Hasil Uji Pendahuluan ... 63

Lampiran 6. Data Kurva Baku ... 64

Lampiran 7. Analisis Data Optimasi Waktu Pembentukan Toksik ... 72

Lampiran 8. Uji Distribusi Normal dan Homogenitas Data Kadar MDA pada Optimasi Pemberian Ekstrak ... 73

Lampiran 9. Uji One Way Anava Data Kadar MDA pada Optimasi Pemberian Ekstrak Hasil Transformasi dalam Bentuk Log... ... 74

Lampiran 10.Uji Distribusi Normal Data Kadar MDA dan Kuadrat Kadar MDA Dosis Tunggal dan Dosis Berulang... ... 75

Lampiran 11.Uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney Data Kadar MDA Dosis Tunggal dan Dosis Berulang Efek Antioksidan Ekstrak Etanol 70 % Daun Salam ... 76

Lampiran 12.Hasil Uji Statistik Data Persentase Penurunan Kadar MDA ... 84

(14)

xiii

mengetahui efek antioksidan ekstrak etanol 70% daun salam pada serum darah tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi karbon tetraklorida (CCl4).

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah dengan menggunakan 35 ekor tikus putih jantan dibagi menjadi 7 kelompok. Kelompok I (kontrol normal) diberi paraffin cair p.o 25,0 ml/KgBB. Kelompok II (kontrol toksik) diberi karbon tetraklorida 11,2 % (v/v) dengan volume pemberian 2,8 ml/KgBB p.o. Kelompok III (kontrol negatif) diberi CMC Na 0,5% p.o. Kelompok IV, V dan VI diberi ekstrak etanol 70% daun salam dengan variasi dosis berturut-turut 1,25 g/kgBB, 2,5 g/kgBB dan 5,0 g/kgBB secara peroral. Kelompok VII diberi perlakuan dengan ekstrak etanol 70% daun salam dosis 5,0 g/KgBB. Kelompok III-VI dibuat toksik dengan diinduksi karbon tetraklorida 2,8 ml/kgBB secara peroral bersamaan dengan pemberian masing-masing sediaan uji. Efek antioksidan diukur berdasar penurunan kadar malonaldehid (MDA) berupa penurunan absorbansi komplek MDA-TBA (thiobarbituric acid) yang dibaca pada panjang gelombang 520 nm.

Hasil uji statistik Mann-Whitney dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa sediaan ekstrak etanol 70% daun salam dosis 2,5 g/KgBB dan 5,0 g/KgBB pada pemberian dosis tunggal mempunyai efek antioksidan pada serum darah tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi karbon tetraklorida dosis 2,8 ml/KgBB. Ekstrak etanol 70% daun salam dosis 1,25 g/KgBB, 2,5 g/KgBB dan 5,0 g/KgBB pada pemberian dosis berulang juga memiliki efek antioksidan dengan besar yang sama (p > 0,05) pada serum darah tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi karbon tetraklorida dosis 2,8 ml/KgBB.

(15)

1

A. Latar Belakang Masalah

Dunia kesehatan saat ini semakin menaruh perhatian terhadap radikal bebas.

Hal ini dikarenakan semakin banyak bukti ilmiah yang mengindikasikan bahwa

radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan DNA yang dapat menimbulkan

berbagai penyakit seperti diabetes dan kanker. Kerusakan DNA ini juga

menyebabkan gangguan sistem respon imun dan inflamasi jaringan (Desmarchelier

et al, 2005).

Radikal bebas merupakan molekul atau atom apa saja yang tidak stabil karena

memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas ini

berbahaya karena amat reaktif mencari pasangan elektronnya. Radikal bebas yang

terbentuk dalam tubuh akan menghasilkan radikal bebas yang baru melalui reaksi

berantai yang akhirnya jumlahnya terus bertambah. Selanjutnya menyerang sel-sel

tubuh sehingga akan terjadi kerusakan jaringan (Sibuea, 2004). Tubuh secara

terus-menerus membentuk radikal oksigen dan spesies reaktif lainnya, terutama dihasilkan

oleh netrofil, makrofag dan sistem xantin oksidase (Khlifi et al, 2005). Radikal bebas

ini dibentuk melalui mekanisme metabolisme normal (Desmarchelier et al, 2005).

Senyawa radikal bebas tersebut timbul akibat berbagai proses kimia kompleks dalam

tubuh, berupa hasil sampingan dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang

berlangsung pada waktu bernapas, metabolisme sel, olahraga yang berlebihan,

(16)

bermotor, asap rokok, bahan pencemar, dan radiasi matahari atau radiasi kosmis

(Karyadi, 1997). Makanan tertentu seperti makanan cepat saji (fastfood), makanan

kemasan, makanan kalengan juga berpotensi meninggalkan racun dalam tubuh

karena kandungan lemak, pengawet serta sumber radikal bebas (Sibuea, 2004).

Tubuh memerlukan antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari

serangan radikal bebas dengan meredam dampak negatif senyawa ini. Vitamin C dan

vitamin E telah digunakan secara luas sebagai antioksidan karena lebih aman dan

efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan antioksidan sintetik.

Antioksidan sintetik seperti BHA (butil hidroksi anisol) dan BHT (butil hidroksi

toluen) memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan

vitamin E (Han et al., 2004), tetapi antioksidan sintesis ini dapat menimbulkan

karsinogenesis (Kikuzaki et al., 2002). Antioksidan dari tumbuhan dapat

menghalangi kerusakan oksidatif melalui reduksi dengan radikal bebas, membentuk

kelat dengan senyawa logam katalitik, dan menangkap oksigen (Khlifi et al, 2005).

Oleh karena itu diperlukan eksplorasi antioksidan alami untuk mendapatkan

antioksidan dengan tingkat keamanan dan aktivitas yang tinggi.

Daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) mengandung minyak

atsiri (sitral dan eugenol), tanin dan flavonoid (Dalimartha, 2003). Komponen

fenolik yang terdapat dalam tumbuhan memiliki kemampuan mereduksi yang

berperan penting dalam menyerap dan menetralkan radikal bebas, dan dekomposisi

peroksid (Javanmardi, 2003).

Secara empiris daun salam digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan

(17)

(Dalimartha, 2003). Alasan pemilihan daun salam karena pada penelitian

sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak etanol daun salam dapat menurunkan kadar

glukosa darah, meningkatnya kadar glukosa dalam darah disebabkan oleh kerusakan

pankreas sehingga tidak dapat menghasilkan insulin, kerusakan pankreas ini dapat

disebabkan oleh senyawa radikal bebas yang merusak sel-sel pada pankreas sehingga

tidak dapat berfungsi (Studiawan, 2004). Alasan lain, daun salam (Syzygium

polyanthum ) merupakan tanaman satu genus dengan daun dewandaru (Eugenia

uniflora dengan sinonim Syzygium uniflora) yang menurut penelitian daun

dewandaru memiliki aktivitas sebagai antioksidan secara in vitro, dengan mekanisme

kerja menangkap radikal bebas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan aktivitas

penangkap radikal pada ekstrak etanol, etil asetat dan kloroform dengan nilai IC50

berturut-turut 8,87; 12,01; dan 53,30 µg/ml (Utami dkk, 2005). Penelitian lain juga

menyatakan bahwa daun dewandaru (Eugenia uniflora Linn.) memiliki aktivitas

menangkap radikal bebas dengan nilai IC50 ekstrak heksana, kloroform, etil asetat

dan air masing-masing 13,0; 21,4; 1,3; dan 7,0 µg/ml (Velaquez et al., 2003).

Penelitian lain menyatakan infusa daun salam (Syzygium polyantha Wight.)

mempunyai aktivitas menurunkan kadar asam urat darah pada mencit putih jantan

yang diinduksi dengan potasium oxonat dosis 300 mg/kgBB. Infusadaun salam dosis

1,25g/kgBB, 2,5 g/kgBB dan 5,0 g/kgBB mampu menurunkan kadar asam urat darah

mencit jantan berturut-turut sebesar 54,30%, 76,22% dan 76,54%. Kemungkinan

kandungan flavonoid dari daun salam dapat menurunkan kadar asam urat dalam serum

(18)

menghambat kerja enzim xantin oksidase sehingga pembentukan asam urat terhambat

(Ariyanti, 2003).

Oleh sebab itu, perlu dibuktikan apakah daun salam yang satu genus dengan

daun dewandaru juga memiliki efek sebagai antioksidan, dibuktikan dengan efek

antioksidan daun salam terhadap CCl4 yang merupakan penyebab kerusakan sel.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah:

Apakah ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) pada dosis

tunggal dan berulang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan secara in vivo pada

serum darah tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi karbon tetraklorida

(CCl4)?

C. Tujuan Penelitian

1. Membuktikan adanya efek antioksidan ekstrak etanol 70% daun salam dosis tunggal pada serum darah tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi dengan

karbon tetraklorida.

2. Membuktikan adanya efek antioksidan ekstrak etanol 70% daun salam dosis berulang pada serum darah tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi dengan

karbon tetraklorida.

(19)

a. Sistematika tanaman

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Myrtales

Familia : Myrtaceae

Genus : Syzygium

Species : Syzygium polyanthum (Wight) Walp.

(Backer and Van Den Brink, 1965).

b. Sinonim

Sinonim dari Syzygium polyanthum (Wight) Walp. adalah Eugenia polyantha

Wight., Eugenia lucidula Miq.(Tjitrosoepomo, 2002).

c. Nama daerah

Meselanagan, ubar serai (Melayu), gowok (Sunda), manting, salam (Jawa),

salam (Madura) (Dalimartha, 2003).

d. Morfologi tanaman

Salam tumbuh liar di hutan dan pegunungan, atau ditanam di pekarangan atau

disekitar rumah. Tanaman ini dapat ditemukan di dataran rendah sampai 1400 m dpl.

Salam merupakan pohon dengan tinggi mencapai 25 m, batang bulat,

permukaan licin, bertajuk rimbun dan berakar tunggang. Daun tunggal, letak

berhadapan, panjang tangkai daun 0,5-1 cm. Helaian daun berbentuk lonjong sampai

elips atau bundar telur sungsang, ujung meruncing pangkal runcing, tepi rata,

(20)

berwarna hijau muda, panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, jika diremas berbau harum.

Bunga majemuk yang tersusun dalam malai yang keluar dari ujung ranting, berwarna

putih, baunya harum. Buahnya buah buni, bulat, diameter 8-9 mm, buah muda

berwarna hijau, setelah masak menjadi merah gelap, rasanya agak sepat. Biji bulat,

diameter sekitar 1 cm, berwarna coklat (Tjitrosoepomo, 2002).

e. Kandungan kimia

Daun salam mengandung saponin, triterpen, flavonoid, tanin, dan alkaloid.

Minyak atsiri dalam daun salam terdiri dari seskuiterpen, lakton dan fenol

(Soedarsono et al., 2002).

f. Manfaat tanaman

Secara empiris daun salam digunakan untuk obat pada penyakit diabetes,

jantung koroner, hipertensi, sakit maag dan diare (Dalimartha, 2003).

2. Radikal Bebas

a. Pengertian radikal bebas

Radikal bebas adalah atom atau gugus apa saja yang memiliki satu/lebih

elektron yang tidak berpasangan yang dapat bertindak sebagai akseptor elektron

(Zimmerman, 1978). Karena jumlah elektron ganjil, maka tidak semua elektron

dapat berpasangan. Suatu radikal bebas tidak bermuatan positif/negatif, maka spesi

semacam ini sangat reaktif karena adanya elektron tidak berpasangan (Fessenden and

Fessenden, 1986).

b. Sumber radikal bebas

Sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenus) yang

(21)

karbohidrat dan lemak yang kita konsumsi. Radikal bebas dapat pula diperoleh dari

luar tubuh (eksogenus) yang berasal dari polusi udara, asap kendaraan bermotor, asap

rokok, berbagai bahan kimia, makanan yang terlalu hangus (carbonated) dan lain

sebagainya. Beberapa contoh radikal bebas antara lain: anion superoksida (2O2•),

radikal hidroksil (OH•), nitrit oksida (NO•), hidrogen peroksida (H2O2) dan

sebagainya (Windono dkk, 2000). Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh akan

merusak beberapa target seperti lemak, protein, karbohidrat dan DNA (Halliwel et

al., 1995).

Anion superoksida adalah salah satu jenis radikal bebas. Radikal ini sering

terbentuk di dalam reaksi oksidasi sel (agen oksidasi). Radikal superoksid dapat

memproduksi jenis radikal bebas lainnya (Wang et al., 2003).

c. Mekanisme pembentukan radikal bebas

Reaksi pembentukan radikal bebas merupakan mekanisme biokimia tubuh

normal yang terjadi melalui reaksi yang langsung memutuskan ikatan atau melalui

transfer elektron (Halliwel and Gutridge, 2000). Radikal bebas lazimnya hanya

bersifat perantara yang bisa dengan cepat diubah menjadi substansi yang tidak lagi

membahayakan bagi tubuh. Namun, apabila radikal bebas bertemu dengan enzim

atau asam lemak tak jenuh ganda, maka merupakan awal dari kerusakan sel. Radikal

mampu menarik atom hidrogen dari suatu molekul disekitarnya. Pengaruh radiasi

ionisasi terhadap materi biologi akan menghasilkan radikal bebas hidroksil dan

radikal bebas lainnya, seperti radikal hidrogen yang siap berinteraksi dengan

(22)

Reaksi oksidasi lipid berlangsung dalam tiga tahap, yang pertama adalah

inisiasi yang mana suatu radikal lipid terbentuk dari molekul lipid menurut reaksi

RH→R+H. Pengurangan atom hidrogen oleh spesies reaktif seperti radikal hidroksil berperan dalam inisiasi oksidasi lipid.

Setelah inisiasi, reaksi propagasi (perambatan) terjadi yang mana dalam

reaksi propagasi ini radikal lipid diubah menjadi radikal lipid yang berbeda. Reaksi

ini umumnya melibatkan pengurangan atom hidrogen dari molekul lipid atau

penambahan atom oksigen pada radikal alkil.

R● + O₂→ ROO●

ROO + RH → ROOH + R

Tahap terakhir adalah reaksi terminasi. Dalam reaksi ini radikal bebas bergabung

untuk membentuk molekul dengan elektron berpasangan.

ROO + ROO→ ROOR + O2

ROO + R→ ROOR R + R→ RR

Prekusor molekular untuk memulai proses tersebut umumnya merupakan

produk hidroperoksida, sehingga peroksidasi lipid menyebabkan reaksi rantai dengan

berbagai efek yang potensial merusak sel-sel tubuh (Pokorni et al., 2001).

3. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida (CCl4) adalah cairan yang mudah terbakar, jernih, tidak

berwarna, sifat pelarutnya sama dengan kloroform. Dapat bercampur dengan alkohol,

eter, benzen dan pelarut organik lainnya, tetapi praktis tidak larut dalam air. Harus

(23)

Pertama kali dibuat tahun 1849 dan digunakan untuk anestesi, shampo kering

dan obat cacing. Namun kegunaan dalam rumah tangga telah ditinggalkan karena

toksisitasnya yang hebat dan hanya digunakan untuk industri, ilmu pengetahuan, dan

penggunaan non rumah tangga (Klassen, 2001).

Ingesti CCl4 secara oral dengan mudah diabsorbsi dari traktus

gastrointestinal, berlangsung secara lambat dan tidak mudah diramalkan. Absorbsi

ini mengalami peningkatan jika bersamaan dengan ingesti lemak dan alkohol (Fauci

et al., 1998). CCl4 dihimpun secara besar-besaran dalam lemak tubuh, hati, dan

sumsum tulang belakang. Pada hewan percobaan, penghirupan CCl4 diekskresikan

dalam 2-3 bulan, sekitar setengahnya hilang karena penguapan dan sisanya

dikeluarkan sebagai urea dan metabolit lain dalam urin dan feces (Klassen, 2001).

CCl4 diaktifkan oleh enzim sitokrom P-450 menjadi radikal bebas yang

reaktivitasnya tinggi. Pertama, CCl4 diubah menjadi bentuk radikal triklorometil

(CCl3•) dan kemudian menjadi radikal triklorometil peroksi (CCl3O2•) yang sangat

reaktif. Radikal ini dapat mengakibatkan peroksidasi PUFA (poly unsaturated fatty

acid) yang terdapat pada membran sel, sehingga menyebabkan kerusakan pada sel

(Hodgson and Levi, 2002). Produk utama dari peroksidasi PUFA diproduksi melalui

mekanisme radikal bebas. Proses ini diawali dengan inisiasi yang meliputi

pengambilan atom H dari PUFA oleh oksigen bebas yang terdapat pada CCl3O2•.

Stabilitas bentuk dari produk awal ini ditentukan oleh energi disosiasi ikatan antara

C-H. Ikatan ganda metilen pada PUFA lebih mudah teroksidasi daripada ikatan pada

monosaturated fatty acid. Reaksi selanjutnya adalah propagasi antara pentadienil

(24)

bereaksi dengan PUFA yang lain sehingga menghasilkan produk radikal baru.

Langkah selanjutnya adalah reaksi terminasi, yaitu kombinasi dua radikal menjadi

suatu produk non radikal. Mekanisme peroksidasi PUFA dapat dilihat pada gambar

1.

Gambar 1. Mekanisme Peroksidasi PUFA (Hodgson and Levi, 2002)

Peroksidasi PUFA tidak berhenti sampai disini, menurut penelitian masih ada

metabolit sekunder yang dihasilkan setelah peroksidasi PUFA. Salah satunya adalah

malondialdehyde (malonaldehyde, propanedial, MDA) yang merupakan hasil akhir

dari peroksidasi asam arakidonat dan beberapa PUFA yang lain (Josephy, 1997).

Pengukuran kinetika peroksidasi lipid secara in vitro dapat dilakukan dengan

mengukur berapa banyak oksigen yang dibutuhkan. Ada beberapa metode yang

dapat digunakan, salah satunya TBA (Thiobarbituric acid) reactivity test, yang dapat

dilakukan baik secara in vivo maupun in vitro. Tes ini didasarkan pada reaksi

kondensasi antara satu molekul MDA dengan dua molekul TBA pada kondisi asam.

Hasilnya adalah pigmen berwarna merah yang dapat diukur pada panjang gelombang

(25)

yang TBA 4. A a. P reakt men kard b. P perta 1) A s

g terjadi (

A dapat dil

Gambar Antioksid Pengertia Antiok tif/spesies cegah pen diovaskule Penggolon Tubuh ahanan ter Antioksid superoksid (Josephy, lihat pada

r 2. Meka

dan an antioks

ksidan me

s nitrogen

nyakit-pen

er, dan pen

ngan anti h memilik

rsebut dik

an prime

da dismut

1997). M

a gambar 2

anisme R sidan erupakan n reaktif nyakit yan nuaan (Ha ioksidan ki sistem kelompokk er, (antiok

tase (SOD

Mekanisme 2. Reaksi ant senyawa dan juga ng dihubu alliwell, B pertahana kan menja ksidan en D), katalas e pemben tara TBA yang da

radikal b

ungkan de

B. and Gut

an interna

adi 3 golo

ndogen/an

se dan glu

ntukan kom

A dan MD

apat meng bebas seh engan radi tteridge, J al terhada ongan: ntioksidan utation pe mpleks an DA (Josep

ghambat s

hingga an ikal bebas J.M.C, 20 ap radikal n enzimat eroksidase ntara MD phy, 1997) spesies ok ntioksidan

s seperti k

00).

l bebas. S

tis). Cont

e.

(26)

ini mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara

memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk lebih stabil. Reaksi

ini disebut sebagai chain-breaking-antioxidant.

2) Antioksidan sekunder (antioksidan eksogen atau antioksidan non enzimatis).

Contoh antioksidan sekunder ialah vitamin E, vitamin C, β-karoten, isoflavon, asam urat, bilirubin, dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai

penangkap radikal bebas (scavenger free radical).

3) Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida

reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal

bebas (Winarsi, 2005).

Senyawa antioksidan sintesis seperti butil hidroksi anisol (BHA) dan butil

hidroksi toluen (BHT) bukan merupakan solusi untuk kontrol positif yang baik,

sebab pada pemaparan yang lama diketahui dapat mempengaruhi genetika sel-sel

tubuh (Poormorad et al., 2006).

c. Sumber antioksidan

Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan

dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh

dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi

bahan alami).

1) Antioksidan sintetik

Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan,

ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar di seluruh dunia,

(27)

hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan

alami yang telah diproduksi secara sintesis untuk tujuan komersial (Pokorni et al.,

2001).

2) Antioksidan alami

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari:

a) Senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan

b) Senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses

pengolahan

c) Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke

makanan.

Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah berasal

dari tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira 200.000 sampai

300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal

dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari

tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan.

Antioksidan alami terbesar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit

kayu, akar, daun, buah, biji, dan serbuk sari (Pokorni et al., 2001).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau

polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin,

tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki

aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan

(28)

klorogenat, dan lain-lain. Senyawa antioksidan polifenolik ini adalah multifungsional

dan dapat bereaksi sebagai:

a) Pereduksi

b) Penangkap radikal bebas

c) Pengkelat logam

d) Peredam terbentuknya singlet oksigen

Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi

flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya, sehingga flavonoid

merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Lebih lanjut disebutkan bahwa

sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau, sehingga pastilah

ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Kebanyakan dari golongan dan

senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki sifat-sifat antioksidan baik di

dalam lipida cair maupun dalam makanan berlipida (Pokorni et al., 2001).

d. Mekanisme kerja antioksidan

Oksidasi dapat dihambat oleh berbagai macam cara diantaranya mencegah

masuknya oksigen, penggunaan temperatur yang rendah, inaktivasi enzim yang

mengkatalis oksidasi, mengurangi tekanan oksigen dan penggunaan pengemas yang

sesuai. Cara lain untuk melindungi terhadap oksigen adalah dengan menggunakan

bahan tambahan spesifik yang dapat menghambat oksidasi yang secara tepat disebut

dengan penghambat oksidasi (oxidation inhibitor), tetapi baru-baru ini lebih sering

disebut antioksidan (Pokorni et al., 2001).

Penambahan antioksidan primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat

(29)

tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain

membentuk radikal lipida baru.

Inisiasi : R + AH → RH + A Radikal lipida

Propagasi : ROO + AH → ROOH + A

Mekanisme yang paling penting adalah reaksi antara antioksidan dengan

radikal bebas (Gordon, 1990). Biasanya antioksidan bereaksi dengan radikal bebas

peroksil atau hidroksil yang terbentuk dari hidroperoksida yang berasal dari lipid.

Senyawa antioksidan lain dapat menstabilkan hidroperoksida menjadi senyawa non

radikal. Peruraian hidroperoksida dapat dikatalisis oleh logam berat akibatnya

senyawa-senyawa dapat mengkelat logam juga termasuk antioksidan. Beberapa

senyawa disebut sinergis karena senyawa tersebut dengan sendirinya tidak

mempunyai aktivitas antioksidan akan tetapi senyawa tersebut dapat meningkatkan

aktivitas antioksidan senyawa lain. Kelompok lain adalah senyawa-senyawa yang

mampu menguraikan hidroperoksida melalui jalur non radikal sehingga senyawa ini

dapat mengurangi kandungan radikal bebas (Pokorni et al., 2001).

5. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat

dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan dapat larut.

Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ataupun hewan tidak perlu

diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan atau dikeringkan. Tiap-tiap bahan mentah

obat disebut ekstrak, tidak mengandung hanya satu unsur saja tetapi berbagai unsur,

(30)

Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan masa zat aktif

yang semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari. Pada umumnya penyari

akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan semakin

luas (Ansel, 1989).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan cara

menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh

cahaya matahari langsung (Anonim, 1979). Ekstrak merupakan sediaan pekat yang

diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif simplisia nabati dan hewani menggunakan

pelarut yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Anonim,

1995).

Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan

kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimum dari zat aktif dan

seminimal mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1989). Kriteria cairan

penyari yang baik haruslah memenuhi syarat antara lain:

a. Murah dan mudah diperoleh

b. Stabil secara fisika dan kimia

c. Bereaksi netral

d. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar

e. Selektif yaitu hanya menarik zat yang berkhasiat yang dikehendaki

f. Tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat

g. Diperbolehkan oleh peraturan

(31)

Etanol 70% adalah campuran dua bahan pelarut yaitu etanol dan air dengan

kadar etanol 70% (v/v). Etanol tidak menyebabkan pembengkakan pada membran sel

dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lainnya adalah sifatnya

yang mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Etanol 70%

sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal (Voight, 1984).

Maserasi (maserace = mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang

paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai syarat-syarat farmakope

(umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan

pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindungi dari cahaya

langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan

dikocok kembali. Waktu maserasi pada umumnya 5 hari. Setelah waktu tersebut,

artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan

yang masuk dalam cairan telah tercapai. Dengan pengocokan dijamin keseimbangan

konsentrasi bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi

tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan

simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak yang diperoleh

(Voight, 1984).

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau

pelarut lain. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian

dari maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna

(32)

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan

derajat halus yang cocok dimasukkan dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75

bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya,

sambil berulang-ulang diaduk. Hasil penyarian dengan maserasi perlu dibiarkan

selama waktu tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang

tidak diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari seperti malam dan lain-lain

(Anonim, 1986).

E. Keterangan Empiris

Diharapkan dari penelitian ini didapatkan data ilmiah tentang efek

antioksidan ekstrak etanol 70% daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.)

dosis tunggal dan dosis berulang pada tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi

(33)

19

BAB II

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan

acak lengkap pola searah sebagai penelitian pendahuluan untuk mengetahui efek

antioksidan ekstrak etanol 70% daun salam.

B. Definisi Operasional Penelitian

Variabel dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

1. Variabel bebas :

a. Konsentrasi ekstrak etanol 70% daun salam.

b. Dosis pemberian ekstrak etanol 70% daun salam.

2. Variabel tergantung :

Kadar MDA (malonaldehid) serum darah tikus putih jantan galur Wistar pada

jam ke-24 dan jam ke-48.

3. Variabel terkendali :

a. Tanaman Uji

Tanaman uji yang digunakan adalah daun salam yang sudah tua diperoleh

dari Desa Semail, Kelurahan Bangun Harjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten

Bantul, D.I.Y.

(34)

Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar, umur 2-3

bulan, sehat dengan berat badan 100-200 gram.

c. Metode penyarian : maserasi.

d. Larutan penyari : etanol 70%.

e. Suhu pengeringan : 50oC–60oC.

C. Bahan dan Alat

1. Bahan yang digunakan :

a. Tanaman uji yang digunakan dalam penelitian adalah daun Salam yang sudah

tua, diperoleh dari Desa Semail, Kelurahan Bangun Harjo, Kecamatan Sewon,

Kabupaten Bantul, D.I.Y.

b. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan umur

2-3 bulan, sehat dengan berat badan 100-200 gram yang didapat dari Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

c. Reagen yang digunakan adalah etanol 70%, karbon tetraklorida (CCl4), paraffin

cair, CMC Na 0,5%, 1, 1, 3, 3-tetrametoksipropan, aquadest, trichloro acetat

(TCA) dan thiobarbituric acid (TBA).

2. Alat yang digunakan :

Timbangan hewan (Ohaus), jarum peroral, spuit injeksi, holder tikus, ependorf,

sonifikator (Branson), spektrofotometer uv-vis (Shimadzu), mikropipet, kuvet,

penangas air, centrifuge, vortek, minispins (ependorf), mikropipet, timbangan

(35)

D. Jalannya Penelitian

1. Determinasi tanaman salam

Determinasi tanaman ini adalah untuk menetapkan kebenaran sampel

tanaman salam yang berkaitan dengan ciri-ciri makroskopis dengan mencocokkan

ciri-ciri morfologi tanaman terhadap pustaka. Tanaman ini dideterminasi di

laboratorium Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Biologi Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

2. Penyiapan bahan

Pengambilan daun salam dari Desa Semail, Kelurahan Bangun Harjo,

Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, D.I.Y. Daun salam yang didapat dikeringkan

dengan cara dijemur di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Kemudian

pengeringan dilanjutkan dengan oven 50oC - 60oC. Daun salam yang telah

dikeringkan diserbuk dengan cara diblender kemudian diayak dengan ayakan no.

100.

3. Pembuatan ekstrak daun salam

Pembuatan ekstrak etanol 70% daun salam menggunakan metode maserasi,

karena maserasi tidak memerlukan proses pemanasan sehingga dapat menghindari

rusaknya zat-zat dalam simplisia yang tidak tahan pemanasan. Kurang lebih 600

gram serbuk daun salam dimasukkan dalam panci kemudian diberi etanol 70%

sebanyak 7,5 kali serbuk daun salam (4,5 L). Kemudian diaduk-aduk, ditutup dan

didiamkan selama 5 hari ditempat terlindung cahaya, sambil berulang kali diaduk.

Setelah 5 hari filtrat diambil dengan cara disaring dengan kertas saring. Ampas yang

(36)

Ekstrak etanol daun Salam Setelah 5 hari diserkai dan ampas dipisahkan

Diambil filtratnya kemudian dienapkan selama 1 hari dan dipisahkan dari endapannya

filtrat diuapkan sampai kental

600 g serbuk daun salam dimaserasi dengan etanol 70% 4,5 L selama 5 hari

Dibuat range konsentrasi berdasarkan orientasi

memisahkan dari zat-zat yang mungkin masih terlarut seperti malam dan lain-lain.

Filtrat yang didapat diuapkan sampai menjadi ekstrak kental (Anonim, 1986). Secara

[image:36.612.118.522.188.418.2]

skematis pembuatan ekstrak daun salam dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Daun Salam

4. Pembuatan sediaan ekstrak etanol daun salam

Ekstrak etanol 70% daun salam yang didapat dilarutkan dalam suspensi CMC

Na 0,5% sampai dosis yang diinginkan.

5. Penetapan dosis karbon tetraklorida (CCl4)

Pada penelitian ini dipilih dosis CCl4 (p.o) berdasarkan dosis toksiknya

terhadap tikus yaitu CCl4 konsentrasi 11,2% (v/v) dengan volume pemberian 2,8

ml/kgBB (Rosnalini, 1995).

6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) 11,2% (v/v)

Sebanyak 11,2 ml CCl4 dilarutkan dalam parafin cair sampai 100 ml.

7. Perhitungan dosis ekstrak daun salam

Konsentrasi acuan (pada infusa) = 10% (b/v)

= 10 g/100 ml

Volume pemberian maksimal secara p.o pada tikus (200 g) = 10 ml

(37)

Volume pemberian = ½ x vol maksimal

= ½ x 10 ml = 5 ml

Dosis pemberian pada tikus (infusa) = 10 g/100 ml

= 0,5 g/5 ml

= 0,5 g/ 200 g BB

= 2,5 g/KgBB

Dosis ekstrak dihitung berdasarkan hasil perolehan rendemen (ekstrak kental)

Dari simplisia kering 600 g, diperoleh ekstrak kental 280,8 g, maka ekstrak

kental yang dihasilkan = 280,8 g/600 g x 100%

= 46,8%

Dosis ekstrak = 0,5 g x 46,8% = 0,234 g

= 0,234 g/ 200 g BB

= 234 mg/200 g BB = 1,17 g/KgBB

Setelah diperoleh dosis ekstrak kemudian diorientasikan pada tikus dan dibuat

menjadi peringkat dosis 1,25 g/KgBB, 2,5 g/KgBB, dan 5,0 g/KgBB.

8. Penelitian pendahuluan

a. Penetapan panjang gelombang maksimum

Sebanyak 2 ml aquadest ditambah 1 ml TCA 20% dan 2 ml TBA 0,67%

digunakan sebagai blanko. Sebagai standar digunakan 200 µl MDA baku ditambah

dengan aquadest sampai 2 ml kemudian ditambah 1 ml TCA 20% dan 2 ml TBA

0,67%. Larutan dicampur homogen dan dipanaskan pada air mendidih selama 10

menit, lalu didinginkan. Setelah dingin disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10

(38)

spektrofotometer pada panjang gelombang 450-600 nm. Penentuan panjang

gelombang maksimum untuk menentukan panjang gelombang dengan serapan

tertinggi. Didapatkan panjang gelombang maksimum sebesar 520 nm.

b. Penentuan operating time (OT)

Sebanyak 2 ml aquadest ditambah 1 ml TCA 20% dan 2 ml TBA 0,67%

digunakan sebagai blanko. Sebagai standar digunakan 200 µl MDA baku ditambah

dengan aquadest sampai 2 ml kemudian ditambah 1 ml TCA 20% dan 2 ml TBA

0,67%. Larutan dicampur homogen dan dipanaskan pada air mendidih selama 10

menit, lalu didinginkan. Setelah dingin disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10

menit. Supernatan berwarna merah muda diukur serapannya dengan

spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 520 nm (berdasarkan panjang

gelombang MDA) dan dibaca pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50.

Penentuan operating time (OT) dimaksudkan untuk memperoleh waktu dengan

serapan yang paling stabil. Didapatkan operating time pada menit 30-35.

c. Penetapan waktu pembentukan toksik dari karbon tetraklorida (Gambar 4)

Pada penelitian ini dilakukan orientasi untuk menetapkan waktu pembentukan

toksik dari CCl4. Tikus sebanyak 6 ekor dibagi secara acak menjadi 2 kelompok,

masing-masing kelompok terdiri dari 3 tikus. Kelompok pertama diberi larutan

parafin cair sebagai kontrol negatif sedangkan kelompok kedua diberi perlakuan

dengan larutan CCl4 11,2 % (v/v) (p.o). Sebelum diberi perlakuan, tikus dipuasakan

terlebih dahulu selama ± 18 jam dengan tetap diberi air minum. Dilihat kadar MDA

(39)

perlakuan. Waktu dengan kadar MDA tertinggi merupakan waktu maksimal

[image:39.612.129.516.183.440.2]

terbentuknya toksik, dan didapatkan hasilnya pada jam ke-48.

Gambar 4. Skema Orientasi Waktu Pembentukan Toksik

d. Optimasi waktu pemberian ekstrak etanol 70% daun salam (Gambar 5)

Pada penelitian ini dilakukan orientasi untuk menetapkan waktu optimal

pemberian ekstrak etanol 70% daun salam. Dua belas ekor tikus dibagi secara acak

menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 tikus. Kelompok

pertama diberi larutan CCl4 11,2 % (v/v), kelompok kedua diberi ekstrak etanol 70%

daun salam dosis 1,25 g/KgBB 1 jam sebelum pemberian CCl4, kelompok ketiga

diberi ekstrak etanol daun salam bersamaan dengan pemberian larutan CCl4,

kelompok keempat diberi ekstrak etanol 70% daun salam 1 jam setelah pemberian

larutan CCl4. Pada jam ke-48 (hasil orientasi pembentukan toksik) diambil serum

darah kemudian dihitung kadar MDA-nya. Waktu dengan kadar MDA terendah 6 ekor tikus putih jantan Wistar dibagi 2 kelompok, masing-masing kelompok 3 ekor

Kelompok I

kontrol negatif paraffin cair (p.o)

Kelompok II

CCl4 11,2 % (v/v) (p.o)

Ditentukan kadar MDA pada jam ke- 0, 12, 24, 36, 48, 60

(40)

merupakan waktu optimal pemberian ekstrak etanol 70% daun salam, dan didapatkan

pada saat waktu bersamaan pemberian karbon tetraklorida.

e. Penetapan waktu pengambilan serum.

Waktu pengambilan serum darah didasarkan atas hasil orientasi. Pengambilan

serum darah pertama dilakukan pada jam ke-0, yaitu 1 jam sebelum waktu pemberian

ekstrak, kemudian diambil kembali serum darah kedua diambil sesaat sebelum

pemberian ekstrak kedua dan serum darah ketiga diambil pada jam ke-48 (waktu

[image:40.612.121.523.315.699.2]

pembentukan toksik).

Gambar 5. Skema Orientasi Waktu Optimal Pemberian Ekstrak Etanol 70% Daun Salam

Kelompok I larutan CCl4 11,2

% (v/v) (p.o)

Diberi ekstrak etanol 70% daun salam 1,25 g/KgBB

Kelompok 2 1 jam sebelum pemberian CCl4 11,2

% (v/v) (p.o)

Kelompok 3 Bersamaan dengan pemberian CCl4 11,2 %

(v/v) (p.o)

Waktu dengan kadar MDA terendah merupakan waktu optimal pemberian ekstrak etanol 70% daun salam (bersamaaan dengan CCl4)

Diambil serum darah pada jam ke-48, kemudian diukur kadar MDA-nya

Kelompok 4 1 jam setelah pemberian CCl4 11,2

(41)

9. Perlakuan hewan uji

Hewan uji sebanyak 35 ekor dibagi menjadi 7 kelompok perlakuan. Setiap

perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus. Sebelum percobaan dilakukan, tikus diadaptasikan

dengan kondisi laboratorium selama 7 hari untuk menghindari stress pada hewan uji

pada saat perlakuan. Satu hari sebelum perlakuan semua tikus dipuasakan kira-kira

18 jam, dengan tetap diberikan air minum. Hal ini dilakukan untuk menyamakan

kondisi hewan uji dan mengurangi pengaruh makanan yang diberikan terhadap

sediaan uji yang diberikan. Pembagian kelompok adalah sebagai berikut :

a. Dosis tunggal

Kelompok I : Diberi parafin cair sebagai kontrol normal (p.o)

Kelompok II : Diberi larutan CCl4 dalam parafin cair sebagai kontrol toksik

(p.o)

Kelompok III : Diberi larutan CCl4 dalam parafin cair + CMC Na 0,5 %

sebagai kontrol negatif (p.o)

Kelompok IV : Diberi suspensi ekstrak etanol daun Salam dosis 1,25 g/KgBB

+ larutan CCl4 dalam parafin cair(p.o)

Kelompok V : Diberi suspensi ekstrak etanol daun Salam dosis 2,5 g/KgBB +

larutan CCl4 dalam parafin cair(p.o)

Kelompok VI : Diberi suspensi ekstrak etanol daun Salam dosis 5,0 g/KgBB +

larutan CCl4 dalam parafin cair (p.o)

Kelompok VII : Diberi suspensi ekstrak etanol daun Salam dosis 5,0 g/KgBB

(42)

Hewan uji diambil darahnya pada jam ke-0 dan jam ke-24 untuk diukur kadar

MDA serumnya. Skema uji dapat dilihat pada gambar 6.

[image:42.612.132.542.167.525.2]

.

Gambar 6. Skema Uji Efek Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Daun Salam (Syzigium Polyanthum (Wight.) Walp) Dosis Tunggal pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar

b. Dosis berulang

Pada kelompok dengan perlakuan dosis berulang, hewan uji diberi perlakuan

sama seperti diatas, kemudian pada hari ke-2 (jam ke-24) diberi ekstrak lagi dengan

peringkat dosis sama seperti diatas. Pengambilan darah dilakukan pada jam ke-0 dan

jam ke-48, kemudian diukur kadar MDA serumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada

gambar 7 berikut ini. Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Parafin Cair p.o larutan CCl4 dalam parafin cair larutan CCl4 dalam

parafin cair +CMC Na 0,5% p. o Suspensi ekstrak etanol 1,25 g/KgBB +

larutan CCl4 dalam

parafin cair p.o Suspensi ekstrak etanol 2,5 g/KgBB + larutan CCl4 dalam

parafin cair p. o

Untuk kelompok IV, V dan VI diberi ekstrak bersamaan dengan pemberian CCl4

Kelompok VI Suspensi ekstrak etanol 5,0 g/KgBB + larutan CCl4 dalam

parafin cair p.o Kelompok VII Suspensi ekstrak etanol 5,0 g/KgBB p. o

Pada jam ke-0 dan jam ke-24 masing-masing kelompok diambil cuplikan darahnya untuk ditentukan aktivitas MDA serum

35 ekor tikus putih jantan Wistar, masing-masing kelompok 5 ekor tikus

Hasilnya dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnof dan Levene test, jika hasilnya terdistribusi normal dan homogen dilanjutkan Anava 1 jalan, jika ada

(43)
[image:43.612.121.552.113.471.2]

Gambar 7. Skema Uji Efek Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Daun Salam (Syzigium Polyanthum (Wight.) Walp) Dosis Berulang pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar

10. Pembuatan serum

Serum dibuat dengan cara menggores vena lateralis ekor tikus, darah yang

keluar ditampung dalam ependorf sebanyak 1 ml. Darah disentrifugasi 3000 rpm

selama 10 menit untuk mendapatkan serum yang akan digunakan dalam penetapan

kadar MDA plasma. (Apabila perlu serum dapat disimpan dalam temperatur -20oC

maksimal 1 bulan sampai dilakukan pemeriksaan tersebut).

11. Penetapan kadar MDA

Kadar MDA diukur pada serum darah menurut metode Wills (1987). Dua

ratus mikroliter serum ditambah aquades sampai 2 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml

Kelompok I

Kontrol normal

Kelompok II Kontrol positif toksik Kelompok III Kontrol negatif Kelompok IV Kelompok V Parafin Cair p.o larutan CCl4 dalam parafin cair larutan CCl4 dalam parafin cair +CMC Na 0,5% p. o Suspensi ekstrak etanol 1,25 g/KgBB +

larutan CCl4 dalam parafin cairp.o Suspensi ekstrak etanol 2,5 g/KgBB +larutan CCl4 dalam parafin cair p. o

Untuk kelompok III diberi CMC Na 0,5 % pada jam ke-24 dan kelompok IV, V dan VI diberi ekstrak bersamaan dengan pemberian CCl4, kemudian setelah 24 jam diberi ekstrak lagi

Hasilnya dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnof dan Levene test, jika hasilnya terdistribusi normal dan homogen dilanjutkan Anava 1 jalan, jika ada perbedaan yang signifikan antar kelompok dilanjutkan dengan uji LSD, jika data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen, dilakukan uji non

parametrik Kelompok VI Suspensi ekstrak etanol 5,0 g/KgBB +larutan CCl4 dalam parafin cair p.o

Kelompok VII Suspensi ekstrak etanol 5,0 g/KgBB p. o

Pada jam ke-0 dan jam ke-48 masing-masing kelompok diambil cuplikan darahnya untuk ditentukan aktivitas MDA serum

(44)

TCA 20% dan 2 ml TBA 0,67%. Larutan dicampur homogen dan dipanaskan pada

air mendidih selama 10 menit, lalu didinginkan. Setelah dingin disentrifugasi pada

3000 rpm selama 10 menit. Supernatan berwarna merah muda diukur serapannya

dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm dan didiamkan selama 30

menit (OT). Kadar MDA dihitung menggunakan kurva baku MDA dengan

konsentrasi 0,00; 0,0036; 0,0072; 0,0144; 0,0288; 0,0576; 0,1152; 0,2304 dan 0,4608

μg/ml. Kurva baku selalu dibuat baru setiap pengukuran MDA.

12. Pengukuran kadar MDA

Derajad peroksidasi lipid dapat ditentukan dengan mengukur kadar

malonaldehid (MDA) dalam serum darah. Dasar pengukurannya adalah reaksi antara

MDA dengan TBA menghasilkan senyawa kompleks MDA-TBA berwarna merah

muda yang dapat diukur serapannya pada panjang gelombang 520 nm.

a. Penyiapan reagen:

TCA 20%: 20,0 g TCA dilarutkan dalam 100 ml aquadest.

TBA 0,67%: 0,67 g TBA dilarutkan dalam 100 ml aquadest.

b. Pembuatan larutan standar MDA (kurva baku MDA):

Standar MDA hasil hidrolisis 1, 1, 3, 3-tetrametoksipropan = 3,593 μg/ml.

[image:44.612.172.468.632.751.2]

Perhitungan kadar MDA tersaji pada lampiran 4.

Tabel 1. Kurva baku MDA

No. St-MDA (μl) H2O (μl) Konsentrasi MDA (μg/ml)

1 0 2000 0

2 5 1995 0,0036

3 10 1990 0,0072

4 20 1980 0,0144

5 40 1960 0,0288

6 80 1920 0,0576

7 160 1840 0,1152

8 320 1680 0,2304

(45)

c. Menghitung persamaan regresi Y = a + bX, dimana Y adalah nilai serapan dan X

adalah konsentrasi standar.

Menghitung koefisien korelasi (r) dari data Y dan X.

a = (ΣY – bΣX) / n

b = (nΣXY – ΣXΣY) / n X2 – (ΣX)2

r = (nΣXY – ΣXΣY) /

{n

ΣX2 –(ΣX)2} {nΣY2 – (ΣY)2}

kadar MDA dari sampel dihitung berdasar persamaan regresi yang diperoleh.

E. Cara Analisis

Data yang diperoleh dari penelitian berupa selisih kadar MDA dan persen

penurunan kadar MDA terhadap kontrol positif dalam darah pada jam ke-24 dan jam

ke-48. Data tersebut dianalisa distribusi normalnya menggunakan metode

Kolmogorov-Smirnov dan juga homogenitasnya dengan Levene test. Jika data

tersebut normal dan homogen, maka analisa dilanjutkan dengan ANAVA (Analisis of

Varian) dengan taraf kepercayaan 95%. Apabila hasilnya berbeda bermakna maka

analisa dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf kepercayaan 95% pula. Namun

apabila data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen, data tersebut dianalisa

secara nonparametrik dengan metode Kruskall-Wallis dengan taraf kepercayaan 95%

dan apabila hasilnya berbeda bermakna dilanjutkan dengan uji berganda

Mann-Withney dengan taraf kepercayaan 95%.

% Penurunan Kadar MDA

(46)

32

A.Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan secara makroskopis yang dilakukan di

laboratorium Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan

menggunakan literatur Flora of Java (Backer and Van Den Brink, 1965). Hasil

determinasi adalah sebagai berikut.

1b_2b_3b_4b_12b_13b_14b_17b_18b_19b_20b_21b_22b_23b_24b_25b_26b__27b

_799b_800b_801b_802a_803b_804b_805c_806b_807a_808c_809b_810b_811a_812

b_815b_816b_818b_820b_821b_822b_824b_825b_826b_829b_830b_831b_832b_8

33b_834a_835b_983b_984b_986b_991b_992b_993b_994b_995d_1036c_1038b___

_____________________________ Myrtaceae

1a_2b_3b_7b_8b_9b_10b______________ Syzygium

1b_7b_8b_11a_12b___________________ Syzygium polyanthum Wight

(Backer and Van Den Brink, 1965)

Dari hasil determinasi diatas dapat dipastikan bahwa tanaman yang digunakan

dalam penelitian adalah Syzygium polyanthum Wight.

B. Hasil Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan yang pertama adalah penentuan panjang gelombang dengan

absorbansi tertinggi (lampiran 5). Dari percobaan tersebut didapatkan panjang

(47)

Uji pendahuluan yang kedua adalah penetapan operating time (OT).

Supernatan berwarna merah muda diukur serapannya dengan spektrofotometer

uv-vis pada panjang gelombang 520 nm (berdasarkan panjang gelombang maksimal

MDA) dan dibaca pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50. Operating time

yang diperoleh adalah pada menit ke 30-35 (lampiran 5). Penentuan operating time

(OT) dimaksudkan untuk memperoleh waktu dengan serapan yang paling stabil.

Uji pendahuluan yang ketiga dilakukan untuk mengetahui bagaimana model

toksik pada tikus putih jantan, yaitu dengan mencari waktu pembentukan toksik dari

karbon tetraklorida dalam menaikkan kadar MDA dari kondisi normal. Waktu

dengan kadar MDA tertinggi merupakan waktu pembentukan toksik. Hasil orientasi

dosis setelah diinduksi dengan karbon tetraklorida 11,2 % (v/v) berupa data kadar

MDA dalam darah (µg/ml) yang diperoleh dari persamaan kurva baku Y = 1,365X +

0,004 dengan r = 0,996 (lampiran 6).

[image:47.612.153.484.460.676.2]

Gambar 8. Grafik Data Kadar MDA Darah pada Model Toksik

0 12 24 36 48 60

jam

0.250 0.500 0.750 1.000 1.250 1.500 1.750

Es

tima

ted

M

ar

gi

nal

M

ea

ns

kelompok parafin cair CCl4

Estimated Marginal Means of MDA

Kadar

M

(48)

Pada kelompok parafin cair hanya digunakan 1 hewan uji sehingga tidak

dapat dilakukan uji statistik, maka digunakan analasis deskriptif (gambar 8). Dari

hasil gambar terlihat bahwa setelah pemberian CCl4 terjadi peningkatan kadar MDA

dibanding pemberian dengan parafin cair .Dari gambar tersebut terlihat jelas

pembentukan toksik adalah jam ke-48, yaitu pada saat kadar MDA darah tertinggi.

Pada waktu tersebut sel-sel tubuh telah mengalami kerusakan oleh adanya radikal

bebas triklorometil peroksi (CCl3O2•) yang dapat menyebabkan peroksidasi lipid.

Uji pendahuluan yang keempat adalah penetapan waktu optimal pemberian

ekstrak. Dua belas ekor hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing

kelompok 3 ekor hewan uji. Diberi perlakuan dengan CCl4 dosis toksik dan ekstrak

dengan waktu yang berbeda, kemudian diukur kadar MDA-nya. Waktu dengan kadar

MDA terendah merupakan waktu optimal pemberian ekstrak. Data optimasi waktu

pemberian ekstrak diperoleh dari persamaan kurva baku Y = 1,082X + 0,006 dengan

[image:48.612.178.462.530.746.2]

r = 0,998 (lampiran 6) dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Data Optimasi Waktu Pemberian Ekstrak (n=3)

No 

HU  Kelompok  Absorbansi

Kadar  x fp  (µg/ml)

Mean ±  SD 

CCl4 2,8 ml/KgBB 

(p.o) 

0,087  1,872 

1,871 ±  0,254 

2  0,098  2,126 

3  0,076  1,617 

1  Ekstrak 1 jam  sebelum CCl4 2,8 

ml/KgBB (p.o) 

0,089  1,918 

1,910 ±  0,497 

2  0,11  2,403 

3  0,067  1,409 

1  Ekstrak  bersamaan CCl4 

2,8 ml/KgBB (p.o) 

0,049  0,994 

0,631 ±  0,324 

2  0,022  0,370 

3  0,029  0,531 

1  Ekstrak 1 jam  setelah CCl4 2,8 

ml/KgBB (p.o) 

0,053  1,086 

2,241 ±  1,581 

2  0,075  1,594 

(49)

Dari hasil orientasi tersebut diperoleh waktu pemberian ekstrak daun salam

yang paling optimal adalah bersamaan dengan waktu pemberian CCl4. Hal ini juga

dapat dilihat pada uji statistik t-test dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan

bahwa pada pemberian ekstrak bersamaan dengan CCl4 memberikan hasil kadar

MDA paling kecil dengan signifikan (p < 0,05). Hasil uji statistik selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran 9.

Pada saat ekstrak daun salam diberikan bersamaan dengan CCl4, radikal

bebas yang dibentuk oleh CCl4 langsung ditangkap oleh komponen dari ekstrak

sehingga tidak begitu banyak menimbulkan kerusakan. Sedangkan ekstrak yang

diberikan 1 jam sebelum CCl4 tidak cukup untuk menangkap radikal bebas yang

terbentuk dari metabolisme CCl4. Ekstrak yang diberikan 1 jam setelah CCl4 juga

tidak mampu menurunkan kadar MDA, dimungkinkan karena pada saat CCl4

diberikan, dalam waktu 30 menit CCl4 sudah dapat merusak sel tubuh, jadi

pemberian ekstrak 1 jam setelah CCl4 tidak efektif sebab peroksidasi lipid sudah

terlanjur terjadi.

C. Hasil Uji Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Daun Salam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antioksidan ekstrak etanol

70% daun salam dalam menurunkan kadar MDA dalam serum darah tikus putih

jantan galur Wistar yang telah diinduksi dengan karbon tetraklorida konsentrasi 11,2

% (v/v) dengan dosis 2,8ml/KgBB.

Pada penelitian ini digunakan hewan uji mamalia bukan primata yaitu tikus

(50)

biologis, maka peneliti melakukan pengendalian terhadap beberapa variabel antara

lain berat badan, umur, jenis kelamin, strain, serta makanan dan minuman yang

diberikan pada hewan uji. Tujuan dilakukannya pengendalian variasi biologis

tersebut adalah untuk memperkecil pengaruh variabel tersebut terhadap kadar MDA

dalam darah tikus. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan hawan uji yang

kurang lebih sama variasi biologisnya yaitu diantaranya dengan berat badan sekitar

100-200 gram, umur 2-3 bulan, galur Wistar, jenis kelamin jantan dan diperlakukan

sama yaitu ditempatkan dalam kandang dengan jumlah tiap kandangnya sama dan

diberi makanan sama yaitu pellet dan sebelum diberi perlakuan, hewan uji

dipuasakan terlebih dahulu selama 18 jam dengan tetap diberi minum ad libidum.

Hal ini dilakukan agar kondisi hewan uji sama dan untuk mengurangi pengaruh

makanan yang dikonsumsi terhadap sediaan uji yang diberikan dalam penelitian.

Untuk mengurangi tingkat kestressan, hewan uji diadaptasikan dengan kondisi

laboratorium selama 7 hari.

Karbon tetraklorida digunakan sebagai kontrol toksik. CCl4 dapat diubah oleh

sitokrom P-450 menjadi metabolit reaktif yaitu triklorometil peroksi yang dapat

menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengakibatkan kerusakan sel-sel pada hati

dan juga sel-sel tubuh lainnya. MDA merupakan produk peroksidasi lipid, sehingga

jika terjadi kerusakan sel maka MDA ini akan terbentuk dan keluar dari sel masuk ke

peredaran darah. Peningkatan kadar MDA yang sangat tinggi menandakan telah

(51)

Kontrol normal yang digunakan dalam penelitian ini adalah parafin cair.

Parafin cair merupakan pelarut dari CCl4, sehingga dapat diketahui apakah parafin

berpengaruh pada pembentukan toksik.

Sediaan uji yang digunakan untuk menurunkan kadar MDA dalam penelitian ini

adalah ekstrak etanol 70% daun salam yang disari dengan metode maserasi dimana

metode ini merupakan metode yang sederhana dan cocok untuk menyari semua senyawa

yang terkandung dalam simplisia. Daun salam yang digunakan dalam penelitian ini

berupa daun yang kering. Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman salam adalah

minyak atsiri, tannin, polifenol dan flavonoid (Anonim, 1989). Kemungkinan flavonoid

inilah yang dapat menurunkan kadar MDA dalam serum darah tikus, karena flavonoid

mempunyai aktifitas sebagai antioksidan yang dapat menghambat kerja radikal bebas

sehingga kerusakan sel terhambat (Robinson, T., 1995). Sebagian besar flavonoid

mempunyai spektrum yang luas dalam aktivitas biokimia, tetapi tidak semua flavonoid

memiliki efek antioksidan. Flavonoid yang berefek sebagai antioksidan adalah flavonoid

yang memiliki struktur O-dihidroksi pada cincin B, ikatan rangkap pada atom C nomer 2

dan 3, dan gugus hidroksi pada posisi 3 dan 5 dalam cincin C dan A (Fuhrman dan

Aviram, 2007).

Pengukuran kadar MDA pada serum darah menurut metode Wills (1987).

Serum yang akan dianalisis ditambahkan aquadest sampai 2 ml direaksikan dengan

menggunakan 1 ml TCA dan 2 ml TBA 0,67%, kadar diukur dengan menggunakan

alat spektrofotometer uv-vis Shimadzu pada panjang gelombang 520 nm. Data kadar

MDA dalam serum tikus setelah diinduksi dengan karbon tetraklorida dan pemberian

(52)

Tabel 3. Data Penurunan Kadar MDA pada Serum Darah Tikus Setelah Perlakuan dengan Dosis Tunggal

Kelompok  No HU 

Kadar x fp (µg/ml)  pada jam ke‐  

Selisih jam ke‐ (0‐24)  (µg/ml) 

Mean ± SD  (µg/ml) 

0  24 

Paraffin cair (p.o) 

1  0,305  0,751  0,446 

0,103 ± 0,291 

2  0,047  0,376 0,329

3  0,188  0,305 0,117

4  0,493  0,282 ‐0,211

5  0,305  0,141 ‐0,164

Rata‐rata     0,268  0,371  0,103

CCl4 11,2 % (v/v) (p.o) 

1  0,070  1,105  1,034 

1,099 ± 0,103 

2  0,235  1,221  0,986

3  0,164  1,415  1,250

4  0,329  1,473  1,144

5  0,258  1,337  1,079

Rata‐rata     0,211  1,310  1,099

CCl4 11,2 % (v/v) +  CMC Na 0,5% (p.o) 

1  1,094  1,786  0,692 

1,009 ± 0,415 

2  1,317  1,830  0,513

3  0,536  2,076  1,540

4  0,603  1,652  1,049

5  0,670  1,920  1,250

Rata‐rata     0,844  1,853  1,009

CCl4 11,2 % (v/v) +  Ekstrak dosis 1,25 

g/KgBB (p.o) 

1  0,536  1,129  0,594 

0,615 ± 0,147 

2  0,737  1,110  0,373

3  0,491  1,168  0,677

4  0,446  1,207  0,761

5  0,558  1,227  0,669

Rata‐rata     0,554  1,168  0,615

CCl4 11,2 % (v/v) +  Ekstrak dosis 2,5 

g/KgBB (p.o) 

1  0,516  0,495  ‐0,021 

‐0,058 ± 0,264 

2  0,598  0,268  ‐0,330

3  0,454  0,639  0,186

4  0,557  0,227  ‐0,330

5  0,454  0,660  0,206

Rata‐rata     0,516  0,458  ‐0,058

CCl4 11,2 % (v/v) +  Ekstrak dosis 5,0 

g/KgBB (p.o) 

1  0,454  0,103  ‐0,351 

‐0,318 ± 0,075 

2  0,413  0,144  ‐0,268

3  0,578  0,144  ‐0,433

4  0,413  0,165  ‐0,248

5  0,474  0,186  ‐0,289

Rata‐rata     0,466  0,149  ‐0,318

Ekstrak dosis 5,0  g/KgBB (p.o) 

1  0,608  0,098  ‐0,510 

‐0,341 ± 0,138 

2  0,549  0,078  ‐0,471

3  0,373  0,157  ‐0,216

4  0,471  0,216  ‐0,255

5  0,334  0,078  ‐0,255

(53)

Tabel 4. Data Penurunan Kadar MDA pada Serum Darah Tikus Setelah Perlakuan dengan Dosis Berulang

kelompok  HU No 

Kadar x fp (µg/ml) pada  jam   ke‐  Selisih jam  ke‐(0‐48)  (µg/ml)  Mean ± SD   (µg/ml)    0  48 

Parafin cair  (p.o) 

1  0,305  0,164  ‐0,141 

‐0,024 ± 0,261 

2  0,047  0,423 0,376

3  0,188  0,235 0,047

4  0,493  0,164 ‐0,329

5  0,305  0,235 ‐0,070

Rata‐rata     0,268  0,244  ‐0,023

CCl4 2,8 

ml/KgBB (p.o) 

1  0,070  1,550  1,480 

1,444 ± 0,200 

2  0,235  1,744  1,509

3  0,164  1,880  1,716

4  0,329  1,512  1,183

5  0,258  1,589  1,331

Rata‐rata     0,211  1,655  1,444

CCl4 11,2 % (v/v) + CMC Na 

0,5% (p.o) 

1  1,094  2,054  0,960 

1,237 ± 0,399 

2  1,317  2,031  0,714

3  0,536  2,254  1,719

4  0,603  1,942  1,339

5  0,670  2,121  1,451

Rata‐rata     0,844  2,080  1,237

CCl4 11,2 % (v/v)

+ Ekstrak dosis 

1,25 g/KgBB 

(p.o) 

1  0,536  0,545  0,009 

‐0,036 ± 0,082 

2  0,737  0,604  ‐0,133

3  0,491  0,565  0,074

4  0,446  0,350  ‐0,096

5  0,558  0,526  ‐0,032

Rata‐rata     0,554  0,518  ‐0,036

CCl4 11,2 % (v/v) + Ekstrak 

dosis 2,5 

g/KgBB (p.o) 

1  0,516  0,248  ‐0,268 

‐0,252 ± 0,74 

2  0,598  0,413  ‐0,186

3  0,454  0,227  ‐0,227

4  0,557  0,186  ‐0,371

5  0,454  0,248  ‐0,206

Rata‐rata     0,516  0,264  ‐0,252

CCl4 11,2 % (v/v) + Ekstrak 

dosis 5,0 

g/KgBB (p.o) 

1  0,454  0,433  ‐0,021 

‐0,243 ± 0,165 

2  0,413  0,186  ‐0,227

3  0,578  0,144  ‐0,433

4  0,413  0,248  ‐0,165

5  0,474  0,103  ‐0,371

Rata‐rata     0,466  0,223  ‐0,243

Ekstrak dosis 

5,0 g/KgBB (p.o) 

1  0,608  0,687  0,078 

0,267 ± 0,520 

2  0,549  0,628  0,078

3  0,373  1,511  1,138

4  0,471  0,235  ‐0,235

5  0,334  0,608  0,275

(54)
[image:54.612.129.508.111.392.2]

Gambar 9. Grafik Selisih Kadar MDA pada Jam ke-24 dan Jam ke-48 Setelah Pemberian Dosis Tunggal dan Dosis Berulang pada Setiap Kelompok

Keterangan :

Kelompok I : kontrol normal (parafin cair) per oral

Kelompak II : kontrol toksik (karbon tetraklorida 11,2 % (v/v)) per oral Kelompoki III : kontrol negatif (karbon tetraklorida 11,2 % (v/v) + CMC Na

0,5%) per oral

Kelompok IV : karbon tetraklorida 11,2 % (v/v) + ekstrak etanol 70% daun salam 1,25 g/KgBB per oral

Kelompok V : karbon tetraklorida 11,2 % (v/v) + ekstrak etanol 70% daun salam 2,5 g/KgBB peroral

Kelompok VI : karbon tetraklorida 11,2 % (v/v) + ekstrak etanol 70% daun salam 5 g/KgBB per oral

Kelompok VII : ekstrak etanol 70% daun salam 5 g/KgBB per oral

Pada tabel 3, tabel 4 dan gambar 9, jelas terlihat adanya kenaikan kadar MDA

setelah diinduksi dengan CCl4 11,2 % (v/v) dibanding dengan kontrol normal. Dari

tabel tersebut dapat pula dilihat adanya penurunan kadar MDA darah setelah

pemberian sediaan uji. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan sediaan

‐0.6000 <

Gambar

Gambar 1. Mekanisme Peroksidasi PUFA (Hodgson and Levi, 2002)
Gambar 3. Skema Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Daun Salam
Gambar 4. Skema Orientasi Waktu Pembentukan Toksik
Gambar 5. Skema Orientasi Waktu Optimal Pemberian Ekstrak Etanol 70% Daun Salam
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Angka kecukupan protein (AKP) dengan umur, profil orang tua, pengetahuan gizi, dan status gizi..  Angka kecukupan lemak (AKL)dengan umur, profil orang tua, pengetahuan gizi,

o Metropolitan Area Network (MAN) : jaringan kecepatan tinggi untuk node yang terdistribusi dalam jarak jauh (biasanya untuk satu kota atau suatu daerah besar).. o Wide Area

Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kerupuk kulit pisang. adalah kulit pisang, tepung tapioka,tepung terigu, bawang

11 Perencanaan Penurunan Sampah Untuk menurunkan sampah dari dump truck ke zona timbunan maka dirancang jalan non permanen berupa jalan tanah dipadatkan menuju ke

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis statistik korelasi menggunakan product moment untuk melihat sejauh mana hubungan tingkat kecakapan kompetensi IT

Berdasarkan data-data yang sudah dikumpulkan dapat diperoleh kesimpulan tentang persepsi tenaga kerja tentang dukungan manajemen terhadap penggunaan alat pelindung

himpunan ⊆ , adalah terukur jika dan hanya jika adalah himpunan terukur. Integral Lebesgue untuk fungsi karakteristik dari himpunan yang terukur didefinisikan sebagai ukuran

Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran