BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Golongan dan Jenis Obat
Seperti diketahui bahwa gagal jantung sangat mungkin disebabkan oleh
penyakit lain seperti demam reumatik atau gagal ginjal dan mampu menimbulkan
komplikasi, oleh sebab itu terapi yang diberikan juga meliputi pemberian obat-obat
lain yang sesuai dengan kondisi pasien pada saat dirawat.
Tabel V. Distribusi Kelas Terapi Obat Pada Peresepan untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Tahun 2003
No. Kelas Terapi Jumlah Pasien Persentase
1. Obat Kardiovaskuler 38 95,0%
2. Obat Sistem Saraf Pusat 9 22,5%
3. Obat Saluran Pernapasan 16 40,0%
4. Analgesika 20 50,0%
5. Anti Infeksi 29 72,5%
6. Obat Gizi dan Darah 28 70,0%
7. Obat Otot Skelet dan Sendi 3 7,5%
8. Obat Saluran Cerna 12 30,0%
9. Obat Hormonal 10 25,0%
10. Obat untuk THT, Mata dan Kulit 3 7,5%
11. Obat Obstetrik, Ginekologi dan Saluran Kemih
1 2,5%
12. Anestetika 1 2,5%
Pada tabel V diketahui, yang mendapatkan obat kardiovaskuler sebanyak 38
pasien (95%), obat sistem saraf pusat 9 pasien (22,5%), obat saluran pernapasan 16
pasien (40%), analgesika 20 pasien (50%), antiinfeksi 29 pasien (72,5%), obat gizi
dan darah 28 pasien (70%), obat otot skelet dan sendi 3 pasien (7,5%), obat saluran
cerna 12 (30%), obat hormonal 10 pasien (25%), obat untuk THT, mata, dan kulit 3
pasien (7,5%), obat obstetrik, ginekologi, dan saluran kemih 1 pasien (2,5%), dan
Dengan demikian diketahui pula bahwa seorang pasien tidak hanya
mendapatkan satu jenis obat saja pada peresepannya tetapi juga obat-obat lain yang
diberikan bersamaan dengan obat-obat kardiovaskulernya. Hal ini terjadi karena
selain gagal jantung, pasien juga memiliki penyakit lain, baik sebagai penyakit
komplikasi maupun sebagai penyakit penyebab dari gagal jantung.
Dari data 40 pasien yang diambil oleh peneliti, pasien yang dalam terapinya
diberikan obat kardiovaskuler sebanyak 38 pasien (95%) sedangkan 2 orang pasien
lainnya meskipun memiliki riwayat gagal jantung namun yang menyebabkan
keduanya dirawat inap bukanlah gagal jantungnya melainkan penyebab gagal jantung
itu sendiri yaitu, demam reumatik dan endokarditis sehingga hanya diberikan obat
anti infeksi.
Penggunaan obat kardiovaskuler pada 38 pasien (95%) sudah sesuai dengan
tujuan utama terapi pengobatan yaitu pengobatan gagal jantung.
Tabel VI. Distribusi Golongan Obat Pada Peresepan untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Tahun 2003
No. Golongan Obat Jumlah Pasien Persentase
1. Obat Kardiovaskuler - Inotropik positif - Antiaritmia - Antihipertensi - Antiangina - Diuretika - Koagulasi darah - Hipolipidemika - Syok dan hipotensi - Gangguan darah 17 3 17 15 31 10 1 3 3 42,5% 7,5% 42,5% 37,5% 77,5% 25,0% 2,5% 7,5% 7,5% 2. Obat Sistem Saraf Pusat
- Hipnotik dan ansiolitik - Antiemetikum - Antiepilepsi 4 5 1 10,0% 12,5% 2,5%
(Lanjutan)
Tabel VI. Distribusi Golongan Obat Pada Persepan Untuk Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Tahun 2003
No. Golongan Obat Jumlah Pasien Persentase
3. Obat Saluran Pernapasan - Antiasma - Mukolitik - Antihistamin - kortikosteroid - kromoglikat 6 9 4 2 1 15,0% 22,5% 10,0% 5,0% 2,5% 4. Analgesika - Analgesika non-opioid - Analgesika opioid 19 1 47,5% 2,5% 5. Anti Infeksi - Antibakteri - Antimikobakterium - Antiprotozoa - Antijamur 28 2 2 1 70,0% 5,0% 5,0% 2,5% 6. Obat Gizi dan Darah
- Vitamin - Mineral
- Anemia dan kelainan darah - Nutrisi intravena
- Nutrisi oral
- Cairan dan elektrolit
13 13 6 2 2 7 32,5% 32,5% 15,0% 5,0% 5,0% 17,5% 7. Obat Otot Skelet dan Sendi
- Obat gout
- Obat gangguan neuromuskuler
2 1
5,0% 2,5% 8. Obat Saluran Cerna
- Antidiare - Antitukak - Antihemorroid - Pencahar
- Obat gangguan pencernaan
4 6 2 4 1 10,0% 15,0% 5,0% 10,0% 2,5% 9. Obat Hormonal - Antidiabetes - Kortikosteroid 2 8 5,0% 20,0% 10. Obat untuk THT, Mata dan Kulit
- Obat untuk THT - Obat untuk kulit
3 1
7,5% 2,5% 11. Obat untuk Obstetrik, ginekologi dan
saluran kemih
- Obat untuk gangguan saluran kemih 1 2,5%
12. Anestetika
Tabel VI menggambarkan distribusi golongan obat pada masing-masing kelas
terapi pada peresepan untuk pasien gagal jantung secara umum. Data menunjukkan
obat kardiovaskuler yang diresepkan meliputi obat inotropik positif (42,5%),
antiaritmia (7,5%), antihipertensi (42,5%), antiangina (37,5%), diuretik (77,5%),
obat yang mempengaruhi koagulasi darah (25%), obat hipolipidemik (2,5%), obat
untuk syok dan hipotensi (7,5%), serta obat untuk mengatasi gangguan darah (7,5%).
Obat saluran pernapasan yang diresepkan meliputi obat antiasma (15%), mukolitik
(22,5%), antihistamin (10%), kortikosteroid (5%), serta kromoglikat (2,5%). Obat
sistem saraf pusat yang diresepkan meliputi hipnotik dan ansiolitik (10%),
antiemetikum (12,5%), serta antiepilepsi (2,5%). Analgesik yang diresepkan terdiri
dari analgesik non opioid (47,5%), dan analgesik opioid (2,5%). Antiinfeksi yang
diresepkan terdiri dari antibakteri (70%), antimikobakterium (5%), antiprotozoa
(5%), dan antijamur (2,5%). Obat gizi dan darah yang diresepkan meliputi vitamin
(32,5%), mineral (32,5%), obat untuk anemia dan kelainan darah (15%), nutrisi
intravena (5%), nutrisi oral (5%), cairan dan elektrolit (17,5%). Obat otot skelet dan
sendi yang diresepkan meliputi obat gout (5%), obat untuk gangguan neuromuskuler
(2,5%). Obat saluran pencernaan yang diresepkan terdiri dari antidiare (10%),
antitukak (15%), antihemorroid (5%), pencahar (10%), obat untuk gangguan
pencernaan (2,5%). Obat hormonal yang digunakan terdiri dari antidiabetes (5%),
kortikosteroid (20%). Obat untuk THT, mata dan kulit yang digunakan terdiri dari
obat untuk THT (7,5%), obat untuk kulit (2,5%). Obat obstetrik, ginekologi, dan
saluran kemih yang diresepkan meliputi obat untuk gangguan saluran kemih (2,5%).
Berdasarkan data di atas obat yang paling banyak diresepkan selain golongan
diuretik adalah golongan antibakteri. Dari data 40 pasien yang diteliti, 70% pasien
menerima antibakteri dalam peresepannya. Antibakteri tidak hanya diresepkan pada
kelompok usia lanjut saja melainkan juga pada kelompok usia yang lain. Semua
pasien yang menerima antibakteri dalam peresepannya memiliki riwayat gagal
jantung yang disebabkan oleh adanya suatu infeksi seperti gagal jantung karena
demam reumatik.
Menurut Standar Pelayanan Medik RSUP Dr. Sardjito, pemberian antibakteri
sangat dibenarkan bagi pasien yang mengalami gagal jantung karena suatu infeksi
seperti demam reumatik atau endokarditis infeksiosa. Dengan demikian data yang
ada sudah sesuai dengan standar pelayanan medik di RSUP Dr. Sardjito.
Berdasarkan IONI 2000, pemberian antibakteri pada pasien gagal jantung
dijelaskan secara lebih rinci. Penggunaan antibakteri pada pasien gagal jantung
dibenarkan terutama pada gagal jantung yang disebabkan oleh demam reumatik dan
endokarditis atau sebagai pencegahan terhadap endokarditis pada pasien yang
mengalami kelainan katup jantung yang akan mengalami prosedur dengan resiko
bakterimia, misalnya ekstraksi gigi atau pembedahan.
2. Penggunaan obat kardiovaskuler pada pasien gagal jantung
Dalam peresepan yang diberikan pada pasien gagal jantung terdapat berbagai
macam golongan obat kardiovaskuler. Hal ini disebabkan karena gagal jantung
adalah suatu sindrom kompleks yang sangat mungkin disebabkan oleh berbagai
macam penyakit kardiovaskuler yang lain misalnya, hipertensi. Menurut Wells
atau penyakit-penyakit pada kardiovaskuler itu sendiri yang mempengaruhi fungsi
sistolik, fungsi diastolik atau keduanya.
Tabel VII. Distribusi Kelas Terapi Obat Kardiovaskuler Pada Peresepan Obat Kardiovaskuler Pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Tahun 2003
No. Golongan Jumlah Pasien Persentase
1. Obat inotropik 17 44,7 %
2. Obat antiaritmia 3 7,9 %
3. Obat antihipertensi 17 44,7 %
4. Obat antiangina 15 39,5 %
5. Obat diuretika 31 81,6 %
6. Obat koagulasi darah 10 26,3 %
7. Obat hipolipidemika 1 2,6 %
8. Obat syok dan hipotensi 3 7,9 %
9. Obat untuk gangguan darah 3 7,9 %
Pada tabel VII. Pasien gagal jantung yang diberikan obat inotropik positif
sebanyak 17 pasien (44,7%), 3 pasien (7,9%) diberikan obat antiaritmia, 17 pasien
(44,7%) diberikan obat antihipertensi, 15 pasien (39,5%) diberikan obat antiangina,
31 pasien (81,6%) diberikan obat diuretik, 10 pasien (26,3%) diberikan obat yang
mempengaruhi koagulasi darah, 1 pasien (2,6%) diberikan obat hipolipidemik, 3
pasien (7,9%) diberikan obat untuk syok dan hipotensi, dan 3 pasien (7,9%)
diberikan obat untuk gangguan darah. Data ini diperoleh dengan cara membagi
jumlah pasien yang menggunakan golongan obat kardiovaskuler dengan jumlah total
pasien yang dalam terapinya diberikan obat kardiovaskuler (38 pasien) bukan dengan
jumlah total pasien keseluruhan (40 pasien) sebab 2 pasien lainnya didalam terapinya
tidak diberikan obat-obat kardiovaskuler.
Berdasarkan data diketahui bahwa obat kardiovaskuler yang paling sering
diresepkan untuk pasien gagal jantung adalah golongan diuretik, karena hampir
RSUP Dr. Sardjito tahun 2002 tercantum bahwa terapi pertama yang diberikan pada
pasien gagal jantung adalah terapi digitalis, yang bekerja sebagai inotropik positif
pada gagal jantung. Sedangkan menurut IONI 2000 dijelaskan bahwa efek digitalis
tidak begitu penting dibanding dengan efek diuretik dan penghambat ACE. Pada
pasien gagal jantung yang telah terkendali dengan baik, digitalis dapat dihentikan,
dalam hal ini digitalis hanya dibutuhkan untuk mempertahankan ritme yang
memuaskan.
Pada kenyataannya dokter lebih sering memberikan diuretik dibandingkan
dengan digitalis, kemungkinan dengan pertimbangan bahwa digitalis memiliki indeks
terapi yang sempit dan potensial terjadinya toksisitas digitalis selama terapi.
Obat inotropik positif yang diresepkan adalah golongan glikosida jantung,
jenis obat digoksin, dan ada 17 pasien (44,7%) yang mendapatkan jenis obat ini.
Dalam gagal jantung, manfaat digoksin yang diharapkan adalah efeknya sebagai
inotropik positif yaitu, meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Efek inotropik
positif ini akan menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga tekanan vena
berkurang, ukuran jantung mengecil, tekanan vena yang berkurang akan mengurangi
gejala bendungan, sedangkan sirkulasi yang membaik, termasuk ke ginjal akan
meningkatkan diuresis dan hilangnya udem. Jadi efektivitas digoksin pada gagal
jantung timbul karena kerja langsungnya dalam meningkatkan kontraksi
Tabel VIII. Distribusi Golongan Obat Antiaritmia pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Tahun 2003
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Pasien Persentase
1. Aritmia supraventrikel dan ventrikel
Amiodaron 2 5,3%
2. Aritmia ventrikel Lidokain 1 2,6%
Pada tabel VIII ada dua golongan obat antiaritmia yang diresepkan, yaitu
golongan aritmia supraventrikel dan ventrikel serta golongan aritmia ventrikel. Jenis
obat yang diberikan pada golongan aritmia supraventrikel dan ventrikel adalah
amiodaron (5,3%), sedangkan jenis obat yang diberikan pada golongan aritmia
ventrikel adalah lidokain (2,6%).
Tabel IX. Distribusi Golongan Obat Antihipertensi pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Tahun 2003
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Pasien Prosentase
1. Penyekat α Prazosin 1 2,6 %
2. Penghambat ACE Kaptopril
Delapril 10 1 26,3 % 2,6 % 3. Antagonis reseptor angiotensin II Valsartan 6 15,8 %
Pada tabel IX dapat diketahui ada 3 golongan obat antihipertensi yang
diresepkan yaitu, penyekat dengan jenis obat prazosin (2,6%), golongan
penghambat ACE dengan jenis obat kaptopril (26,3%) dan delapril (2,6%) serta
golongan antagonis reseptor angiotensin II dengan jenis obat valsartan (15,8%).
Dalam pengobatan gagal jantung, manfaat yang diharapkan dari obat
antihipertensi adalah efeknya sebagai vasodilator. Berdasarkan data di atas jenis obat
yang paling banyak digunakan adalah jenis obat kaptopril yang bekerja sebagai
Penghambat ACE mampu mengurangi pembentukan angiotensin II, suatu
protein yang menyebabkan vasokonstriksi. Akibatnya terjadi vasodilatasi dan
penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air,
serta retensi kalium yang secara tidak langsung mampu menurunkan beban kerja
jantung.
Tabel X. Distribusi Golongan Obat Antiangina pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Tahun 2003
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah
Pasien
Section 1.01 Persentase
1. Golongan nitrat Isosorbid
-dinitrat
8 21,1%
2. Antagonis Kalsium Amlodipin
Nifedipin 6 2 15,8% 5,3% 3. Penyekat β Bisoprolol 1 2,6%
Dalam tabel X dapat diketahui 3 golongan obat antiangina yang diresepkan
meliputi golongan nitrat dengan jenis obat isosorbid dinitrat (21,1%), golongan
antagonis kalsium dengan jenis obat amlodipin (15,8%) dan nifedipin (5,3%) serta
golongan penyekat dengan jenis obat bisoprolol (2,6%). Golongan yang paling
banyak diresepkan adalah golongan nitrat dengan jenis obat isosorbid dinitrat
(21,1%).
Senyawa nitrat bekerja langsung merelaksasi otot polos pembuluh vena,
tanpa bergantung pada sistem persarafan miokardium. Dilatasi vena menyebabkan
Tabel XI. Distribusi Golongan Obat Diuretik pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Tahun 2003
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Pasien Persentase
1. Golongan tiazid Indapamid 2 5,3%
2. Diuretik kuat Furosemid 30 78,9%
3. Diuretik hemat-kalium Spironolakton 8 21,1%
Pada tabel XI diketahui bahwa terdapat 3 golongan obat diuretik yang
diresepkan meliputi : golongan tiazid dengan jenis obat indapamid (5,3%), golongan
diuretik kuat dengan jenis obat furosemid (78,9%) serta golongan diuretik
hemat-kalium dengan jenis obat spironolakton (21,1%). Furosemid adalah jenis obat dari
golongan diuretik kuat yang paling banyak diresepkan.
Pada gagal jantung, berkurangnya volume darah yang masuk ke arteri
menyebabkan ginjal menahan air dan garam. Sistem renin-angiotensin-aldosteron
pun dipacu sehingga terbentuk angiotensin II yang merangsang sekresi aldosteron.
Aldosteron menambah retensi natrium disertai pembuangan kalium. Semua ini yang
menyebabkan retensi cairan pada penderita gagal jantung. Diuretik memacu ekskresi
NaCL dan air sehingga beban hulu berkurang dan gejala bendungan paru serta
Tabel XII. Distribusi Golongan Obat Koagulasi Darah pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Tahun 2003
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Pasien Persentase
1. Antiplatelet Asetosal Dipiridamol 8 1 21,1% 2,6% 2. Hemostatik dan antifibrinolitik Asam traneksamat 1 2,6%
Tabel XII menunjukkan bahwa terdapat 2 golongan obat koagulasi darah
yang diresepkan yaitu, golongan antiplatelet dengan jenis obat asetosal (21,1%) dan
dipiridamol (2,6%) serta golongan hemostatik dan antifibrinolitik dengan jenis obat
asam traneksamat (2,6%). Obat koagulasi darah yang paling banyak diresepkan
adalah asetosal dari golongan antiplatelet (21,1%).
Gangguan tromboembolik merupakan salah satu penyebab penting bagi
kesakitan dan kematian. Tromboembolis vena terjadi sebagai komplikasi dari
gangguan lain yang salah satunya adalah gagal jantung. Itu sebabnya antiplatelet
diberikan pada terapi gagal jantung untuk mengurangi agregasi platelet, sehingga
dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, dimana trombi
terbentuk melalui agregasi platelet.
Tabel XIII. Distribusi Golongan Obat Hipolipidemik pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Tahun 2003
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Pasien Prosentase
1. Statin Simvastatin 1 2,6%
Hanya satu golongan obat hipolipidemik yang diresepkan pada terapi gagal
jantung kali ini yaitu golongan statin dengan jenis obat simvastatin (2,6%). Golongan
kardiovaskuler, dan total kematian pada pasien umur sampai dengan 70 tahun dengan
riwayat panyakit jantung koroner seperti riwayat angina atau infark miokard akut,
dan dengan kolesterol plasma 5,5 mmol/l atau lebih. Obat-obat ini juga berperan
pada pencegahan primer penyakit jantung koroner pada beberapa pasien dengan
hiperkolesterolemia dan peningkatan resiko terjadinya kejadian-kejadian koroner.
Tabel XIV. Distribusi Golongan Obat Syok dan Hipotensi pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Tahun 2003
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Pasien Persentase
1. Amina simpatomimetik Dopamin
Dobutamin
2 1
5,3% 2,6%
Tabel XIV menggambarkan bahwa hanya satu golongan obat syok dan
hipotensi yang diresepkan yaitu, golongan amina simpatomimetik dengan jenis obat
dopamin (5,3%) dan jenis dobutamin (2,6%).
Tabel XV. Distribusi Golongan Obat Gangguan Darah pada Peresepan Obat Kardiovaskuler pada Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Tahun 2003
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Pasien Persentase
1. Vasodilator perifer Sinarizin 1 2,6%
2. Vasodilator serebral Sitikolin 2 5,3%
Golongan obat gangguan darah yang diresepkan menurut data di atas terdiri
dari vasodilator perifer dengan jenis obat sinarizin (2,6%) dan golongan vasodilator
C. Kajian Pola Peresepan