• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Ciseeng terletak di posisi utara wilayah Kabupaten Bogor dengan luas

wilayah sekitar 4 147 Ha dengan batas – batasnya meliputi:

 Sebelah utara : Kecamatan Gunung Sindur

 Sebelah selatan : Kecamatan Kemang dan Rancabungur

 Sebelah barat : Kecamatan Rumpin

 Sebelah timur : Kecamatan Parung

Kecamatan Ciseeng memiliki hamparan permukaan wilayah berbentuk bidang pendataran mencapai 59% dan bidang bergelombang berbentuk perbukita tumpul

diperkirakan mencapai 41%. Dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 34 – 117

meter, serta memiliki kemiringan lereng berkisar antara 0 – 5%. Iklim wilayah Kecamatan

Ciseeng seperti keadaan umum wilayah Kabupaten Bogor yang beriklim tropis, terdiri dari dua musim (hujan dan kemarau). Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk

ke dalam tipe A (sangat basah) dan tipe B (basah). Temperature udara harian rata – rata

berkisar antara 180 – 340 C, dan jumlah curah hujan rata – rata pertahun berkisar 2 500 –

5 000 mm. hal ini menyebabkan Kecamatan Ciseeng memiliki deposit air yang banyak baik di permukaan tanah maupun bawah tanah.

Salah satu daerah yang berpotensi dalam pengembangan kawasan minapolitan khususnya pembenihan lele yang berada di Kecamatan Ciseeng yaitu Desa Babakan. Desa Babakan memiliki potensi sumber daya alam yang cukup potensial untuk pengembangan usaha budidaya perikanan. Lokasi pembenihan memiliki topografi sebagian datar dan sedikit bergelombang dengan kemiringan 5-8%, ketinggian tempat 125 m dari permukaan laut. Curah hujan selama lima tahun terakhir rataan 296.9 mm/tahun, dimana curah hujan tertinggi terjadi pada Januari dan terendah pada September. Kondisi demikian sesuai dengan persyaratan pengembangan budidaya lele. Jenis tanah termasuk dalam tanah latosal coklat kemerahan, pH tanah pada lahan sawah 5-6.5 dan lahan darat 5-6. Dengan jumlah penduduk Desa Babakan 14 074 orang, kurang lebih 70% bermata pencaharian bidang perikanan. Desa Babakan memiliki potensi wilayah perikanan seluas 131 Ha, dengan jumlah pembenih 875 orang yang diantaranya merupakan 173 pembenih lele dumbo.

Luas wilayah Desa Babakan yaitu 456 442 Ha dengan batas wilayah adalah sebagai berikut:

 Sebelah utara : Desa Parigi Mekar dan Desa Ciseeng

 Sebelah Selatan : Desa Tegal Kec. Kemang dan Desa Cibeuteung Udik

 Sebelah Barat : Desa Putat Nutug dan Desa Cibeuteung Muara

 Sebelah Timur : Desa Iwul Kec. Parung dan Desa Jampang Kec. Kemang

Letak Desa Babakan berada pada ketinggian 100 m dari permukaan laut. Peruntukan luas wilayah Desa Babakan tertera pada tabel 3

Tabel 3 Komposisi peruntukan luas wilayah Desa Babakan

No Peruntukan Luas (Ha) Presentase (%)

1 Jalan 2 470 0.54

2 Sawah dan ladang 109 270 23.93

3 Empang 167 000 36.58

4 Pemukiman 160 760 35.22

5 Perkuburan 6 180 1.35

6 Lain – lain 10 762 2.41

Jumlah 456 662 100.00

Sumber : Monografi Desa Babakan 2013

Peruntukan empang memiliki presentase paling besar yaitu 36,58% yang digunakan untuk budidaya pembenihan lele yang menyebabkan Desa Babakan sebagai kawasan minaplitan. Namun, peruntukan sawah dan lading akan diali fungsikan sebagai kolam dan tambak. Hal ini disebabkan karena pertimbangan seperti :

1. Rencana pengembangan kawasan minapolitan di Desa Babakan, Kecamatan

Ciseeng, Kabupaten Bogor

2. Lahan sawah dan ladang dianggap kurang produktif oleh masyarakatnya

3. Belum optimalnya peran kelembagaan tani

4. Belum optimalnya penanganan pasca panen dan peamsaran

5. Rendahnya kualitas dan ketersediaan infrasturkur serta sarana pertanian

Kondisi Desa Babakan memiliki karakteristik lahan yang sangat cocok untuk budidaya perikanan khususnya pembenihan lele. Bentang wilayah yang terdiri dari dataran rendah, aliran sungai dan bantaran sungai menyebabkan penyediaan air terjamin. Letak kawasan yang dekat dengan pasar ikan, pertokoan dan lainnya. Jarak dari pusat pemerintahan desa ke pemerintahan kecamatan adalah 3 km dan jarak ke ibukota kabupaten adalah 30 km menyebabkan kondisi tersebut dapat memberikan pengaruh besar pada perkembangan potensi perikanan di Desa Babakan.

Kondisi Demografis Lokasi Penelitian

Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk Desa Babakan menurut jenis kelamin pada tahun 2013 dapat

digambarkan sebagai berikut, jumlah penduduk laki – laki sebanyak 6 834 jiwa dan jumlah

penduduk perempuan sebanyak 6 292 jiwa. Dengan demikian berdasarkan gender dapat

dikatakan jumlah pendudukan laki – laki lebih besar yaitu 52.06% dibandingkan jumlah

penduduk perempuan sebesar 47.94%.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Struktur Usia

Komposisi penduduk Desa Babakan berdasarkan usia pada tahun 2013 sangat bervariasi. Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada

pada usia 19 – 50 tahun. Jumlah penduduk usia produktif yaitu pada usia 19 – 50 tahun

sebesar 6 608 jiwa atau sekitar 50.34 persen. Jumlah penduduk berdasarkan usia dilihat pada tabel 4

Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Babakan berdasarkan usia

No Golongan Usia (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 0 – 6 1 681 12.81 2 7 – 12 1 218 9.28 3 13 – 18 2 347 17.88 4 19 – 50 6 608 50.34 5 51 – 79 771 5.87 6 >80 501 3.82 Jumlah 13 126 100.00

Sumber : Monografi Desa Babakan 2013

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencahariaan

Pada tahun 2013, jumlah penduduk bekerja berdasarkan lapangan usaha sebanyak 4 130 orang. Jumlah tersebut sebesar 1 032 orang atau sekitar 9.69 % bekerja sebagai pedagang, 1 045 jiwa atau sekitar 25.30 % yang keduanya merupakan mata pencaharian yang paling diminati di Desa Babakan. Mata pencaharian utama di Desa Babakan yang mempunyai kontribusi paling besar dan menjadi landasan untuk menyambung hidup masyarakat yang dapat dilihat pada tabel 5

Tabel 5 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok

No Bidang Usaha Jumlah (jiwa) Presentase (%)

1 Pembudidaya 1 045 25.30 2 Pengusaha 74 1.79 3 Pengrajin 233 5.64 4 Buruh Bangunan 223 5.39 5 Buruh Industri 1 032 24.99 6 Pedagang 126 29.99 7 Pengemudi / jasa 32 0.77

8 Pegawai Negeri Sipil 191 4.62

9 TNI/POLRI 6 0.15

10 Pensiunan 67 1.62

11 Lain – lain 1 0.02

Jumlah 4 130 100.00

Sumber : Monografi Desa Babakann 2013

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Kondisi sosial pendidikan masyarakat cenderung masih sangat rendah, sebagaimana ditunjukan antara lain sebagian besar tamatan SD sebesar 46%, buta huruf 11.04%, tidak tamat SD 20.08%, tamatan SLTP 37%, tamatan SMA 16% dan tamatan perguruan tinggi masih sangat sedikit yaitu 1%. Desa Babakan ditinjau dari sisi pendidikan jauh lebih maju dibandingkan dengan desa lainnya yang dibuktikan dengan banyaknya penduduk yang mengembang pendidikan yang tertera pada tabel 6

Tabel 6 Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Babakan 2013

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%)

1 Buta huruf 18 0.14

2 Belum sekolah 1 452 11.06

3 Tidak tamat sekolah 2 431 18.52

4 Tamat SD 3 585 27.31 5 Tamat SMP 2 990 22.78 6 Tamat SMA 2 435 18.55 7 Tamat Diploma 119 0.91 8 Tamat Sarjana 88 0.67 9 Tamat Master 8 0.06 Jumlah 13 126 100.00

Sumber : Monograf Desa Babakan, 2013

Tabel 6 menunjukan komposisi penduduk dengan tingkat pendidikan di Desa Babakan dengan presentase pendidikan tertinggi berada pada tamat SD. Pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan sumber daya manusianya dalam menyerap teknologi baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menyerap teknologi baru.

Gambaran Umum Usaha Lele Dumbo

Keragaan Usaha Lele Dumbo di Pokdakan Jumbo Lestari

Pokdakan UPR (Unit Pembenihan Rakyat) Jumbo Lestari merupakan sebuah kelompok pembudidaya ikan yang bergerak di bidang pembenihan ikan lele dumbo, yang terletak di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Pokdakan ini didirikan pada tahun 2005, dan memperoleh Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan secara resmi oleh kelurahan dan kecamatan setempat serta tercatat di Dinas Perikanan Kabupaten Bogor pada tahun 2010, dengan nomor SK 520/09/Kpts/Huk/2010. Pendirian Pokdakan ini dilatarbelakangi oleh ketidakpastian harga jual benih lele dumbo dan sulitnya akses terhadap bantuan dari pemerintah.

Ketidakpastian harga jual benih lele yang dihadapi pembudidaya dikarenakan

pembudidaya memasarkan benih lele secara sendiri – sendiri, sehingga mereka tidak

memiliki posisi tawar yang kuat terhadap pembeli. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi, beberapa orang pembudidaya berinisiatif membentuk kelompok pembudidaya ikan yang diberi nama Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Unit Pembenihan Rakyat (UPR) Jumbo Lestari. Tujuan dari pendirian Pokdakan ini adalah sebagai wahana untuk memasarkan benih lele dumbo secara bersama, agar memiliki posisi tawar yang kuat, sehingga mendapat kepastian harga, selain itu, juga memfasilitasi akses bantuan-bantuan yang berasal dari pemerintah.

Pokdakan UPR Jumbo Lestari pada awal pendiriannya beranggotakan sepuluh orang, seiring dengan berjalannya waktu dan meningkatnya permintaan lele menyebabkan pokdakan ini terus mengalami penambahan jumlah anggota menjadi 15 orang. Skenario pembenihan lele dumbo yang dijalankan masih bersifat tradisional, yaitu dilakukan pada ruang terbuka dan menggunakan media pemeliharaan berupa kolam tanah atau yang sering disebut sebagai empang. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi benih dalam satu

pendederan sampai dengan panen ukuran 12 cm sekitar 80 – 90 hari. Pemasaran hasil biasanya dilakukan secara berkelompok, yaitu kepada produsen pembesaran lele dumbo wilayah Cogrek, Parung, dan Gunung Sindur.

Benih ikan lele yang dijual dengan harga yang bervariasi antara Rp 150 – 300/ekor.

Benih yang biasanya dijual ke sektor pembesaran umumnya berukuran 12 cm dengan harga Rp 300/ekor. Harga ditetapkan berdasarkan dengan mekanisme pasar, yaitu kesepakatan antara penjual dan pembeli, dengan mengacu pada harga pasar. Sistem pembayaran yang diterapkan ada yang secara tunai dan ada juga yang dengan tempo selama tiga hari. Peningkatan permintaan lele konsumsi di sekitar lingkungan UPR Jumbo Lestari membuat kebutuhan akan benih juga mengalami peningkatan. Adanya peluang akan lele konsumsi ini, membuat pembudidaya banyak yang beralih ke sektor pembesaran karena dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan sektor pembenihan. Di samping itu, risiko yang dialami pembenihan juga lebih besar yaitu lebih dari 50% sementara untuk pembesaran mencapai 35% yang lebih kecil risikonya. Adanya peralihan ini, menyebabkan usaha pembenihan lele dumbo mengurangi intensitas penjualan benih dan lebih memilih untuk membesarkan benih tersebut sampai pada ukuran lele konsumsi.

Ketika pembudidaya lele dumbo di Desa Babakan telah beralih ke sektor pembesaran, pembudidaya tersebut mengalami kendala pula dalam hal pasokan benih untuk menutupi kebutuhan permintaan lele konsumsi. Kekurangan pasokan benih juga dialami oleh wilayah Cogrek, Parung, dan Gunung Sindur yang merupakan konsumen bagi sektor pembenihan Desa Babakan. Hal ini menyebabkan ketiga wilayah tersebut mengalami kendala pasokan dan harus mencari sumber pasokan baru yang ternyata menimbulkan biaya lebih tinggi. Padahal, benih merupakan kebutuhan utama bagi sektor pembesaran.

Disisi lain, pembenih yang beralih ke sektor pembesaran tidak selalu mengalami keuntungan dikarenakan pembenih tersebut juga dihadapkan pada pesaing baru di sektor pembesaran dan biaya transportasi untuk memasarkan lele ukuran konsumsi juga menjadi lebih besar dibandingkan dengan pembudidaya yang hanya pada sektor pembenihan. Kondisi ini menyebabkan Penyuluh Perikanan Kecamatan Ciseeng dan Ketua Pokdakan Jumbo Lestari melakukan program integrasi antara pembenihan dan pembesaran lele

dumbo yang diharapkan dapat memberikan keuntungan di masing – masing sektor.

Sehingga, mulai Januari 2014, Pokdakan Jumbo Lestari melakukan integrasi antara usaha pembenihan dan pembesaran dengan jumlah anggotanya bertambah menjadi 28 orang. Penambahan anggota ini yang berjumlah 13 orang berasal dari masyarakat Desa Babakan yang beralih ke sektor pembesaran.

Integrasi antara pembenihan dan pembesaran yang dilakukan oleh Pokdakan Jumbo Lestari diharapkan dapat menstabilkan kondisi produksi di wilayah Babakan. Skenario integrasi yang dilakukan oleh Pokdakan Jumbo Lestari yaitu tetap menghasilkan benih 12 cm dan lele konsumsi. Benih 12 cm ini nantinya akan dijual ke ketiga wilayah konsumen benih yaitu Cogrek, Parung dan Gunung Sindur, sementara untuk lele konsumsi akan dijual di lingkungan Desa Babakan dan Pasar Ikan di Parung.

Karakteristik pembudidaya responden

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani yaitu faktor internal berupa karakteristik dari pembenih lele. Kinerja pembenih sebagai pengelola akan mempengaruhi hasil usahatani. Pembenih lele yang dijadikan responden berjumlah 28 orang. Karakteristik pembenih meliputi usia, luas lahan, tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman.

Usia Responden

Pembudidaya responden dalam penelitian ini memiliki usia yang beragam antara 30 sampai dengan 60 tahun. Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa presentase usia tertinggi berada pada usia 41 sampai 45 tahun, dengan presentase sebesar 50%. Presentase usia terendah berada pada rentang usia 51 sampai 55 tahun dengan presentase sebesar 3,57% dari total responden. Hal ini menunjukan bahwa tingginya minat penduduk yang berada pada usia produktif untuk memilih mata pencaharian sebagai pembudidaya lele. Usia produktif dengan rentang usia 30 sampai 50 tahun merupakan usia yang paling tepat untuk

menjalankan aktifitas – aktifitas bekerja seperti membudidayakan lele karena secara fisik

masih baik dan memiliki semangat yang tinggi, serta rentang usia tersebut pada umumnya seseorang yang memiliki kewajiban untuk menghidupi keluarga.

Tabel 7 Karakteristik pembudidaya responden di Pokdakan Jumbo Lestari berdasarkan usia

No Kelompok Usia

(tahun) Jumlah (orang) Presentase (%)

1 30 – 35 4 14.29 2 36 – 40 7 25.00 3 41 – 45 14 50.00 4 46 – 50 - - 5 51 – 55 1 3.57 6 56 – 60 2 7.14 Total 28 100.00

Pembudidaya lele responden banyak tersebar di rentang usia 30 sampai 50 tahun. Responden pada rentang usia ini sudah bekerja sebagai pembudidaya lele dumbo sejak masih remaja dan bertahan hingga saat ini. Pembudidaya dengan usia 51 sampai dengan 60

tahun umumnya memiliki anak laki – laki yang sudah cukup dewasa. Namun diduga para

pembudidaya tidak memberikan pengajarannya kepada anak – anaknya terkait budidaya

lele, sehingga jarang ditemui pembudidaya lele dumbo di bawah 30 tahun. Selain itu, hamper sebagian besar penduduk yang berusia di bawah 30 tahun lebih tertarik untuk mencari pekerjaan di kota seperti Bogor atau Jakarta, dibandingkan harus bekerja sebagai pembudidaya lele.

Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan diasumsikan akan mempengaruhi pola pikir dan tingkat penyerapan teknologi. Pembudidaya dengan tingkat pendidikan yang tinggi dianggap akan mampu mengaplikasikan ilmunya lebih banyak daripada pembudidaya yang hanya

mengenyam pendidikan sekolah dasar. Pembudidaya yang mengenyam pendidikan yang lebih tinggi juga diasumsikan akan lebih mudah dalam menerima suatu hal yang baru, yang akan mempengaruhi cara pembudidaya dalam melakukan budidaya lele dumbo nya. Akan tetapi, terdapat beberapa kasus, pembudidaya dengan tingkat pendidikan rendah tetapi memiliki pengalaman cukup lama, mampu bersaing dengan pembudidaya yang memiliki pendidikan tinggi namun hanya memiliki sedikit pengalaman.

Tingkat pendidikan pembuddidaya lele dumbo di UPR Jumbo Lestari sebagian besar adalah lulusan sekolah dasar. Sebagian besar pembudidaya leele dumbo dan masyarakat di Desa Babakan hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar dan tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya karena berbagai alasan diantaranya adalah alasan finansial. Umumnya setelah lulus sekolah dasar, masyarakat lebih memilih untuk membantu rang tua daripada harus melanjutkan pendidikannya. Hal tersebut merupakan salah satu alasan sebagian besar responden di UPR Jumbo Lestari. Rendahnya tingkat pendidikan yang dienyam oleh responden mempengaruhi cara budidaya yang dilakukan.

Hal ini terlihat pada kondisi usahatani di lokasi penelitian, dimana pembudidaya

lele pada umumnya melakukan skenario budidaya lele berdasarkan budaya turun – temurun

atau berdasarkan pengalaman dalam berusahatani. Hal ini menyebakan responden menjadi cukup sulit untuk menerima panduan yang diberikan oleh penyuluh perikanan mengenai budidaya lele yang baik dan benar. Di samping itu pula, skenario budidaya lele dumbo

masih menggunakan cara tradisional, meskipun sudah banyak diberikannya mesin – mesin

perikanan dan prasarana lainnya.

Pembudidaya lele dumbo diharapkan memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Namun, berdasarkan kondisi di lokasi penelitian, responden yang merupakan lulusan SMA hanya satu orang dari total pembudidaya lele dumbo di UPR Jumbo Lestari. Sebaran tingkat pendidikan pembudidaya lele dumbo dapat dilihat pada tabel 8

Tabel 8 Sebaran umum tingkat pendidikan pembudidaya lele dumbo di Pokdakan Jumbo Lestari

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%)

1 Tamat SD 20 71.43

2 Tamat SMP 7 25.00

3 Tamat SMA 1 3.57

Total 28 100.00

Tingkat Pengalaman Responden

Pengalaman dalam membudidayakan lele dumbo dari responden diukur dalam satuan tahun, yang menggambarkan waktu yang telah digunakan oleh responden dalam melaksanakan usahatani lele dumbo hingga saat ini. Pengalaman dalam membudidayakan lele diasumsikan akan mempengaruhi keterampilan dari seseorang pembudidaya. Pembudidaya lele yang telah memiliki banyak pengalaman dianggap akan lebih unggul daripada yang belum memiliki pengalaman. Hal tersebut dapat terjadi karena pembudidaya dengan pengalaman yang cukup lama diasumsikan memiliki waktu belajar yang cukup banyak, sehingga pembudidaya tersebut dapat belajar secara langsung dari setiap kejadian yang terjadi selama melakukan budidaya. Pelajaran dari pengalaman sebelumnya akan

membuat pembudidaya mampu mengatasi masalah yang serupa yang mungkin akan terjadi dalam skenario budidaya selanjutnya. Sebaran pengalaman dalam membudidayakan lele di UPR Jumbo Lestari dapat dilihat pada tabel 9

Tabel 9 Sebaran pengalaman membudidayakan lele dumbo di Pokdakan Jumbo Lestari

No Kelompok Usia

(tahun) Jumlah (orang) Presentase (%)

1 10 – 20 8 28.57

2 21 – 30 18 64.29

3 31 – 40 2 7.14

Total 28 100.00

Budidaya lele dumbo sudah sejak lama dikenal oleh pembudidaya di Desa Babakan, sehingga pembudidaya pun sudah cukup lama dalam melakukan budidaya lele dumbo. Banyak pembudidaya ikan lain yang mulai tertarik dengan budidaya ikan lele dumbo karena dianggap menguntungkan dan periode masa panenpun lebih cepat juga lebih mudah untuk dibudidayakan. Minat untuk melakukan budidaya lele dumbo salah satunya dipengaruhi oleh keberhasilan dari pembudidaya yang sudah lebih dahulu melakukan budidaya lele dumbo. Pengalaman dalam membudidayakan lele dumbo dari responden sebagian besar sekitar 21 sampai 30 tahun dengan persentase 64,29% dari total responden. Luas Kolam Produksi Responden

Pembudidayaan lele dumbo yang dilakukan oleh pembudidaya responden dilakukan secara monokultur. Pada umumnya, alasan melakukan budidaya lele dumbo dikarenakan ingin mendapatkan hasil panen yang maksimal dan kepemilikan lahan juga milik sendiri yang mayoritas diperoleh secara turun temurun. Total kepemilikan luas lahan bervariasi antara satu pembudidaya dengan yang lain yang secara keseluruhan belum mencapai 1 hektar. Pembudidaya lele dumbo responden umumnya belum memiliki lahan

yang luas dalam melakukan budidaya lele. Adapun rata – rata luasan kolam produksi

pembudidaya lele dumbo selaku responden di Desa Babakan yaitu sebesar 932 m2

Gambaran Umum Budidaya Lele Dumbo

Kegiatan yang dilakukan pembudidaya dalam proses budidaya pendederan sampai dengan pembesaran ikan lele ini meliputi tahap persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan kolam, pemberian pakan, pembesaran, panen dan pemasaran.

Persiapan Kolam

Persiapan kolam yang dilakukan pembudidaya membutuhkan waktu sekitar lima hari yang meliputi kegiatan perbaikan kolam, perbaikan pematang, pemupukan dan pengairan. Perbaikan kolam atau yang biasa disebut moles oleh para pembudidaya merupakan proses memperbaiki kondisi kolam sekaligus untuk membunuh penyakit dan parasit yang ada di kolam. Proses perbaikan kolam biasanya dilanjutkan dengan perbaikan pematang dan membutuhkan waktu antara 5 sampai 8 jam per satu kolam. Kegiatan yang dilakukan selama persiapan lahan lainnya yaitu pencangkulan dan pembalikan lahan.

Tujuan pembalikan tanah adalah membebaskan senyawa dan gas beracun sisa pemeliharaan sebelumnya, serta hasil dekomposisi bahan organik baik dari kotoran maupun sisa pakan. Selain itu karena tanah menjadi gembur, aerasi akan berjalan dengan baik sehingga kesuburan lahan akan meningkat.

Pengapuran

Kegiatan pengapuran dilakukan dengan cara memberikan kapur yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas air terutama pH dan menghilangkan bibit penyakit. Kegiatan pengapuran diawali dengan mengeringkan tanah selama dua hari sampai dengan kondisi

tanah retak – retak, kemudian kapur ditebarkan ke seluruh kolam yang sudah retak – retak

tersebut. Untuk proses pengapuran, dosis yang diberikan oleh pembudidaya rata – rata

sekitar 0.02 Kg per m2. Setelah kurang lebih dua jam, tanah yang sudah diberi kapur,

kemudian dibalikkan dengan tujuan menstabilkan pH tanah pada kondisi keasaman tujuh sampai delapan. Tujuan pengapuran yaitu menghilangkan penimbunan dan pembusukan bahan organik selama pemeliharaan awal dan mencegah penurunan pH. Bakteri dan jamur pembawa penyakit juga akan mati jika diberi kapur karena bakteri atau jamur sulit bertahan hidup pada pH tersebut. Kapur yang digunakan di lokasi penelitian yaitu kapur dolomite

dengan dosis 500 gram/m2. Tujuan lain pengapuran yaitu memberantas hama, penyakit dan

memperbaiki kualitas tanah. Jika kolam memiliki pH rendah, dapat diberikan kapur lebih banyak, dan sebaliknya jika tanah sudah cukup baik maka pemberian kapur hanya bertujuan untuk memberantas hama penyakit. Akan tetapi di lokasi penelitian, pembudidaya jarang melakukan kegiatan pengapuran.

Pemupukan

Kegiatan pemupukan dilakukan agar plankton yang menjadi pakan alami benih ikan lele dapat tumbuh lebih subur. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kandang yang

disebut sebagai postal dengan dosis rata – rata 0.36 kg per m2. Fungsi utama pemupukan

untuk memberikan unsur hara bagi tanah, memperbaiki struktur tanah dan menghambar peresapan air pada tanag yang tidak kedap air. Penggunakan pupuk untuk dasar kolam

sangat tepat karena mengandung unsut – unsur mineral penting dan asam – asam organik

utama memberikan bahan – bahan yang diperlukan untuk peningkatan kesuburan lahan dan

pertumbuhan plankton. Pengelolaan Air

Lamanya proses pengairan tergantung dari luas kolam dan banyaknya air yang masuk ke kolam. Kedalaman air kolam pada usaha pendederan ikan lele ini biasanya diawali dengan pengisian air ke dalam kolam dan tinggi berkisar antara 40 cm sampai 60 cm. Setelah proses pengairan selesai kolam biasanya didiamkan kembali selama 1 sampai 2 hari agar ditumbuhi plankton dan tumbuhan air yang akan menjadi pakan alami bagi benih ikan lele. Dalam pemeliharaan, pembenih biasanya mengalami kesulitan memperoleh air tawar khususnya pada saat musim kemarau yaitu bulan April atau Mei. Cara penanggulannya dengan cara membuat sumur di dekat kolam sehingga pembudidaya tidak kekurangan air tawar.

Penebaran Benih

Penebaran benih lele biasanya dilakukan setelah kondisi kolam telah banyak ditumbuhi plankton. Benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele di Kecamatan Ciseeng ini biasanya disesuaikan dengan keinginan pembudidaya. Suatu usaha disebut sebagai usaha pendederan apabila benih hasil panen bukan untuk konsumsi. Pembudidaya lele di Kecamatan Ciseeng tidak memiliki patokan yang pasti untuk padat penebaran dan hanya mendasarkannya pada pengalaman. Padat penebaran untuk benih ikan lele ini

berkisar antara 10 000 sampai 15 000 ekor per 300 m2. Waktu penebaran benih biasanya

dipilih pagi atau sore hari dengan alasan cuaca tidak terlalu panas dan menghindari stress

Dokumen terkait