• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA A. Definisi Kerukunan Umat Beragama

Pengertian kerukunan dalam kamus besar bahasa Indonesia kerukunan berakar dari kata rukun yang berarti: (1) baik dan damai, tidak bertentangan: kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga: (2) bersatu hati, bersepakat: penduduk kampung itu rukun sekali. Merukunkan berarti: (1) mendamaikan; (2) menjadikan bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan: kerukunan hidup bersama.1

Kerukunan umat beragama, mengandung arti hidup rukun walaupun antar maupun intern umat beragama. Menurut Yustiani menjelaskan bahwa: “Pengertian kerukunan umat beragama adalah terciptanya suatu hubungan yang harmonis dan dinamis serta rukun dan damai diantara sesama umat beragama di Indonesia”.2

Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli sebagai berikut:

1). W. J.S Purwadarminta menyatakan Kerukunan adalah sikap atau sifat menenggang berupa menghargai serta membolehkan suatu pendirian,

1

Imam Syaukani, Kompilasi Kebijakan Dan Peraturan perundang-Undangan Kerukunan

Umat Beragama, (Jakarta: Puslitbang, 2008), h. 5.

2

Yustiani, “Kerukunan Antar Umat Beragama Kristen dan Islam di Soe, Nusa Tenggara Timur”, Jurnal Analisa, Vol. XV. No. 02, 2008., h. 72.

20 pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang lainya yang berbeda dengan pendirian.3

2). Dewan Ensiklopedi Indonesia, Kerukunan dalam aspek sosial, politik, merupakan suatu sikap membiarkan orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda. Selain itu menerima pernyataan ini karena sebagai pengakuan dan menghormati hak asasi manusia.4.

Berikutnya dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonius, dengan demikian, kerukunan berarti kondisi sosial yang ditandai oleh adanya keselarasan, kecocokan, atau ketidak berselisihan. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi yang beragam diantara unit-unit (unsur/sub-sistem) yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap memaknai kebersamaan.5

Kerukunan umat beragama merupakan suatu keadaan sosial ketika semua golongan agama dapat hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Kerukunan umat beragama tidak akan mungkin lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap masa bodoh atas hak keberagaman dan persaan orang lain. Dalam hal kerukunan umat beragama juga tidak diartikan bahwa umat beragama dapat

3

W.J.S Porwadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986) h.1084

4

Dewan Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6, (Van Hoeve,t,th) h.3588.

21 mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda, sebab hal itu dapat merusak nilai-nilai keagamaan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat dikatakan bahwa kerukunan hidup umat beragama mengandung tiga unsur penting: pertama, kesediaan untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan orang atau kelompok lain. Kedua, kesediaan membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang diyakininya. Dan yang ketiga, kemampuan untuk menerima perbedaan merasakan indahnya sebuah perbedaan dan mengamalkan ajarannya. Keluhuran masing-masing ajaran agama yang menjadi anutan dari setiap orang. Lebih dari itu, setiap agama adalah pedoman hidup umat manusia yang bersumber dari ajaran tuhan.

Kerukunan umat beragama itu sendiri bisa diartikan dengan toleransi umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima adanya perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga mesti saling menghormati satu sama lain dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama lain tidak saling mengganggu.6

Adapun dalam konsep Islam, kerukunan diberi istilah tasamuh (toleransi) yang berarti kerukunan sosial kemasyarakatan. Dalam tinjauan Mawardi dan Marmiati menyebutkan bahwa: “Kerukunan adalah suatu bentuk akomodasi yang tidak membutuhkan penyelesaian dari pihak lain karena kedua belah pihak saling menyadari dan mengharapkan situasi yang

6

Wahyudin dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009), h. 32.

22 kondusif dalam kehidupan bermasyarakat”. 7 Adapun menurut Ali menyebutkan bahwa: “Toleransi berasal dari bahasa latin tolerare yang berarti menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat berbeda, berhati lapang dan tenggang rasa terhadap orang yang berlainan pandangan, keyakinan, dan Agama”8

Menurut Baidhawy, mendeskripsikan bahwa: Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin bersama orang lain yang berbeda secara hakiki meskipun terdapat konflik dengan pemahaman anda tentang yang baik dan jalan hidup yang layak. Toleransi di sini bukanlah dalam bidang akidah islamiah, karena akidah telah digariskan secara tegas dalam Alquran dan Sunnah.9

Selanjutnya Fachruddin menambahkan bahwa: ”Yang dilarang dalam toleransi adalah mendukung keyakinan pemeluk agama lain dengan mengorbankan keimanan Islam (akidah) seseorang”.10 Adapun dalam bidang akidah, seorang muslim hendaknya meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar sesuai dengan firman Allah Swt dalam QS.3:19 dan 85.

Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa kerukunan umat beragama adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia. Kerukunan

7

Mawardi, Marmiati. “Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Di Daerah Transmigrasi Palingkau Asri”, Jurnal Analisa, Vol. XV, No 02, 2008., h. 94.

8

Mukti Ali, Pluralisme Agama di Persimpangan Menuju Tuhan, (Salatiga: STAIN Salatiga Press, 2006), h. 87.

9

Zakiyuddin Baidhawi, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 79.

10

Fuad Fachruddin, Agama dan Pendidikan Demokrasi: Pengalaman Muhammadiyah,

23 diartikan adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antara semua orang meskipun mereka berbeda secara suku, ras, budaya, agama, golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidak rukunan serta kemampuan dan kemauan untuk hidup bersama dengan damai dan tenteram.11

B. Sejarah Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negeri berpenduduk lebih dari 260 juta jiwa dengan 17.800 pulau kecil dan besar dan 6.000 pulau yang didiami, merupakan negeri kepulauan terbesar di dunia. Dalam sejarahnya negeri ini selalu terbuka terhadap pemikiran-pemikiran dari luar dan telah terbukti ramah terhadap budaya asing. Realitas demikian menjadikan Indonesia sebagai negeri yang memiliki keanekaragaman dalam berbagai hal, dari segi bahasa, adat, suku, kondisi alam, maupun agama. Dengan demikian dilihat dari hampir seluruh sudut pandang Indonesia memiliki kompleksitas yang tinggi.12

Dalam sejarah bangsa Indonesia, ternyata aspek-aspek kerukunan antar umat beragama telah terwujud dengan jelas. Salah satu di antaranya adalah apa yang terjadi dalam kerajaan Majapahit pada abad ke-12. Dalam menjalankan pemerintahannya raja dibantu para ahli sesuai dengan bidang keahlian masing-masin. Di bidang keagamaan, raja dibantu para ahli yang memahami agama Hindu dan agama Buddha. Berikutnya suatu kehidupan

11

Said Agil Husain Al Munawar, fikih hubungan antar agama (Jakarta: Ciputat Press ,2003), h.4.

12 Syamsul hadi, Abdurrahman Wahid: Pemikir Tentang Kerukunan Umat Beragama, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press, 2005), h. 1-2.

24 yang penuh toleransi dan koeksistensi secara damai terjadi pula pada sekitar abad ke-9, yaitu pada masa dinasti Sanjaya yang beragama Buddha Mahayana. Kebudayaan Pela di Maluku, Mapulus di Sulawesi Utara dan Rumah Betang di Kalimantan mengungkapkan secara realistis bagaimana suatu kehidupan yang penuh dengan kerukunan telah dapat dibangun menjadi kekayaan sejarah bangsa yang tiada ternilai.13

Munculnya istilah kerukunan umat beragama ditenggarai oleh pidato Menteri Agama K.H. M. Dachlan dalam kegiatan Musyawarah Antar Agama tanggal 30 November 1967, yang berisi:

“Adanya kerukunan antara golongan beragama adalah merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya stabilitas politik dan ekonomi yang menjadi program kabinet Ampera. Oleh karena itu, kami mengharapkan sungguh adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat beragama untuk menciptakan “iklim kerukunan umat beragama”, sehingga tuntutan hati nurani rakyat dan cita-cita kita bersama ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang dilindungi Tuhan Yang Maha Esa itu benar-benar dapat terwujud.”14

Dari isi penggalan pidato diatas, maka tersebutlah istilah “Kerukunan Umat Beragama” yang kemudian menjadi istilah baku dalam berbagai dokumen negara dan peraturan perundang-undangan, seperti GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara), Keputusan Presiden,

13

Sairin Weinata, Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa: Butir-butir pemikiran (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, Cet. III, 2011), h. 6.

14 Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan

25 keputusan Menteri Agama, bahkan yang lebih serius pemerintah pernah mengadakan satu proyek dengan nama Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama.

Kerukunan umat beragama merupakan satu unsur penting yang harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnya berbagai macam suku, ras, aliran dan agama. Untuk itu sikap toleransi yang baik diperlukan dalam menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut agar kerukunan umat beragama dapat tetap terjaga, sebab perdamaian nasional hanya bisa dicapai kalau masing-masing golongan agama pandai menghormati identitas golongan lain.15

Untuk menciptakan keharmonisan hidup yang majemuk, bangsa Indonesia telah melakukan berbagai upaya yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, upaya konstitusional dan politik, seperti terlihat dalam penetapan undang-undang, peraturan, dan sejumlah petunjuk mengenai penataan pluralitas itu. Kedua, membangun kemajemukan dengan rasa tulus melalui penumbuhan kesadaran titik temu di tingkat esoterik 16 agama-agama secara tulus, untuk kemudian membangun harmonitas kehidupan.

Secara konstitusional pemeliharaan keharmonisan hidup umat beragama itu tercantum dalam penegasan Undang-Undang Dasar Negara

15

M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (Jakarta: Media Dakwah, 1988), h. 209.

16

Mendeskripsikan kekuatan dan pengaruh yang terdapat didalam dunia yang fenomenal dan sebuah proses untuk mewaspadai dan mengerti kekuatan tersebut.

26 Republik Indonesia tahun 1945 pasal 2917, dan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1998 yang merumuskan bahwa salah satu upaya reformasi dalam bidang kehidupan beragama adalah “membina kerukunan antar-umat beragama serta pembentukan dan pemberdayaan jaringan kerja antar-umat beragama”.

Pada sisi lain telah dikeluarkan sejumlah peraturan pemerintah menyangkut pembinaan kerukunan hidup umat beragama. Salah satu diantaranya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan nomor 8 tahun 200618 yang mengatur tugas pemerintah dalam pembinaan kerukunan hidup umat beragama berbasis kesadaran masyarakat, dan pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di tingkat daerah provinsi dan kabupaten-kota.

Dalam hal ini penulis menemukan penegasan bahwa sikap toleransi berada di garda terdepan dalam mengawali kerukunan umat beragama. Hal ini menjelaskan bahwa toleransi menjadi sikap awal untuk mengedepankan kerjasama maupun keterbukaan dalam memelihara kerukunan umat beragama.

17 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu". Kerja sama antarumat beragama dalam berbagai bidang kehidupan dilakukan untuk mewujudkan kerukunan hidup.

18

Pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat

27 C. Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Agama-agama

a. Islam

Keharusan menghormati agama orang lain karena di samping setiap agama mengajarkan kebaikan juga semuanya datang dari Tuhan. Ajaran masing-masing agama atau disebut dengan syariat antara satu dengan yang lainnya berbeda, namun semuanya mengandung kebaikan dan menuju pada satu tujuan. Syariat adalah jalan, sedangkan Tuhan adalah tujuan.19

Kerukunan umat beragama diakui sebagai konteks kongkrit dimana agama dihayati oleh pemeluknya. Sebagai orang yang mengakui beragama mesti menerima dan menghayati bahwa kerukunan umat beragama adalah sebagai wujud manifestasi besarnya rahmat Tuhan. Hal ini dapat dibuktikan melalui pesan normatif Tuhan dalam Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 256:

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”.

Islam menjunjung tinggi kebebasan beragama seseorang untuk memilih keyakinannya. Tiada paksaan dalam beragama Islam. Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Sebab paksaan

19 Budhi Munawar Rachman, Reorientasi Pembaruan Islam, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 2010), h. 539-540.

28 menyebabkan jiwa tidak tentram, menimbulkan pertengkaran dan ketidakrelaan. Bahwa perbedaan agama adalah kehendak Tuhan sebagai sebuah keniscayaan. Tujuan dari kehendak ini tidak lain adalah supaya semua ciptaan-Nya di dunia ini menjadi seimbang baik secara fungsional maupun secara struktural. Artinya, melalui pesan normatif tersebut Tuhan menyatakan bahwa Dia menghargai heterogenitas (perbedaan) dalam berbagai dimensi, baik bahasa, ras, suku, agama, bangsa, maupun adat istiadat.

b. Kristen

Dalam perspektif Iman Kristiani juga tertulis jelas dalam Al-Kitab bahwa sesama manusia harus saling kasih mengasihi yang tertuang dalam Injil Markus 16:15 “Umat Kristen sebagai orang-orang yang percaya dipanggil untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dengan memberikan keselamatan yang disediakan Allah kepada segala makhluk”.20

Matius 22:39 “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” dari ayat tersebut jelas bahwa perintah untuk saling mengasihi sesama manusia juga terdapat dalam iman Kristen dan itu menjadi hukum yang kedua setelah hukum yang pertama yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan jiwa.

Setiap umat beragama menjalin kehidupan di dasari dengan aturan Tuhan yang memerintahkan umatnya agar hidup rukun dan damai

29 memiliki cinta kasih dan saling tolong menolong, memandang baik orang yang tidak memusuhi kita. Seperti Kalam Tuhan: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).

c. Katolik

Katolik sendiri selalu mengupayakan kerukunan umat beragama.Ini ditegaskan pada Konsili Vatikan II melalui dokumen Nostra Aetate poin ke-5 yang menyatakan :

Kita tidak dapat menyerukan nama Allah, Bapa segala bangsa, bila kita tidak mau bersikap sebagai saudara terhadap orang-orang tertentu, yang diciptakan menurut citra Allah. Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan dengan sesamanya begitu erat sehingga Allah berkata, “Barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (1 Yoh 4:8). Gereja mengecam segala bentuk diskriminasi dan penganiayaan terhadap manusia berdasarkan keturunan, warna kulit, keadaan hidup, ataupun agama.Oleh karena itu,mengikuti jejak rasul Petrus dan Paulus, Konsili meminta dengan sangat kepada umat Kristen supaya “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1Ptr 2:12), dan bila memungkinkan hidup berdamai dengan semua orang sehingga kita semuadapat menjadi anak-anak Allah di surga.

Mengingat bahwa dalam peredaran jaman, telah timbul pertikaian dan permusuhan yang tidak sedikit antara orang Kristen dan Islam, maka konsili suci mengajak semua pihak untuk melupakan yang sudah-sudah,

30 dan mengusahakan dengan jujur saling pengertian dan melindungi lagi memajukan bersama-sama keadilan sosial, nilai-nilai moral serta kebebasan untuk semua orang .21

d. Hindu

Kerukunan beragama sebagai pondasi dasar dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bagi seluruh umat manusia juga ditekankan dalam Hindu.Dalam. Kitab Suci Veda dinyatakan secara tegas melalui beberapa kutipan terjemahan mantram berikut:

“Berikanlah penghargaan kepada bangsamu yang menggunakan berbagai bahasa daerah, yang menganut kepercayaan/agama yang berbeda. Hargailah mereka yang tinggal bersama di bumi pertiwi ini, bumi yang memberi keseimbangan bagaikan sapi yang memberi susunya kepada manusia. Demikian Ibu Pertiwi memberikan kebahagiaan yang melimpah kepada umat-Nya” (Atharvaveda XII. 1.45).22

e. Buddha

Sejarah perkembangan agama Buddha di tanah air juga sarat dengan upaya-upaya mewujudkan dan menjaga kelestarian hidup umat beragama.Sesungguhnya ajaran kerukanan hidup umat beragama berasal dari Sang Buddha sendiri.Kemudian hal tersebut dilaksanakan oleh Raja Asoka di India, dan oleh pujangga besar Mpu Tantular pada zaman

21Leks, Stefan, Mengenal ABC Kitab Suci Kanisius, (Yogyakarta: 1996), h. 33.

22

Widya Duta. “Merawat Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam Pandangan Hidu”,

31 kerajaan Majapahit.Itulah salah satu alasannya mengapa kedua kerajaan ini berjaya, Raja Asoka di India dan Raja Hayam Wuruk di Majapahit.

Teologi kerukunan mengajak untuk meningkatkan keberimanan pada Tuhan dan membangun kesadaran bersama untuk melakukan perbuatan baik kepada siapapun.23

Teks tentang kerukunan umat beragama dalam agama Budha (dalam Kitab Tripitaka).

"Para bhikkhu, jika seseorang menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, (3) 'kalian tidak boleh marah, tersinggung, atau terganggu akan hal itu. Jika kalian marah atau tidak senang akan penghinaan itu, maka itu akan menjadi rintangan bagi kalian. Karena jika orang lain menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, dan kalian marah atau tidak senang, dapatkah kalian mengetahui apakah yang mereka katakan itu benar atau salah?' ,'Tidak, Bhagava.' 'Jika orang lain menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, maka kalian harus menjelaskan apa yang tidak benar sebagai tidak benar, dengan apa yang bukan ajaran, dengan mengatakan: "Itu tidak benar, itu salah, itu bukan jalan kami, itu tidak ada pada kami.” "Selidikilah dengan seksama, perumah-tangga. Sungguh bagus bila orang-orang terkenal seperti engkau menyelidiki dengan seksama.""Yang Mulia, saya bahkan merasa lebih puas dan senang dengan Yang Terberkahi karena memberitahukan hal itu kepada saya. Bagi kelompok-kelompok sekte lain, ketika memperoleh saya sebagai

23

Ngainun Naim, Teologi Kerukunan (mencapai titik temu dalam keragaman), (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 12.

32 siswa mereka, mereka akan membawa spanduk ke seluruh Nalanda dan mengumumkan: 'Perumah-tangga Upali telah menjadi siswa di bawah kami.' Tetapi sebaliknya, Yang Terberkahi memberitahukan saya: 'Selidikilah dengan seksama, perumah-tangga. Sungguh bagus bila orang-orang terkenal seperti engkau menyelidiki dengan seksama.'Maka, untuk kedua kalinya, Yang Mulia, saya pergi pada Guru Gotama untuk perlindungan dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu.Sejak hari ini biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai umat yang telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup saya." (Digha Nikaya I:3).24

Dalam agama Budha kerukunan umat beragama berarti, setiap orang memiliki persamaan hak dan harus diperlakukan sama dalam hidupnya demi kesejahteraan bersama. Atas dasar nilai cinta kasih dan pengertian yang benar, maka seseorang tidak akan mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya mereka akan mengasihi dan melayani sesama dengan mengabaikan ras, kelas, warna kulit, dan kepercayaan,.25

f. Khonghucu

Ajaran dalam agama Khonghucu, manusia dalam hubungan sosial telah diatur dalam agama untuk memelihara keharmonisan hubungan sosial, Tuhan menurunkan agama yang mengandung pedoman dasar dalam mengatur hubungan antarasesama manusia itu sendiri. Tak

24

Piyadassi. Spektrum Ajaran Buddha. (Jakarta: Yayasan Pendidikan Buddhis Tri Ratna, 2003), h. 431

25

Piyadassi. Spektrum Ajaran Buddha. (Jakarta: Yayasan Pendidikan Buddhis Tri Ratna, 2003), h. 431.

33 terkecuali dengan agama Khonghucu yang merupakan agama minoritas dari keenam agama yang secara resmi diakui oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam ajaran agamanya mengajarkan nilai-nilai yang mengatur hubungan dengan Tuhan, alam dan hubungan dengan sesama manusia. Ajaran ini juga mendukung adanya kerukunan hidup beragama menjadi modal awal untuk memperkuat tali persaudaraan antar umat beragama.26

Memahami arti pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama danpersatuan dan kesatuan, kerukunan hidup antar umat beragama merupakan ajaran agama dan agama adalah suatu hukum peraturan hidup yang bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa.27

Dengan munculnya pengetahuan dan pemahaman terhadap agama-agama lain, maka akan menimbulkan adanya sikap saling pengertian terhadaporang lain dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tumbuh kerukunan hidupberagama. Dan kerukunan hidup beragama itu dimungkinkan karena tiap-tiap agama memiliki dasar ajaran untuk hidup rukun.Semua agama mengajarkan untuk senantiasa hidup damai dan rukun dalam hidup dan kehidupan sehari-hari.28

Dalam pemahaman umat beragama penulis dapat menarik benang merah bahwasannya setiap ajaran yang diturunkan ke muka bumi bersifat baik dan senantiasa mengajarkan kebaikan, jadi tidak hanya

26

Dian Nur Anna, “Khonghucu di Korea Kontenporer dan Sumbangannya terhadap

Kerukunan Ummat Beragama di Indonesia”, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, cet. 2,

2013), h. 13.

27

Bashori Mulyono, “Ilmu Perbadingan Agama”, (Indramayu : Pustaka Sayid Sabiq, 2010), h. 130.

28

34 ajaran Islam dan Kristen saja yang mengajarkan kebaikan akan tetapi agama lainpun juga senantiasa mengajarkan kepada kebaikan. Kutipan-kutipan ayat diatas jelas menunjukan bahwa agama melarang keras tindakan-tindakan yang tidak masnusiawi, semua agama mengajarkan kepada pemeluknya agar selalu menjaga kerukunan dan saling menghargai antar pemeluk agama.

35

Dokumen terkait