• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

Kerukunan Umat Beragama yang terjadi di Panongan terjalin sangat baik. Hal ini diharapkan bisa menjadi cerminan bagi masyarakat di wilayah lain untuk lebih mengenal, saling menghargai, menghormati, saling mengenal, dan saling membantu sesama masyarakat untuk menciptakan harmonisasi dalam kehidupan disamping adanya perbedaan akidah atau keyakinan yang mendasar.

Dengan beberapa uraian di atas mengenai Kerukunan Umat Beragama di Wilayah Panongan, maka penulis memberikan saran sebagai bahan pertimbangan yaitu sebagai berikut:

1. Kerukunan yang telah terjalin selama ini harus tetap dijaga dengan sebaik mungkin, agar dapat hidup berdampingan selama hidup bermasyarakat. 2. Meningkatkan dan menumbuhkan rasa tali persaudaraan pada gerenasi

penerus agar selalu terjaga kerukunan serta keserasian yang sudah terjalin selama ini.

68

DAFTAR PUSTAKA

Agil Husain Al Munawar, Said. fikih hubungan antar agama Jakarta: Ciputat Press, 2003.

A. Hakim, Bashori dan Moh. Saleh Isre. Fungsi Sosial Rumah Ibadah dari Berbagai Agama Dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2004.

Ali, Mukti. Pluralisme Agama di Persimpangan Menuju Tuhan, Salatiga: STAIN Salatiga Press, 2006.

Amin, Ma‟ruf. Harmoni Dalam Keberagamaan: Dinamika Relasi Agama-Negara. Jakarta: Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama, Cet, II, 2013.

Amin, Ma‟ruf. Melawan Terorisme Dengan Iman. Jakarta: Tim Penanggulangan Terorisme, 2007.

Anwar , Donny Gahral. Pengantar Fenomenologi. Depok: Koekoesan, 2010. Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar:

2015.

Baidhawi, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta: Erlangga, 2005.

Budiyono HD, AP. Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beriman. Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983.

Chowmas D, Dharmaji. Kerukunan Antar Umat Beragajvia dalam Pandangan Agama Buddha, edisi revisi, Pekanbaru: Mandala Producdon, 2009.

Creswell, J.W. Research Design: Quantitative And Qualitative Approach. London: Sage, 1994.

Fachruddin, Fuad. Agama dan Pendidikan Demokrasi: Pengalaman Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama. Jakarta: Pustaka Alvabet dan Yayasan Insep.

Ghazali, Adeng Muchtar. Pemikiran Islam Kontemporer Suatu Refleksi Keagamaan Yang Dialogis. Bandung: Pustaka Setia, 2005.

69 Hadi, Syamsul. Abdurrahman Wahid: Pemikir Tentang Kerukunan Umat

Beragama. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press, 2005. Hariwijaya, M. Metodologi dan Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi untuk Ilmu

Sosial dan Humaniora. Cet. II, Yogyakarta: Parama Ilmu, 2015.

Ismail, Faisal. Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014.

Jabir, Ahmad dkk, Potret Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Tangerang, Tangerang: FKUB Press, 2010.

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Cet. I, Jakarta: PT. Gramedia, 1977.

Kunto, Suharsini Ari. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Lincolin, Arsyad. “Ekonomi Pembangunan”, Edisi 4, STIE YKPN: Yogyakarta, 1997.

Lubis, Ridwan. Cetak Biru Peran Agama, Jakarta: Puslitbang, 2005.

Madjid, Nurcholish. Dialog Keterbukaan Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer. Jakarta: Paramadina, 1998.

Madjid, Nurcholis. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1992.

Mulyono, Bashori. “Ilmu Perbadingan Agama” , Indramayu : Pustaka Sayid Sabiq, 2010.

Moleong, Lexi J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002.

Naim, Ngainun Teologi Kerukunan (mencapai titik temu dalam keragaman), Yogyakarta: Teras, 2011.

Natsir, M. Islam dan Kristen di Indonesia. Jakarta: Media Dakwah, 1988.

Nur Anna, Dian. “Khonghucu di Korea Kontenporer dan Sumbangannya terhadap Kerukunan Ummat Beragama di Indonesia”. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, 2013.

Piyadassi. Spektrum Ajaran Buddha. Jakarta: Yayasan Pendidikan Buddhis Tri Ratna, 2003.

70 Sairin, Weinata. Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa:

Butir-butir pemikiran. Cet. III, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2011. Shihab, M. Quraish. Atas Nama Agama: Wacana Agama Dalam Dialog

Bebas Konflik. Bandung: Pustaka Hidayah, 1988.

Sjadzali, Munawir. Partisipasi Umat Beragama dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV. Rekani, 1984.

Soehartono, Irwan Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.

Suprapto, Semerbak Dupa di Pulau Seribu Masjid: Kontestasi, Integrasi dan Resolusi Konflik Hindu Muslim. Jakarta: Impressa Publishing, 2013

Syaefullah, Asep. Merukunkan Umat Beragama: Studi Pemikiran Tarmizi Taher tentang Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2007.

Syafril, Akmal. Hamka Tentang Toleransi Beragama, dalam rubrik Islamia Republika, Kamis 15 Desember 2011.

Thoha, Anis Malik. Tren Pluralisme Agama. Jakarta: Gema Insani Press, 2005.

Yewangoe, A.A. Agama dan Kerukunan, Jakarta: Gunung Mulia, 2009.

Wahyudin dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009.

Referensi Jurnal

Daimah. Peran Perempuan dalam Membangun Kerukunan Umat Beragama: Studi Komparatif Indonesia dan Malaysia, Jurnal Pendidikan Islam el-Tarbawi, Vol. XI No. 1, Yogyakarta, 2018.

Duta, Widya. Merawat Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam Pandangan Hidu, Jurnal Ilmiah Ilmu Agama dan Ilmu Sosial Budaya, Vol. XV, No 02, 2020.

71

Firdaus, Muhammad Anang. Eksistensi Forum Kerukunan Umat Beragama dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. Jurnal Kontekstualita, Vol. 29, No. 1, Jayapura, 2014.

Khairah, Husin. Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar Agama di Indonesia, Jurnal Ushuluddin, Vol. XXI, No. 1, Januari 2014.

Mawardi, Marmiati. Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Di Daerah Transmigrasi Palingkau Asri, Jurnal Analisa, Vol. XV, No 02 Mei – Agustus, 2008.

Suryana. Toto. Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama, Jurnal Pendidkan Agama Islam-Ta‟lim Vol. 9 No. 2. 2011.

Yustiani. Kerukunan Antar Umat Beragama Kristen dan Islam di Soe, Nusa Tenggara Timur, Jurnal Analisa, Vol. XV. No. 02, Edisi: Mei-Agustus2008. Dewan Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6, (Van Hoeve,t,th).

Referensi Online

https://biropemerintahan.bantenprov.go.id/profil-kabupaten-tangerang, http://desapanongan.com/sejarah-dan-legenda-desa/.

LAMPIRAN I

LAMPIRAN II

LAMPIRAN III

HASIL WAWANCARA

A. Wawancara dengan H. Anwar Munawar

1. Apakah masyarakat muslim di Panongan sudah dapat menghargai perbedaan dan hidup rukun?

Dalam keseharian banyak hal yang telah dilakukan oleh muslim di Panongan, dalam kehidupan beragama masyarakat telihat rukun tidak hanya dengan tetangga-tetangganya antara pemeluk agama lain juga, tidak ada cekcok yang sedemikian rupa . Kalau ada yang minta bantuin ya kita bantuin, misalnya kalau ada yang nikahan yaudah tetangga-tetangga yang perempuan baik muslim maupun non-muslim pasti dateng ke rumah yang punya acaranya bantuin masak, atau sekedar beres-beres apa sajalah yang bisa di bantu. Alhamdulillah masyarakat di sini kalau sama tetangga sudah seperti saudaranya saja walaupun berbeda keyakinan.

2. Apa saja bentuk kegiatan keagamaan masyarakat muslim didalam lingkungan?

Di sini masyarakat sering mengadakan agenda pengajian bulanan. Hampir tiap bulan juga kadang suka ada kajian di masjid-masjid , jadi warga suka ikut kajian juga, dan biasanya kalau hari-hari besar Islam masyarakat berbondong-bondong untuk mengadakan tabligh akbar dan tak jarang kami selalu berkoordinasi untuk mengarahkan agar memilih pendakwah yang menyerukan nilai-nilai toleransi.

3. Apa yang sudah dilakukan dalam upaya merawat kerukunan umat beragama?

Saling bekerjasama dalam segala aspek kehidupan, contohnya dengan cara membangun komunikasi yang baik, tidak membicarakan hal-hal yang sifatnya sensitif dan mengarah pada konflik di tatanan masyarakat, untuk itu kami selaku pemuka agama selalu bertemu setiap hari sabtu dan selalu berkoordinasi setiap saatnya apabila ada hal-hal yang

dirasa penting dan sifatnya segera, sehingga konflik tidak terjadi, justru dengan itu tercipta rasa toleransi, saling menghargai, saling menghormati, saling pengertian dalam hidup bermasyarakat antar umat beragama.

4. Bagaimana wujud kerukunan umat beragama di wilayah Panongan saat ini?

Kalau ada orang sakit suka saling menengok, kalau ada orang yang membutuhkan darah kita sebagai muslim membantu tidak memandang dari agama mananya. Kemudian ada juga kegiatan berbagi makanan gratis setiap hari jumat dari muslim disini yang biasanya antusias masyarakat berbagai latar belakang sangat tinggi.

B. Wawancara dengan Romo Felix Supranto

1. Pemahaman kerukunan seperti apa yang selama ini diajarkan kepada masyarakat?

Membangun kerukunan bukan sekadar berada dalam level perkataan, tetapi lebih pada level perbuatan. “Berkatalah kalau diperlukan, tetapi berbuatlah banyak” nasihat seperti itu yang selalu saya berikan kepada setiap orang yang berjumpa dengan saya. Tindakan kecil seperti perjumpaan dengan para santri di pondok pesantren, mempererat tali silaturahmi dengan para tokoh keagamaan dan menghadiri undangan syukuran dapat menjadi cahaya kerukunan, persaudaraan dan perdamaian karena berbasiskan hati nurani dan kasih. Oleh karenanya, daripada selalu mengeluhkan persoalan tentang intoleransi, hendaknya lebih baik menjadi cahaya kecil kerukunan. Menjadi cahaya kecil kerukunan akan melahirkan harapan dan kebahagiaan, sebaliknya jika terus menerus mengeluhkan persoalan yang terjadi hanyalah akan melumpuhkan semangat menjaga kerukunan.

2. Apa saja yang telah dilakukan dalam membangun bingkai kerukunan umat beragama?

Selalu menunjukkan contoh yang baik kepada masyarakat, karena masyarakat biasanya mencontoh apa yang biasanya dilakukan oleh pemuka agamanya. Kita bisa memulainya dengan hidup berdampingan secara harmonis, gotong royong, memiliki solidaritas yang tinggi tentunya dalam bingkai negara, dari situ kemudian terbangun pola yang semulanya formal menjadi yang lebih personal.

Hal kecil yang bisa kita lakukan untuk hal itu misalkan ada yang sakit kita sambangi, kita jenguk, ada yang meninggal kita datangi keluarganya, ada yang punya hajat kita hadiri sepanjang tidak bertolak belakang dengan keyakinan masing-masing.

3. Bagaimana wujud kerukunan umat beragama yag telah dilakukan dan diajarkan kepada masyarakat?

Peranan saya dalam berbagai kegiatan masyarakat, semua umat beragama di Panongan selalu saya ajak dalam kegiatan sosial dan saya tidak mempermasalahkan dalam urusan agama, mereka saling kerjasama, contohnya dalam peringatan HUT RI yang biasanya mengadakan kegiatan jalan santai kebangsaan, selain itu faktor kerukunan yang terjalin biasanya adanya kegiatan dilakukan oleh saya setiap setahun sekali setelah hari raya, umat Katolik setiap tahunnya selalu ikut serta dalam perayaan hari raya Idul Adha dengan menyumbangkan hewan kurban kepada beberapa tokoh agama di lingkungan Panongan.

C. Wawancara dengan Pdt. Samuel Wiratama

1. Apa saja yang telah dilakukan dalam upaya membina kerukunan umat beragama?

Peran saya sebagai pemuka yang paling penting itu dengan mengajarkan paham agama kepada umat dengan sebaik-baiknya, karena saya yakin tidak satupun agama yang mengajarkan pertentangan atau kontra akan perdamaian.

2. Bagaimana wujud kerukunan yang selam ini sudah terlihat dan dilakukan masyarakat?

Hubungan yang rukun dan kondusif selama ini dapat dilihat dari membaurnya umat beragama, seperti turut andilnya non-muslim dalam acara syukuran, pernikahan, kematian maupun acara lainnya. Maksud saya disini, ketika masyarakat muslim mengadakan pesta, seperti syukuran dan pernikahan, ketika masyarakat non-muslim diundang, maka mereka akan menghadiri acara tersebut, begitupula ketika ada yang tertimpa musibah kematian, maka umat non-muslim dan muslim akan saling melayat. Terbinanya hubungan pertetanggan antara muslim dan non-muslim dengan memegang prinsip-prinsip kemanusiaan seperti menghargai dan memahami bahwa tidak boleh sembarangan memelihara babi dan memberikan jalan untuk jamaah yang akan melakukan ibadah di gereja.

D. Wawancara dengan H. Yahya

1. Apa saja yang telah dilakukan dalam upaya membina kerukunan umat beragama?

Berdialog antar tokoh agama, menampung keluhan-keluhan masyarakat beragama, menyalurkan aspirasi masyarakat, mensosialisasikan kebijakan dan perundang-undangan terkait dengan kerukunan dan memberikan rekomendasi terhadap ijin pendirian rumah ibadah bagi umat beragama yang telah memenuhi syarat dan ketentuan yang disepakati. Karena selain menjadi tokoh masyarakat saya juga salah satu pengurus FKUB Kabupaten Tangerang.

2. Bagaimana sikap atau antisipasi untuk menghadapi konflik jika terjadi di tengah-tengah masyarakat?

Contohnya dalam menjaga kondisi pada momentum hari besar keagamaan, walaupun di tingkat masyarakat dan di tingkat komunitas tidak ada masalah, akan tetapi bisa jadi ada oknum yang melakukan suatu

aksi diluar dugaan yang dapat merugikan dan mencoreng nama baik komunitas, maka dari itu sekecil apapun potensi konflik harus diantisipasi dan dikawal. Upaya yang dapat dilakukan ialah bekerja sama dengan pihak keamanan, pemerintah, dan pihak-pihak terkait lainnya. Walaupun mungkin ada orang yang mengatakan bahwa kita terlalu lebay, menggunakan pengawalan dari alat negara, hal tersebut dilakukan guna menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Karena membagun kerukunan umat beragama perlu mengantisipasi konflik sedini mungkin, di manapun, kapanpun dan sejauh manapun.

E. Wawancara dengan Js. Yap Cun Teh

1. Upaya apa saja yang telah dilakukan guna menjaga dan mengajarkan kerukunan kepada masyarakat?

Paling utama itu menanamkan sifat ramah, sabar dan menahan diri tidak emosional, agar kita tidak terombang-ambing oleh keadaan. Berikutnya jangan menunjukan arogansi, menjelekkan agama lain dan mengatakan hanya agama saya yang paling baik, menurutnya agama itu hanya jalan menuju Tuhan, sehingga setiap orang ingin melalui jalan yang mana saja silahkan, dua hal ini penting karena pada tingkatan umat secara umum masih dipandang agak sulit dijalankan.

F. Wawancara dengan Andreas

1. Bagaimana hubungan yang terjadi antara muslim dengan non-muslim di Panongan dalam mengimplementasikan kerukunan umat beragama?

Hubungan yang terjalin selama ini baik-baik saja, dalam urusan mewujudkan kerukunan umat beragama, kami rutin mengadakan kegiatan donor darah setiap tiga bulan sekali dilingkungan gereja, tentunya dengan mengajak rekan-rekan dari unsur muslim atau umat agama lain untuk ikut serta baik dalam kepanitiaan maupun sebagai peserta donor darah.

Ada lagi dalam bidang olah raga seperti outbond kebangsaan, badminton, dan voli. Kami selalu kompak dalam kegiatan positif semacam itu.

2. Faktor apa saja yang mendorong terjadinya kerukunan antara muslim dan non-muslim di Panongan?

Faktor yang mendorong kerukunan antara muslim dengan non-muslim di antaranya sebagai berikut:

a. Adanya hubungan baik berupa seringnya pemuka agama melakukan kegiatan perjumpaan yaitu antara pemuka agama Islam dengan Kristen.

b. Menjunjung tinggi nilai toleransi yang mengibaratkan jika toleransi tidak dibangun hal itu mengisyaratkan seperti malapetaka terhadap perkembangan kerukunan umat beragama.

G. Wawancara dengan Dimas

1. Apakah ada kegiatan sosial yang dilakukan bersama antara muslim dengan non-muslim di Panongan?

Ya ada, contoh hal kecilnya seperti gotong royong tetap terjaga dan dilaksanakan bersama-sama ketika ada perintah dari RT/RW setempat. Tetapi tidak ada jadwal tertentu/rutin kecuali kalau ada kegiatan-kegiatan yang cukup besar dan membutuhkan kerja sama antar masyarakat di Panongan .

2. Bagaimana relasi yang terjadi antara muslim dan non-muslim di Panongan?

Relasi yang terjadi di Panongan salah satunya masalah perayaan hari besar keagamaan. Dimana kita saling membantu dalam segi pelaksanaan maupun keamanan. Jadi ya hubungannya baik-baik saja dalam upaya menjaga kerukunan umat beragama. Kemudian ada juga di mana non-muslim mempunyai yayasan pendidikan sendiri dan di sana murid-muridnya digabungkan antara muslim dan non-muslim .

3. Faktor-faktor apa saja yang mendorong adanya kerukunan antara muslim dengan non-muslim di wilayah Panongan?

Faktor yang mendorong adanya hubungan baik antara dan non-muslim yang paling menonjol adalah faktor pendidikan. Dapat menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang murni tanpa dipengaruhi oleh dorongan tertentu. Yang kedua dengan sadar menganggap bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan ajang untuk memperindah suasana kehidupan beragama.

LAMPIRAN IV

Dokumentasi Kerukunan Umat Beragama

Dokumentasi Kerukunan Umat Beragama dalam bentuk Interaksi dan Komunikasi

Dokumen terkait