• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DAN PRAKTIK KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI MASYARAKAT PANONGAN, TANGERANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP DAN PRAKTIK KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI MASYARAKAT PANONGAN, TANGERANG SKRIPSI"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DAN PRAKTIK KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI MASYARAKAT PANONGAN,

TANGERANG SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :

Muhammad Ibnu Sina

NIM: 11140321000048

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442 H/2021 M

(2)

KONSEP DAN PRAKTIK KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI MASYARAKAT PANONGAN, TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Muhammad Ibnu Sina NIM: 11140321000048

Di bawah Bimbingan

Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer NIP: 19510304 198203 1 003

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442 H/2021 M

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSYAH

Skripsi yang berjudul KONSEP DAN PRAKTIK KERUKUNAN ANTAR

UMAT BERAGAMA DI MASYARAKAT PANONGAN, TANGERANG,

telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Juli 2021, Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) program Strata Satu (S1) Jurusan Studi Agama-Agama.

Jakarta, 13 Juli 2021

Panitia Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Syaiful Azmi, MA

NIP. 19710310 199703 1 005

Lisfa Sentosa Aisyah, MA

NIP. 19750506 200501 2 003 Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si

NIP. 19651129 199403 1 002

Syaiful Azmi, MA

NIP. 19710310 199703 1 005 Pembimbing,

Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Ibnu Sina

Fakultas : Ushuluddin

Jurusan/Prodi : Studi Agama-agama

Judul Skripsi : Konsep dan Praktik Kerukunan Antar Umat Beragama di Masyarakat Panongan, Tangerang.

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 13 Juli 2021

(5)

i ABSTRAK Muhammad Ibnu Sina (11140321000048)

“Konsep dan Praktik Kerukunan Antar Umat Beragama di Masyarakat Panongan, Tangerang”

Kerukunan umat beragama merupakan suatu keadaan dimana antar umat beragama dapat saling menerima, saling menghormati keyakinan masing-masing, saling tolong menolong, dan bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Kerukunan umat beragama berarti kebersamaan antara umat beragama dengan pemerintah dalam rangka suksesnya pembangunan nasional dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kerukunan umat beragama juga memiliki arti saling memahami, saling mengerti, dan saling membuka diri dalam bingkai persaudaraan. bila pemaknaan ini dijadikan pegangan kerukunan adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan kerukunan yang dilakukan oleh masyarakat ataupun pemuka agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama antara pemeluk agama di Kecamatan Panongan. Selanjutnya mengetahui faktor pendukung maupun penghambat penerapan kerukunan dalam upaya menjaga kerukunan umat beragama di Panongan agar tetap tepelihara.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat kualitatif deskriptif dengan tujuan menggambarkan fenomena kerukunan umat beragama antara masyarakat Islam, Katholik, Kristen, Budha dan Khonghucu secara objektif dari suatu fakta di lapangan. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, pengumpulan datanya meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dari hasil analisis data ini kemudian di tarik kesimpulan.

Hasil penelitan menunjukkan bahwa: 1) Bentuk-bentuk kerukunan umat beragama di Panongan adalah adanya peran aktif pemuka agama dengan menerapkan kerukunan umat beragama dalam bingkai toleransi, interaksi, dan komunikasi. Bekerjasama di bidang sosial kemasyarakatan maupun di bidang agama, sosial individu, musyawarah dengan umat seagama maupun umat beragama lain, dan memiliki rasa kepedulian terhadap sesama maupun terhadap lingkungan yang memiliki kemajemukan agama. 2) Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi terjadinya kerukunan umat beragama di Panongan adalah adanya sikap toleransi yang dimiliki oleh setiap golongan masyarakat, bentuk-bentuk interaksi yang dilakukan oleh pemuka agama lalu ditiru oleh masyarakat, dan komunikasi sosial yang baik diantara masyarakat. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat adalah adanya kesalah pahaman atau keegoisan masing-masing individu dari kalangan yang tidak ingin terciptanya kerukunan umat beragama.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah Rabb Al-Amiin, Segala puji bagi Allah yang senantiasa memberikan karunia dan rahmat-Nya yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga penulis masih diberikan kesempatan menulis dan menyelesaikan skripsi. Tak terlupa shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang jauh dari kata sempurna ini tidak akan dapat selesai tanpa adanya dukungan dari banyak pihak baik secara materil ataupun moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Dengan penuh rasa rendah hati izinkanlah penulis mengungkapkan rasa terima kasih kepada beliau-beliau yang telah banyak berjasa dalam membantu penyelesaian tugas akhir ini:

1. Keluarga besar babeh Yahya dan mamah Luluk yang tidak pernah lepas memberikan kasih sayangnya mulai dari kecil sampai waktu yang tak terkira, terima kasih selalu memberikan semangat, motivasi, kasih sayang, dan doa yang tulus untuk kesuksesan penulis, dan juga untuk kakak-kakak, mas Kahfi, mba Emal, mas Fikri, mba Novi, mas Alfi dan adik-adik tercinta, Fikar, Sita dan Siti semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya dan memberikan umur panjang kepada mereka.

2. Bapak Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan arahan, saran serta perhatiannya kepada penulis dan dengan

(7)

iii

sangat sabar membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Dan Bapak Prof. Dr. Media Zainul Bahri, MA selaku dosen Penasehat Akademik yang memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan dengan baik. Semoga senantiasa sehat dan diberikan kelancaran dalam segala urusannya. Āamīin.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A Selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Syaiful Azmi, MA ketua Jurusan Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MAselaku sekertaris Jurusan Studi Agama-agama. Serta seluruh dosen dan staff akademik Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Studi Agama-agama yang telah membagikan waktu, tenaga dan ilmu pengetahuan juga pengalaman berharga kepada penulis. 6. Teman-teman seperjuangan, kepada seluruh teman Jurusan Studi

Agama-agama angkatan 2014. Khususnya kepada Irfan, Swandi, Athoilah, Ryan, Eko, Misbah, Wamos, Nana, Ojan, Salwa, Tika, Shana yang selalu mengisi hari-hari kuliah penulis dengan penuh kenangan. Semoga kita semua tetap dalam ikatan silaturahmi dan jalinan pertemanan yang indah.

Semoga peran-peran beliau semua mendapat imbalan yang sepantasnya dan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Āamīin. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan umunya bagi para pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran Rasulullah SAW. Āmīn. Kritik dan saran serta solusi sangat penulis harapkan dari berbagai pihak guna

(8)

iv

penyempurnaan dari kebaikan karya-karya penulis nantinya. Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jakarta, 13 Juli 2021

(9)

v DAFTAR ISI ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... v BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

D. Tinjauan Pustaka ... 11

E. Metodologi Penelitian ... 12

F. Sumber dan Jenis Data ... 14

G. Sistematika Penulisan... 17

BAB II GAMBARAN UMUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA ... 19

A. Definisi Kerukunan Umat Beragama ... 19

B. Sejarah Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia ... 23

C. Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Agama-agama... 27

BAB III LETAK GEOGRAFIS DAN KONDISI SOSIOLOGIS WILAYAH PANONGAN ... 35

A. Sejarah Panongan ... 35

B. Letak Geografis ... 37

C. Sosial Kemasyarakatan ... 38

BAB IV HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI PANONGAN ... 47

A. Hubungan Antar Umat Beragama ... 47

B. Faktor Penghambat Kerukunan ... 54

C. Faktor Pendukung Kerukunan... 57

(10)

vi

E. Hasil Penelitian Kerukunan Antar Umat Beragama ... 63

BAB V PENUTUP ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu persoalan dalam hidup beragama pada masyarakat heterogen adalah menyangkut kerukunan. Heterogenitas masyarakat antar agama merupakan sunnatullah bahwa manusia memiliki sikap saling ketergantungan dalam menggali dan mengembangkan potensi-potensi agar menjadi masyarakat antar agama yang dinamis.

Keberagamaan di Indonesia memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dipertegas dalam ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi, dan budaya. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya dan menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”.1

Keberagamaan merupakan suatu hal yang sensitif yang bisa menimbulkan ketidakrukunan dan pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang dapat mengakibatkan tidak berhasilnya pembangunan nasional. Oleh karena itu keberadaan agama-agama serta penganutnya ini hendaknya benar-benar menyadari bahwa Tri Kerukunan Hidup Beragama sungguh sangat penting dan bermanfaat dalam upaya kita mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Bentuk Tri kerukunan hidup beragama yang

1

Daimah. “Peran Perempuan dalam Membangun Kerukunan Umat Beragama: Studi Komparatif Indonesia dan Malaysia”, Jurnal Pendidikan Islam el-Tarbawi, Vol. XI No. 1, Yogyakarta, 2018., h. 132.

(12)

2 telah disepakati, yakni : (1) Kerukunan intern umat beragama, (2) Kerukunan antarumat beragama, dan (3) Kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.2

Akhir-akhir ini, ketidakrukunan antar umat beragama dipicu oleh bangkitnya sikap fanatik keagamaan yang menghasilkan berbagai ketidakharmonisan di tengah-tengah kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Selanjutnya yang lebih serius, anggapan bahwa agamanya sendiri yang benar, sedangkan yang lain salah. Bahkan tidak saja berhenti pada saat telah memegangi keyakinannya itu, tetapi juga memaksa orang lain untuk mengikuti jalan pikirannya.

Keadaan seperti itu bagi sementara orang mengartikannya sebagai hal telah munculnya sebuah sikap intoleransi. Oleh karenanya dengan serbuan modernitas dan globalisasi, agama-agama harus menjauhkan dari doktrin yang sifatnya mengikat secara universal dan harus menerima secara politis agar secara bersama-sama menjalani eksistensi di dalam masyarakat majemuk.

Selain itu adanya perbedaan yang cukup mencolok dalam status sosial, ekonomi dan pendidikan antar berbagai golongan agama, kurangnya komunikasi antar pemimpin masing-masing umat beragama dan adanya kecenderungan fanatisme yang berlebihan antar umat beragama sehingga

2

Muhammad Anang Firdaus. “Eksistensi Forum Kerukunan Umat Beragama dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama di Indonesia”, Jurnal Kontekstualita, Vol. 29, No. 1, Jayapura, 2014., h. 62.

(13)

3 mendorong munculnya sikap kurang menghormati bahkan memandang rendah pihak lain.3

Kenyataan yang terjadi sepanjang perjalanan kehidupan manusia selama ini, ketegangan dan bahkan kerusuhan berkepanjangan atas nama agama masih sering terjadi. Contohnya kegiatan-kegiatan masyarakat agama dalam menyambut hari besar keagamaan normalnya berjalan dengan baik. Hanya saja terdapat sebuah catatan dalam hal ini, di desa Ciakar kecamatan Panongan pada bulan Desember tahun 2003, pernah terjadi kemarahan umat Islam ketika masyarakat Kristiani ingin mendirikan rumah ibadah di daerah pemukiman umat muslim. Kemudian kekhawatiran terhadap beredarnya isu kristenisasi yang berkembang liar ditengah-tengah masyarakat. Namun hal ini tidak berlangsung lama karena akhirnya pendirian gereja di pending setelah adanya kesepakatan antara umat muslim dan panitia pendirian gereja bahwa akan terlebih dahulu didirikannya masjid, dengan hal demikian kemarahan umat muslim di Panongan tidaklah sampai berlarut-larut.4

Penyebab timbulnya kerawanan hubungan bahkan kerusuhan antar umat beragama bersumber dari berbagai aspek yang diantaranya sifat dari masing-masing agama yang mengemban tugas dakwah seperti Islam, Kristen dan Buddha, kurangnya pengetahuan para pemeluk agama terhadap agamanya sendiri dan pihak lain, kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat, kecurigaan

3

M. Atho Mudzhar . Konflik Etno Religius Indonesia Kontemporer. (Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2003), h. 34.

4 Wawancara dengan H. Anwar Munawar Ketua MUI Kecamatan Panongan, 1 September

(14)

4 masing-masing pihak akan kejujuran pihak lain baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antar umat beragama dengan pemerintah.

Oleh sebab itu, perlu orang-orang yang menunjukkan diri sebagai manusia beriman dan beragama dengan taat, namun berwawasan terbuka, toleran, rukun dengan mereka yang berbeda agama. Disinilah letak salah satu peran umat beragama dalam rangka hubungan antar umat beragama, yaitu mampu beriman dengan setia dan sungguh-sungguh, sekaligus tidak menunjukkan fanatik agama dan fanatisme keagamaan.

Agama yang mestinya dapat membumi dalam kehidupan antar pemeluknya, oleh penganutnya terkadang tidak dapat dijadikan sebagai institusi integritas masyarakat antar umat beragama. Oleh karena itu, kiranya konflik yang mengatasnamakan agama perlu dianalisa dalam hubungan politik, ekonomi maupun sosial budayanya.

Apabila masih terlihat gesekan-gesekan dipermukaan, maka masalah kerukunan sejati tetap dibangun atas dasar nilai-nilai keadilan, kebebasan dan hak asasi manusia, yang menyentuh keluhuran martabat manusia. Semakin dalam rasa keagamaan, maka semakin dalam pula rasa keadilan dan kemanusiaannya.5

Kerukunan umat beragama bukan sekedar terciptanya keadaan dimana tidak ada pertentangan intern umat beragama, antar golongan-golongan agama dan antara umat beragama dengan pemerintah, tetapi juga keharmonisan hubungan dalam dinamika pergaulan dan kehidupan bermasyarakat yang

5 AM Ghazali. “Teologi Kerukunan Beragama dalam Islam : Studi Kasus Kerukunan

(15)

5 saling menguatkan dan diikat oleh sikap mengendalikan diri dalam wujud: Pertama, saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya. Kedua, Saling hormat menghormati dan bekerja sama intern pemeluk agama, antar berbagai golongan agama dan antar umat beragama dengan pemerintah yang sama-sama bertanggung jawab membangun bangsa dan negara. Ketiga, saling tenggang rasa dengan tidak memaksakan agama kepada orang lain.

Hubungan dan kerja sama antar umat beragama merupakan bagian dari hubungan sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam hal ini diperintahkakan Allah dalam isi kandungan QS. Al-Hujurat ayat (13): “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”. Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan. Islam mengakui hak hidup agama-agama lain, dan membiarkan para pemeluk agama lain tersebut untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing, inilah dasar ajaran Islam mengenai kerukunan umat beragama. Akan tetapi kerukunan umat beragama tidak diartikan sebagai sikap masa bodoh terhadap agamanya.6

6

Adeng Muchtar Ghazali, Pemikiran Islam Kontemporer Suatu Refleksi Keagamaan

(16)

6 Dalam upaya memelihara kerukunan hidup umat beragama tidaklah berarti mempertahankan suatu keyakinan yang fanatik sehingga menghambat kemajuan masing-masing agama. Kerukunan itu harus dilihat dalam konteks perkembangan masyarakat yang dinamis, yang menghadapi beraneka tantangan dan persoalan.

Gagasan pembaharuan yang dikemukakan Cak Nun khususnya tentang gagasan mewujudkan kerukunan umat beragama. Menurutnya jika dalam al-Qur‟an surat al-Ma‟idah ayat 13 disebutkan bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling mengenal dan menghargai, maka pluralitas ini meningkat menjadi pluralisme, yaitu suatu sistem nilai yang memandang secara positif kemajemukan itu sendiri, dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berusaha untuk berbuat sebaik mungkin.7

Dalam hal ini penulis mencoba untuk mengidentifikasi masyarakat yang mempunyai peran dalam aspek kehidupan sosial, demikian juga umat beragama mempunyai peranan yang sangat penting bagi lingkungan dalam kehidupan keagamaan, termasuk peran untuk menciptakan dan memelihara kehidupan yang rukun, baik di kalangan intern umat maupun antar umat beragama dalam masyarakat.

Maka keikutsertaan dan peran aktif umat beragama dalam mewujudkan kondisi yang rukun di kalangan masyarakat sangat dibutuhkan.

7

(17)

7 Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk merawat keberagamaan yang telah dijaga sejauh ini oleh pemerintah melaluli FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) sehingga terus tercipta suasana kehidupan yang saling hormat menghormati, harmonis ditengah keberagamaan yang sejauh ini hadir ditengah-tengah masyarakat Kabupaten Tangerang.

Menurut KH. Maski, Kabupaten Tangerang saat ini menjadi miniaturnya Indonesia terlebih di wilayah Kecamatan Panongan, karena beragam etnis maupun agama di Indonesia hadir di daerah yang terkenal dengan sebutan kota 1001 industri, sehingga menjadi tujuan urbanisasi masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. Saat ini kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan adalah menjalin silaturahmi, karena dengan saling mengenal, tentunya akan tercipta rasa saling menyayangi.8

Berikutnya pandangan dari tokoh agama Katolik di Panongan, Felix Supranto, menurutnya, membangun kerukunan bukan sekadar berada dalam level perkataan, tetapi lebih pada level perbuatan. Nasihat berikut ini “Berkatalah kalau diperlukan, tetapi berbuatlah banyak” mempertegas prinsip tersebut. Tindakan kecil seperti perjumpaan dengan para santri di pondok pesantren, mempererat tali silaturahmi dengan para tokoh keagamaan dan menghadiri undangan syukuran dapat menjadi cahaya kerukunan, persaudaraan dan perdamaian karena berbasiskan hati nurani dan kasih.

Oleh karenanya, daripada selalu mengeluhkan persoalan tentang intoleransi, hendaknya lebih baik menjadi cahaya kecil kerukunan. Menjadi

8

Wawancara pribadi dengan Ketua FKUB Kabupaten Tangerang, pada tanggal 25 November 2018.

(18)

8 cahaya kecil kerukunan akan melahirkan harapan dan kebahagiaan, sebaliknya jika terus menerus mengeluhkan persoalan yang terjadi hanyalah akan melumpuhkan.9

Penting bahwasannya yang butuh dikedepankan saat ini adalah sikap saling menghargai antar pemeluk agama, kerukunan umat beragama tidak akan menjadi apa-apa tanpa ada perubahan orientasi dari kaum agama untuk berani keluar dari pemahaman sebelumnya. Dalam hal ini diperlukan adanya transformasi internal yang signifikan dalam tradisi agama. Tanpa perubahan seperti itu, pada akhirnya kerukunan umat beragama tidak lebih dari sekedar wacana yang tidak memiliki banyak keterlibatan dalam tingkah laku antar pemeluk agama.

Mengingat keberagamaan merupakan realitas dan ketentuan dari Tuhan, maka diperlukan tenggang rasa dan usaha untuk memelihara dengan mengarahkannya kepada kepentingan dan tujuan bersama. Perbedaan yang terjadi merupakan fakta yang harus disikapi secara positif sehingga antar pemeluk agama terjadi hubungan kemanusiaan yang saling menghargai dan menghormati. Memang agama itu bersifat universal, tetapi beragama tidak mengurangi rasa kebangsaan, bahkan menguatkan rasa kebangsaan.

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang kerukunan umat beragama belum banyak dilakukan kecuali yang berkaitan dengan interaksi sosialnya, dan kebanyakan peneliti bertolak pada suatu pandangan bahwa perbedaan agama atau keyakinan akan mempengaruhi hubungan sosial di

9

Wawancara pribadi dengan Tokoh Agama Katolik Panongan, pada tanggal 8 Desember 2018.

(19)

9 antara masyarakat. Penelitian ini berpijak pada trilogi kerukunan yang meliputi kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antara umat bergama dengan pemerintah.10

Melalui penelitian ini, penulis ingin meneliti lebih dalam lagi mengenai praktik kerukunan umat beragama yang berkembang serta di pahami masyarakat dalam upaya membina serta memelihara kerharmonisan dalam menjalani kehidupan beragama di wilayah Kecamatan Panongan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka judul skripsi yang diangkat oleh penulis adalah “Konsep dan Praktik Kerukunan Antar Umat Beragama di Masyarakat Panongan, Tangerang)”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan dalam penulisan penelitian ini tidak melebar, maka penulis membatasinya penelitian ini hanya mencakup tentang konsep dan praktik kerukunan umat beragama di wilayah Panongan. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana masyarakat Panongan Muslim dan non Muslim mengimplementasikan kerukunan umat beragama?

2. Bagaimana masyarakat Panongan Muslim dan non Muslim

menjadikan wilayahnya sebagai daerah yang tentram dan damai dalam upaya membina kerukunan umat beragama di Kabupaten Tangerang?

10 Khairah Husin, “Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar Agama di

(20)

10 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang disampaikan di atas, maka tujuan penulisan ini dimaksudkan untuk:

a. Mengetahui upaya yang telah dilakukan masyarakat dalam hal mengimplementasikan kerukunan umat beragama.

b. Mengetahui pandangan masyarakat beragama mengenai kerukunan umat beragama serta aktualisasinya.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini dibagi menjadi tiga, yakni kegunaan teoritis, praktis dan Akademis.

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan data ilmiah.

b. Kegunaan Praktis

Sementara kegunaan praktis dari penelitian ini adalah mencoba untuk merespon serta memberikan masukan bagi masyarakat dan pihak-pihak terkait yang mempunyai kepentingan dalam memahami makna kerukunan antar umat demi keberlangsungan hidup beragama. Dan hasil penelitian ini dapat bermanfaat serta menjadi rujukan penelitian-penelitian serupa dikemudian hari. c. Kegunaan Akademis

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan akhir perkuliahan guna mendapatkan gelar Sarjana

(21)

11 Agama (S.Ag) jurusan studi-studi Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjaun Pusataka

Peneliti berusaha melakukan penelitian terhadap pustaka yang ada, berupa karya-karya penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi dengan topik yang diteliti, diantaranya:

1. Buku yang ditulis oleh Bashori Abdul Hakim dengan judul “Memelihara Harmoni Dari Bawah: Peran Kelompok Keagamaan Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama”. Fokus dari penelitian ini dimaksudkan, pertama, mengidentifikasi kelompok-kelompok keagamaan yang diteliti. Kedua, mendata kegiatan-kegiatan yang dilakukan terkait pemeliharaan kerukunanan umat beragama, dan ketiga, meneliti faktor pendukung dan penghambat terwujudnya kerukunan.

2. Skripsi Adelina Fauziah mahasiswa fakultas Ushuluddin UIN Jakarta tahun 2016 dengan judul “Harmoni Dalam Perbedaan Studi Kerukunan Islam dan Kristen Di Perbatasan Desa Jungjang dengan Desa Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon”. Fokus penelitian Adelina Fauziah ini yaitu menggambarkan kerukunan masyarakat di lingkungan Gereja Bethel dan Masjid di wilayah perbatasan Desa Jungjang dan Desa Arjawinangun dengan menganalisa interaksi masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya.

(22)

12 Seperti yang disebutkan di atas bahwa belum ada yang menuliskan tentang judul “Konsep dan Praktik Kerukunan Antar Umat Beragama di Masyarakat Panongan, Tangerang” yang menjadi pembeda dari penelitian ini adalah penulis berusaha memahami dan menggali pemahaman kerukunan umat beragama yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Panongan, hanya skripsi inilah yang penulis temukan selama melakukan tinjauan pustaka.

E. Metodologi Penelitian i. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bermaksud untuk memperoleh data lebih maksimal di wilayah Panongan Kabupaten Tangerang.

ii. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu, penelitian yang tidak menggunakan perhitungan.11 Atau diistilahkan dengan penelitian ilmiah yang menekankan pada karakter alamiah sumber data. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi bahkan sangat terbatas. Tetapi jenis penelitian ini jika data telah terkumpul secara mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu

11

Lexi J, Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), h. 2.

(23)

13 mencari sampling lainnya. Pendekatan ini lebih mengutamakan kedalaman bukan banyaknya data.12

iii. Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan dua pendekatan yaitu:

Pertama, pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis dalam studi agama berfokus kepada tokoh dan masyarakat yang memahami dan mempraktikkan pola keagamaan, bagaimana pengaruh masyarakat terhadap agama dan pengaruh agama terhadap masyarakat.13

Kedua, Fenomenologi memberikan model pertanyaan yang deskriptif, reflektif, interpretatif untuk memperoleh esensi pengalaman. Menurut Husserl dan Hedegger deskriptif dari fenomenologi itu menyatakan bahwa struktur dasar dari dunia kehidupan tertuju pada pengalaman (lived experience) pengalaman dianggap sebagai persepsi individu terhadap kehadirannya didunia.14

Fenomenologi berusaha mengungkapakan apa yang menjadi realitas dan pengalaman yang dialami individu, mengungkapkan dan memahami sesuatu yang tidak nampak dari pengalaman subjektif individu. Oleh karenanya, peneliti tidak dapat memasukkan dan mengembangkan asumsi-asumsinya di dalam penelitiannya.15

12

M. Hariwijaya, Metodologi dan Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi untuk Ilmu

Sosial dan Humaniora (Yogyakarta: Parama Ilmu, 2015), Cet. II, h. 85-86.

13

Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 44.

14

Donny Gahral Anwar. Pengantar Fenomenologi (Depok: Koekoesan, 2010), h. 42

15 J W Creswell, Research Design: Quantitative And Qualitative Approach (London:

(24)

14 iv. Analisis Data

Data yang dikumpulkan melalui kearsipan dan kepustakaan, data tersebut dapat dideskripsikan secara menyeluruh, dianalisa, dan diinterpretasikan. Kemudian data lain akan diperoleh dari studi lapangan dengan teknik wawancara yang dipergunakan sebagai pembanding dan mencari makna bagi pemeluknya.

F. Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data (heuristik), yaitu kegiatan mencari dan mengumpulkan data.

A. Sumber Data

Inti dari sebuah penelitian adalah menemukan data, oleh karena itu keberadaannya sangat penting dalam penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto, yang dimaksud dengan sumber data ialah subjek dari mana sebuah data bisa diperoleh. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data sedangkan isi dokumentasinya atau isi catatannya menjadi subjek penelitian.16

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.17 Tentunya data-data tersebut harus berkaitan dengan judul yang dibahas dalam skripsi ini, yaitu mengenai Konsep dan Praktik Kerukunan Antar Umat Beragama di Masyarakat Panongan, Tangerang. Sumber data ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

16

Suharsimi Ari Kunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h.172.

17

(25)

15 Sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara langsung. Sumber data primer ini merupakan sumber utama, berupa karya yang ditulis langsung oleh penganutnya sendiri maupun yang ahli dalam bidangnya. Sedangkan sumber data sekunder adalah data yang materinya secara tidak langsung berhubungan dengan masalah yang diungkapkan. Sumber data sekunder ini digunakan sebagai pelengkap dari sumber data primer.18

Adapun sumber-sumber sekunder yang digunakan penulis adalah:

1). Prof. H. Marzani Anwar, MA., et.al. Potret Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia Bagian Barat. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2011. 2). Kementerian Agama dalam Editor Wawan Djunaedi & Ida Ahdiah, Pelangi Agama di Ufuk Indonesia. Jakarta: PKUB, Cet. 3, 2016. 3). Alo Liliweri. Prasangka dan Konflk. Yogyakarta: LKIS. 2005. 4). Aslati, “Optimalisasi Peran FKUB Dalam Menciptakan Toleransi Beragama di Kota Pekanbaru”, Jurnal Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama, Vol 6, (Juli Desember 2014), no. 2. 5). M. Ridwan Lubis, Agama dalam Perbincangan Sosiologis, Bandung: Cipta Pustaka Media Perintis, cet. I. 2010.

B. Sumber Lapangan

1. Pengamatan (Observasi), ialah melakukan pengamatan suatu keadaan, suasana, peristiwa, menghimpun, memeriksa, dan mencatat dokumen-dokumen yang menjadi sumber data penelitian. Penulis terjun

18

Suharsimi Ari Kunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h.117.

(26)

16 langsung ke lokasi guna mengamati keadaan lingkungan dan masyarakat di Panongan sekarang.

2. Wawancara mendalam (Indepth Interview), ialah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada responden.19 Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah tokoh-tokoh yang berkepentingan dan masyarakat sekitar yang dianggap relevan dengan objek penelitian. Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka. Wawancara merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.20

3. Dokumentasi, ialah suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.21 Penulis mendapatkan data dari dokumentasi yang ada di Panongan yang sesuai dengan masalah penelitian.

4. Secondary-Source, pengumpulan data-data dari media atau dari organisasi-organisasi lain.

C. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Desertasi) UIN Syarif

19

Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 67.

20

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia, 1977), cet.1, h. 129.

21

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 221.

(27)

17 Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembahasan, skripsi tersebut dibagi menjadi beberapa bab dan sub bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan menguraikan latar belakang masalah. Bab ini membahas tentang alasan pemilihan judul, dengan menunjukkan faktor yang mendorong pemilihan judul skripsi. Kemudian diikuti dengan menuliskan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Secara garis besar bagian ini bertujuan sebagai landasan teoritis metodologis dalam penelitian.

BAB II : Penulis akan menjelaskan definisi kerukunan umat beragama, sejarah kerukunan umat beragama di Indonesia dan ajaran-ajaran keagamaan yang mendorong adanya kerukunan umat beragama.

BAB III: Penulis akan mengemukakan atau menjelaskan kembali gambaran umum mengenai wilayah Kabupaten Tangerang terlebih Panongan yang meliputi sejarah, potret geografis, sosial kemasyarakatan, sosial budaya, sosial keagamaan, sosial ekonomi, serta sosial pendidikan.

BAB IV : Penulis akan menganalisa hasil penelitian lapangan mengenai konsep yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat, relasi keberagamaan, pembauran yang tercipta, praktik-praktik

(28)

18 kerukunan umat beragama mana saja yang sudah dilakukan dan belum dilakukan masyarakat Panongan, Kabupaten Tangerang.

BAB V : Penutup yang diantaranya terdapat kesimpulan dan saran. Yaitu memuat kesimpulan yang mencakup intisari skripsi, saran dan diakhiri dengan kata penutup.

(29)

19 BAB II

GAMBARAN UMUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA A. Definisi Kerukunan Umat Beragama

Pengertian kerukunan dalam kamus besar bahasa Indonesia kerukunan berakar dari kata rukun yang berarti: (1) baik dan damai, tidak bertentangan: kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga: (2) bersatu hati, bersepakat: penduduk kampung itu rukun sekali. Merukunkan berarti: (1) mendamaikan; (2) menjadikan bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan: kerukunan hidup bersama.1

Kerukunan umat beragama, mengandung arti hidup rukun walaupun antar maupun intern umat beragama. Menurut Yustiani menjelaskan bahwa: “Pengertian kerukunan umat beragama adalah terciptanya suatu hubungan yang harmonis dan dinamis serta rukun dan damai diantara sesama umat beragama di Indonesia”.2

Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli sebagai berikut:

1). W. J.S Purwadarminta menyatakan Kerukunan adalah sikap atau sifat menenggang berupa menghargai serta membolehkan suatu pendirian,

1

Imam Syaukani, Kompilasi Kebijakan Dan Peraturan perundang-Undangan Kerukunan

Umat Beragama, (Jakarta: Puslitbang, 2008), h. 5.

2

Yustiani, “Kerukunan Antar Umat Beragama Kristen dan Islam di Soe, Nusa Tenggara Timur”, Jurnal Analisa, Vol. XV. No. 02, 2008., h. 72.

(30)

20 pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang lainya yang berbeda dengan pendirian.3

2). Dewan Ensiklopedi Indonesia, Kerukunan dalam aspek sosial, politik, merupakan suatu sikap membiarkan orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda. Selain itu menerima pernyataan ini karena sebagai pengakuan dan menghormati hak asasi manusia.4.

Berikutnya dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonius, dengan demikian, kerukunan berarti kondisi sosial yang ditandai oleh adanya keselarasan, kecocokan, atau ketidak berselisihan. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi yang beragam diantara unit-unit (unsur/sub-sistem) yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap memaknai kebersamaan.5

Kerukunan umat beragama merupakan suatu keadaan sosial ketika semua golongan agama dapat hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Kerukunan umat beragama tidak akan mungkin lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap masa bodoh atas hak keberagaman dan persaan orang lain. Dalam hal kerukunan umat beragama juga tidak diartikan bahwa umat beragama dapat

3

W.J.S Porwadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986) h.1084

4

Dewan Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6, (Van Hoeve,t,th) h.3588.

(31)

21 mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda, sebab hal itu dapat merusak nilai-nilai keagamaan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat dikatakan bahwa kerukunan hidup umat beragama mengandung tiga unsur penting: pertama, kesediaan untuk menerima adanya perbedaan keyakinan dengan orang atau kelompok lain. Kedua, kesediaan membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang diyakininya. Dan yang ketiga, kemampuan untuk menerima perbedaan merasakan indahnya sebuah perbedaan dan mengamalkan ajarannya. Keluhuran masing-masing ajaran agama yang menjadi anutan dari setiap orang. Lebih dari itu, setiap agama adalah pedoman hidup umat manusia yang bersumber dari ajaran tuhan.

Kerukunan umat beragama itu sendiri bisa diartikan dengan toleransi umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima adanya perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga mesti saling menghormati satu sama lain dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama lain tidak saling mengganggu.6

Adapun dalam konsep Islam, kerukunan diberi istilah tasamuh (toleransi) yang berarti kerukunan sosial kemasyarakatan. Dalam tinjauan Mawardi dan Marmiati menyebutkan bahwa: “Kerukunan adalah suatu bentuk akomodasi yang tidak membutuhkan penyelesaian dari pihak lain karena kedua belah pihak saling menyadari dan mengharapkan situasi yang

6

Wahyudin dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009), h. 32.

(32)

22 kondusif dalam kehidupan bermasyarakat”. 7 Adapun menurut Ali menyebutkan bahwa: “Toleransi berasal dari bahasa latin tolerare yang berarti menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat berbeda, berhati lapang dan tenggang rasa terhadap orang yang berlainan pandangan, keyakinan, dan Agama”8

Menurut Baidhawy, mendeskripsikan bahwa: Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin bersama orang lain yang berbeda secara hakiki meskipun terdapat konflik dengan pemahaman anda tentang yang baik dan jalan hidup yang layak. Toleransi di sini bukanlah dalam bidang akidah islamiah, karena akidah telah digariskan secara tegas dalam Alquran dan Sunnah.9

Selanjutnya Fachruddin menambahkan bahwa: ”Yang dilarang dalam toleransi adalah mendukung keyakinan pemeluk agama lain dengan mengorbankan keimanan Islam (akidah) seseorang”.10 Adapun dalam bidang akidah, seorang muslim hendaknya meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar sesuai dengan firman Allah Swt dalam QS.3:19 dan 85.

Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa kerukunan umat beragama adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia. Kerukunan

7

Mawardi, Marmiati. “Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Di Daerah Transmigrasi Palingkau Asri”, Jurnal Analisa, Vol. XV, No 02, 2008., h. 94.

8

Mukti Ali, Pluralisme Agama di Persimpangan Menuju Tuhan, (Salatiga: STAIN Salatiga Press, 2006), h. 87.

9

Zakiyuddin Baidhawi, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 79.

10

Fuad Fachruddin, Agama dan Pendidikan Demokrasi: Pengalaman Muhammadiyah,

(33)

23 diartikan adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antara semua orang meskipun mereka berbeda secara suku, ras, budaya, agama, golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidak rukunan serta kemampuan dan kemauan untuk hidup bersama dengan damai dan tenteram.11

B. Sejarah Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negeri berpenduduk lebih dari 260 juta jiwa dengan 17.800 pulau kecil dan besar dan 6.000 pulau yang didiami, merupakan negeri kepulauan terbesar di dunia. Dalam sejarahnya negeri ini selalu terbuka terhadap pemikiran-pemikiran dari luar dan telah terbukti ramah terhadap budaya asing. Realitas demikian menjadikan Indonesia sebagai negeri yang memiliki keanekaragaman dalam berbagai hal, dari segi bahasa, adat, suku, kondisi alam, maupun agama. Dengan demikian dilihat dari hampir seluruh sudut pandang Indonesia memiliki kompleksitas yang tinggi.12

Dalam sejarah bangsa Indonesia, ternyata aspek-aspek kerukunan antar umat beragama telah terwujud dengan jelas. Salah satu di antaranya adalah apa yang terjadi dalam kerajaan Majapahit pada abad ke-12. Dalam menjalankan pemerintahannya raja dibantu para ahli sesuai dengan bidang keahlian masing-masin. Di bidang keagamaan, raja dibantu para ahli yang memahami agama Hindu dan agama Buddha. Berikutnya suatu kehidupan

11

Said Agil Husain Al Munawar, fikih hubungan antar agama (Jakarta: Ciputat Press ,2003), h.4.

12 Syamsul hadi, Abdurrahman Wahid: Pemikir Tentang Kerukunan Umat Beragama,

(34)

24 yang penuh toleransi dan koeksistensi secara damai terjadi pula pada sekitar abad ke-9, yaitu pada masa dinasti Sanjaya yang beragama Buddha Mahayana. Kebudayaan Pela di Maluku, Mapulus di Sulawesi Utara dan Rumah Betang di Kalimantan mengungkapkan secara realistis bagaimana suatu kehidupan yang penuh dengan kerukunan telah dapat dibangun menjadi kekayaan sejarah bangsa yang tiada ternilai.13

Munculnya istilah kerukunan umat beragama ditenggarai oleh pidato Menteri Agama K.H. M. Dachlan dalam kegiatan Musyawarah Antar Agama tanggal 30 November 1967, yang berisi:

“Adanya kerukunan antara golongan beragama adalah merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya stabilitas politik dan ekonomi yang menjadi program kabinet Ampera. Oleh karena itu, kami mengharapkan sungguh adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat beragama untuk menciptakan “iklim kerukunan umat beragama”, sehingga tuntutan hati nurani rakyat dan cita-cita kita bersama ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang dilindungi Tuhan Yang Maha Esa itu benar-benar dapat terwujud.”14

Dari isi penggalan pidato diatas, maka tersebutlah istilah “Kerukunan Umat Beragama” yang kemudian menjadi istilah baku dalam berbagai dokumen negara dan peraturan perundang-undangan, seperti GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara), Keputusan Presiden,

13

Sairin Weinata, Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa: Butir-butir pemikiran (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, Cet. III, 2011), h. 6.

14 Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan

(35)

25 keputusan Menteri Agama, bahkan yang lebih serius pemerintah pernah mengadakan satu proyek dengan nama Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama.

Kerukunan umat beragama merupakan satu unsur penting yang harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnya berbagai macam suku, ras, aliran dan agama. Untuk itu sikap toleransi yang baik diperlukan dalam menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut agar kerukunan umat beragama dapat tetap terjaga, sebab perdamaian nasional hanya bisa dicapai kalau masing-masing golongan agama pandai menghormati identitas golongan lain.15

Untuk menciptakan keharmonisan hidup yang majemuk, bangsa Indonesia telah melakukan berbagai upaya yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, upaya konstitusional dan politik, seperti terlihat dalam penetapan undang-undang, peraturan, dan sejumlah petunjuk mengenai penataan pluralitas itu. Kedua, membangun kemajemukan dengan rasa tulus melalui penumbuhan kesadaran titik temu di tingkat esoterik 16 agama-agama secara tulus, untuk kemudian membangun harmonitas kehidupan.

Secara konstitusional pemeliharaan keharmonisan hidup umat beragama itu tercantum dalam penegasan Undang-Undang Dasar Negara

15

M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (Jakarta: Media Dakwah, 1988), h. 209.

16

Mendeskripsikan kekuatan dan pengaruh yang terdapat didalam dunia yang fenomenal dan sebuah proses untuk mewaspadai dan mengerti kekuatan tersebut.

(36)

26 Republik Indonesia tahun 1945 pasal 2917, dan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1998 yang merumuskan bahwa salah satu upaya reformasi dalam bidang kehidupan beragama adalah “membina kerukunan antar-umat beragama serta pembentukan dan pemberdayaan jaringan kerja antar-umat beragama”.

Pada sisi lain telah dikeluarkan sejumlah peraturan pemerintah menyangkut pembinaan kerukunan hidup umat beragama. Salah satu diantaranya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan nomor 8 tahun 200618 yang mengatur tugas pemerintah dalam pembinaan kerukunan hidup umat beragama berbasis kesadaran masyarakat, dan pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di tingkat daerah provinsi dan kabupaten-kota.

Dalam hal ini penulis menemukan penegasan bahwa sikap toleransi berada di garda terdepan dalam mengawali kerukunan umat beragama. Hal ini menjelaskan bahwa toleransi menjadi sikap awal untuk mengedepankan kerjasama maupun keterbukaan dalam memelihara kerukunan umat beragama.

17 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu". Kerja sama antarumat beragama dalam berbagai bidang kehidupan dilakukan untuk mewujudkan kerukunan hidup.

18

Pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat

(37)

27 C. Kerukunan Umat Beragama dalam Perspektif Agama-agama

a. Islam

Keharusan menghormati agama orang lain karena di samping setiap agama mengajarkan kebaikan juga semuanya datang dari Tuhan. Ajaran masing-masing agama atau disebut dengan syariat antara satu dengan yang lainnya berbeda, namun semuanya mengandung kebaikan dan menuju pada satu tujuan. Syariat adalah jalan, sedangkan Tuhan adalah tujuan.19

Kerukunan umat beragama diakui sebagai konteks kongkrit dimana agama dihayati oleh pemeluknya. Sebagai orang yang mengakui beragama mesti menerima dan menghayati bahwa kerukunan umat beragama adalah sebagai wujud manifestasi besarnya rahmat Tuhan. Hal ini dapat dibuktikan melalui pesan normatif Tuhan dalam Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 256:

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”.

Islam menjunjung tinggi kebebasan beragama seseorang untuk memilih keyakinannya. Tiada paksaan dalam beragama Islam. Allah menghendaki agar setiap orang merasakan kedamaian. Sebab paksaan

19 Budhi Munawar Rachman, Reorientasi Pembaruan Islam, (Jakarta: Lembaga Studi

(38)

28 menyebabkan jiwa tidak tentram, menimbulkan pertengkaran dan ketidakrelaan. Bahwa perbedaan agama adalah kehendak Tuhan sebagai sebuah keniscayaan. Tujuan dari kehendak ini tidak lain adalah supaya semua ciptaan-Nya di dunia ini menjadi seimbang baik secara fungsional maupun secara struktural. Artinya, melalui pesan normatif tersebut Tuhan menyatakan bahwa Dia menghargai heterogenitas (perbedaan) dalam berbagai dimensi, baik bahasa, ras, suku, agama, bangsa, maupun adat istiadat.

b. Kristen

Dalam perspektif Iman Kristiani juga tertulis jelas dalam Al-Kitab bahwa sesama manusia harus saling kasih mengasihi yang tertuang dalam Injil Markus 16:15 “Umat Kristen sebagai orang-orang yang percaya dipanggil untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dengan memberikan keselamatan yang disediakan Allah kepada segala makhluk”.20

Matius 22:39 “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” dari ayat tersebut jelas bahwa perintah untuk saling mengasihi sesama manusia juga terdapat dalam iman Kristen dan itu menjadi hukum yang kedua setelah hukum yang pertama yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan jiwa.

Setiap umat beragama menjalin kehidupan di dasari dengan aturan Tuhan yang memerintahkan umatnya agar hidup rukun dan damai

(39)

29 memiliki cinta kasih dan saling tolong menolong, memandang baik orang yang tidak memusuhi kita. Seperti Kalam Tuhan: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).

c. Katolik

Katolik sendiri selalu mengupayakan kerukunan umat beragama.Ini ditegaskan pada Konsili Vatikan II melalui dokumen Nostra Aetate poin ke-5 yang menyatakan :

Kita tidak dapat menyerukan nama Allah, Bapa segala bangsa, bila kita tidak mau bersikap sebagai saudara terhadap orang-orang tertentu, yang diciptakan menurut citra Allah. Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan dengan sesamanya begitu erat sehingga Allah berkata, “Barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (1 Yoh 4:8). Gereja mengecam segala bentuk diskriminasi dan penganiayaan terhadap manusia berdasarkan keturunan, warna kulit, keadaan hidup, ataupun agama.Oleh karena itu,mengikuti jejak rasul Petrus dan Paulus, Konsili meminta dengan sangat kepada umat Kristen supaya “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1Ptr 2:12), dan bila memungkinkan hidup berdamai dengan semua orang sehingga kita semuadapat menjadi anak-anak Allah di surga.

Mengingat bahwa dalam peredaran jaman, telah timbul pertikaian dan permusuhan yang tidak sedikit antara orang Kristen dan Islam, maka konsili suci mengajak semua pihak untuk melupakan yang sudah-sudah,

(40)

30 dan mengusahakan dengan jujur saling pengertian dan melindungi lagi memajukan bersama-sama keadilan sosial, nilai-nilai moral serta kebebasan untuk semua orang .21

d. Hindu

Kerukunan beragama sebagai pondasi dasar dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bagi seluruh umat manusia juga ditekankan dalam Hindu.Dalam. Kitab Suci Veda dinyatakan secara tegas melalui beberapa kutipan terjemahan mantram berikut:

“Berikanlah penghargaan kepada bangsamu yang menggunakan berbagai bahasa daerah, yang menganut kepercayaan/agama yang berbeda. Hargailah mereka yang tinggal bersama di bumi pertiwi ini, bumi yang memberi keseimbangan bagaikan sapi yang memberi susunya kepada manusia. Demikian Ibu Pertiwi memberikan kebahagiaan yang melimpah kepada umat-Nya” (Atharvaveda XII. 1.45).22

e. Buddha

Sejarah perkembangan agama Buddha di tanah air juga sarat dengan upaya-upaya mewujudkan dan menjaga kelestarian hidup umat beragama.Sesungguhnya ajaran kerukanan hidup umat beragama berasal dari Sang Buddha sendiri.Kemudian hal tersebut dilaksanakan oleh Raja Asoka di India, dan oleh pujangga besar Mpu Tantular pada zaman

21Leks, Stefan, Mengenal ABC Kitab Suci Kanisius, (Yogyakarta: 1996), h. 33. 22

Widya Duta. “Merawat Kerukunan Hidup Umat Beragama Dalam Pandangan Hidu”,

(41)

31 kerajaan Majapahit.Itulah salah satu alasannya mengapa kedua kerajaan ini berjaya, Raja Asoka di India dan Raja Hayam Wuruk di Majapahit.

Teologi kerukunan mengajak untuk meningkatkan keberimanan pada Tuhan dan membangun kesadaran bersama untuk melakukan perbuatan baik kepada siapapun.23

Teks tentang kerukunan umat beragama dalam agama Budha (dalam Kitab Tripitaka).

"Para bhikkhu, jika seseorang menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, (3) 'kalian tidak boleh marah, tersinggung, atau terganggu akan hal itu. Jika kalian marah atau tidak senang akan penghinaan itu, maka itu akan menjadi rintangan bagi kalian. Karena jika orang lain menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, dan kalian marah atau tidak senang, dapatkah kalian mengetahui apakah yang mereka katakan itu benar atau salah?' ,'Tidak, Bhagava.' 'Jika orang lain menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, maka kalian harus menjelaskan apa yang tidak benar sebagai tidak benar, dengan apa yang bukan ajaran, dengan mengatakan: "Itu tidak benar, itu salah, itu bukan jalan kami, itu tidak ada pada kami.” "Selidikilah dengan seksama, perumah-tangga. Sungguh bagus bila orang-orang terkenal seperti engkau menyelidiki dengan seksama.""Yang Mulia, saya bahkan merasa lebih puas dan senang dengan Yang Terberkahi karena memberitahukan hal itu kepada saya. Bagi kelompok-kelompok sekte lain, ketika memperoleh saya sebagai

23

Ngainun Naim, Teologi Kerukunan (mencapai titik temu dalam keragaman), (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 12.

(42)

32 siswa mereka, mereka akan membawa spanduk ke seluruh Nalanda dan mengumumkan: 'Perumah-tangga Upali telah menjadi siswa di bawah kami.' Tetapi sebaliknya, Yang Terberkahi memberitahukan saya: 'Selidikilah dengan seksama, perumah-tangga. Sungguh bagus bila orang-orang terkenal seperti engkau menyelidiki dengan seksama.'Maka, untuk kedua kalinya, Yang Mulia, saya pergi pada Guru Gotama untuk perlindungan dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu.Sejak hari ini biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai umat yang telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup saya." (Digha Nikaya I:3).24

Dalam agama Budha kerukunan umat beragama berarti, setiap orang memiliki persamaan hak dan harus diperlakukan sama dalam hidupnya demi kesejahteraan bersama. Atas dasar nilai cinta kasih dan pengertian yang benar, maka seseorang tidak akan mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya mereka akan mengasihi dan melayani sesama dengan mengabaikan ras, kelas, warna kulit, dan kepercayaan,.25

f. Khonghucu

Ajaran dalam agama Khonghucu, manusia dalam hubungan sosial telah diatur dalam agama untuk memelihara keharmonisan hubungan sosial, Tuhan menurunkan agama yang mengandung pedoman dasar dalam mengatur hubungan antarasesama manusia itu sendiri. Tak

24

Piyadassi. Spektrum Ajaran Buddha. (Jakarta: Yayasan Pendidikan Buddhis Tri Ratna, 2003), h. 431

25

Piyadassi. Spektrum Ajaran Buddha. (Jakarta: Yayasan Pendidikan Buddhis Tri Ratna, 2003), h. 431.

(43)

33 terkecuali dengan agama Khonghucu yang merupakan agama minoritas dari keenam agama yang secara resmi diakui oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam ajaran agamanya mengajarkan nilai-nilai yang mengatur hubungan dengan Tuhan, alam dan hubungan dengan sesama manusia. Ajaran ini juga mendukung adanya kerukunan hidup beragama menjadi modal awal untuk memperkuat tali persaudaraan antar umat beragama.26

Memahami arti pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama danpersatuan dan kesatuan, kerukunan hidup antar umat beragama merupakan ajaran agama dan agama adalah suatu hukum peraturan hidup yang bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa.27

Dengan munculnya pengetahuan dan pemahaman terhadap agama-agama lain, maka akan menimbulkan adanya sikap saling pengertian terhadaporang lain dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tumbuh kerukunan hidupberagama. Dan kerukunan hidup beragama itu dimungkinkan karena tiap-tiap agama memiliki dasar ajaran untuk hidup rukun.Semua agama mengajarkan untuk senantiasa hidup damai dan rukun dalam hidup dan kehidupan sehari-hari.28

Dalam pemahaman umat beragama penulis dapat menarik benang merah bahwasannya setiap ajaran yang diturunkan ke muka bumi bersifat baik dan senantiasa mengajarkan kebaikan, jadi tidak hanya

26

Dian Nur Anna, “Khonghucu di Korea Kontenporer dan Sumbangannya terhadap

Kerukunan Ummat Beragama di Indonesia”, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, cet. 2,

2013), h. 13.

27

Bashori Mulyono, “Ilmu Perbadingan Agama”, (Indramayu : Pustaka Sayid Sabiq, 2010), h. 130.

28

(44)

34 ajaran Islam dan Kristen saja yang mengajarkan kebaikan akan tetapi agama lainpun juga senantiasa mengajarkan kepada kebaikan. Kutipan-kutipan ayat diatas jelas menunjukan bahwa agama melarang keras tindakan-tindakan yang tidak masnusiawi, semua agama mengajarkan kepada pemeluknya agar selalu menjaga kerukunan dan saling menghargai antar pemeluk agama.

(45)

35 BAB III

LETAK GEOGRAFIS DAN KONDISI SOSIOLOGIS WILAYAH PANONGAN, TANGERANG

A. Sejarah Panongan

Panongan adalah nama sebuah Desa yang terletek di jantung wilayah Kecamatan Panongan, Kapan dan oleh siapa nama “Panongan”: diberikan kepada Desa ini, sampai saat ini belum ada satu orangpun masyarakat Desa Panongan dan sekitarnya yang bisa menceritakannya. Namun menurut cerita yang berkembang di masyarakat, nama : “Panongan” itu sendiri diberikan karena lebih pada faktor sejarah.1

Panongan sebagian besar wilayahnya didominasi oleh daratan yang mempunyai tingkat kemiringan wilayah yang tidak curam, dan persawahan dengan kedalaman yang cukup realistis dan sistim pengairan mengandalkan hujan (sawah tadah hujan)2.

Panongan secara bahasa berasal dari bahasa sunda yaitu „Panoongan‟ yang memiliki arti Pengelihatan. Menurut hikayat cerita rakyat yang disampaikan secara turun temurun bahwa Panongan dahulu kala sebelum menjadi desa adalah wilayah dari kerajaan Banten yang terletak sebelah wetan (Timur).

Kenapa nama Panongan dipakai menjadi nama Desa? Sampai saat ini tidak ada yang bisa menjelaskannya, diambil dari sejarah jaman dulu bahwa daerah ini pada jaman dulu ditempati oleh seorang putri yang bernama nyai Menong yang memiliki paras cantik nan elok asal muasal nyai menong

1

http://desapanongan.com/sejarah-dan-legenda-desa/. diakses pada 20 Agustus 2020.

(46)

36 sendiri tidak diketahui namun keberadaan nyai Menong menjadi buah bibir masyarakat disekitar wilayah tersebut.

Nyai Menong tinggal seorang diri dan tepat tinggal nyai Menong sering disebut sebagai “Hulu Panoongan” yang kawasannya ada disekitar Panongan I (sekarang) karena kecantikan nyai Menong terkenal keseantero jagat mengundang pemuda yang memiliki kanuragan disebut Jawara3 untuk berdatangan kepanongan untuk mendapatkannya, hal tersebut dapat dibuktikan dengan patilasan Ki Banteng, Ki banjir yang sampai sekarang masih berdatangan orang yang berzirah ditempat tersebut. Situs yang lainya yang ada di desa Panongan adalah “Sumur Tujuh” dan “Telapak Sujud” yang kawasan tersebut berada dikampung Ciapus, walaupun lokasi tersebut kurang terawat namun masih ada saja penduduk sekitar atau dari luar panongan yang menziarahi. Pada abad ke 19 (sekitar tahun 1933 Desa Panongan membentuk Pemerintahan sendiri dengan dipimpin oleh Kepala Desa).4

Panongan merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang. Kabupaten Tangerang yang memiliki luas wilayah 959,6 kilometer memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.838.621 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.454.914 jiwa sedangkan perempuan 1.383.707. Kabupaten Tangerang memiliki 29 Kecamatan, 28 Kelurahan dan 246 Desa.5 Dan Panongan berkedudukan sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Tangerang.

3

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jawara adalah Pendekar atau jagoan.

4

http://desapanongan.com/sejarah-dan-legenda-desa/. diakses pada 20 Agustus 2020.

5

https://biropemerintahan.bantenprov.go.id/profil-kabupaten-tangerang, diakses pada 25 Agustus 2020.

(47)

37 Kecamatan Panongan berada dalam wilayah Kabupaten Tangerang di bawah pemerintahan Provinsi Banten. Sebelumnya menjadi sebuah Kecamatan, Panongan dulunya masih menjadi bagian dari Kecamatan Cikupa. Panongan itu sendiri baru ditetapkan menjadi sebuah Kecamatan ketika disahkannya peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1999 Tentang Pembentukan 14 (empat belas) Kecamatan diwilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Serang, Tangerang, Pandeglang, Bogor, Subang, Karawang, Ciamis, dan Majalengka dalam Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.

B. Letak Geografis

Secara geografi Panongan memiliki luas wilayah 3593,767 Ha, terdiri dari wilayah daratan seluas 15 Km2 atau 1500 Ha, dan wilayah perairan atau persawahan seluas 22,73 Km2 atau 2273 Ha. Mempunyai wilayah Pemerintahan Desa sebanyak 7 Desa 1 Kelurahan dengan batas-batas sebagai berikut: 6

- Sebelah Utara berbatas dengan Kecamatan Cikupa, - Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Curug, - Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Tiga Raksa, - Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Legok.

6 Kecamatan Panongan Dalam Angka: Panongan District in Figures 2018, Katalog BPS

(48)

38

2.1 Peta Wilayah Kecamatan Panongan

Potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Panongan terdiri dari lahan pertanian/persawahan, sedangkan dari aspek demografi penduduk berjumlah 75.823 jiwa, terdiri dari laki-laki berjumlah 39.374 jiwa dan perempuan berjumlah 36.449 jiwa, dengan tingkat kepadatan 1.947 jiwa per Km2.

C. Sosial Kemasyarakatan.

a. Kemasyarakatan

Pada dasarnya masyarakat Panongan merupakan masyarakat yang guyub, rukun dan saling terbuka. Hubungan sosial yang terjadi antar pemeluk agama menjadi salah satu bentuk kerukunan yang terjadi di wilayah Panongan seperti dalam kegiatan silaturahmi yang diawali dengan ngopi bareng, pembangunan sarana ibadah atau rumah, acara kematian, kerja bakti guna kepentingan umum, ronda malam yang dilakukan bersama-sama.

Hal tersebut dilakukan secara bergantian sebagai pertahanan keamanan, bakti sosial, kegiatan olahraga, pengobatan gratis maupun donor darah yang dilakukan umat non-muslim dilingkungan rumah ibadah

(49)

39 dengan bekerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan sebagai penanggung jawab acara tersebut.7

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Kecamatan Panongan

Sumber: Katalog BPS 1102001. 3603.040 Kabupaten Tangerang, 2019.

b. Budaya

Budaya sebagai manifestasi peradaban manusia dalam wujud bahasa, cara dan upacara yang berhubungan dengan sesama manusia

7 Wawancara dengan Pak Sukiar Staff Kecamatan Panongan, 1 September 2020

No. Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Ranca Iyuh 5.234 4.947 10.181 2. Mekar Jaya 2.714 2.495 5.209 3. Ranca Kalapa 3.176 2.873 6.049 4. Panongan 10.593 10.160 20.753 5. Serdang Kulon 2.900 2.724 5.624 6. Ciakar 24.735 23.985 48.720 7. Mekar Bakti 24.138 24.033 48.171 8. Peusar 4.065 3.734 7.799 Kecamatan Panongan 77.555 74.951 152.506

(50)

40 maupun Tuhan, yang hidup dan tumbuh berkembang di Kabupaten Tangerang, tentunya sejalan dengan hadirnya manusia di wilayah Panongan. Dalam hal kerukunan bertetangga, dapat dilihat dari tempat tinggal mereka yang berdekatan. Sejak 20 tahun terakhir mereka senantiasa mencerminkan kehidupan yang bersahabat, rukun, dan damai. Tidak lepas dari hal tersebut peran tokoh agama yang memiliki pemahaman mendalam terkait kerukunan antar umat beragama dan kesadaran masyarakat itu sendiri.8

Di kalangan penduduk yang sebagian besar beragama Islam, pada empat dasa warsa lalu, masih kental dengan warna budaya nenek moyang bangsa kita, yaitu nuansa Hindu. Tidak sedikit acara-acara ritual yang dilakukan orang Tangerang begitu pula di wilayah Panongan yang sebagian besar muslim disertai dengan media atau barang-barang tertentu, seperti sesajen, ancak, dupa, stangi yang mirip dengan acara ritual kegamaan Hindu. Benda-benda seperti itu sering ditemukan pada kegiatan riungan maupun sejenisnya. Pada setiap upacara perkawinan misalnya, di sudut-sudut rumah tertentu biasanya terdapat “ancak”, yaitu sebuah sesajen kecil yang diisi dengan kue-kue tertentu, sebatang lisong atau benda lain yang diyakini disenangi makhluk ghaib.9

Ada juga “Rebo Wakasan,” sebuah ritual “tolak bala” yang dilakukan di persimpangan jalan yang ada di kampung atau pemukiman warga. Kegiatan ini dilakukan pada hari rabu terakhir di bulan Safar.

8

Wawancara dengan Pak Sukiar Staff Kecamatan Panongan, 1 September 2020

9 Ahmad Jabir, dkk, Potret Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Tangerang,

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan pembelajaran pada pra siklus belum menggunakan model eksperimen inkuiri terbimbing materi fluida statis sebenaranya masih mudah karena masih materi awal

Berdasarkan pada pengalaman kami dan informasi yang ada, diharapkan tidak ada efek yang membahayakan jika ditangani sesuai dengan rekomendasi dan tindakan pencegahan yang sesuai

Ulama empat mazhab secara prinsip membolehkan pembebanan biaya atas harga perolehan pada jual beli beli mura>bah}ah selama memiliki nilai manfaat atas

17,21,31,32 Dari beberapa penelitian di atas, terlihat bahwa dengan meng- gunakan uji imunohistokimia BerEP4 terdapat perbedaan hasil sensitivitas dan spesifisitas yang

2,7 B- 65,00 – 69,99 Mahasiswa memenuhi permintaan tugas dengan lengkap dengan tafsiran permasalahan secara jeli dan gagasan perancangan secara logis, runut

Anda juga harus menghindari coretan pada surat lamaran yang Anda buat, dan jika ada beberapa kata yang salah dalam surat lamaran, maka sebaiknya Anda mengulangi untuk menulis

Salah satu contoh praktisnya bahwa: selama umat menjelajah google sebagai wadah untuk menemukan kembali iman mereka akan Tuhan dan keselamatan

Teknologi terbaru pengendalian hama penggerek batang padi perlu disesuaikan dengan harga gabah pada saat panen, yaitu segera dilaksanakan 4 hari setelah penerbangan ngengat yang