• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kecamatan Dramaga merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Dramaga terletak di wilayah Bogor Barat dengan luas wilayah 2.885 ha. Sebagian besar lahan di wilayah tersebut yaitu 972 ha digunakan untuk sawah, 1145 ha lahan kering (pemukiman, pekarangan, kebun), 49,79 ha lahan basah (rawa, danau, tambak, situ) dan 20,30 ha lapangan olahraga dan pemakaman umum. Kecamatan Dramaga mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah selatan dengan Kecamatan Tamansari/Ciomas, sebelah barat dengan Kecamatan Ciampea dan sebelah timur dengan Kecamatan Bogor Barat.

Kecamatan Dramaga memiliki pH tanah 5,5-6,6, curah hujan rata-rata 38/bulan dan jumlah hari dengan curah hujan terbanyak ialah 30 hari. Temperatur di Kecamatan Dramaga sekitar 22,8-320C dengan kelembaban nisbi rata-rata 80-86 persen. Kecamatan Dramaga memiliki bentuk wilayah dataran rendah dan berbukit dengan kemiringan 5,20 derajat, dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut. Jenis tanah di Kecamatan Dramaga adalah latosol dengan kedalaman efektif lebih dari 90 cm dan bertekstur sedang. Keadaan topografi terdiri dari lapangan datar sampai sedikit bergelombang dengan lereng-lereng pada daerah yang berbatasan dengan sungai.

Peranan Kecamatan Dramaga dari aspek ketahanan pangan di Kabupaten Bogor adalah sebagai wilayah desa perkotaan yang dijadikan kawasan pengembangan pertanian. Penobatan kawasan pengembangan pertanian ini, tidak lepas dari peranan IPB yang terletak di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Institusi pendidikan ini memiliki kegiatan memberdayakan masyarakat dalam bidang pertanian di 14 desa lingkar kampus, yang beberapa diantaranya merupakan desa di Kecamatan Dramaga. Hasil kegiatan tersebut kemudian akan disebarluaskan ke wilayah kecamatan lainnya, terutama wilayah sentra-sentra produksi padi di Kabupaten Bogor. Peningkatan produksi padi di Kabupaten Bogor dari 59,81 persen menjadi 83,03 persen (pada tahun 2007), turut menjadi bukti kesuksesan dari kegiatan yang dilakukan di kawasan pengembangan pertanian tersebut (BKP5K Kabupaten Bogor 2013).

Kecamatan Dramaga terdiri dari sepuluh desa yakni Sukadamai, Sinarsari, Sukawening, Petir, Purwasari, Babakan, Dramaga, Neglasari dan Ciherang. Desa Ciherang memiliki luas areal wilayah sebesar 466 hekar. Dilihat dari posisinya, Desa Ciherang dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Bubulak, Desa Dramaga, Desa Margajaya b. Sebelah Selatan : Desa Sukawening, Desa Petir, Desa Ciapus

c. Sebelah Barat : Desa Bojong Jengkol, Desa Cihideng Udik, Desa Sinarsari d. Sebelah Timur : Desa Gunung Batu, Desa Ciomas

Rata-rata kepadatan penduduk Desa Ciherang adalah 7.028 jiwa/km2. Jumlah penduduk Desa Ciherang adalah 12.187 jiwa yang terdiri dari 5.974 jiwa laki-laki dan 6.213 jiwa perempuan. Seluruhnya merupakan 2.650 kepala keluarga dan kepala keluarga tani berjumlah 1.590. Artinya 60 persen kepala keluarga di Desa Ciherang memiliki pekerjaan sebagai petani. Potensi sumberdaya manusia di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, tergambar pada Tabel 3.

Tabel 3 Populasi penduduk Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga menurut umur tahun 2007

No Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa)

1. 0-15 3.290 2. 16-30 3.168 3. 31-45 2.071 4. 46-60 1.952 5. >61 1.706 Total 12.187

Sumber :BKP5K Kabupaten Bogor, 2013

Data dari Tabel 3, menunjukkan bahwa dari sudut jumlah, penduduk Desa Ciherang didominasi oleh mereka yang berusia produktif (16–45 tahun), kemudian disusul oleh anak–anak dan remaja (0–15tahun), kemudian orang tua (46 – >60 tahun). Berkaitan dengan upaya pengembangan bidang pertanian di daerah tersebut, gambaran komposisi penduduk di atas cukup mendukung. Namun demikian, fakta lapangan yang tercermin dari data yang diperoleh selama berlangsungnya penelitian menunjukkan bahwa penduduk yang berusia relatif muda kurang tertarik untuk bekerja di bidang pertanian, menurut mereka kegiatan usahatani tidak memberikan masa depan yang baik. Tabel 4 Kelompok tani pangan di Desa Ciherang tahun 2012

No Nama Kelompok Tani Jml Ang gota Luas Lahan Tahun di

Bentuk Jenis Tanaman

Sawah (ha) Darat (ha) Jml (ha)

1. Subur Jaya 20 25 0 25 2004 padi, jagung, ubi jalar,

bengkuang

2. Minasri 25 25 0 25 1978 padi

3. Barokah 20 25 0 25 1998 padi, jagung, ubi jalar,

mentimun

4. Saluya 26 20 0 20 1998 padi, jagung, ubi jalar

5. Alam Sari 20 5 0 5 2009 padi/ palawija

6. Sekar Sari 20 0 1 1 2001 tanaman pekarangan

Sumber :BKP5K Kabupaten Bogor, 2013

Petani di Desa Ciherang sudah mulai membentuk beberapa kelompok tani dan satu buah gapoktan (Gabungan kelompok tani) yang bernama Subur Makmur. Kelompok tani di Desa Ciherang dapat dibedakan menjadi :

a. Kelompok tani dewasa yang berjumlah 15 kelompok. b. Kelompok tani wanita yang berjumlah 1 kelompok.

c. Kelompok tani pangan yang berjumlah 6 kelompok (Tabel 4). d. Kelompok tani ikan yang berjumlah 5 kelompok.

e. Kelompok tani ternak yang berjumlah 5 kelompok.

Berdasarkan Tabel 4, dapat kita ketahui bahwa sebagian besar petani di Desa Ciherang melakukan usahatani padi, di sawah yang mereka kelola. Sisanya memanfaatkan lahan untuk usahatani sayuran, palawija dan tanaman pekarangan. Lahan sawah di Desa Ciherang tergolong pada jenis sawah irigasi sederhana. Pola tanam di Desa Ciherang terdiri dari tiga pola yaitu :

1. Padi-padi-padi 2. Padi-padi-sayuran 3. Padi-padi-palawija

Saluran tataniaga gabah di Desa Ciherang secara umum adalah petani menjual gabag kering panen (GKP) di sawah kepada tengkulak. Pengumpul/tengkulak menjual gabah GKP ke pabrik/pedangan besar. Pabrik/pedangan besar mengolah gabah menjadi beras atau langsung dijual kepengilingan. Setelah menjadi beras, pedagang besar menjual beras kepada pengecer dan dari pengecerlah konsumen mendapatkan beras.

Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani merupakan salah satu aspek penting yang turut berpengaruh dalam menerapkan inovasi atau cara baru dalam usahatani, terutama dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani. Penjelasan mengenai karakteristik responden digunakan untuk memberikan gambaran tentang kondisi dan keadaan petani responden di Desa Ciherang. Karakteristik yang digunakan dalam penelitian ini baik dari petani yang menerapkan PTT maupun petani yang tidak menerapkan PTT adalah karakteristik berdasarkan pengalaman mengikuti sekolah lapang PTT, status usahatani padi, usia, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengalaman usahatani, luas lahan garapan, status penguasaan lahan dan waktu panen padi terakhir. Keragaman karakteristik tersebut dapat mempengaruhi keputusan petani responden dalam melakukan kegiatan usahatani padi.

Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Sekolah Lapang PTT

Berdasarkan definisi yang telah di bangun pada,”Bab Metode Penelitian”, petani yang menerapkan PTT adalah petani yang mengikuti program sekolah lapang. Sekolah lapang PTT di Desa Ciherang telah dilaksanakan dua kali yaitu pada tahun 2008 dan tahun 2012. Secara logika jika petani telah mengikuti kegiatan sekolah lapang baik satu kali ataupun dua kali maka petani akan menerapkan PTT. Hal ini disebabkan petani telah mengetahui, memahami dan merasakan manfaatnya.

Tabel 5 Karakteristik responden berdasarkan pengalaman sekolah lapang PTT, di Desa Ciherang tahun 2013

No

Pengalaman sekolah lapang

PTT (kali)

Petani yang Menerapkan PTT

Petani yang tidak Menerapkan PTT Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 0 0 0 30 100 2 1 19 63,3 0 0 3 2 11 36,7 0 0 Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa petani yang tidak menerapkan 100 persen atau 30 orang belum pernah mengikuti kegiatan sekolah lapang PTT. Petani yang menerapkan PTT dengan nilai 63,3 persen atau 19 orang telah mengikuti kegiatan

sekolah lapang selama satu kali yaitu pada tahan 2012 dan sisanya yaitu 36,7 persen atau 11 orang telah dua kali mengikuti kegiatan sekolah lapang PTT. Hal ini memberikan informasi bahwa tidak ada petani yang pernah mengikuti sekolah lapang namun tidak menerapkan PTT pada tahun 2012.

Karakteristik Responden Berdasarkan Status Usahatani Padi

Berdasarkan penelusuran melalui wawancara langsung kepada petani di Desa Ciherang, diketahui bahwa sebagian besar petani menjadikan usahatani padi sebagai pekerjaan utama dengan alasan tidak membutuhkan perawatan seintensif tanaman hortikultura, menguntungkan dan sudah menjadi pekerjaan turun temurun. Walaupun demikian, petani tidak hanya menggantungkan hidupnya dari bertani padi, tetapi petani juga mempunyai pekerjaan sampingan seperti bertani tanaman lain, berdagang, warung, kuli bangunan, kuli cangkul, tukang urut ataupun melakukan budidaya ikan dan melakukan ternak seperti bebek, ayam dan kambing.

Berdasarkan Tabel 6, didapatkan informasi bahwa mayoritas dari responden menjadikan bertani padi sebagai pekerjaan utama. Persentase petani yang menerapkan PTT, yang menjadikan usahatani padi sebagai pekerjaan utama sebesar 83,3 persen. Persentase petani padi yang tidak menerapkan PTT, yang menjadikan usahatani padi sebagai pekerjaan utama sebesar 80 persen. Tingginya persentase yang menjadikan usahatani padi sebagai pekerjaan utama dikarenakan dari kecil mereka telah mengenal pertanian atau telah turun temurun mengandalkan hidup mereka dengan bertani.

Tabel 6 Karakteristik responden berdasarkan status usahatani padi, di Desa Ciherang tahun 2013

No Status Usahatani Padi

Petani yang tidak Menerapkan PTT

Petani yang Menerapkan PTT Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 Pekerjaan Utama 24 80 25 83,3 2 Pekerjaan Sampingan 6 20 5 16,7 Jumlah 30 100 30 100

Pengusahaan usahatani padi akan dilakukan dengan sungguh-sungguh, jika penguasaan padi sawah merupakan pekerjaan utama. Hal ini dikarenakan pendapatan keluarga tani sangat bertumpu pada usahatani padi tersebut. Modal yang ada, tenaga, waktu dan sumber daya yang lain yang dimiliki oleh keluarga tani akan difokuskan pada usahatani padi tersebut, dengan memaksimalkan sumber daya yang ada diharapkan dapat memaksimalkan pendapatan keluarga tani.

Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Usia

Umur sangat mempengaruhi produktivitas petani dalam hal tenaga kerja. Petani yang masih dalam usia produktif pada umumnya akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia petani yang tidak lagi produktif. Hal ini berkaitan dengan proses pengolahan lahan pertanian yang membutuhkan tenaga, sehingga jika petani masih memiliki tenaga yang kuat proses pengolahan lahan menjadi lebih baik dan hasil dari usahataninya pun akan lebih baik. Faktor umur juga berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan setiap petani dalam menerapkan inovasi/cara baru dalam

usahatani yang lebih inovatif sehingga dapat mengahasilkan output yang lebih optimal.

Tabel 7 Karakteristik responden berdasarkan kelompok usia, di Desa Ciherang tahun 2013

No Kelompok Usia

(Tahun)

Petani yang tidak Menerapkan PTT

Petani yang Menerapkan PTT Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 31-35 2 6,7 1 3,3 2 36-40 2 6,7 0 0 3 41-45 4 13,3 1 3,3 4 46-50 4 13,3 6 20 5 >50 18 60 22 73,3

Berdasarkan Tabel 7, responden sebagian besar berasal dari kelompok umur di atas 50 tahun, baik petani yang menerapkan PTT maupun yang tidak menerapkan PTT pada usahatani padi. Petani yang menerapkan PTT dengan nilai persentase tertinggi berada pada kelompok umur di atas 50 tahun dengan jumlah 22 orang atau 73,3 persen dan paling kecil berada pada kelompok umur 36-40 tahun sebesar 0 persen. Persentase tertinggi untuk petani yang tidak menerapkan PTT berada pada kelompok umur di atas 50 tahun dengan jumlah 18 orang atau 60 persen dan persentase paling kecil berada pada kelompok umur 31-35 tahun serta 36-40 tahun dengan persentase yang sama yaitu 6,7 persen atau berjumlah 2 orang. Seluruh responden dari yang paling muda (minimal usia 31 tahun) hingga yang paling tua telah berkeluarga. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh responden telah memiliki tanggungan yang lebih berat dalam hidupnya.

Berdasarkan Tabel 7, dapat disimpulkan bahwa petani padi di Desa Ciherang baik yang menerapkan PTT maupun tidak menerapkan PTT sebagian besar tidak lagi berada pada usia produktif. Tingginya persentase petani yang berusia di atas 50 tahun menunjukkan bahwa usahatani padi jarang digeluti oleh kaum muda di Desa Ciherang. Hal ini terjadi karena sebagian pemuda yang ada di Desa Ciherang enggan untuk bekerja sebagai petani. Mereka pada umumnya lebih suka bekerja di luar bidang usahatani contohnya di bidang transportasi.

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keputusan setiap individu petani terhadap penerapan suatu inovasi dalam suatu usahatani. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan seseorang akan menentukan pola pikir dari individu tersebut, sehingga menimbulkan berbagai pertimbangan yang berbeda dalam setiap diri individu. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi pada umumnya mampu berpikir dan bertindak dengan cepat dalam menemukan suatu solusi dibandingkan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa persentase terbesar tingkat pendidikan responden baik untuk petani padi yang menerapkan PTT maupun yang tidak menerapkan PTT adalah tingkat SD. Persentase tingkat pendidikan terbesar pada petani padi yang menerapkan PTT, pada tingkat SD dengan nilai 56,6 persen atau 17 orang sedangankan persentase tingkat pendidikan terkecil adalah tingkat SMP dengan nilai 3,3 persen atau 1 orang. Persentase tingkat pendidikan terbesar pada petani yang tidak menerapkan PTT yaitu pada tingkat SD dengan nilai 50 persen atau 15 orang sedangkan

untuk persentase tingkat pendidikan terkecil pada tingkat SMP dengan nilai 10 persen atau 3 orang.

Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, di Desa Ciherang tahun 2013

No Tingkat

Pendidikan

Petani yang Tidak Menerapkan PTT

Petani yang Menerapkan PTT Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 6 20 7 23,3 2 Tidak Tamat SD 6 20 5 16,7 3 SD 15 50 17 56,7 4 SMP 3 10 1 3,3 Jumlah 30 100 30 100

Menurut persepsi petani, rendahnya pendidikan meraka dikarenakan keterbatasan ekonomi orang tua mereka dahulu. Sebagian lagi beranggapan bahwa orang tua mereka masih mampu untuk membiayai pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi namun orang tua mereka terutama bapak mereka beranggapan bahwa jika nantinya mereka akan mengurus sawah. Hal ini menyebabkan orang tua mereka beranggapan anak-anak mereka tidak perlu mendapat latar belakang pendidikan formal yang lebih tinggi. Cukup hanya keterampilan dasar seperti membaca dan menulis di bangku sekolah dasar dianggap dapat membekali mereka dalam hidup di dunia pertanian yang pada masa itu sekolah dasar masih disebut SR atau Sekolah Rakyat. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan dan Penguasaan Lahan

Luas lahan garapan merupakan potensi ekonomi yang dimiliki oleh seorang petani. Besar kecilnya produksi dan pendapatan petani salah satunya ditentukan oleh faktor luas lahan garapan. Luas lahan garapan juga dipengaruhi oleh tingkat produktivitas tenaga kerja. Semakin luas lahan garapan maka semakin banyak pula tenaga kerja yang dibutuhkan. Luas lahan garapan yang diusahakan oleh petani responden memiliki jumlah luasan yang bervariasi.

Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan luas lahan, di Desa Ciherang tahun 2013

No Luas Lahan (Ha)

Petani yang tidak Menerapkan PTT

Petani yang Menerapkan PTT Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 < 0,5 25 83,3 10 33,3 2 0,5-1 3 10 19 63,4 3 >1 2 6,7 1 3,3 Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 9, luas lahan garapan yang dikelola petani secara umum sebagian besar kurang dari 1 ha atau kurang dari 10.000 meter. Petani padi yang menerapkan PTT, persentase luas lahan usahatani padi terbesar pada kelompok luasan lahan 0,5-1 ha dengan nilai 63,4 persen atau 19 orang, sementara persentase luas lahan terkecil pada luas lahan di atas 1 ha dengan nilai 3,3 persen atau berjumlah 1 orang. Petani yang tidak menerapkan PTT, persentase luas lahan terbesar pada kelompok luas

lahan kurang dari 0,5 ha dengan nilai 83,3 persen atau 25 orang, sedangkan persentase terkecil pada kelompok luasan lahan di atas 1 ha dengan nilai 6,7 persen atau 2 orang. Tabel 10 Karakteristik petani berdasarkan status penguasaan lahan, di Desa Ciherang

tahun 2013

No

Status Penguasaan

Lahan

Petani yang tidak Menerapkan PTT

Petani yang Menerapkan PTT Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 Milik 8 26,7 12 40 2 Sewa 6 20 6 20 3 Garap 16 53,3 12 40 Jumlah 30 100 30 100

Status penguasaan lahan atau sawah untuk kegiatan usahatani padi responden di Desa Ciherang dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu petani milik, petani sewa dan petani penggarap. Status penguasaan lahan usahatani yang mendominasi petani yang tidak menerapkan PTT adalah petani penggarap dengan persentase 53,3 persen atau 16 orang, sedangkan persentase terkecil adalah petani sewa dengan nilai 20 persen atau 6 orang (Tabel 10). Persentase penguasaan lahan untuk petani padi yang menerapkan PTT didominasi oleh petani milik dan petani penggarap dengan nilai yang sama yaitu 40 persen atau 12 oran sedangkan 20 persennya atau 6 orang sisanya adalah petani sewa (Tabel 10). Tabel 10, juga menunjukkan bahwa sistem bagi hasil (penggarap) lebih banyak diterapkan petani padi di Desa Ciherang dari pada sistem sewa bagi petani yang tidak memiliki lahan sendiri. Sistem mengarap lahan yang diterapkan di Desa Ciherang adalah bagi hasil yaitu membagi hasil produksi dengan tuan tanah dengan proporsi 30 persen untuk pemilik lahan dan 70 persen untuk petani yang menggarap.

Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga

Tanggungan keluarga adalah sumberdaya manusia pertanian yang dimiliki oleh petani, terutama yang berusia produktif dan yang ikut membantu dalam usahatani. Hal ini disebabkan penyedia tenaga kerja beberapa petani berasal dari anggota keluarga sendiri. Pada penelitian ini, tanggungan keluarga diartikan sebagai jumlah anggota keluarga yang masih tinggal bersama dengan responden.

Tabel 11 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga, di Desa Ciherang tahun 2013

No

Jumlah Tanggungan

Keluarga

Petani yang tidak Menerapkan PTT

Petani yang Menerapkan PTT Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 1 3 10 9 30 2 2 5 16,7 3 10 3 3 7 23,3 9 30 4 4 7 23,3 6 20 5 >4 8 26,7 3 10 Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 11, dapat disimpulkan pada petani yang menerapkan PTT jumlah tanggungan keluarga beragam namun persentase terbesar pada kelompok jumlah tanggungan keluarga satu dan tiga dengan persentase 30 persen atau 9 orang. Persentase jumlah tanggungan keluarga terbesar untuk petani yang tidak menerapkan PTT pada kelompok jumlah tanggungan lebih besar dari 4 orang dengan persentase 26,7 persen atau berjumlah 8 orang sedangkan persentase terkecilnya pada kelompok jumlah tanggungan 1 orang dengan nilai 10 persen atau 3 orang.

Jumlah anggota keluarga juga dapat mempengaruhi keadaan perekonomian rumah tangga petani. Rumah tangga petani yang memiliki jumlah anggota keluarga yang relatif banyak, maka dalam rumah tangga tersebut dituntut untuk memperoleh pendapatan yang relatif besar untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jumlah anggota keluarga yang besar juga dapat membantu perekonomian rumah tangga petani jika mampu memberikan sedikit penghasilannya kepada rumah tangga petani, sehingga dengan jumlah anak yang banyak maka penerimaan di luar usahatani rumah tangga petani yang berasal dari anak juga semakin besar.

Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Padi

Pengalaman berusahatani yang terarah dan lebih lama mampu mendorong petani untuk mengambil keputusan yang tepat mengenai penerapan berbagi inovasi baru pada lahan yang mereka kelola. Selain itu, dengan pengalaman berusahatani tersebut petani akan mampu mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki agar lebih efektif dan efisien. Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa baik petani padi yang menerapkan ataupun tidak menerapkan PTT persentase terbesarnya telah memiliki pengalaman berusahatani padi di atas 31 tahun.

Tabel 12 Karakteristik responden berdasarkan pengalaman berusahatani padi, di Desa Ciherang tahun 2013

No

Pengalaman Beruasahatani Padi

(Tahun)

Petani yang tidak Menerapkan PTT Petani yang Menerapkan PTT Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 < 10 7 23,3 5 16,7 2 11-15 5 16,7 4 13,3 3 16-20 4 13,3 2 6,7 4 21-25 0 0 3 10 5 26-30 2 6,7 5 16,7 6 >31 12 40 11 36,7 Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 12, persentase pengalaman berusahatani terbesar bagi petani yang menerapkan PTT pada kelompok berpengalaman di atas 31 tahun dengan nilai 36,7 persen atau berjumlah 11 orang dan persentase terkecilnya adalah pada kelompok 16-20 tahun dengan nilai 6,7 persen atau berjumlah 2 orang. Persentase pengalaman terbesar berusahatani bagi petani yang tidak menerapkan PTT juga pada kelompok di atas 31 tahun dengan nilai 40 persen atau berjumlah 12 orang sedangkan persentase terkecil pada kelompok 20-25 tahun dengan nilai 0 atau tidak ada satupun responden pada kelompok tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa petani padi di Desa Ciherang sebagian besar merupakan petani yang telah berpengalaman dalam berusahatani,

sehingga dapat dikatakan mereka telah terlatih dan mampu mengelola usahataninya dengan baik.

Pengalaman berusahatani juga mempengaruhi sikap petani terhadap PPL atau penyuluh. Semakin sedikit pengalaman petani, semakin besar rasa kebutuhan mereka akan adanya PPL atau penyuluh pertanian yang lain, begitu pula sebaliknya. Beberapa petani ada yang merasa tidak membutuhkan PPL sama sekali karena mereka menganggap PPL tidak pernah mempraktikkan apa yang mereka suluhkan di lapangan. Terkadang petani menganggap PPL tidak memberikan solusi dari setiap masalah mereka, sehingga menurut mereka saran dari PPL tidak perlu didengarkan.

Karakteristik Responden Berdasarkan Waktu Panen Padi

Pada penelitian ini, waktu panen yang dijadikan acuan adalah waktu panen padi kelompok petani yang menerapkan PTT. Waktu panen petani yang menerapkan PTT yaitu pada bulan Desember 2012 sehingga petani yang tidak menerapkan PTT diharapkan waktu panen padi terakhirnya pun tidak terlalu jauh dari bulan tersebut. Namun, di lapang menunjukkan bahwa petani padi di Desa Ciherang tidak melakukan penanaman di bulan yang sama secara masal dikarenakan berbagai hal, sehingga sulit mendapatkan responden dengan waktu panen padi terakhir di bulan Desember 2012 sehingga petani yang dijadikan responden adalah petani dengan waktu panen padi terakhir 6 bulan ke depan atau ke belakang dari bulan Desember 2012.

Tabel 13 Karakateristik responden berdasarkan waktu panen padi, di Desa Ciherang tahun 2013

No Waktu Panen

(Bulan, Tahun)

Petani yang tidak Menerapkan PTT

Petani yang Menerapkan PTT Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 7-8, 2012 4 13,3 0 0 2 9-10, 2012 2 6,7 0 0 3 11-12, 2012 3 10 30 100 4 1-2, 2013 9 30 0 0 5 3-4, 2013 3 10 0 0 6 5-6, 2013 9 30 0 0 Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 13, dapat diketahui bahwa persentase terbesar petani yang tidak menerapkan PTT, waktu panen padi terakhir pada kelomok bulan Januari-Februari 2013 dan bulan Mei-Juni 2013 dengan nilai yang sama yaitu 30 persen atau 9 orang. Persentase waktu panen terkecil pada bulan Agustus-Oktober 2012 dengan nilai 6,7 persen atau 2 orang. Petani yang tidak menerapkan PTT dengan waktu panen padi pada bulan November-Desember yang berdekatan dengan waktu panen petani yang menerapkan PTT hanya berjumlah 3 orang atau 10 persen.

Dokumen terkait