• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini menyajikan hasil-hasil penelitian beserta pembahasan yang meliputi pandangan petani terhadap Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), faktor-faktor yang mempengaruhi petani menerapkan PTT pada usahatani padi dan pengaruh PTT terhadap produksi dan pendapatan usahatani padi. Pandangan petani terhadap PTT akan

mendeskripsikan perbedaan penerapan teknologi antara anjuran PTT dan responden dan mendeskripsikan tingkat penerapan PTT pada usahatani padi. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani menerapkan PTT pada usahatani padi dilakukan dengan menggunakan model regresi logistik dan model regresi linier berganda. Pengaruh penerapan PTT terhadap pendapatan usahatani padi dianalisis menggunakan analisis usahatani dan untuk mengetahui bagaimana korelasi antara tingkat penerapan PTT dengan pendapatan usahatani dilakukan uji korelasi pearson.

Pandangan Petani Padi Terhadap Pengelolaan Tanaman Terpadu

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan pendekatan untuk mengelola sumber daya tanaman, lahan dan air dengan sebaik-baiknya, yang diajarkan pada program sekolah lapang PTT. PTT memanfaatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan memperhatikan unsur keterkaitan sinergis antar teknologi, memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial ekonomi petani. PTT juga bersifat partisipatif yang berarti petani turut serta menguji dan memilih teknologi yang sesuai dengan keadaan setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran. PTT terdiri dari enam komponen teknologi dasar dan enam komponen teknologi pilihan. Teknologi yang diterapkan dalam program sekolah lapang PTT pada praktiknya disesuaikan dengan rakitan teknologi yang dirumuskan bersama-sama petani dan petugas penyuluh lapang. Paket teknologi tersebut didasarkan pada ketersediaan sumberdaya, permasalahan yang dihadapi dan kebiasaan petani. Tabel 14 Motivasi responden mengikuti sekolah lapang PTT 2012, di Desa Ciherang

tahun 2013

Motivasi mengikuti SLPTT Jumlah

responden

Persentase (%)

Meningkatkan produktivitas dan Keuntungan 1 3,33

Ada bantuan benih 0 0

Ajakan kelompok tani 21 70

Adanya bimbingan dari penyuluh 8 26,7

Total 30 100

Pada penelitian ini, petani yang menerapkan PTT adalah petani yang mengikuti program sekolah lapang PTT di Desa Ciherang pada tahun 2012, sehingga salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui motivasi petani menerapkan PTT adalah menelusuri alasan petani mengikuti sekolah lapang PTT. Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa 70 persen petani mengikuti program sekolah lapang (menerapkan PTT) dikarenakan adanya ajakan dari kelompok tani. Hal ini dikarenakan ketika petani menjadi anggota kelompok tani maka dengan sukarela dan penuh kesadaran mereka akan mengikuti segala program yang direncanakan kelompok tani tersebut. Adanya bimbingan dari penyuluh menjadikan 26,7 persen petani mengikuti program sekolah lapang dan menerapkan PTT. Hal ini rata-rata menjadi alasan bagi petani yang memiliki pengalaman berusahatani tani di bawah 10 tahun. Meningkatkan produktivitas dan keuntungan menjadi 3,33 persen alasan responden mengikuti program sekolah lapang PTT. Kecilnya motivasi petani menerapkan PTT untuk meningkatkan produksi dan pendapatan disebabkan sebagian besar petani memiliki persepsi bahwa keberhasilan usahatani padi ditentukan oleh cuaca, serangan hama dan penyakit serta penggunaan pupuk bukan dikarenakan suatu program pertanian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden yang menerapkan maupun tidak menerapkan PTT pada usahatani padi, hampir sebagian besar tidak mengetahui definisi PTT, namun pada umumnya mereka telah mengetahui komponen-komponen rakitan dari teknologi PTT. Komponen teknologi PTT yang telah petani ketahui dan ada pula yang telah dipraktikan misalnya penanaman bibit muda, jumlah bibit yang digunakan 1- 3 bibit per lubang, kebutuhan benih untuk 1 hektar adalah 25 kg dan lain-lain. Menurut petani yang menerapkan PTT (peserta sekolah lapang PTT) PTT adalah sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu yang diajarkan oleh penyuluh kepada petani tentang bagaimana cara budidaya padi dengan penggunaan benih dan pupuk yang hemat secara terus-menerus dan terpadu.

Perbandingan Penerapan PTT Menurut Anjuran PTT dengan Responden

Desa Ciherang merupakan salah satu desa yang melaksanakan program sekolah lapang PTT pada tahun 2012 di Kecamatan Dramaga yang terdiri dari dua kelompok tani peserta yaitu Mina Sri dan Subur Jaya. Pelaksanan PTT di Desa Ciherang berdasarkan rakitan bersama antara penyuluh dan peserta program sekolah lapang PTT sehingga tidak seluruh paket PTT yang dijelaskan pada, “Bab Kerangka Berpikir Teoritis”, diterapkan. Hal ini dikarenakan adanya penyesuaian dengan permasalahan, kondisi lahan dan kebiasaan yang dihadapi oleh petani di Desa Ciherang. Secara ringkas paket teknologi yang diterapkan di Desa Ciherang pada program sekolah lapang PTT tahun 2012 sebagai berikut :

a. Varietas unggul baru dengan benih bermutu dan berlabel dengan varietas Ciherang dengan dosis 25 kg/ha.

b. Penggunaan pupuk organik baik dari pupuk kandang ataupun dari pupuk organik komersial dengan dosis 1.000 kg/ha.

c. Jarak tanam 40x20x12,5 cm (jajar legowo).

d. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dengan pendekatan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) atau dengan melakukan penyemprotan minimal 2 kali.

e. Pemindahan bibit padi dari persemaian ke sawah pada umur 15-21 hari. f. Jumlah bibit yang ditanam 1-3 bibit per lubang.

g. Pengairan secara efektif dan efisien. h. Penyiangan dengan landak atau gasrok.

i. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontokkan.

j. Pemupukan dan pengolahan lahan berdasarkan kebutuhan tanah dan tanaman. Penerapan paket teknologi PTT tersebut dilaksanakan 100 persen oleh peserta sekolah lapang PTT hanya pada lahan percontohan, sementara penerapan pada lahan peserta sekolah lapang PTT tidak 100 persen. Hal ini dikarenakan kurangnya ketegasan dari pihak penyuluh lapang, keterbatasan tenaga kerja dari petani, kurangnya pemahaman petani terhadap beberapa komponen PTT dikarenakan petani tidak datang 100 persen pada saat pertemuan sekolah lapang, sulitnya mendapatkan akses pupuk kandang, kurangnya caplak untuk melakukan penanaman jajar legowo, kurangnya pemahaman petani terkait PHT, banyaknya serangan hama dan keong pada musim tanam bulan September 2012 dan adanya persepsi pada diri petani bahwa semakin banyak pupuk, obat-obatan dan bibit yang digunakan maka akan menjauhkan petani dari gagal panen sehingga hasil produksi yang diperoleh tinggi. Secara umum, perbedaan penggunaan teknologi pada usahatani padi pada petani yang menerapkan PTT, tidak

menerapkan PTT dan paket teknologi PTT yang dirumuskan pada program sekolah lapang PTT dapat dijelaskan pada paragraf-paragraf di bawah ini.

Benih. Berdasarkan paket teknologi dasar PTT untuk komponen benih ada tiga hal yang diajurkan yaitu dosis penggunaan benih, anjuran penggunaan benih bersertifikat dan anjuran penggunaan benih unggul. Pengunaan benih yang dianjurkan PTT adalah benih unggul baik varietas hibrida maupun inhibrida. Poin ini telah diterapkan 100 persen baik untuk petani yang menerapkan PTT maupun petani yang tidak menerapkan PTT. Varietas yang digunakan oleh responden diantaranya Ciherang, GH, Inparid dan IR-64 (Lampiran 1), sedangkan untuk petani yang menerapkan PTT seragam menggunakan varietas Ciherang. Hal ini disebabkan petani peserta sekolah lapang PTT (petani yang menerapkan PTT) diberikan benih secara gratis dari Dinas Penyuluhan. Menurut responden varietas tersebut telah terbukti lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta dapat tumbuh dengan maksimal di sawah mereka, sehingga hasil produksi yang dihasilkan tinggi.

Kebutuhan benih untuk 1 hektar sawah sesuai anjuran PTT adalah 25 kg. Berdasarkan Tabel 15, petani yang menerapkan PTT menggunakan benih dengan dosis rata-rata 47,41 kg/ha sedangkan petani yang tidak menerapkan PTT menggunakan dosis rata-rata 89,58 kg/ha. Petani yang menerapkan PTT mengaplikasikan benih untuk satu hektar sawah 1,89 kali lebih besar dari anjuran PTT, sedangkan petani yang tidak menerapkan PTT mengaplikasikan benih 3,58 kali lebih besar dari anjuran PTT. Petani yang menerapkan PTT maupun petani yang tidak menerapkan PTT pada umumnya telah mengetahui kebutuhan benih 25 kg/ha, namun petani tidak menerapkan. Hal ini dikarenakan petani mengantisipasi adanya serangan keong, adanya kemungkinan daya tumbuh benih rendah, adanya kegagalan tanam sehingga petani tidak perlu menebar benih dua kali yang berdampak pada mundurnya waktu tanam serta guna keperluan penyulaman.

Tabel 15 Penerapan komponen PTT benih menurut responden, di Desa Ciherang 2013 Komponen PTT (Benih) Satuan Standar PTT Rata-Rata Penerapan Petani Yang Menerapkan PTT Rata-Rata Penerapan Petani Yang Tidak

Menerapkan PTT

Mutu Benih Unggul % 100 100 100

Benih Bersertifikat % 100 100 16,7

Kebutuhan Benih Kg/ha 25 47,41 89,58

Poin penggunaan benih bersertifikat belum dapat dipenuhi oleh sebagian besar petani di Desa Ciherang. Petani yang menerapkan PTT (peserta sekolah lapang PTT) seluruhnya menggunakan benih bersertifikat dikarenakan mendapat bantuan benih dari Dinas Penyuluhan namun untuk petani yang tidak menerapkan PTT baru 16,7 persen yang menggunakan benih bersertifikat (Tabel 15). Hal ini disebabkan petani yang tidak menerapkan PTT beranggapan bahwa harga benih bersertifikat mahal sehingga mereka menggunakan benih dari hasil tanam sebelumnya. Menurut pengalaman petani, benih hasil tanam sebelumnya (benih sendiri) masih dapat menghasilkan produksi yang baik.

Tata cara pengolahan tanah. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan pengolahan lahan adalah membuat lahan sawah menjadi siap ditanami dan lahan dapat memberikan dukungan yang optimal bagi pertumbuhan tanaman. Pada tahap ini, ada dua jenis tenaga kerja yang dilibatkan yaitu tenaga kerja manusia dan tenaga kerja mesin (traktor tangan) atau hewan (kerbau). Urutan kegiatannya yaitu namping, mopok, bajak I, bajak II dan leleran. Pada umumnya petani padi di Desa Ciherang telah

memahami tentang cara pengolahan tanah yang baik dan benar, namun petani belum mampu membedakan perlakuan pengolahan tanah pada musim kemarau dan musim hujan sehingga mereka tidak membedakan pengolahan pada musim hujan dan musim kemarau. Pengolahan tanah menurut anjuran PTT berbeda antara musim hujan dengan musim kemarau. Pada musim hujan tanah dibajak 2 kali sedang pada musim kemarau bisa langsung penggaruan (peleleran) tanpa pembajakan.

Tabel 16 Penerapan komponen PTT pengolahan lahan menurut responden, di Desa Ciherang 2013 Komponen PTT (Pengolahan Lahan Sesuai Kebutuhan) Satuan Standar PTT Rata-Rata Penerapan Petani Yang Menerapkan PTT Rata-Rata Penerapan Petani Yang Tidak

Menerapkan PTT

Napin Kali/musim 1 1 1

Mopok Kali/musim 1 1 1

Bajak Kali/musim 2 2 2

Leleran Kali/musim 1 1 1

Namping adalah kegiatan pembersihan pematang sawah dari rerumputan menggunakan cangkul dengan mengikis sedikit lapisan tanah pematang yang ditumbuhi rumput. Mopok adalah kerja manusia menggunakan cangkul untuk melapisi pematang sawah yang bersih dari rerumputan dengan lumpur sawah. Bajak I adalah membajak atau membalik tanah dengan hand tractor, kerbau atau mencangkul agar lapisan atas beralih ke bawah dan lapisan bawah beralih ke atas. Bajak II yaitu meratakan lahan dan membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman yang mengganggu. Leleran adalah kerja manusia sebagai tindak lanjut dari kerja bajak II yang menggunakan hand tractor atau kerbau dalam meratakan lahan.

Pada saat penelitian ini dilaksanakan, kegiatan penanaman padi bertepatan pada musim hujan sehingga berdasarkan anjuran PTT perlu dilakukan pembajakan 2 kali, sementara untuk kegiatan pengolahan lahan yang lain sama. Berdasarkan Tabel 16, diketahui jika baik petani yang menerapkan PTT ataupun petani yang tidak menerapkan PTT telah melakukan kegiatan pembajakan dua kali. Hal ini memberikan informasi jika baik petani yang menerapkan PTT maupun petani yang tidak menerapkan PTT telah melakukan pengolahan lahan secara sempurna.

Bibit. Tahap pembibitan harus mendapatkan perhatian serius dari petani. Tahap ini berkaitan dengan usaha untuk menghasilkan bibit yang prima. Penampilan tanaman padi setalah dilakukan pindah tanam kurang bagus, jika bibit yang dihasilkan kurang bagus. Tahap pembibitan memiliki tiga kegiatan utama yaitu pemilihan lokasi yang baik, persiapan petak persemaian, penyebaran benih dan perawatan. Tujuan pemilihan lokasi untuk lokasi persemaian adalah agar persemaian mudah diairi dan mudah pula air dibuang, tidak ternaungi dan jauh dari lampu. Tanah pada petak yang akan digunakan untuk pembibitan harus diolah dengan baik. Pengolahan lahan persemaian diawali kegiatan pengemburan, kemudian ditambahkan dengan sekam padi atau bahan organik atau campuran keduannya sebanyak 2 kg/m2. Setelah persiapan petak persemaian selesai, penyebaran benih dilakukan.

Berdasarkan anjuran dari sekolah lapang PTT cara memilih benih yang baik dapat dilakukan dengan cara memilih benih sebelum disemaikan dengan larutan ZA atau larutan garam. Perbandingan yang digunakan dalam melarutkan larutan ZA atau garam dengan air adalah untuk I kg ZA dilarutkan dalam 3 liter air atau 30 gram garam

dilarutkan dalam 1 liter air. Jumlah benih yang dilarutkan disesuaikan dengan volume larutan ZA atau garam. Benih yang terlihat mengambang atau mengapung sebaiknya dibuang karena tidak memiliki viabilitas yang baik, namun baik petani yang menerapkan PTT ataupun tidak menerapkan PTT hanya merendam benih dengan air biasa dengan alasan air biasa juga mampu mengapungkan benih yang tidak bernas.

Kegiatan perawatan pada tahap ini meliputi pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Pupuk yang biasa digunakan oleh petani untuk merangsang pertumbuhan bibit adalah Urea dengan dosis 20-40 gr/m2. Pemberian pupuk Urea ini dilakukan bersamaan saat benih ditebar. Sebaiknya penyebaran benih di bedeng persemaian tidak dengan jarak yang sempit karena mengakibatkan bibit-bibit muda yang dihasilkan berukuran lebih kecil dan menghasilkan bulir-bulir gabah yang lebih sedikit. Hal ini dapat berdampak pada produksi gabah akan lebih sedikit. Penyemprotan sebagai upaya pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan jika bibit padi terlihat mendapat serangan hama dan penyakit.

Sesuai anjuran sekolah lapang PTT bibit dapat dipindahkan (ditanam) ke sawah pada umur 15-21 hari setelah benih ditebar. Hal ini dikarenakan bibit muda bila dipindah tanam tidak mengalami stagnasi tumbuh dan akan menghasilkan anakan lebih banyak dibandingkan dengan bibit lebih tua, bibit cepat kembali pulih, akar akan lebih kuat, anakan lebih banyak, tahan rebah dan tahan kekeringan serta penyerapan pupuk lebih hemat sesuai kebutuhan. Berdasarkan Tabel 17, dapat diketahui rata-rata petani yang menerapkan PTT memindahkan bibit pada umur 20 hari sedangkan pada petani yang tidak menerapkan PTT memindahkan bibit rata-rata pada umur 23 hari artinya petani yang tidak menerapkan PTT memindahkan bibit tidak sesuai dengan anjuran PTT. Petani yang menerapkan PTT telah mengikuti anjuran PTT sedangkan petani yang tidak menerapkan PTT tidak menerapkan anjuran PTT. Hal ini disebabkan adanya ketakutan bibit muda dengan cepat dapat diserang keong serta terbatasnya jumlah kuli tanam (kuli ngepak) di Desa Ciherang yang pada umumnya ibu-ibu sehingga waktu penanaman harus menyesuaikan dengan waktu dari ibu-ibu (kuli ngepak).

Tabel 17 Penerapan komponen PTT bibit menurut responden, di Desa Ciherang 2013 Komponen PTT

(Bibit) Satuan Anjuran PTT

Penerapan Petani yang Menerapkan PTT Penerapan Petani yang Tidak Menerapkan PTT Umur pemindahan bibit Hari 15-21 20 23

Jumlah bibit per lubang

bibit 1-3 3 5

Jarak Tanam Bibit cm 40x20x12,5 40x20x12,5 20x20x20

Anjuran sekolah lapang PTT terkait jumlah bibit yang ditanamkan pada setiap lubang adalah 1-3 batang. Hal ini bertujuan untuk menjadikan tanaman padi tumbuh lebih subur karena saingan sesama tanaman dalam rumpun menjadi berkurang, jumlah anakan optimal, sekaligus penghematan penggunaan benih/bibit. Berdasarkan Tabel 17, petani padi yang menerapkan PTT menggunakan bibit rata-rata tiga bibit per lubang sedangkan untuk petani yang tidak menerapkan PTT menggunakan bibit rata-rata lima bibit per lubang. Artinya petani yang menerapkan PTT telah menerapkan anjuran PTT sedangkan petani yang tidak menerapkan PTT tidak menerapkan anjuran PTT. Hal ini dikarenakan adanya upaya antisipasi petani dari serangan keong serta besarnya jumlah

benih yang ditebar sehingga mereka menjadi lebih boros dalam menggunakan bibit, karena sisa bibit dipersemaian tidak dapat dimanfaatkan.

Sistem dan cara tanam. Setelah pengolahan lahan selesai dan bibit pada persemaian siap ditanam maka kegiatan penanaman bibit dapat dilakukan. Bibit ditanam dengan cara dipindah (tanam pindah=tapin) dari bedengan persemaian ke petakan sawah. Caranya bibit dicabut dari bedengan persemaian dengan menjaga agar bagian akarnya terikut semua dan tidak rusak. Setelah itu bibit dikumpulkan dalam ikatan- ikatan lalu ditaruh di sawah dengan sebagian akar terbenam ke air.

Berdasarkan anjuran sekolah lapang PTT di Desa Ciherang sistem jarak tanam padi yang digunakan yaitu jajar legowo dengan jarak tanam 40x20x12,5 cm. Sistem jajar legowo ini lebih menguntungkan petani karena jumlah populasi tanaman dan penggunaan pupuk akan lebih optimal serta memudahkan dalam perawatan sehingga memberikan pengaruh pada peningkatan produksi. Dengan adanya penerapan sistem jajar legowo, jarak antar tanaman menjadi lebih lebar sehingga cahaya matahari dapat langsung mengenai permukaan tanah. Hal ini dapat mengurangi intensitas serangan hama penyakit batang pada tanaman padi.

Berdasarkan Tabel 17 dan Lampiran 1, dapat diketahui bahwa petani padi yang menerapkan PTT sebagian besar telah menerapkan sistem jajar legowo pada usahatani padi namun petani yang tidak menerapkan PTT rata-rata menggunakan jarak tanam 20x20x20 cm. Artinya secara umum petani yang menerapkan PTT telah mengikuti anjuran PTT terkait aturan jarak tanam sedangkan petani yang tidak menerapkan PTT belum mengikuti anjuran PTT. Hal ini disebabkan kurangnya tenaga kerja yang dimiliki oleh petani karena dengan sistem jajar legowo membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih lama. Sistem tanam jajar legowo juga mengakibatkan penggunaan tenaga kerja pria pada proses penanaman untuk melakukan pencaplakan jarak tanam. Hal ini tidak akan terjadi jika mengguanakan cara tanam biasa karena cukup dengan menggunakan tenaga kerja wanita sehingga biaya tenaga kerja untuk penanaman lebih murah.

Berkaitan dengan penanaman (pindah tanam), ada pekerjaan lanjutan yang harus dilakukan jika kondisi menghendaki. Kegiatan tersebut yaitu penyulaman. Petani harus menyediakan bibit untuk penyulaman terhadap tanaman yang mati atau dimakan hama (keong mas). Di Desa Ciherang, keong mas merupakan hama yang harus diwaspadai pada tanaman padi yang baru saja dipindah tanam sampai pada umur tertentu (sekitar satu bulan). Jenis hama ini menyerang tanaman dengan cara memakan tanaman padi berusia muda dari ujung daun sampai akarnya. Hal ini meyebabkan penyulaman perlu dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati atau dimakan hama tersebut.

Pengairan. Pengairan yang efektif dan efesien sesuai ajaran sekolah lapang PTT adalah dengan melakukan pengairan pada sawah dengan cara berselang yaitu pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan antara lain untuk : menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diari menjadi lebih luas, memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam, mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar, mengurangi

kerebahan, mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif, menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen. Cara pengairan berselang yang sesuai dengan anjuran teknologi PTT adalah sebagai berikut :

- Secara berkala, tanah diairi hingga ketinggian 2-5 cm sampai tanaman berumur 10 hari.

- Sawah dibiarkan mengering tanpa ada pengairan, biasanya 5-6 hari.

- Setelah permukaan tanah terlihat retak selama sehari, sawah kembali diairi setinggi 5 cm.

- Sawah dibiarkan mengering kembali, tanpa pengairan selama 5-6 hari kemudian diairi kembali setinggi 5 cm.

- Kegiatan di atas terus dilakukan sampai tanaman masuk stadia pembungaan. - Setelah fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum panen, lahan terus diairi

setinggi 5 cm, kemudian lahan dikeringkan.

Pada umumnya baik petani yang menerapkan PTT maupun petani yang tidak menerapkan PTT telah memahami bagaimana cara mengairi sawah mereka. Informasi tersebut petani peroleh dari pengalaman, informasi dari penyuluh, ketua kelompok tani ataupun rekan sesama petani. Petani biasanya mengairi sawahnya pada waktu pagi hari dan sore hari dengan kondisi macak-macak (tidak terlalu basah ataupun tidak terlalu kering). Petani tidak sepenuhnya mengikuti cara pengairan sesuai anjuran dari PTT dikarenakan petani melakukan pengairan disesuaikan dengan kondisi serangan keong di sawah mereka. Sebagai contoh petani dengan segera akan mengeringkan sawah, jika petani merasa keong menyerang tanaman padi muda di sawah terlalu hebat.

Penggunaaan pupuk organik dan pupuk anorganik. Sesuai anjuran yang diajarkan dalam program sekolah lapang PTT pupuk yang digunakan dalam kegiatan usahatani padi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pupuk anorganik dan pupuk organik. Penggunaan pupuk anorganik yang dipraktekan pada lahan percontohan berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD). BWD berbentuk persegi panjang dengan 4 kotak skala warna, mulai dari hijau muda kekuningan (skala 2) hingga hijau tua (skala 5). Alat ini digunakan untuk menentukan kebutuhan hara N tanaman padi. Cara penggunaannya yaitu dengan membandingkan warna daun padi dengan warna pada panel dan pada skala berapa (2,3,4,5) warna daun padi tersebut paling sesuai dengan warna pada label.

Manfaat penggunaan BWD adalah mampu menunjukkan seberapa banyak tanaman padi membutuhkan unsur N sehingga pemberian unsur N dapat sesuai dengan kebutuhan. Pemberian unsur N pada tanaman padi pada dosis rendah dapat memberikan pengaruh negatif terhadap tanaman padi. Hasil panen akan rendah, jika pemberian unsur N kurang, sebaliknya jika tanaman mengalami kelebihan unsur N maka menyebabkan tanaman peka terhadap infeksi penyakit dan mudah rebah.

Tabel 18 Penerapan komponen PTT pupuk, di Desa Ciherang 2013 Komponen PTT (pupuk) Satuan Anjuran PTT Penerapan Petani yang Menerapkan PTT Penerapan Petani Yang Tidak Menerapkan PTT

Dokumen terkait