• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluknaga yang mayoritas penduduknya merupakan nelayan tradisional. Desa ini merupakan kawasan pantai berpasir yang masih ditumbuhi hutan bakau. Kawasan pantainya dekat dengan Kepulauan Seribu dan termasuk jalur alternatif menuju Kepulauan Seribu.

Kondisi Geografis Desa

Desa Tanjung Pasir termasuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Desa ini memiliki luas 570 ha dan merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian dari permukaan laut satu meter dan bersuhu 30-37°C. Letak astronomisnya adalah pada koordinat 6° 1’ 00” LU - 6° 2’ 00” LS dan 106° 38’ 00” - 106° 41’ 20” BT. Secara geografis, desa ini termasuk ke dalam wilayah pesisir karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Batas wilayahnya sebagai berikut:

a. Sebelah utara : Laut Jawa

b. Sebelah selatan : Desa Tegal Angus c. Sebelah barat : Desa Tanjung Burung d. Sebelah timur : Desa Muara

Desa Tanjung Pasir berjarak orbitasi tujuh km dari pusat pemerintahan kecamatan, sedangkan dari ibukota kabupaten berjarak 21 km. Secara administrasi, desa ini terbagi ke dalam enam wilayah kemandoran/dukuh, yaitu Kemandoran 1, Kemandoran 2, Kemandoran 3, Kemandoran 4, Kemandoran 5, dan Kemandoran 6. Jumlah RW di Desa Tanjung Pasir adalah 14 RW dan 31 RT. Setiap kemandoran rata-rata terdiri dari dua RW, kecuali di Kemandoran 3 yang terdiri dari empat RW. Secara geografis, wilayah desa yang memiliki resiko tinggi terhadap dampak perubahan iklim adalah Dukuh Garapan yang merupakan wilayah RW VI dengan jumlah lima RT. Dampak perubahan iklim ini ditandai dengan banjir di pemukiman warga akibat pasang tinggi yang semakin sering terjadi dan meresahkan warga.

Desa Tanjung Pasir mencakup 0.14% dari luas Kecamatan Teluk Naga. Daerah ini memiliki topografi landai, dengan ketinggian antara satu sampai tiga meter di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata sekitar 150-200 mm/tahun dan suhu udara rata-rata 24°C. Peruntukkan tanah di desa ini meliputi untuk jalan sepanjang 7.95 km, sawah dan ladang 54 ha dan untuk pekuburan 720 ha. Penggunaan lahan desa untuk perkantoran seluas 10.05 ha dan tanah sawah irigasi teknis 79 ha. Desa Tanjung Pasir juga memiliki lahan seluas 10 ha untuk tempat rekreasi berupa kawasan pantai.

Kondisi Sosial dan Budaya Desa

Penduduk Desa Tanjung Pasir berjumlah 9168 jiwa yang terdiri atas 4538 jiwa laki-laki dan 4630 jiwa perempuan. Terdapat 2309 kepala keluarga di desa tersebut. Mayoritas penduduk berada pada usia produktif, namun dengan tingkat pendidikan yang tergolong rendah.

Tabel 3 Jumlah dan persentase masyarakat Desa Tanjung Pasir berusia produktif berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2010

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. TK 50 2.5 2. SD 1 107 55.1 3. SLTP 497 24.7 4. SMU 259 12.9 5. D1-D3 20 1.0 6. Sarjana (S1-S3) 5 0.3 7. Madrasah 17 0.8 8. Pendidikan Agama 46 2.3 9. Kursus 10 0.5 Jumlah 2 011 100.0

Sumber : Data Monografi Desa Tanjung Pasir 2010

Berdasarkan HDR (Human Development Report) tahun 2011, Indonesia termasuk kategori menengah dalam pengembangan sumberdaya manusia. Salah satu cara untuk mengembangkannya adalah melalui pendidikan. Tingkat pendidikan yang masih tergolong rendah di Desa Tanjung Pasir berkaitan dengan pandangan masyarakat yang beranggapan bahwa pendidikan tidak terlalu penting untuk pekerjaan. Pengaruh akses dan fasilitas pendidikan yang kurang memadai menjadi penyebab lain rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Mayoritas penduduk yang sudah berusia paruh baya mempunyai pendidikan yang rendah. Sedangkan untuk masyarakat yang berusia produktif, mayoritas pendidikannya hanya sampai SD atau SMP.

“...bapak sama ibu cuma sekolah sampe SD, kaga tamat itu juga. Dulu mah belum ada sekolaan disini, jauh neng dari desa. Lagian ibu ujung-ujungnya juga di dapur.” – Ibu UMH, 43 tahun.

Sangat disayangkan karena tingkat pendidikan penduduk di suatu daerah mengindikasikan tingkat sumberdaya manusia di daerah tersebut. Dampaknya adalah pekerjaan yang didapat oleh penduduk Desa Tanjung Pasir cenderung pekerjaan dengan pendapatan yang rendah.Harus adanya peningkatan dalam hal pendidikan, baik dari segi kemauan maupun dari segi ketersediian fasilitas pendidikan. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang bisa diselesaikan oleh penduduk di suatu daerah, maka semakin tinggi pula tingkat pola pikir masyarakatnya. Semakin besar jumlah penduduk yang bisa menyelesaikan tingkat pendidikannya, maka daerah tersebut akan semakin maju.

Kondisi Ekonomi Desa

Penduduk Desa Tanjung Pasir bermatapencaharian sebagai nelayan dengan jumlah mencapai 1759 jiwa. Pekerjaan ini sesuai dengan karakteristik desa yang berada di wilayah pesisir. Jenis pekerjaan pada bidang perikanan yang ada di desa ini adalah nelayan, pengolah, dan pembudidaya. hampir semua nelayan yang berada di desa ini adalah buruh tangkap, karena perahu-perahu yang digunakan merupakan milik nelayan di luar desa. Tangkapan yang sering didapat biasanya: ikan pari, gerit, kuwe, talang, dan lape. Pengolahan perikanan yang paling

menonjol dari desa ini adalah Batari (Bandeng Tanpa Duri). Pengolahan tersebut merupakan program dari P2HP (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan) yang diberikan kepada masyarakat sebagai sumber pendapatan tambahan khususnya bagi ibu-ibu.

Luas areal tambak di desa ini sekitar 334 ha (tambak dinas seluas 4.5 ha) dengan sebagian tambak yang ada dikuasai oleh orang luar wilayah desa, sedangkan penduduk asli sebagai penggarap/pekerja. Tambak rata-rata diisi dengan ikan bandeng dan mujair. Desa ini memiliki PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) Tanjung Pasir yang di dalamnya terdapat TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Tanjung Pasir dengan luas 2615 m2 (Sertifikat Tanah No. 10.04.13.16. 4.00001, tanggal 26 Februari 1998), dermaga, kawasan militer yang merupakan tempat pelatihan bagi TNI AL dan tempat rekreasi, stasiun radar TNI AL, wisata pantai, dan pertambakan.

Tabel 4 Jumlah dan persentase masyarakat Desa Tanjung Pasir menurut mata pencaharian tahun 2010

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. Pegawai Negeri 17 0.7 2. ABRI/TNI 5 0.2 3. Swasta 5 0.2 4. Wiraswasta 168 6.8 5. Tani 363 14.7 6. Buruh Tani 158 6.4 7. Nelayan 1 759 71.0 Jumlah 2 475 100.0

Sumber : Data Monografi Desa Tanjung Pasir 2010

Data tersebut menunjukkan bahwa adanya ragam pekerjaan selain bidang perikanan. Apabila dikaitkan dengan tingkat pendidikan formal masyarakat, dapat terlihat bahwa mayoritas penduduk bekerja pada bidang yang tidak mengandalkan formalitas pendidikan. Hal ini dapat disebabkan karena akses dari desa menuju kota yang agak jauh sehingga memakan waktu, tenaga, dan biaya yang relatif besar untuk bepergian. Pada akhirnya, kebanyakan penduduk memutuskan untuk menjadi buruh tangkap karena kondisi wilayah dan sistem kekeluargaan yang menyebabkan pekerjaan tersebut dilakukan akibat turun-temurun dari generasi sebelumnya.

Potensi Sumberdaya Desa Ekosistem Pesisir

Sumberdaya pesisir di Desa Tanjung Pasir cukup banyak didominasi oleh tanaman bakau/mangrove. Kondisi wilayah yang berada di pesisir Sungai Cisadane menyebabkan tidak adanya terumbu karang, padang lamun, laguna, sand dune, maupun pulau-pulau kecil. Jenis tanaman bakau yang ada di desa ini berupa rambai dan nipah. Kondisi kawasan hutan mangrove banyak ditemukan pada kawasan sempadan sungai, dalam kondisi yang relatif masih cukup baik. Beberapa titik kawasan kearah hilir sungai telah ditemui abrasi, akibat kenaikan muka air laut.

Desa Tanjung Pasir memiliki panjang abrasi satu km, luas hutan mangrove sebesar sepuluh ha dengan tingkat kerusakan mencapai 35% atau sekitar 3.5 ha dengan didominasi oleh api-api (Avicennia sp) dan bakau (Rhizopora sp). Jenis vegetasi yang ada adalah Avicennia marina, A. officinalis, A. alba, Delonix regia, Sonneratia caseolaris dan Thespesia polpulne pada tingkat pohan, sedangkan Rhizopora mucronata dan Excoecaria agallocha pada tingkat tiang. Pada tingkat sapihan yang menonjol adalah Avicennia marina, A. officinals, A. alba, Rhizopora mucronata, Acasia auriculiformis dan Delonix regia.

Daerah sekitar pesisir dan perairan tambak sudah dilakukan penanaman mangrove guna menciptakan lingkungan hijau dan bersih. Kondisi tanaman mangrove tidak tumbuh semestinya karena gangguan ternak dan sampah buangan rumah tangga serta kurang perawatan. Usaha penanaman kembali tanaman mangrove talah dilakukan oleh berbagai pihak termasuk oleh ibu-ibu SIKIB, hanya perlu suatu komitmen dari para pihak untuk dapat memelihara bahkan menanami kembali lahan-lahan yang kosong di desa ini. Program penanaman mangrove masih perlu terus digalakkan terutama di bagian pesisir dan daerah sekitar tambak yang masih gersang.

Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut di Kabupaten Tangerang Kecamatan Teluknaga khususnya di Desa Tanjung Pasir yang disebabkan oleh alam (abrasi pantai, rob). Kerusakan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia, antara lain pengerukan pasir laut, konversi hutan mangrove menjadi tambak, tidak diterapkannya prinsip budidaya dan penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Akibat perubahan iklim atau musim panca roba,desa ini sering mengalami banjir rob akibat air laut pasang, abrasi pantai, dikarenakan tidak adanya penahan ombak/breakwater di bibir pantai sehingga rentan terhadap bahaya abrasi. Pada musim hujan ada beberapa wilayah yang tergenang air sehingga menimbulkan penyakit yang oleh jentik nyamuk, juga karena saluran pembuangan air dangkal.

Pariwisata

Pariwisata di Desa Tanjung Pasir cukup banyak, tetapi masih belum optimal karena adanya kekurangan dalam pengelolaan. Berikut objek wisatanya:

a. Tanjung Pasir Resort yang mengangkat perekonomian desa;

b. Restoran dan rumah makan di sepanjang jalan menuju Desa Tanjung Pasir; c. Pantai Desa Tanjung Pasir yang sebagian dikuasai oleh Angkatan Laut

untuk dijadikan tempat latihan dan SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu);

d. Kawasan mangrove; e. Penangkaran buaya; dan

f. Dermaga dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan).

Kegiatan Usaha Perikanan

Bidang perikanan mempunyai peran dalam pemanfaatan sumberdaya biota akuatik yang ada di dalamnya terutama ikan. Kegiatan masyarakat dalam usaha perikanan adalah penangkapan, budidaya, dan pasca panen. Desa Tanjung Pasir memiliki beragam kategori nelayan sesuai dengan lamanya melaut dan peralatan yang digunakan dalam penangkapan ikan.

Penangkapan Ikan

Mayoritas masyarakat Desa Tanjung Pasir bermatapencaharian sebagai penangkap ikan, atau yang biasa disebut dengan nelayan. Kategori nelayan pun ada bermacam-macam. Semua kegiatan penangkapan menggunakan perahu dan rata-rata pemiliknya merupakan orang di luar desa, sedangkan penduduk asli hanya sebagai nelayan buruh. Tabel 5 adalah jenis-jenis nelayan yang ada di Desa Tanjung Pasir.

Tabel 5 Kategori usaha perikanan tangkap masyarakat Desa Tanjung Pasir tahun 2012

No. Jenis Perikanan Peralatan

Lama Melaut

(hari)

Keterangan 1. Nelayan Rawe Kapal/perahu, kail, umpan 1 12 malam-7 pagi 2. Nelayan Jaring Kapal/perahu, jaring 1 2-3 jam

3. Nelayan Pancing Kapal/perahu, alat pancing, umpan

1-7 Harian, mingguan 4. Nelayan Sero Kapal/perahu, bambu,

pancing, umpan

1 5-12 siang 5. Nelayan Bagan Kapal/perahu, tambak 1 Komersil

Sumber: Hasil wawancara dengan masyarakat nelayan Desa Tanjung Pasir

Nelayan di Desa Tanjung Pasir dibagi menjadi tiga, yaitu nelayan pemilik, nelayan yang menyewa perahu, dan buruh tangkap. Nelayan pemilik, disebut juga sebagai juragan, artinya nelayan tersebut memiliki perahu sendiri dan mempekerjakan orang sebagai anak buah kapal (ABK). Nelayan yang menyewa perahu, artinya meminjam perahu dari pemilik kemudian membayar uang sewa dan hasil tangkapan terkadang dijual kepada pemilik. Nelayan penggarap, artinya dengan atau tanpa pemilik melakukan penangkapan kemudian adanya bagi hasil antara pemilik dan buruh.

Nelayan rawe melakukan penangkapan ikan sekitar tujuh jam, mulai dari jam duabelas malam sampai dengan jam tujuh pagi. Satu kapal/perahu biasanya terdiri dari tiga sampai empat orang. Dimulai dengan pencarian umpah terlebih dahulu, seperti cumi, ikan kecil, dan sebagainya. Teknik penangkapan oleh nelayan rawe menggunakan seratus kail yang dibentangkan. Kail dicelupkan dan didiamkan kemudian diangkat setelah 2-3 jam. Hasil tangkapan biasanya satu ikan dalam satu kail, namun terkadang sampai dua ikan dalam satu kail.

Penggunaan peralatan nelayan jaring merupakan yang paling sederhana. Proses penangkapannya hanya dengan membentangkan jaring, lalu didiamkan selama kurang lebih 2-3 jam dan diangkat. Hasil tangkapan tidak menentu, namun terkadang mendapatkan biota air selain ikan seperti ubur-ubur dan cumi-cumi. Sayangnya masyarakat tidak memanfaatkan ubur-ubur tersebut untuk dijual karena merasa tidak akan ada yang membelinya.

“…ya emang kalo pake jaring gitu tergantung rejeki aja sedapetnya. Cuma kadang-kadang sampe dapet ubur-ubur tuh, Neng. Bingung mau diapain abis kaga ada yang demen kalo di sini.” – Bapak RHT, 32 tahun.

Nelayan pancing dibagi menjadi dua, yaitu nelayan minggir dan nengah. Nelayan minggir melakukan penangkapan ikan tidak jauh dari pesisir. Keberangkatan biasanya pada pagi hari dan kembali ke daratan sekitar jam 3-4 sore. Nelayan nengah melakukan penangkapan ikan di tengah laut. Penangkapan ikan biasanya dilakukan selama kurang lebih seminggu. Satu kapal/perahu biasanya berisi sekitar enam orang nelayan. Hampir sebagian nelayan di Desa Tanjung Pasir merupakan nelayan pancing.

Nelayan sero merupakan nelayan dengan modal terbesar di antara kategori nelayan lainnya. Hal ini disebabkan karena perlunya penyediaan bambu dengan jumlah yang banyak (ratusan), beserta jaringnya untuk mengeruk ikan. Satu kapal/perahu biasanya diisi sekitar enam orang. Keberangkatan dilakukan pada waktu dini hari, kemudian kembali ke daratan pada jam 8-9 pagi.

Nelayan bagan merupakan usaha perikanan yang dilakukan dengan tujuan komersil. Sistem kerjanya adalah melayani pelanggan yang ingin melakukan pemancingan dengan menggunakan bagan sebagai sarana tempat pemancingan. Hal yang perlu dilakukan adalah hanya mengantarkan pelanggan ke bagan, sehingga nelayan kategori ini hanya sebagai penyedia fasilitas saja. Umumnya, dalam satu bagan terdiri dari seorang pemilik dan pekerja atau buruh bagan yang bertugas melayani pelanggan yang ingin memancing. Namun saat ini, nelayan bagan sudah sangat jarang ditemu di Desa Tanjung Pasir.

“…jadi kalo misalnya nelayan bagannya kreatip dia bakal skalian nangkep tuh pake tali sama jaring gitu. Nah nanti dari situ timbul deh, dapet tuh banyak kerang ijo...” – Bapak ARF, 53 tahun.

“Dulu ada tuh bagan yang petromax, cuma sekarang mah udah kaga ada. Jadi pertama tuh terang dulu nih, nah terus kan ikan-ikan pada ngedeketin tuh. Abis itu dimatiin atu-atu ampe gelap semua, baru dah ditarik. Mereka kaya make jaring gitu nih bentuknya kotak, nanti dapet deh tuh banyak ikan gitu.” – Bapak HRM, 48 tahun.

Hal ini membuktikan bahwa dari masyarakat sendiri kurang adanya inisiatif untuk mengembangkan usaha perikanan yang dijalani. Masyarakat cenderung menerima begitu saja nasib yang ada. Keinginan untuk meningkatkan pendapatan memang ada, namun akses dalam usaha dan keterampilan yang ada kurang memadai sehingga cenderung pasrah terhadap keadaan.

“...ayah saya nelayan, kakek saya juga nelayan. Saya dulu diajarin sama orang tua. Pokoknya kaya jaring, yang buat mancing, perahu, semuanya juga diajarin si bapak. Saya sih ngikut aja.” – Bapak ACP, 30 tahun.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa mata pencaharian sebagai nelayan telah mendarah daging bagi sebagian rumah tangga di Desa Tanjung Pasir. Hal ini menjadi tradisi yang diberikan turun-menurun sehingga terdapat rumah tangga dengan anggotanya mulai dari kakek, anak, sampai cucunya sebagai nelayan tradisional dan berada pada perahu yang sama.

Tabel 6 Hasil tangkapan utama perikanan tangkap masyarakat Desa Tanjung Pasir tahun 2012

No. Jenis Ikan Produksi (kg) Harga Rata-rata (Rp) Jumlah (Rp) 1. Pari 1 093 7 000 7 651 000 2. Gerit 870 18 000 15 660 000 3. Kuwe 813 28 000 22 764 000 4. Talang 658 13 000 8 554 000 5. Lape (kaci-kaci) 532 16 000 8 512 000 6. Kembung 469 15 000 7 035 000 7. Manyung 403 11 000 4 433 000 8. Selar 379 7 000 2 653 000 9. Alu-alu 365 10 000 3 650 000 10. Tembang 364 3 000 1 092 000 Total 5 946 128 000 82 004 000

Sumber: Data Tempat Pelelangan Ikan Tanjung Pasir Bulan Oktober 2012

Tabel 6 merupakan hasil tangkapan utama nelayan di Desa Tanjung Pasir. Hasil tangkapan kemudian dijual ke beberapa tempat seperti pasar Kampung Melayu, TPI Tanjung Pasir, ataupun kepada juragan/pemilik perahu. Hasil tangkapan terbanyak adalah ikan pari, namun dalam proses pengisian kuisioner, responden justru lebih banyak menyebutkan ikan kembung dan como. Kemungkinan besar terjadi perubahan jumlah tangkapan karena pendataan yang dilakukan oleh TPI setempat belum diperbaharui kembali. Rata-rata tangkapan yang didapatkan adalah 10-15 kg untuk nelayan harian dan 100-200 kuintal untuk nelayan mingguan. Tangkapan yang begitu banyak ternyata kurang menutupi kebutuhan sehari masyarakat, karena cenderung seadanya.

“…penangkapan ikan sehari bagus sehari kagak kadang gitu. Penghasilan ya kalo dipukul rata gitu ya merata aja, gimana rezeki aja sih, Neng. Kadang Alhamdulillah, kadang ya dikit. Gimana cuaca juga.” – Bapak RHM, 37 tahun.

Sangat disayangkan karena potensi yang ada dalam Desa Tanjung Pasir cukup baik, dibutuhkan peningkatan dalam keterampilan penangkapan agar tingkat pendapatan dapat meningkat. Pengelolaan keuangan pun diperlukan sebab pendapatan yang diperoleh oleh nelayan relatif besar, namun hasilnya harus dipergunakan untuk membayar hutang atas perbekalan ketika melaut sebelumnya.

Pengolahan Ikan

Kegiatan perikanan di Desa Tanjung Pasir tidak hanya dilakukan oleh laki-laki. Perempuan pun turut serta dalam usaha penambahan pendapatan melalui kegiatan pengolahan perikanan. Kegiatan pengolahan yang ada di Desa Tanjung Pasir ada beberapa macam, namun yang sudah terdaftar dalam Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang hanya Kelompok Pengolahan Batari (Bandeng Tanpa Duri. Desa ini memiliki pengolahan lainnya seperti pengolahan kerupuk ikan, terasi, dan sebagainya. Pengolahan selain Batari yang ada, cenderung dilakukan perorangan atau individu, sehingga tidak nampak dengan jelas. Pengolahan yang dilakukan pun umumnya hanya dikonsumsi untuk pribadi

atau rumah tangga. Sedangkan pengolahan Batari sifatnya lebih untuk komersil, yang merupakan salah satu kegiatan yang diadakan dari SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu) khusus untuk para ibu-ibu di Desa Tanjung Pasir.

Batari merupakan kelompok pengolah yang diarahkan langsung oleh ketua SIKIB. Semua pelaku usahanya adalah ibu-ibu, dengan ketua kelompok bernama Ibu Hj. Umi dan beranggotakan sembilan orang. Pelatihan pembuatan batari ini dilakukan sekitar satu bulan, ditunjang dengan pemfasilitasan dari SIKIB berupa alat capit khusus untuk mengambil duri ikan yang diberikan kepada masing-masing anggota, plastik mika yang keras, dan alat semacam vacuum untuk keperluan pengemasan. Pengajaran yang telah diberikan sampai saat ini masih terus dilaksanakan namun pembuatan dilakukan hanya ketika ada pemesanan saja. Pelatihan ini tidak diikuti oleh semua ibu-ibu di Desa Tanjung Pasir.

“Ngga, ga pernah tuh ada pelatihan disini. Yang bisa ikutan tuh cuma yang deket aja sama Bu Umi. Orang-orang penting gitu kan gamau repot, jadi nyari yg jadi perwakilan. Ya Bu Umi kan emang yang paling gampang dicari juga. Yang jadi anggotanya juga masih sodara Bu Umi, palingan sama temen-temen deketnya juga. Disini mana ada yang punya mobil, cuma dia doangan kali. Jadi kalo ada program berduit, diambil deh tuh sama dia buat sama sodara-sodaranya. Giliran yang ga berduit, baru dilempar kemari.” – Ibu MSR, 50 tahun.

Hal ini menunjukkan bahwa sebaran pelatihan batari di Desa Tanjung Pasir kurang merata, hanya ada sepuluh ibu-ibu yang mengikuti pelatihan tersebut. Para anggota yang ada pun tidak mengikuti pelatihan secara rutin, dalam satu bulan ada yang hanya satu minggu, bahkan tiga hari. Jauhnya lokasi dengan pasar menyebabkan kurang memadainya akses untuk pemasaran. Penyebab lainnya adalah kurangnya minat terhadap pelatihan yang diadakan, pengutamaan pekerjaan rumah tangga seperti mengurus rumah dan anak, dan sebagainya. Selain pelatihan batari, terdapat pelatihan lainnya seperti pembuatan nugget ikan dan kerupuk ikan. Pelatihan-pelatihan tersebut tidak ada kelompok yang dibuat secara resmi untuk dijadikan sebagai usaha sehingga hanya dilakukan oleh masing-masing individu. Pelatihan tidak terjadi secara berkelanjutan sehingga hanya menjadi tambahan pengetahuan saja bagi yang mengikuti.

Pembudidayaan Ikan

Mayoritas pembudidaya perikanan yang ada di Desa Tanjung Pasir merupakan buruh budidaya. Kepemilikan tambak dipegang oleh orang luar desa, sedangkan masyarakat asli sebagai buruh atau penggarap. Buruh budidaya merupakan orang yang menyewa tambak untuk keperluan budidaya perikanan, sehingga ia cukup membayar uang sewa. Penggarap budidaya merupakan orang yang bekerja kepada pemilik tambak dalam usaha pemeliharaan objek yang dibudidayakan. Benih, pakan, sampai dengan vitamin menjadi tanggungan oleh pemilik. Saat musim panen yang terjadi setiap 3-4 bulan, dilakukan bagi hasil antara pemilik dan penggarap. Tabel 7 merupakan jenis ikan dalam usaha budidaya perikanan.

Tabel 7 Jenis ikan dalam usaha budidaya perikanan Desa Tanjung Pasir tahun 2009 dan 2010

No. Jenis Ikan Produksi Tahun 2009 (ton) Produksi Tahun 2010 (ton) 1. Mujair 1 936.1 1 836.0 2. Bandeng 3 283.9 5 230.1 3. Belanak 625.3 1 032.8 4. Ikan lainnya 297.6 160.5 5. Udang Windu 727.5 50.7 6. Udang Putih 699.0 378.6 7. Udang Api-api 1 014.4 540.9 Total 8 583.8 9 229.6

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang tahun 2011

Hasil budidaya yang diperoleh sesuai dengan informasi yang telah disampaikan oleh responden dalam penelitian. Benih yang paling sering dibudidayakan adalah mujair dan bandeng karena lebih menguntungkan. Kegiatan pembudidayaan ini dilakukan mulai dari pagi hingga siang, kemudian dipotong dengan istirahat (kembali ke rumah untuk ishoma) atau terkadang tetap tinggal di tambak hingga sore hari. Istri dari pembudidaya umumnya hanya melakukan pekerjaan rumah tangga, dan beberapa melakukan pekerjaan sampingan seperti berdagang.

“Ya gitu aja sih neng kalo si bapak. Sekarang lagi di tambak, ntar siangan pas zuhur balik ke rumah, kadang dikasih makan sama juragannya. Di sananya ya ngurusin ikan, ngasi makan ikan, kaya gitu-gitu deh. Ya saya sih di rumah aja diem, ngurus anak gitu.” – Ibu DYH, 37 tahun.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut terlihat bahwa adanya kepasrahan bagi istri dan kesepakatan dalam rumah tangga perikanan bahwa ketika laki-laki mencari nafkah, perempuan cenderung untuk tetap tinggal di rumah meskipun penghasilan yang didapat dari suami hanya sedikit. Usaha penambahan