• Tidak ada hasil yang ditemukan

Letak Geografis

Secara geografis, Jabodetabek terletak antara 106˚ 20’ 0” BT – 107˚ 20’ 00” BT dan 5˚50’ 0” LS – 6˚50’ 00” LS dengan luas wilayah 680.775,69 ha (Badan Informasi Geospasial 2012). Jabodetabek terdiri dari 3 wilayah administrasi provinsi yang didalamnya terdapat 13 wilayah administrasi kabupaten/kota (Gambar 6). Wilayah administrasi provinsi yang paling luas adalah Provinsi Jawa Barat dengan 70,4 % sedangkan yang paling kecil adalah Provinsi DKI Jakarta dengan 9,4 %. Wilayah administrasi kabupaten/kota yang paling luas adalah Kabupaten Bogor sebesar 43,9 % dan paling kecil adalah Kota Jakarta Pusat dengan 0,7 %. Luas wilayah administrasi di Jabodetabek secara rinci disajikan pada Tabel 9.

Wilayah Jabodetabek terdiri dari tiga bentuk lahan yaitu kawasan pantai dan perairan di bagian utara, kawasan dataran di bagian tengah dan kawasan perbukitan pegunungan di sebelah selatan. Wilayah dengan kemiringan lereng sebesar 0 % sampai dengan 8 % berada di Provinsi DKI Jakarta, sebagian Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Depok dan sebagian Kabupaten Tangerang. Sedangkan kemiringan lereng sebesar 40 % sampai dengan 60 % terdapat di beberapa area di wilayah selatan yaitu di Kabupaten Bogor. Di Kabupaten Bogor juga terdapat beberapa area dengan kemiringan > 60 %.

Tabel 9 Luas wilayah administrasi di Jabodetabekb No Nama Provinsi Nama Kabupaten/Kota Luas per Kabupaten/Kota Luas per Provinsi ha % ha % 1. DKI Jakarta

Kota Jakarta Pusat Kota Jakarta Barat Kota Jakarta Selatan Kota Jakarta Timur Kota Jakarta Utara

4.794 12.521 14.494 18.482 13.946 0,7 1,8 2,1 2,7 2,1 64.236 9,4

2. Banten Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Kabupaten Tangerang 18.247 102.753 62.53 2,7 15,1 2,4 137.253 20,2

3. Jawa Barat Kota Bekasi Kabupaten Bekasi Kota Bogor Kabupaten Bogor Kota Depok 14.444 134.161 11.249 299.083 20.062 2,1 19,7 1,7 43,9 2,9 478.999 70,4 LUAS KESELURUHAN 680.775 100 680.775 100 b

Penghitungan luas dalam % didasarkan pada luas total Jabodetabek.

Kondisi Geografis dan Kependudukan Kondisi Fisik

Kondisi fisik kawasan Jabodetabek sangat beragam karena proses pembentukannya yang memepengaruhi bentuk lahannya. Bentuk lahan di kawasan Jabodetabek dibedakan menjadi tiga yaitu dataran yang landai di bagian utara, perbukitan di bagian tengah dan pegunungan di bagian selatan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2013) dari modifikasi (Suwiyanto 1977) menjelaskan bahwa berdasarkan bentuk bentang alam (landscape) yang terlihat dari kenampakan topografi dan data-data geologi yang berisi informasi batuan penyusunan, wilayah Provinsi DKI Jakarta dan sekitarnya secara morfologi dibagi menjadi beberapa bagian yaitu dataran alluvial, kipas gunung api Bogor, perbukitan bergelombang dan gunungapi muda. Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing satuan morfologi:

1. Dataran alluvial

Satuan ini terletak di bagian utara menyebar relatif memanjang barat– timur sepanjang pantai utara. Dataran alluvial meliputi hilir Sungai Cisadane, Sungai Angke, Sungai Bekasi dan Sungai Citarum. Kemiringan lereng pada dataran alluvial adalah datar hingga miring landai yaitu 0 % hingga 15 %, dengan ketinggian berkisar antara 0 m sampai dengan 16 m di atas permukaan laut. Bentuk fisik pada dataran ini adalah berupa dataran rawa, pematang pantai, dan delta, dengan batuan penyusun utama berupa endapan aluvial terdiri dari fragmen lempung hingga pasir kasar (kadang–kadang kerikilan) yang umumnya bersifat lepas mengandung pecahan–pecahan cangkang serta sisa– sisa tumbuhan.

2. Kipas Gunungapi Bogor

Sebagian besar morfologi Jabodetabek adalah berupa kipas gunungapi Bogor yaitu sebesar 37,75 % dari luas wilayah Jabodetabek. Satuan ini terletak di bagian tengah Jabodetabek yaitu selatan dataran alluvial. Penyebaran morfologi ini dimulai dari Kota Bogor selatan dan melebar ke Cibinong, bagian hulu Sungai Cisadane, Sungai Angke, Sungai Ciliwung, dan Sungai Bekasi. Kemiringan lereng dalam morfologi ini adalah sebesar 0,5 % sampai dengan 15 %, dengan ketinggian berkisar antara 16 m sampai dengan 195 m di atas permukaan laut. Di beberapa tempat morfologi ini juga ditemukan pada wilayah dengan kemiringan lereng yang lebih terjal yaitu terutama pada bagian selatan kipas gunungapi tersebut. Kipas ini umumnya disusun oleh batuan hasil rombakan vulkanik gunungapi dan tufa halus yang memiliki struktur perlapisan, sedangkan pada lembah sungainya dapat dijumpai adanya endapan aluvial dengan fragmen penyusun utama berukuran pasir halus hingga bongkah–bongkah yang bersifat andesitis dan basaltis.

3. Perbukitan Bergelombang

Satuan morfologi ini terletak di bagian selatan barat–timur kawasan Jabodetabek yang menyebar antara lain di sekitar wilayah timur Gunung Karang dan wilayah barat Gunung Endut serta bukit–bukit intrusi seperti Gunung Dago, bukit 354, dan Gunung Putri. Morfologi ini umumnya memiliki kemiringan lereng 14 % sampai dengan 40 %, dengan ketinggian berkisar antara 195 m sampai dengan 1225 m di atas permukaan laut. Batuan penyusun utama pada satuan ini berupa batuan sedimen meliputi batu pasir, batu lempeng, batu gamping, intrusi andesit, dan breksi tufa.

4. Gunungapi Muda

Satuan ini terletak di bagian Selatan yang menyebar di sekitar Gunung Masigit, Gunung Salak, dan Cipanas. Kemiringan lereng pada morfologi ini umumnya 15 % hingga > 70 %, dengan ketinggian berkisar antara 1225 m sampai dengan 2500 m di atas permukaan laut. Batuan pada satuan ini umumnya berupa endapan vulkanik gunungapi, breksi, lava, dan lahar.

Batuan induk di kawasan Jabodetabek digolongkan menjadi 4 golongan yaitu batuan sedimen, endapan permukaan, batuan gunungapi dan batuan intrusi. Kota Jakarta Utara secara hidrologi sebagian besar berupa rawa, empang air payau dan pantai berpasir. Data dari curah hujan menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi berada di Kabupaten Bogor dengan curah hujan 2000 mm/tahun sampai dengan 5000 mm/tahun, sedangkan di bagian utara Jabodetabek curah hujan relatif lebih rendah daripada bagian selatan kawasan yaitu rata-rata antara 1000 mm/tahun hingga 1700 mm/tahun.

Penduduk

Jumlah penduduk di Jabodetabek merupakan penduduk yang paling tinggi di seluruh Indonesia. Hal ini disebabkan karena aktivitas ekonomi dan bisnis yang tinggi serta fasilitas dan infrastruktur yang memadai di Jakarta sebagai ibukota negara sekaligus juga ibukota Provinsi DKI Jakarta. Pembangunan selama masa orde baru yang bias perkotaan dan bias jawa menyebabkan terjadinya perbedaan karakteristik Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia yang pada akhirnya berakibat pada pertumbuhan penduduk di Jakarta yang relatif lebih tinggi dibandingkan kota-kota lainnya di Indonesia (Rustiadi dan Panuju 1999). Perkembangan Kota Jakarta mempengaruhi perkembangan wilayah di sekitarnya yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek). Salah satu dampak yang terjadi adalah peningkatan jumlah penduduk yang pesat di Jabodetabek. Jumlah penduduk Jabodetabek antara tahun 1960 sampai dengan 2010 disajikan pada Tabel 10, sedangkan kepadatan penduduk Jabodetabek antara tahun 2008 sampai dengan 2010 disajikan pada Tabel 11.

Tabel 10 Jumlah penduduk Jabodetabek antara tahun 1960 sampai dengan 2010c Tahun Jakarta Botabek Jabotabek Indonesia

1961 2.906.533 3.011.455 5.917.988 97.085.600 1971 4.576.009 3.762.068 8.338.077 119.208.200 1981 6.555.954 5.543.986 12.099.940 151.314.600 1991 7.108.359 9.425.983 16.534.342 182.940.100 2000 8.385.639 12.814.688 21.200.327 203.456.005 2010 8.502.818 18.253.144 26.755.962 237.641.326 c

Sumber: Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah–IPB (2010)

Berdasarkan data BPS pada tahun 2008 menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk menunjukkan bahwa DKI Jakarta merupakan daerah yang paling padat diantara kota-kota lainnya di Jabodetabek, sedangkan perbandingan data kepadatan penduduk antara tahun 2008 sampai dengan 2010 menunjukkan bahwa DKI Jakarta mengalami peningkatan yang paling pesat diantara kota-kota lainnya di Jabodetabek. Pertumbuhan penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010 peningkatannya sudah mulai tidak siginifikan (grafik saturation) sedangkan wilayah Botabek masih menunjukkan peningkatan yang signifikan (Gambar 7).

Gambar 7 Grafik peningkatan jumlah penduduk tahun 1960 sampai 2010 Tabel 11 Kepadatan penduduk Jabodetabek antara tahun 2008 sampai dengan 2010d

Wilayah Kepadatan Penduduk 2008 (jiwa/km2) Kepadatan Penduduk 2010 (jiwa/km2) DKI Jakarta 11.766 14.464 Kota Depok 6.170 7.053 Kota Bogor 7.053 8.737 Kota Bekasi 8.560 9.905 Kota Tangerang 8.623 9.342 Kabupaten Bogor 1.584 1.791 Kabupaten Bekasi 1.662 2.071 Kabupaten Tangerang 3.044 2.958 d

Sumber: Biro Pusat Statistik (2010).

Penataan Ruang di Kawasan Jabodetabek

Penataan ruang kawasan Jabodetabek merupakan bagian dari penataan ruang kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur yang tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2008. Penataan ruang Jabodetabek ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional (RTRWN) karena kawasan ini memerlukan penataan ruang antar daerah yang terpadu sebagai satu kawasan. Peta rencana pola ruang disajikan pada Gambar 9 dan peta rencana tata ruang KSN Jabodetabekpunjur sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2008 disajikan pada Gambar 10.

Sesuai dengan RTRWN, Jabodetabek merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) karena Jabodetabek merupakan kawasan yang mendukung kegiatan DKI Jakarta sebagai ibukota negara yang mempunyai kegiatan baik skala nasional maupun internasional. Penataan ruang di kawasan ini dilakukan secara terpadu antar daerah dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup dan juga perkembangan

- 5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000 1961 1971 1981 1991 2000 2010 Jakarta Botabek Jabotabek

aktivitas ekonomi. Pembangunan kawasan Jabodetabek diarahkan untuk tetap mempertahankan keberlanjutan sumberdaya yang tersedia dengan mengupayakan konservasi air dan tanah, penanggulangan banjir dan juga pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.

Rencana tata ruang Jabodetabek terdiri dari rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Sesuai dengan Perpres tersebut, bahwa rencana struktur ruang merupakan rencana pengembangan susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional. Sistem pusat permukiman di Jabodetabek merupakan hierarkhi pusat permukiman sesuai dengan RTRW Nasional sebagai PKN.

Sistem jaringan prasarana terdiri dari sistem transportasi baik darat, laut maupun udara, sistem jaringan tenaga listrik, sistem jaringan telekomunikasi, sistem penyediaan air baku, sistem pengelolaan limbah, sistem drainase dan pengendalian banjir dan sistem pengelolaan persampahan. Sistem jaringan prasarana direncanakan secara terpadu antar daerah dengan memperhatikan fungsi dan arah pengembangan pusat-pusat permukiman.

Rencana pola ruang merupakan pengaturan distribusi ruang untuk kawasan lindung dan budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama menjaga kelestarian lingkungan hidup yang meliputi sumberdaya alam dan sumber daya buatan. Kawasan lindung disebut sebagai kawasan non-budidaya terbagi menjadi dua zona yaitu non-budidaya 1 (zona N1) dan zona non-budidaya 2 (zona N2).

Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya dikelompokkan menjadi dua yaitu zona budidaya (zona B) dan zona penyangga budidaya (zona P). Zona penyangga budidaya berupa perairan yang berfungsi sebagai penyangga kawasan lindung dan kawasan budidaya. Masing-masing zona beserta luasnya disajikan pada Tabel 11 dan Sebaran zona dalam RTR Jabodetabekpunjur berdasarkan wilayah administrasi disajikan pada Gambar 8.

Tabel 12 menunjukkan luasan maing-masing zona dalam RTR Jabodetabekpunjur dimana zona paling luas adalah zona B1 yaitu 157.732 ha atau 23,17 % yang diarahkan untuk perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, serta industri ringan dan difungsikan sebagai pusat pengembangan kegiatan ekonomi unggulan. Zona paling kecil adalah P2 seluas 0,25 ha yaitu zona perairan yang berfungsi sebagai penyangga Zona N1 (kawasan lindung) dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan/atau dari dalam zona, yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan/atau perubahan fungsi Zona N1.

Kawasan lindung N1 paling luas berada di Kabupaten Bogor seluas 25.299 ha yaitu sebesar 3,8 %, sedangkan sebagian kecil lainnya berada di Kabupaten Bekasi dan Jakarta Utara. Penggunaan lahan eksisting di kawasan lindung N1 berupa hutan lindung di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi, sedangkan di Kota Jakarta Utara berupa hutan bakau atau mangrove. Kawasan lindung N2 hanya berada di Kabupaten Bogor seluas 20.805 ha atau 3,1 % berupa taman nasional, cagar alam dan taman wisata alam.

Kawasan budidaya terutama zona B1, B2 dan B3 menyebar hampir merata di kawasan Jabodetabek, sedangkan zona B4 sampai dengan B7 tersebar di Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang dan sedikit Kota Tangerang Selatan. Zona B1 sampai dengan B3 berada di tengah kawasan, sedangkan Zona B4 sampai dengan B7 berada di bagian tengah kawasan. Pengaturan ini sesuai dengan kondisi

eksisting dimana pada zona B1 sampai dengan B3 sebagian besar berupa permukiman sedangkan zona B4 sampai dengan B7 sebagian besar berupa lahan pertanian.

Kawasan penyangga budidaya berupa perairan yang pemanfaatannya ditetapkan sebagai pelindung kawasan budidaya dan atau kawasan lindung dari kerawanan abrasi pantai dan intrusi air laut. Zona penyangga paling luas adalah P5 yang terletak di Kabupaten Tangerang seluas 7.480 ha atau sebesar 1,1 %. Zona penyangga lainnya sebagian kecil berada di Kota Jakarta Utara yaitu zona P3 dan Kabupaten Bekasi untuk zona P4. Penggunaan lahan eksisting di zona P3,P4 dan P5 sebagian besar berupa tubuh air dan sawah dan sebagian lainnya berupa permukiman. Tabel luas masing-masing zona terhadap wilayah administrasi disajikan dalam Lampiran 1 dan persentase sebaran zona RTR Jabodetabekpunjur disajikan dalam Gambar 8.

Rencana Tata Ruang KSN Jabodetabekpunjur saat ini akan dilakukan proses revisi berdasarkan proses review sebelumnya. Beberapa pertimbangan yang diambil dalam memutuskan proses revisi adalah terdapatnya ketidaksesuaian terhadap rencana tata ruang kabupaten dan kota di bawahnya dimana dinamika perkembangan kabupaten dan kota tersebut sangat tinggi. Beberapa kebijakan pemerintah pusat yang muncul setelah adanya Perpres ini juga belum terakomodir dalam substansi rencana dalam RTRW Kabupaten/Kota seperti kebijakan yang terkait dengan Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan sekarang berubah lagi menjadi kebijakan yang terkait dengan Nawacita. Tuntutan dari munculnya kebijakan baru tersebut tentu saja berpengaruh pada ketersediaan lahan, salah satu contohnya adalah ide untuk membangun bandara di Karawang dan Kalijati secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perubahan lahan di sekitarnya termasuk Kawasan Jabodetabekpunjur. Saat ini lahan-lahan subur di wilayah Jabodetabekpujur sudah mulai terkonversi menjadi industri dan pemukiman, dengan adanya intervensi kebijakan bukan tidak mungkin lahan-lahan subur lainnya dapat terkonversi menjadi industry dan permukiman. Dinamika yang tinggi serta adanya intervensi kebijakan menyebabkan RTR KSN Jabodetabekpunjur perlu dilakukan review dan revisi.

Tabel 12 Luas zona dalam RTR Jabodetabekpunjur

Zona Luas (ha) Luas (%) Luas Kawasan (ha) Luas Kawasan (%)e

Al 10,08 0,00 10,08 0,00 As 2.373,58 0,35 2.373,58 0,35 N1 33.293,66 4,89 54.100,61 7,95 N2 18.673,70 2,74 CA 119,37 0,02 TN 1.654,61 0,24 TWA 359,26 0,05 B1 157.732,24 23,17 616.203,60 90,51 B2 106.788,54 15,69 B3 141.212,39 20,74 B4 141.211,87 20,74 B5 62.123,01 9,13 B6 3.018,44 0,44 B7 4.117,12 0,60 P1 327,71 0,05 8.099,63 1,12 P2 0,25 0,00 P3 187,73 0,03 P4 63,46 0,01 P5 7.520,49 1,10 e

Gambar 8 Sebaran zona dalam RTR Jabodetabekpunjur berdasarkan wilayah administrasi

Gambar 9 Peta rencana pola ruang Jabodetabek (Sumber: Badan Informasi Geospasial, 2008)

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 50.0 P5 P4 P3 P2 P1 N2 N1 B7 B6

Gambar 10 Peta Rencana Tata Ruang KSN Jabodetabekpunjur (Sumber: BKPRN, 2008)

Peta rencana pola ruang memperlihatkan zona-zona yang berbeda dari pengaturan zona dalam Perpres nomor 54 tahun 2008. Zona-zona tersebut adalah Al, As, CA, TN dan TWA (Tabel 13).

Tabel 13 Keterangan zona yang berbeda pada peta rencana pola ruang terhadap RTR Jabodetabekpunjur

No Zonaf Deskripsi Keterangan Zona dalam RTR 1 Al Air Laut

Unsur alami yang tidak diarahkan untuk kegiatan apapun baik kawasan lindung maupun kawasan budidaya

Tidak ada 2 As Air Sungai Unsur alami yang tidak diarahkan untuk

kegiatan apapun baik kawasan lindung maupun kawasan budidaya

Tidak ada

3 CA Cagar Alam Kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami

N2

4 TN Taman Nasional

Kawasan pelestarian alam baik daratan maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, budaya, pariwisata, dan rekreasi

N2

5 TWA Taman Wisata Alam

Kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam

N2

f

Sumber: Peta rencana pola ruang Jabodetabek.

Dokumen terkait