• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Penggunaan Lahan Jabodetabek Tahun 1995 dan 2012

Data penggunaan lahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data penggunaan lahan tahun 1995 dan 2012 yang diperoleh dari hasil interpretasi citra landsat ETM dan telah dilakukan validasi. Data penggunaan lahan Jabodetabek dibagi menjadi 5 kelas penggunaan lahan yaitu hutan, sawah, pertanian lahan kering, permukiman dan tubuh air. Deskripsi tiap kelas penggunaan lahan disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Deskripsi kelas penggunaan lahan

Kelas Penggunaan Lahan Deskripsi

Hutan Hutan lahan kering, primer dan sekunder

Permukiman Lahan terbangun dan kawasan industri

Pertanian Lahan Kering Perkebunan, ladang, semak belukar dan lahan terbuka

Sawah Sawah tadah hujan dan sawah irigasi

Perbandingan kedua data penggunaan lahan tahun 1995 dan 2012 secara visual (Gambar 11) menunjukkan terjadinya peningkatan penggunaan lahan permukiman yang signifikan kearah timur, barat dan selatan kawasan Jabodetabek, sedangkan penggunaan lahan hutan terlihat cukup signifikan terkonversi menjadi kelas penggunaan lahan lainnya yaitu pertanian lahan kering dan sawah.

Tabel 14 menunjukkan perubahan penggunaan lahan antara tahun 1995 dan 2012 yang dapat dilihat dari selisih luas penggunaan lahan tahun 1995 dan 2012. Kelas penggunaan lahan yang dominan di Jabodetabek pada tahun 1995 adalah sawah, pertanian lahan kering dan hutan, sedangkan pada tahun 2012 terdapat pergeseran dominasi penggunaan lahan menjadi sawah, permukiman dan pertanian lahan kering. Hal ini menunjukkan bahwa pada kurun waktu antara tahun 1995 sampai dengan 2012 sudah terjadi konversi lahan pertanian menjadi permukiman. Penggunaan lahan paling luas pada tahun 1995 adalah berupa lahan sawah seluas 261.262 ha yaitu sebesar 38,1 % dan pada tahun 2012 masih tetap berupa sawah dengan luas menjadi 243.514 ha yaitu sebesar 35,4 %. Sawah masih tetap menjadi lahan yang terluas antara tahun 1995 sampai dengan 2012 tetapi mengalami penurunan luas sebesar 2,7 %. Penggunaan lahan yang mengalami konversi paling tinggi adalah hutan sebesar 9,6 % sedangkan penggunaan lahan yang paling mengalami peningkatan paling tinggi adalah permukiman sebesar 16,2 % (Tabel 15).

Tabel 15 Luas penggunaan lahan tahun 1995 dan 2012 di Jabodetabekg Kelas Penggunaan Lahan 1995 2012 Perubahan luas antara 1995-2012 ha %a ha % % Hutan 129.571 18,9 63.734 9,3 -9,6 Permukiman 91.216 13,3 203.109 29,5 16,2

Pertanian Lahan Kering 174.874 25,5 161.635 23,5 2,0

Sawah 261.262 38,1 243.514 35,4 -2,7

Tubuh Air 28.808 4,2 15.578 2,3 -1,9

g

penghitungan persen luas didasarkan pada luas seluruh wilayah Jabodetabek.

Penggunaan lahan di Jabodetabek periode antara tahun 1995 sampai dengan 2012 mengalami perubahan yang cukup signifikan. Lahan pertanian cukup banyak yang terkonversi menjadi penggunaan lahan lainnya terutama hutan. Penggunaan lahan permukiman naik menjadi peringkat kedua terluas pada tahun 2012 dan sebaliknya hutan mengalami penurunan yang sangat drastis dari peringkat ketiga menjadi peringkat keempat di tahun 2012. Perubahan urutan luas penggunaan lahan antara tahun 1995 dan 2012 disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Urutan penggunaan lahan tahun 1995 dan 2012h

NO 1995 2012

Penggunaan Lahan % Penggunaan Lahan %

1 Sawah 38,1 Sawah 35,4

2 Pertanian Lahan Kering 25,5 Permukiman 29,5

3 Hutan 18,9 Pertanian Lahan Kering 23,5

4 Permukiman 13,3 Hutan 9,3

5 Tubuh Air 4,2 Tubuh Air 2,3

h

Gambar 11 Peta penggunaan lahan Kawasan Jabodetabek tahun 1995 (kiri) dan 2012 (kanan)

3

Luas tiap kelas penggunaan lahan tahun 1995 dan 2012 masing-masing wilayah administrasi disajikan pada Tabel 17 dan Tabel 18. Pada tahun 1995, penggunaan lahan sawah paling luas berada di Kabupaten Bekasi seluas 90.903 ha atau sebesar 13,3 %, sedangkan pertanian lahan kering paling banyak ditemui di Kabupaten Bogor seluas 111.940 ha atau sebesar 16,4 %. Hutan paling luas berada di selatan Jabodetabek tepatnya di Kabupaten Bogor seluas 115.500 ha atau sebesar 16,9 %. Penggunaan lahan untuk permukiman merupakan penggunaan lahan keempat yang tersebar cukup merata di wilayah kabupaten dan kota yang ada di Jabodetabek dimana permukiman yang paling luas adalah di Provinsi DKI Jakarta, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi.

Pada tahun 2012, penggunaan lahan sawah terbesar berada di Kabupaten Bekasi seluas 85.035 ha yaitu sebesar 12,4 %, sedangkan permukiman paling luas ada di Kabupaten Bogor seluas 44.791 ha atau sebesar 6,5 %. Pertanian lahan kering dan hutan paling luas berada di Kabupaten Bogor dengan luas 125.465 ha atau sebesar 18,2 % untuk pertanian lahan kering dan 62.714 ha atau sebesar 9,2 % untuk hutan.

Tabel 17 Luas penggunaan lahan tahun 1995i Hutan Permukiman Pertanian Lahan

kering Sawah Tubuh Air Bekasi 41.68 7.101 20.141 90.904 13.041 Bogor 115.500 8.840 111.940 60.421 4.307 Kota Bekasi 102 5.578 3.463 5.116 294 Kota Bogor 1.520 3.734 3.554 2.377 137 Kota Depok 627 5.414 8.314 5.509 328 Kota Jakarta Barat 117 8.406 583 3.355 165 Kota Jakarta Pusat 13 4.285 57 446 34 Kota Jakarta Selatan 119 11.079 12 2.070 93 Kota Jakarta Timur 260 12.091 2.207 3.871 194 Kota jakarta Utara 333 7.703 474 4.276 1.288 Kota Tangerang 543 6.878 2.272 8.290 408 Kota Tangerang Selatan 169 5.401 4.558 5.984 229 Tangerang 6.087 4.700 16.032 68.623 8.222 JUMLAH 129.557 91.212 173.607 261.244 28.741

i

penghitungan luas dalam hektar (ha).

Tabel 18 Luas penggunaan lahan tahun 2012j Hutan Permukiman Pertanian

Lahan kering Sawah

Tubuh Air Bekasi 253 29.400 12.096 85.040 8.958 Bogor 62.714 44.791 125.465 68.626 668 Kota Bekasi 1,8 10.508 1.482 250 54 Kota Bogor 99 7002 2.665 1.572 21 Kota Depok 30 12.344 4.200 3.610 51 Kota Jakarta Barat 4 11.106 122 1.317 36 Kota Jakarta Pusat 0,5 4608 43 155 15 Kota Jakarta Selatan 13 12.903 703 926 40 Kota Jakarta Timur 11 15.242 955 2.331 48

Kota jakarta Utara 10 11.073 237 2.201 526 Kota Tangerang 7 12.576 573 5.122 102 Kota Tangerang Selatan 16 10.675 2378 3.299 24 Tangerang 564 20.869 10.698 66.775 4.996 JUMLAH 63.723 203.095 161.617 243.481 15.538

j

penghitungan luas dalam hektar (ha).

Tren Perubahan Penggunaan Lahan antara Tahun 1995 sampai dengan 2012 Tren perubahan penggunaan lahan antara tahun 1995 dan 2012 sudah diperlihatkan dalam analisis sebelumnya secara tabular yaitu pada Tabel 15, dimana permukiman dan hutan merupakan penggunaan lahan yang paling besar mengalami perubahan di kawasan ini. Markov Chain merupakan analisis yang dilakukan juga untuk melihat tren perubahan penggunaan lahan di kawasan ini secara spasial. Analisis ini menghasilkan matriks tren perubahan penggunaan lahan yang berisi luasan kelas masing-masing penggunaan lahan baik yang tetap menjadi kelas penggunaan lahan sebelumnya maupun yang berubah menjadi kelas penggunaan lahan lainnya (Tabel 19).

Matriks tren perubahan penggunaan lahan antara tahun 1995 dan 2012 menunjukkan perubahan kelas penggunaan lahan (baris) menjadi kelas penggunaan lahan lainnya (kolom). Baris dan kolom yang membentuk diagonal menunjukkan penggunaan lahan yang tetap menjadi kelas penggunaan lahan sebelumnya atau tidak mengalami perubahan. Informasi yang diperoleh dari matriks tersebut adalah terjadi perubahan penggunaan lahan paling besar pada penggunaan lahan sawah menjadi permukiman seluas 57.563 ha. Lahan pertanian kedua yang terkonversi menjadi permukiman adalah pertanian lahan kering seluas 31.289 ha dan penggunaan lahan hutan yang paling besar terkonversi adalah menjadi pertanian lahan kering seluas 18.950 ha.

Tabel 19 Tren perubahan penggunaan lahan antara tahun 1995 dan 2012 Area (ha) Sawah Hutan Tubuh

Air Pertanian Lahan Kering Permukiman Sawah 170.589 39 2.110 14.835 57.563 Hutan 8.905 31.507 186 18.950 2.965 Tubuh Air 5.616 0 7.210 1.753 1.090 Pertanian Lahan Kering 33.661 418 232 93.145 31.289 Permukiman 1.658 24 83 2.181 194.957

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan

Analisis regresi logistik biner dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat besaran atau koeffisien faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan permukiman antara tahun 1995 sampai dengan 2012, dimana dari analisis sebelumnya yaitu markov chain diperoleh informasi bahwa permukiman merupakan penggunaan

lahan yang mengalami peningkatan paling tinggi dan mengkonversi lahan pertanian yaitu sawah dan pertanian lahan kering.

Analisis regresi logistik biner ini menggunakan variabel dependen berupa perubahan penggunaan lahan permukiman antara tahun 1995 dan 2012, sedangkan variabel independen yang dipergunakan sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan lahan permukiman adalah jarak terhadap jalan. Analisis statistik memerlukan pengelompokan kategori-kategori dalam prosesnya, dan karena analisis ini menggunakan data spasial maka dipergunakan pengelompokkan jarak terhadap jalan dengan cara melakukan buffering pada jarak tertentu terhadap jalan. Variabel independen yang dipergunakan adalah jarak terhadap jalan arteri, jarak terhadap jalan kolektor dan jarak terhadap jalan tol. Ketiga jenis jalan ini dipilih karena merupakan tipe jalan yang paling memungkinkan untuk dianalisis dalam skala kawasan. Gambar variabel dependen dan variabel independen disajikan pada Lampiran 3,4 dan 5.

Hasil yang diperoleh dari analisis regresi ini adalah: (1) persamaan regresi yang memperlihatkan koefisien besaran perubahan penggunaan lahan permukiman antara tahun 1995 dan 2012 terhadap jarak dari masing-masing jalan dan (2) peta probabilitas perubahan penggunaan lahan permukiman di Jabodetabek antara tahun 1995 dan 2012. Peta probabilitas perubahan penggunaan lahan permukiman disajikan pada Gambar 12.

Persamaan regresi yang diperoleh dari analisis statistik logistik biner adalah sebagai berikut:

Y = -0,881 – 0,050*X1– 0,034*X2– 0,055*X3

Y = logit perubahan penggunaan lahan permukiman antara tahun 1995 dan 2012 X1 = jarak terhadap jalan arteri

X2 = jarak terhadap jalan kolektor

X3 = jarak terhadap jalan tol

Persamaan regresi diatas menunjukkan bahwa jalan tol mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam perubahan penggunaan lahan untuk permukiman dibandingkan dengan jalan arteri dan jalan kolektor, sedangkan dari peta probabilitas perubahan penggunaan lahan permukiman menunjukkan bahwa semakin dekat dengan jalan (warna biru tua), lahan mempunyai probabilitas yang lebih tinggi untuk berubah menjadi permukiman dibandingkan dengan daerah yang jauh dari jalan (warna kuning).

Akurasi dari analisis regresi logistik biner menggunakan metode spasial ini dilihat dari nilai ROC (Reclassification of Cases), dimana nilai ROC diperoleh dari kesesuaian peta probabilitas perubahan penggunaan lahan permukiman terhadap peta perubahan penggunaan lahan permukiman. Nilai ROC sebesar 0,69 menunjukkan bahwa variabel independen fit terhadap variabel dependen (Nilai ROC = 1 menunjukkan perfect fit, nilai ROC = 0,5 menunjukkan random fit). Uji siginifikansi nilai ROC ditunjukkan dari nilai AuC (Area under Curve) sebesar 0,793. Nilai AuC adalah nilai yang diperoleh dengan menghitung perbandingan area dibawah grafik ROC terhadap keseluruhan area grafik ROC. Nilai AuC sebesar 0,793 menunjukkan bahwa peta probabilitas perubahan penggunaan lahan permukiman terhadap peta perubahan penggunaan lahan permukiman fit (Nilai Auc = 1 menunjukkan perfect fit, nilai AuC = 0,5 menunjukkan random fit)

Gambar 12 Peta probabilitas perubahan penggunaan lahan permukiman antara tahun 1995 sampai dengan 2012

Proyeksi Penggunaan Lahan Tahun 2028

Skenario 1 (Skenario Business as Usual tanpa ada Kebijakan Khusus)

Skenario 1 adalah skenario yang menggambarkan kondisi dimana alokasi pemanfaatan ruang kurang mendapat kontrol kebijakan, yaitu seluas-luasnya diserahkan kepada masyarakat dan cenderung mengabaikan kesesuaian lahan. Asumsi yang dipergunakan dalam skenario 1 adalah bahwa setiap lahan dapat berubah penggunaannya seluas-luasnya tanpa adanya kontrol atau campur tangan kebijakan dengan mempertimbangkan kondisi eksisting dan pengaturan perubahan satu arah. Semua penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek mempunyai peluang untuk mengalami perubahan menjadi kelas penggunaan lahan lainnya pada area-area yang diperbolehkan untuk berubah dan hanya tubuh air yang diskenariokan tidak mengalami atau sedikit mengalami terjadinya perubahan. Pengaturan perubahan satu arah yang dimaksud adalah dalam skenario ini perubahan penggunaan lahan diatur sesuai dengan logika perubahan yang mungkin terjadi. Pengaturan perubahan penggunaan lahan berupa asumsi bahwa masing-masing kelas penggunaan lahan mempunyai kecenderungan untuk berubah menjadi kelas lahan lainnya yang berbeda-beda, sebagai contoh adalah sawah mempunyai kemungkinan berubah menjadi pertanian lahan kering

dan permukiman tetapi sawah tidak mungkin berubah menjadi hutan. Pengaturan perubahan penggunaan lahan kelima kelas penggunaan lahan disajikan pada Tabel 19.

Metode Cellular Automata digunakan dalam skenario ini pada 5 data yang dipergunakan secara bersamaan untuk menentukan perubahan penggunaan lahannya dalam hal ini perubahan nilai pixel yang ditentukan berdasarkan prinsip neighbourhood. Kelima data tersebut adalah sawah, hutan, tubuh air, pertanian lahan kering dan permukiman yang disajikan pada Gambar 13. Skenario 1 mengambarkan pengaturan tiap kelas penggunaan lahan area-area mana saja yang diperbolehkan untuk berubah diluar kondisi eksisting dan pembatasan perubahan penggunaan lahannya dan untuk skenario tubuh air menggunakan data eksisting tahun 2012 sebagai data yang paling valid menunjukkan keberadaan tubuh air.

Sawah Hutan

Tubuh Air Pertanian Lahan kering

Permukiman

Gambar 13 Skenario perubahan penggunaan lahan berdasarkan tren perubahan penggunaan lahan, kondisi eksisting dan pengaturan perubahan satu arah

Kelima skenario tersebut digambarkan dalam warna-warna yang disesuaikan dengan warna pada peta penggunaan lahan. Warna menunjukkan lahan yang boleh berubah menjadi kelas penggunaan lahan lainnya, putih menunjukkan lahan yang tidak boleh berubah menjadi kelas penggunaan lahan lainnya, sedangkan merah menunjukkan batas kawasan.

Hasil yang diperoleh dari pada tahapan ini adalah proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 dengan nilai kappa sebesar 0,76 yang dikategorikan sebagai good agreement. Peta hasil analisis berupa proyeksi penggunaan lahan skenario 1 yang disajikan pada Gambar 14.

Penghitungan luas penggunaan lahan pada proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 dengan skenario 1 menunjukkan bahwa permukiman merupakan penggunaan lahan yang paling tinggi yaitu seluas 286.904 ha atau sebesar 42,1 %. Hutan terlihat terkonversi sangat tinggi dengan luas lahan hanya sebesar 32.308 ha atau sebesar 4,8 % (Tabel 20). Penghitungan luas penggunaan lahan berdasarkan wilayah administrasi menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor mempunyai penggunaan lahan terluas pada hutan, permukiman dan pertanian lahan kering, sedangkan penggunaan lahan sawah dan tubuh air paling luas berada di Kabupaten Bekasi (Tabel 21).

Tabel 20 Luas proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 1

Penggunaan Lahan Luas

ha %k

Sawah 215.012 31.58

Hutan 32.308 4,75

Permukiman 286.904 42,14

Pertanian Lahan Kering 132.262 19,43

Tubuh Air 14.356 2,11

k

Gambar 14 Peta proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 1 Tabel 21 Luas proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 1

berdasarkan wilayah administrasi

Hutan Permukiman Pertanian

Lahan kering Sawah

Tubuh Air Bekasi 0,4 43.145 5.757 76.562 8.701 Bogor 32.170 77.986 117.919 70.405 604 Kota Bekasi - 13.064 340 994 46 Kota Bogor 0,5 9.788 1.008 434 18 Kota Depok 0,1 18.238 779 1.001 43

Kota Jakarta Barat - 12.217 0,3 276 28

Kota Jakarta Pusat - 4.780 - 0,8 13

Kota Jakarta Selatan 0,2 14.229 132 98 34

Kota Jakarta Timur - 17.357 141 940 43

Kota Jakarta Utara - 12.333 12 1.113 490

Kota Tangerang - 16.082 26 2.048 92

Kota Tangerang Selatan - 14.953 295 985 20

Skenario 2 (Skenario Konservatif)

Skenario 2 adalah skenario yang dibuat dengan mengatur perubahan penggunaan lahan dengan mempertimbangkan tren perubahan penggunaan lahan antara tahun 1995 sampai dengan 2012 serta mendapat kontrol kebijakan berupa peraturan peruntukan kawasan hutan dan kesesuaian lahan. Skenario 2 berupa lima data spasial yang berisi kesesuaian lahan sawah, alokasi kawasan hutan, kondisi eksisting tubuh air tahun 2012 kesesuaian lahan pertanian lahan kering dan kesesuaian lahan permukiman (Gambar 15). Warna hijau pada gambar tersebut menunjukkan area tersebut boleh berubah sedangkan warna putih menunjukkan area yang tidak boleh berubah sesuai dengan penggunaan lahan pada masing-masing skenario tersebut.

Kesesuaian lahan dalam skenario 2 ini berupa kesesuaian lahan aktual yaitu kesesuaian lahan dalam keadaan alami tanpa memperhitungkan upaya perbaikan dan tingkat pengelolaan untuk mengatasi kendala atau faktor pembatas pada lahan tersebut. Pembuatan data kesesuaian lahan ini hanya memperhitungkan data kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, jenis batuan dan tekstur tanah karena keterbatasan data yang tersedia.

Kesesuaian lahan untuk sawah Alokasi kawasan hutan

Tubuh Air Kesesuaian lahan untuk pertanian lahan kering

Kesesuaian lahan untuk permukiman

Proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 2 yang dihasilkan pada tahapan ini disajikan pada Gambar 16 dengan nilai kappa sebesar 0,52 yang dikategorikan sebagai moderate agreement. Luas penggunaan lahan pada proyeksi penggunaan lahan skenario 2 menunjukkan sawah merupakan penggunaan lahan yang paling luas yaitu sebesar 234.524 ha atau sebesar 34,5 %, sedangkan luasan paling kecil adalah penggunaan lahan tubuh air seluas 22.632 ha atau sebesar 3,3 % (Tabel 22).

Tabel 22 Luas proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 2

Penggunaan Lahan Luas

ha %l

Sawah 234.524 34,5

Hutan 97.860 14,4

Permukiman 180.233 26,5

Pertanian Lahan Kering 145.602 21,4

Tubuh Air 22.632 3,3

l

penghitungan persen luas berdasarkan luas kawasan Jabodetabek.

Penghitungan luas penggunaan lahan berdasarkan wilayah administrasi menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor mempunyai penggunaan lahan terluas pada hutan dan pertanian lahan kering, sedangkan penggunaan lahan sawah dan tubuh air paling luas berada di Kabupaten Bekasi (Tabel 23).

Tabel 23 Luas proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 2 berdasarkan wilayah administrasi

Hutan Permukiman Pertanian

Lahan kering Sawah

Tubuh Air Bekasi 664 18.255 9.193 94.410 11.646 Bogor 96.209 25.702 120.557 54.115 2.506 Kota Bekasi 0,4 10.138 1.296 2.913 96 Kota Bogor 746 6.952 2.469 1.026 56 Kota Depok 1,8 13.754 3.453 2.740 113

Kota Jakarta Barat - 12.203 0,1 285 33

Kota Jakarta Pusat - 4.792 - - 1,5

Kota Jakarta Selatan - 14.331 81,0 52 29

Kota Jakarta Timur 2,6 17.410 227 777 64

Kota jakarta Utara 11 11.504 11 1.360 1.063

Kota Tangerang 31 14.887 147 3.020 162

Kota Tangerang Selatan

0,3 13.226 570 2.390 68

Gambar 16 Peta proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 2 Perbandingan Kondisi Eksisting dan Proyeksi Penggunaan Lahan

Pembandingan antara kondisi eksisting tahun 2012, arahan penggunaan lahan tahun 2028 skenario 1 dan skenario 2 menunjukkan bahwa pada proyeksi penggunaan lahan yang dibuat dengan skenario 1 akan menyebabkan terjadinya penurunan luas lahan hutan dan peningkatan luas lahan permukiman yang cukup tinggi, sedangkan proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 yang mendapat kontrol kebijakan menghasilkan luas permukiman menurun dan hutan meningkat.

Kontrol kebijakan sangat berperan dalam mengendalikan perubahan penggunaan lahan terutama dalam mempertahankan hutan dan mengendalikan permukiman. Proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 menggunakan skenario 2 menunjukkan bahwa dengan adanya kontrol kebijakan tersebut diharapkan penggunaan lahan di masa yang akan datang lahan hutan akan bertambah sebanyak 53,5 % dan menurunkan luas lahan permukiman sebesar 11,3 % , begitu juga sebaliknya ketika kebijakan kurang diterapkan secara ketat maka permukiman akan meningkat pesat sampai sebesar 41,3 % dan luas lahan hutan menurun sampai 49,3 % (Tabel 24).

Peningkatan luas lahan hutan dan penurunan luas lahan permukiman pada skenario 2 menunjukkan bahwa kondisi eksisting tahun 2012 permukiman sudah melampaui yang diharapkan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan ini dan sebaliknya kawasan ini sangat kekurangan penggunaan lahan berupa hutan.

Tabel 24 Perbandingan penggunaan lahan eksisting dengan proyeksi penggunaan lahan Luas (ha)

Tahun Selisih dengan 2012

2012 2028 S1 2028 S2 2028 S1 %m 2028 S2 %m Sawah 243.515 215.012 234.524 -25.726 -11,7 -8.991 -3,7 Hutan 63.734 32.308 97.860 -31.556 -49,3 34.126 53,5 Permukiman 203.109 286.904 180.234 82.606 41,3 -22.876 -11,3 Pertanian Lahan Kering 161.636 132.262 145.602 -31.847 -18,2 -16.034 -9,9 Tubuh Air 15.579 14.356 22.633 -460 -7,8 7.054 45,3 m

penghitungan persen luas berdasarkan luas kawasan Jabodetabek.

Konsistensi Penggunaan Lahan terhadap RTR Jabodetabekpunjur Konsistensi Penggunaan Lahan Tahun 2012

Analisis konsistensi dilakukan pada peta penggunaan lahan eksisting tahun 2012 untuk melihat sejauh mana konsistensi atau kepatuhan pemanfaatan ruang tahun tersebut terhadap rencana tata ruang. Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut adalah sebanyak 95,8 % penggunaan lahan konsisten terhadap rencana tata ruang, 3,9 % tidak konsisten dan 0,3 % tidak dilakukan analisis. Penggunaan lahan yang paling inkonsisten tahun 2012 ini berada di zona N1, N2 dan P5. Peta konsistensi penggunaan lahan eksisting tahun 2012 terhadap RTR Jabodetabekpunjur secara spasial disajikan pada Gambar 17.

Zona yang mempunyai inkonsistensi paling tinggi adalah zona N1 seluas 9.913 ha atau sebesar 1,5 % dilanjutkan zona P5 seluas 6.713 ha atau sebesar 1,0 % dan zona N2 seluas 2.840 ha sebesar 0,4 % (Tabel 25). Tabel tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2012 inkonsistensi penggunaan lahan terhadap rencana tata ruang paling besar terjadi pada kawasan lindung pada zona N1 dimana sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Bogor dan sebagian lainnya berada di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang. Penggunaan lahan yang inkonsisten pada zona N1 tersebut berupa permukiman, pertanian lahan kering dan sawah. Zona N2 yang inkonsisten berada di Kabupaten Bogor dengan penggunaan lahan eksisting sebagian besar berupa permukiman dan sebagian lainnya pertanian lahan kering dan sawah. Zona ketiga yang inkonsisten adalah zona P5 yang ditetapkan sebagai zona perairan penyangga kawasan budidaya berada di Kabupaten Tangerang dengan penggunaan lahan didominasi oleh permukiman dan sawah sedangkan sebagian lainnya berupa pertanian lahan kering. Tabel 25 Inkonsistensi penggunaan lahan eksisting tahun 2012 terhadap RTR

Jabodetabekpunjur

No Zona Luas (ha) Luas (%)

1 B5 600 0,1 2 N1 9.913 1,5 3 N2 2.840 0,4 4 P1 264 0,0 5 P2 3,5 0,0 6 P3 115 0,0 7 P5 6.713 1,0 8 P4 488 0,1

Gambar 17 Peta konsistensi penggunaan lahan tahun 2012 terhadap RTR Jabodetabekpunjur

Analisis konsistensi penggunaan lahan eksisting tahun 2012 terhadap RTR Jabodetabekpunjur berdasarkan wilayah administrasi menunjukkan bahwa secara keseluruhan wilayah yang paling tinggi inkonsistensinya adalah Kabupaten Tangerang sebesar 10,3 %, Kabupaten Bekasi sebesar 4,1 % dan Kabupaten Bogor sebesar 3,2 % (Tabel 26). Paling tinggi inkonsistensi penggunaan lahan di Kabupaten Tangerang terjadi di zona P5 yaitu sebesar 7,0 %, Kabupaten Bekasi pada zona B5 sebesar 2,1 % dan Kabupaten Bogor pada zona N1 sebesar 2,3 % (Tabel 27). Penggunaan lahan eksisting tahun 2012 yang inkonsisten pada masing-masing zona tersebut disajikan pada Tabel 28.

Tabel 26 Konsistensi penggunaan lahan eksisting tahun 2012 terhadap RTR Jabodetabekpunjur per wilayah administrasi

Wilayah Administrasi

Luas (ha) Luas (%)n Konsisten Tidak Konsisten Tidak Dianalisis Konsisten Tidak Konsisten Tidak Dianalisis Bekasi 128.251 5.576 543 95,4 4,1 0,4 Bogor 288.493 9.681 1198 96,4 3,2 0,4 Kota Bekasi 14.428 0 16 99,9 0 0,1 Kota Bogor 11.178 0 71 99,4 0 0,6 Kota Depok 19.997 0 65 99,7 0 0,3

Kota Jakarta Pusat 4.794 0 0 100 0 0 Kota Jakarta Barat 12.520 0,9 0,7 99,9 0 0 Kota Jakarta Selatan 14.478 0 16 99,9 0 0,1 Kota Jakarta Timur 18.462 0 20 99,9 0 0,1 Kota Jakarta Utara 13.498 417 34 96,7 2,9 0,2 Kota Tangerang 18.217 0,2 30 99,8 0 0,2

Tangerang 92.157 10.581 260 89,5 10,3 0,3

Kota Tangerang Selatan 16.224 0 29 99,8 0 0,2

n

penghitungan persen luas berdasarkan luas kawasan Jabodetabek.

Tabel 27 Sebaran inkonsistensi penggunaan lahan eksisting tahun 2012 terhadap RTR Jabodetabekpunjur

Zona Tangerang Bekasi Bogor

Luas (ha) Luas (%) Luas (ha) Luas (%) Luas (ha) Luas (%)

N1 451 0,4 2.622 2,0 6.890 2,3

B5 3.139 3,1 2.828 2,1 2.839 1,0

P1 29 0,0 122 0,1 - -

P4 - - 27 0,0 - -

P5 7.103 7,0 - - - -

Tabel 28 Penggunaan lahan eksisting tahun 2012 yang inkonsisten terhadap RTR Jabodetabekpunjur

Wilayah Adminstrasi Penggunaan Lahan Eksisting Tangerang (P5) Sawah, permukiman dan pertanian lahan kering

Bekasi (B5) Permukiman

Bogor (N1) Pertanian Lahan Kering, sawah dan permukiman Konsistensi Proyeksi Penggunaan Lahan Tahun 2028 Skenario 1

Analisis konsistensi dilakukan pada proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 1 untuk melihat sejauh mana konsistensi atau kepatuhan penggunaan lahan tahun tersebut terhadap rencana tata ruang. Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut adalah sebanyak 93,9 % konsisten, 5,8 % tidak konsisten dan 0,3 % tidak dilakukan analisis. Peta konsistensi proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 1 terhadap RTR Jabodetabekpunjur disajikan pada Gambar 18.

Inkonsistensi paling tinggi pada proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 dengan skenario 1 ini adalah berada di zona N1 seluas 15.865 ha (1,5 %) dilanjutkan zona B5 seluas 10.143 ha (2,3 %) dan zona P5 seluas 7.192 ha (1,1 %) seperti yang disajikan pada Tabel 29. Zona N1 yang terjadi inkonsistensi sebagian besar berada di Kabupaten Bogor dan sebagian lainnya di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang, Kota Jakarta Utara dan Kota Jakarta Barat. Sebagian besar penggunaan lahan pada zona N1 tersebut berupa permukiman, pertanian lahan kering dan sebagian kecil sawah.

Zona B5 yang inkonsisten berada di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang dengan penggunaan lahan berupa permukiman, sedangkan penggunaan lahan yang inkonsisten pada zona P5 sebagian besar berada di Kabupaten Tangerang dan sebagian kecil lainnya di Kota Jakarta Utara. Penggunaan lahan yang inkonsisten di zona P5 dimananfaatkan untuk permukiman, pertanian lahan kering dan sawah.

Gambar 18 Peta konsistensi proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 1 terhadap RTR Jabodetabekpunjur

Tabel 29 Inkonsistensi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 1 terhadap RTR Jabodetabekpunjur

No Zona Luas (ha) Luas (%)o

1 N1 15.865 1,5 2 N2 5.776 0,9 3 B5 10.143 2,3 4 P1 148 0,0 5 P2 0,110 0,0 6 P3 167 0,0 7 P4 24 0,0 8 P5 7.192 1,1 o

penghitungan persen berdasarkan luas Jabodetabek.

Analisis konsistensi proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 1 terhadap RTR Jabodetabekpunjur berdasarkan wilayah administrasi menunjukkan bahwa wilayah yang paling tinggi terjadi inkonsistensi adalah Kabupaten Tangerang sebesar 11,6 %, Kabupaten Bekasi sebesar 10,2 % dan Kabupaten Bogor sebesar 6,2 % (Tabel 30).

Tabel 30 Konsistensi proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 1 terhadap RTR Jabodetabekpunjur per wilayah administrasi

Wilayah Administrasi

Dokumen terkait