• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Desa Langensari Kondisi Geografis

Desa Langensari merupakan salah satu dari sembilan desa yang berada di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Desa ini memiliki batas- batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatasan dengan Taman Nasional Gede Pangrango  Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pasirhalang

 Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cisarua dan Desa Limbangan  Sebelah timur berbatasan dengan Desa Salawi dan Desa Margaluyu

Kondisi iklim Desa Langensari adalah iklim tropik dengan tipe iklim B (Oldeman) dengan curah hujan rata-rata tahunan 2 805 mm dan hari hujan 144 hari, suhu udara berkisar antara 20-30 oC dengan kelembaban udara 85-89 persen. Bentuk lahan Desa Langensari bergelombang hingga gunung. Bentuk bergelombang sampai berbukit dengan lereng 15-40 persen seluas 42.7 persen dan berbukit sampai bergunung dengan lereng lebih dari 40 persen seluas 25.9 persen.

Tabel 4 menunjukan total luas lahan Desa Langensari adalah 454 Ha yang terbagi menjadi Tanah sawah, tanah kering (tegal / ladang dan pemukiman), tanah perkebunan, fasilitas umum dan hutan. Pemanfaatan paling besar adalah untuk tanah sawah yaitu sebesar 32.38 persen dan untuk tegal atau ladang sebesar 28.63 persen. Hal ini menunjukan Desa Langensari memiliki potensi sektor pertanian yang cukup besar. Jenis tanaman yang dibudidayakan di Desa Langensari dikelompokan menjadi tiga sektor utama, yaitu tanaman pangan seperti padi dan jagung, tanaman bunga (florikultura) dan tanaman sayuran (hortikultura).

Tabel 4 Spesifikasi lahan Desa Langensari

Spesifikasi lahan Satuan Desa Langensari

Tanah sawah

- Sawah irigasi desa Ha 147

Tanah kering - Tegal / ladang Ha 130 - pemukiman Ha 38 Tanah perkebunan - Rakyat Ha 36 - Negara Ha 75 Fasilitas umum

Lanjutan Tabel 4 Spesifikasi lahan Desa Langensari

Spesifikasi lahan Satuan Desa Langensari

- Kas Desa Langensari Ha 12 - lapangan Ha 2 - perkantoran pemerintah Ha 2 Tanah hutan - hutan lindung Ha 12 Total Luas Ha 454

Sumber: Profil Desa Langensari (2014)

Potensi sektor pertanian Desa Langensari juga didukung oleh kondisi masyrakatnya yang sebagian besar bermata pencaharian di sektor pertanian. Tabel 5 menunjukan warga Desa Langensari yang bekerja pada sektor pertanian sebanyak 47.62 persen yaitu sebagai petani, buruh tani dan peternak. Dimana yang bekerja sebagai petani sebanyak 7.45 persen, sebagai buruh tani 38.56 persen yang juga menempati urutan pertama dari jenis pekerjaan lainnya dan sebagai peternak sebanyak 1.61 persen.

Tabel 5 Pekerjaan penduduk Desa Langensari

Pekerjaan Jumlah Persentase

Petani 194 7.45 Buruh tani 1 004 38.56 Buruh/Swasta 654 25.12 Pegawai Negeri 29 1.11 Pengrajin 6 0.23 Pedagang 216 8.29 Peternak 42 1.61 Montir 4 0.15 TNI/POLRI 4 0.15 Kontraktor 1 0.04 Tukang Batu 16 0.61 Tukang Kayu 34 1.31 Guru Swasta 8 0.31 Pengangguran 392 15.05 Total 2 604 100

Sumber: Profil Desa Langensari (2014)

Kondisi Sosial

Jumlah penduduk Desa Langensari sebanyak 9 504 jiwa. Jumlah ini terdiri dari laki-laki 4 807 jiwa dan perempuan 4 697 jiwa dengan jumlah keluarga sebanyak 2 843. Dari segi pendidikan setengah masyarakat Desa Langensari merupakan tamatan sekolah dasar atau sederajat (SD) yaitu sebanyak 50.27 persen. Kemudian yang tidak tamat SD sebanyak 13.99 persen, SLTP sederajat

19.51 persen, SLTA sederajat 14.37 persen dan hanya sebagian kecil yang mengenyam bangku kuliah yaitu sebanyak 1.87 persen (Tabel 6).

Tabel 6 Pendidikan Penduduk Desa Langensari

Kriteria Pendidikan Jumlah Persentase

Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah 404 6.74

Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 435 7.25

Tamat SD /Sederajat 3 015 50.27 SLTP /sederajat 1 170 19.51 SLTA/Sederajat 862 14.37 D1 52 0.87 D2 6 0.10 D3 37 0.62 S1 17 0.28 Total 5998 100

Sumber: Profil Desa Langensari (2014)

Karakteristik Petani Responden

Petani responden dalam penelitian ini berjumlah 35 orang dan semua merupakan warga Desa Langensari. setelah dilakukan penilaian terhadap teknik budidayanya, terdapat 10 orang petani yang tergolong menerapkan SOP dan 25 sisanya tergolong tidak menerapkan SOP (Non SOP). Karakteristik petani responden digolongkan berdasarkan usia dan tingkat pendidikan. Pengklasifikasian tersebut dilakukan karena dapat menjadi faktor yang mempengaruhi teknik budidaya usahatani krisan termasuk penerapan SOP oleh petani.

Usia

Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas bekerja, untuk itu perlu dideskripsikan usia petani yang menjadi responden. Tabel 7 menunjukan perbandingan usia petani SOP dan non-SOP. Persentase usia petani yang menerapkan SOP umumnya lebih tinggi pada usia-usia muda, sebaliknya petani non-SOP persentase usia petaninya lebih tinggi pada usia-usia yang sudah relatif tua (diatas 50 tahun) yaitu sebanyak 36 persen. Hal ini dikarenakan, petani berusia muda cenderung lebih aktif mengikuti pertemuan dan pelatihan yang dilakukan oleh pihak Gapoktan maupun BP3K mengenai cara budidaya yang baik dan benar sesuai SOP. Pada usia yang relatif muda mereka cenderung lebih aktif sehingga pertemuan terkait cara budidaya yang baik dan benar sesuai SOP cenderung lebih banyak mereka dapatkan, sehingga pengetahuan mengenai cara budidaya sesuai SOP cenderung lebih banyak mereka dapatkan. Sebaliknya petani berusia relatif tua (diatas 50 tahun) cenderung lebih pasif dan malas dalam mengikuti pertemuan dan pelatihan yang dilakukan baik oleh Gapoktan maupun BP3K mengenai cara budidaya yang baik dan benar sesuai SOP. Sehingga tingkat

penerapan dan pengetahuannya mengenai budidaya sesuai SOP cenderung lebih rendah dibanding petani berusia muda. Oleh karena itu petani yang menerapkan SOP cenderung menyebar pada usia-usia muda sedangkan petani non-SOP menyebar pada petani dengan usia yang relatif sudah tua.

Tabel 7 Perbandingan usia petani SOP dan non-SOP

Usia (Tahun)

SOP Non SOP

Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%)

20-30 2 20 4 16

31-40 3 30 7 28

41-50 3 30 5 20

>50 2 20 9 36

10 100 25 100

Sumber: Profil Desa Langensari (2014)

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan tingkat penerapan teknologi dalam melakukan kegiatan usahatani. Begitupula dalam hal ini, tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap penerapan SOP. Tabel 8 memperlihatkan baik petani SOP maupun non-SOP sebagian besar tingkat pendidikannya adalah SD. Pada petani SOP tingkat pendidikan SD sebanyak 50 persen sedangkan petani non-SOP sebanyak 68 persen. Sedangkan Persentase tingkat pendidikan SMP dan SMA petani SOP cenderung lebih besar dibanding petani non-SOP. Persentase tingkat pendidikan SMP petani SOP sebesar 20 persen sedangkan petani non-SOP sebesar 12 persen. Untuk persentase tingkat pendidikan SMA petani SOP sebesar 30 persen sedangkan petani non-SOP sebesar 20 persen.

Sehingga terlihat semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar pula kemungkinan petani tersebut menerapkan SOP. Walaupun saat ini sebagian besar tingkat pendidikan petani SOP maupun non-SOP adalah SD namun jika kita bandingkan antara petani SOP dan non-SOP, tingkat pendidikan petani SOP secara persentase lebih tinggi dibanding petani non-SOP. Terlihat dari nilai persentase tingkat pendidikan SMP dan SMA petani SOP yang lebih tinggi dibanding petani non-SOP.

Tabel 8 Tingkat pendidikan petani SOP dan non-SOP

Pendidikan SOP Non SOP

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase(%)

SD 5 50 17 68

SMP 2 20 3 12

SMA 3 30 5 20

10 100 25 100

Dokumen terkait