• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Standar Operasional Prosedur Budidaya Terhadap Pendapatan Usahatani Bunga Krisan Di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Standar Operasional Prosedur Budidaya Terhadap Pendapatan Usahatani Bunga Krisan Di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Sukabumi"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

BUDIDAYA TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI

BUNGA KRISAN DI DESA LANGENSARI KECAMATAN

SUKARAJA SUKABUMI

BAMBANG YOGA PERDANA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul pengaruh standar operasional prosedur budidaya terhadap pendapatan usahatani bunga krisan di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Bambang Yoga Perdana

(4)

Budidaya Terhadap Pendapatan Usahatani Bunga Krisan di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Sukabumi. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN.

SOP budidaya krisan merupakan pedoman terperinci budidaya krisan yang sesuai dengan prinsip GAP. Tujuan dari penelitian ini menganalisis pengaruh SOP budidaya terhadap biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani krisan di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi. Uji T independen terhadap biaya, penerimaan dan pendapatan antara petani SOP dan non-SOP menunjukan perbedaan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Dimana biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani krisan petani SOP lebih tinggi dibanding petani non-SOP. Begitu juga nilai R/C total petani SOP lebih tinggi dibanding petani non-SOP, pada petani SOP sebesar 1.85 sedangkan pada petani non-SOP sebesar 1.29.

Kata kunci: SOP,Biaya, Penerimaan, Pendapatan, R/C.

ABSTRACT

Standard operating procedure (SOP) of chrysanthemum cultivation is detailed guidelines which are in accordance with GAP principles. The purpose of this study is to analyze the effect of cultivation SOP on Chrysanthemum farmers cost, revenue, and income in Lengensari Village, Sukaraja,Sukabumi. T-test independent of cost, revenue and income between SOP farmers and Non-SOP farmers indicated the significant differences at 95 percent level of confidence. Cost, revenue, and income of SOP farmers is higher those of Non-SOP farmers, likewise the value of R/C total of SOP farmers is higher that of Non-SOP farmers. R/C total of SOP farmers is 1.85 and Non-SOP farmers is 1.29.

(5)

PENGARUH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

BUDIDAYA TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI

BUNGA KRISAN DI DESA LANGENSARI KECAMATAN

SUKARAJA SUKABUMI

BAMBANG YOGA PERDANA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MENEJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Terhadap Pendapatan Usahatani Bunga Krisan di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Sukabumi

Nama : Bambang Yoga Perdana

NIM : H34110008

Disetujui oleh

Dr Amzul Rifin, SP.MA Pembimbing

Disetujui oleh

(8)
(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian di lapangan yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 sampai dengan bulan Februari 2015. Judul penelitian ini adalah Pengaruh Standar Operasional Prosedur Budidaya terhadap Pendapatan Usahatani Bunga Krisan di Desa Langensari Sukabumi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Amzul Rifin, SP.MA selaku pembimbing, Dr Ir Ratna Winandi, MS dan Yanti Nuraeni Muflikh, SP selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ayang sebagai ibu kost di lokasi penelitian, Prof Dr Budi Marwoto, MS. APU salah satu penyusun SOP budidaya krisan Badan Penelitian Tanaman Hias, Bapak Yandi Rustandi selaku ketua Gapoktan Asri Tani, Bapak H. Abdulah sebagai ketua RW Kampung Pasirhalang, Bapak Ujang Saepuloh, Bapak Feri Ferdian, Bapak Ruslana, Farhat dan semua sahabat di Kampung Pasirhalang yang telah memberi banyak informasi dan saran. Ungkapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua Bapak Agus Koswara dan Ibu Erma Rohama serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu penulis juga berterimakasih kepada Riana Puspa Putri yang telah banyak membantu selama penelitian, kepada teman-teman Asrama Putra C1 lorong 7 (Ilham, Yaya, Tendy, David, Ikbal, Dana dll), teman-teman Agribisnis angkatan 48, Teman-teman-teman satu bimbingan skripsi (Opal, Gilang, Kibo, Pingkan, Poppy) dan semua sahabat di IPB yang tidak bisa disebutkan satu-satu. Terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

Bambang Yoga Perdana

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 4

KERANGKA PEMIKIRAN 7

Kerangka Pemikiran Teoritis 7

Konsep Usahatani 7

Penerimaan Usahatani 8

Biaya Usahatani 8

Pendapatan Usahatani 9

Efisiensi Usahatani (R/C ratio) 9

Uji T Dua Sampel 10

Standar Operasional Prosedur Budidaya Krisan 10

Pedoman Budidaya yang Baik 11

Kerangka Pemikiran Operasional 12

METODE PENELITIAN 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Jenis dan Sumber Data 13

Metode Pengumpulan Data 13

Metode Pengolahan Data 13

Analisis Pendapatan Usahatani 13

Analisis Efisiensi Usahatani 14

Uji T Independen 14

Penilaian Penerapan SOP/GAP 16

Definisi Operasional dan Asumsi Dasar 17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18

Gambaran Umum Desa Langensari 18

Kondisi Geografis 18

Kondisi Sosial 19

Karakteristik Petani Responden 20

Usia 20

Tingkat Pendidikan 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 22

(11)

Penilaian Tingkat Penerapan SOP Petani Krisan Desa Langensari 23

Kriteria Anjuran (A) 24

Kriteria Sangat Anjuran (SA) 26

Kriteria Wajib (W) 28

Perbandingan Kegiatan Usahatani dan Pascapanen 29

Penyiapan Lokasi Budidaya Krisan 29

Penyiapan Greenhouse 30

Penyiapan Lahan 33

Penyiapan Stek Pucuk (Bibit) 34

Penanaman 35

Pemeliharaan Tanaman 36

Panen 39

Pascapanen 41

Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Krisan 43

Lahan 43

Bibit 44

Pupuk 45

Obat-Obatan 47

Peralatan 51

Tenaga Kerja 53

Struktur Biaya Usahatani Krisan 55

Struktur Penerimaan Usahatani Krisan 56

Analisis Pendapatan Usahatani Krisan 57

Analisis Efisiensi Usahatani 57

Uji T Independen 58

KESIMPULAN DAN SARAN 60

DAFTAR PUSTAKA 61

(12)

DAFTAR TABEL

1 Produksi Tanaman Florikultura Indonesia (Bunga Hias) 1

2 Produksi, luas tanam dan jumlah greenhouse budidaya krisan Jawa Barat

2

3 Kategori penilaian penerapan SOP/GAP 16

4 Spesifikasi lahan Desa Langensari 18

5 Pekerjaan penduduk Desa Langensari 19

6 Pendidikan Penduduk Desa Langensari 20

7 Perbandingan usia petani SOP dan non-SOP 21

8 Tingkat pendidikan petani SOP dan non-SOP 21

9 Perbandingan rata-rata penerapan anjuran petani SOP dan non-SOP 23 10 Perbandingan penerapan kriteria anjuran (A) petani SOP dan non-SOP 25 11 Perbandingan penerapan kriteria sangat anjuran (SA) petani SOP dan

non-SOP

27

12 Perbandingan penerapan kriteria wajib (W) petani SOP dan non-SOP 29

13 Investasi konstruksi greenhouse petani SOP dan non-SOP 31

14 Investasi sarana pendukung greenhouse 32

15 Pengoprasian jaringan penyinaran (lampu) Petani SOP dan non-SOP 37 16 Konsumsi energi listrik per siklus produksi petani SOP dan non-SOP 37

17 Pemanenan bunga petani SOP dan non-SOP 39

18 Hasil panen bunga krisan per 500 m2 berdasarkan grade petani SOP dan non-SOP

40

19 Hasil penen bunga krisan berdasarkan tipe bunga petani SOP dan non-SOP

40

20 Kegiatan pascapanen bunga krisan 41

21 Perbandingan perlakuan pascapanen petani SOP dan non-SOP 42

22 Biaya pascapanen petani SOP dan non-SOP 42

23 Luas lahan budidaya bunga krisan petani SOP dan non-SOP 43

24 Status kepemilikan lahan petani SOP dan non-SOP 43

25 Sumber perolehan bibit petani SOP dan non-SOP 44

26 Penggunaan bibit petani SOP dan non-SOP per lahan 500 m2 44

27 Aplikasi pupuk kandang dan kapur pertanian petani SOP dan non-SOP 45

28 Penggunaan pupuk cair petani SOP dan non-SOP 47

29 Penggunaan faktor produksi obat-obatan 47

30 Jenis pestisida petani SOP dan non-SOP 48

31 Perbandingan penggunaan ZPT petani SOP dan non-SOP 50

32 Peralatan produksi usahatani bunga krisan petani SOP dan non-SOP 52 33 Perbandingan penggunaan tenaga kerja petani SOP dan non-SOP per

500 m2 per musim tanam

54

34 Penerimaan usahatani krisan per 500 m2 selama musim tanam 2014 56

35 Analisis pendapatan petani SOP dan non-SOP 57

36 Analisis efisiensi usahatani petani SOP dan non-SOP 58

37 Tests of Normality Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Petani SOP dan non-SOP

58

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Penyiapan greenhouse 30

2 Daya Lampu neon petani SOP dan non-SOP 32

3 Penyiapan tanah 34

4 Penyiapan stek pucuk 35

5 Penanaman bunga krisan 36

6 Proses pemanenan bunga krisan 41

7 Penggunaan pupuk kimia padat petani SOP dan non-SOP 46

8 Perbandingan harga beli pupuk padat kimia 46

9a Merek dagang pestisida cair petani SOP dan non-SOP 49

9b Merek dagang pestisida cair petani SOP dan non-SOP 49

10 Penggunaan pestisida padat petani SOP dan non-SOP 50

DAFTAR LAMPIRAN

1 Syarat Mutu Bunga Krisan Potong 63

2 Kriteria Waktu Panen 64

3 Luas Lahan Budidaya Krisan Kab. Sukabumi 64

4 Investasi peralatan sarana pendukung per 500 m2greenhouse 65

5 Format Penilaian GAP Dasar-dasar Usahatani 66

6 Format Penilaian GAP Dasar-dasar Budidaya 67

7 Format Penilaian GAP Kegiatan budidaya tanaman hias dan bunga 69 8 Format Penilaian GAP Alsintan, Pengaduan, Pencatatan dan Evaluasi

Internal

70

9 Perbandingan struktur biaya petani SOP dan non-SOP 71

10 SOP Penyiapan Sarana dan Prasarana Produksi krisan 72

11 SOP Proses Produksi budidaya krisan 72

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Standar operasional prosedur (SOP) budidaya krisan adalah acuan teknis terperinci budidaya krisan yang produktif, efisien dan ramah lingkungan dalam rangka peningkatan produktivitas, mutu hasil dan keuntungan ekonomis bagi petani secara berkelanjutan. Acuan teknis ini memuat mengenai tatacara penyiapan sarana dan prasarana produksi, proses produksi, panen dan penanganan pasca panen, penentuan standar mutu hingga pencatatan. SOP budidaya krisan merupakan pedoman budidaya yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi, efisien dan ramah lingkungan. SOP budidaya krisan juga memudahkan penelusuran prosedur manakala terjadi penyimpangan dalam proses produksi, sehingga kesalahan proses produksi dapat diperbaiki untuk mendapat produk dengan standar mutu yang telah ditetapkan (Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura, 2013).

Bunga krisan adalah salah satu komoditas unggulan subsektor florikultura Indonesia. Sebagai salah satu komoditas unggulan, dari subsistem produksi bunga krisan memerlukan acuan teknis agar proses produksi dapat berjalan efektif dan efisien, sehingga dalam hal ini peran SOP budidaya krisan menjadi sangat penting. Diharapkan dengan adanya SOP budidaya krisan dapat mempertahankan aspek keberlanjutan usaha, meningkatkan produktivitas, dan juga menjadikan Indonesia sebagai sentra produksi krisan yang berdaya saing tinggi.

Produksi dan sumbangan devisa krisan terhadap Indonesia cukup tinggi dibanding bunga potong lainnya. Tabel 1 memperlihatkan total produksi sembilan bunga potong Indonesia, krisan adalah bunga dengan produksi tertinggi dibanding bunga potong lainnya sejak tahun 2009 sampai tahun 2014. Produksi bunga krisan mengalami pertumbuhan rata-rata 34.85 persen per tahun sejak 2009 hingga 2014. Bahkan pada tahun 2014 produksi bunga krisan potong mencapai 57.33 persen dari total produksi sembilan bunga potong lainnya.

Tabel 1 Produksi Tanaman Florikultura Indonesia (Bunga Hias) Jenis

Tanaman

Produksi Tanaman Florikultura (Tangkai)

2014 2013 2012 2011 2010 2009

Anggrek 24 633 789 20 277 071 20 727 891 15 490 256 14 050 445 16 205 949

Anthurium 2 310 154 4 044 012 6 731 211 4 724 730 7 655 542 3 833 100

Anyelir 2 962 777 3 164 326 5 299 671 5 130 332 7 607 588 5 320 824

Gerbera 7 545 255 7 735 806 9 854 787 10 543 445 9 693 487 5 185 586

Gladiol 1 874 470 2 581 063 3 417 580 5 448 740 10 064 082 9 775 500

Heliconia 1 162 666 2 043 579 3 306 604 2 791 257 2 961 385 4 124 174

Krisan 425 855 467 387 208 754 397 651 571 305 867 882 185 232 970 107 847 072

Mawar 172 512 474 152 066 469 68 624 998 74 319 773 82 351 332 60 191 362

Sedap Malam 104 007 708 104 975 942 101 197 847 62 535 465 59 298 954 51 047 807

(16)

Dilihat dari nilai ekonominya, kontribusi krisan terhadap devisa negara pada Desember 2013 adalah sebesar 71 459 USD kemudian pada periode Januari 2014 kontribusinya menjadi 64 122 USD. Nilai ini merupakan sumbangan devisa terbesar kedua setelah anggrek pada subsektor florikultura (PUSDATIN, 2014).

Sentra produksi krisan Indonesia terletak di Jawa Barat, yang menyumbang 48 persen produksi krisan nasional (BPS, 2013). Tabel 2 menunjukan sentra produksi krisan di Jawa Barat tersebar di beberapa wilayah kabupaten, salah satunya di Sukabumi. Saat ini budidaya krisan Kabupaten Sukabumi menempati produksi terbesar kedua di Jawa Barat setelah Kabupaten Cianjur.

Tabel 2 Produksi, luas tanam dan jumlah greenhouse budidaya krisan Jawa Barat

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Jawa Barat (2013)

Kemudian di Kabupaten Sukabumi itu sendiri, sentra produksinya terletak di Desa Langensari. Kontribusi luas tanam budidaya krisan Desa Langensari mencapai 36.27 persen dari total luas tanam yang ada di Kabupaten Sukabumi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sukabumi, 2013).

Dalam rangka meningkatkan produksi krisan Desa Langensari, Balai Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Sukaraja Sukabumi bekerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) dan Gapoktan Asri Tani Jaya Desa Langensari melaksanakan transfer teknologi berupa pengenalan budidaya krisan yang baik dan benar sesuai dengan SOP. Ketiga pihak tersebut bekerjasama melakukan introduksi SOP budidaya krisan melalui perannya masing-masing, BP3K berperan sebagai penyebar informasi melalui penyuluhan mengenai cara budidaya sesuai dengan SOP, pihak BP3K rutin melaksanakan penyuluhan setiap hari rabu dengan mengumpulkan para ketua Poktan serta anggotanya di Desa Langensari. Balithi berperan melaksanakan penelitian dan pengembangan bunga krisan, hasil dari penelitian itu sendiri dintroduksikan kepada petani dibantu oleh pihak BP3K dan Gapoktan Asri Tani Jaya Desa Langensari untuk diterapkan dalam budidayanya. Sebenarnya proses introduksi dan penyuluhan mengenai praktek budidaya sesuai SOP sudah sejak lama dilakukan oleh pihak BP3K sebelum kerjasama yang dilakukan dengan pihak Gapoktan Asri Tani Jaya dan Balithi, namun sejak awal tahun 2014 proses introduksi SOP budidaya krisan semakin rutin dilaksanakan dengan mengumpulkan petani serta kunjungan langsung ke lapangan untuk menyosialisasikan praktek budidaya yang baik dan benar.

(17)

krisan petani Desa Langensari tidak bermutu. Sehingga ketika bunga tersebut dijual harganya menjadi rendah, yang akhirnya pendapatan petani pun menjadi rendah.

Perumusan Masalah

Bentuk tidak diterapkannya SOP oleh petani Desa Langensari dapat dilihat mulai dari proses penyiapan sarana prasaran, proses produksi hingga panen dan pascapanen. Dalam penyiapan sarana prasaran misalnya saja penyiapan

greenhouse. Masih banyak petani yang tidak mengikuti SOP terutama pada bahan penutup dinding greenhouse yang digunakan. Bahan penutup dinding greenhouse

anjuran SOP adalah bahan yang dapat menjaga sirkulasi udara, seperti yang terbuat dari net screen atau ram kawat. Namun saat ini banyak petani yang masih menggunakan plastik sebagai bahan penutup dinding greenhouse, bahkan ada yang tidak menggunakan penutup dinding sama sekali. Dalam proses produksi bentuk tidak diterapkannya SOP terlihat dari pemberian pupuk dan kapur petanian yang tidak sesuai dosis anjuran, penggunaan bibit tidak berkualitas dan sanitasi lingkungan yang tidak dilakukan dengan cara yang benar. Kemudian dalam pascapanen bentuk tidak diterapkannya SOP dapat terlihat dari perlakuan bunga krisan setelah panen yang kurang baik sehingga menyebabkan banyak bunga yang rusak sebelum sampai ke konsumen.

Dampak langsung tidak diterapkannya SOP oleh petani krisan Desa Langensari menjadikan mutu krisan yang dihasilkan menjadi rendah. Mutu yang rendah membuat harga jual menjadi murah yang akhirnya penerimaan petani menurun. Rendahnya mutu juga mengakibatkan kuantitas penjualan krisan berkurang, karena bunga krisan bermutu rendah cenderung mudah rusak saat dilakukan perlakuan pada saat panen dan pascapanen sehingga tidak banyak bunga yang dapat dijual. Selain itu krisan mutu rendah juga membuat petani kebingungan mencari pembeli, karena banyak konsumen yang tidak mau menerima bunga dengan kualitas rendah. Disisi lain, tingkat kesegaran bunga krisan hanya dapat bertahan satu sampai dua minggu setelah panen, jika semakin lama dibiarkan maka mutunya akan semakin menurun. Keadaan ini memaksa petani menjual bunga krisan yang sudah dipanen walaupun dengan harga yang rendah. Pada akhirnya dengan tidak diterapkannya SOP membuat usaha budidaya krisan menjadi kurang menguntungkan.

(18)

di Desa Langensari. Oleh karena itu penerapan SOP budidaya krisan perlu digalakan agar tidak terjadi permasalahan seperti yang saat ini terjadi.

Berdasarkan permasalahan di atas diketahui bahwa SOP budidaya mempengaruhi mutu bunga yang akhirnya diduga berdampak pula terhadap pendapatan usahatani dan produksi bunga krisan Desa Langensari. Tingkat penerapan SOP budidaya krisan petani Desa Langensari masih rendah karena ada anggapan dengan menerapkan SOP budidaya hanya menambah biaya seperti untuk penggunaan bibit berkualitas, sistem penerangan yang prima, penggunaan pestisida berkualitas, hingga manajemen tenaga kerja yang efektif. Namun disisi lain penerapan SOP budidaya juga dipercaya dapat meningkatkan penerimaan petani melalui peningkatan harga jual dari produksi krisan bermutu yang dihasilkan. Sehingga muncul keraguan apakah penerapan SOP budidaya krisan terbukti dapat meningkatkan pendapatan petani atau menurukan pendapatan petani akibat peningkatan biaya operasional. Oleh karena itu belum dapat dibuktikan apakah penerapan SOP memberikan dampak positif atau sebaliknya terhadap pendapatan usahatani bunga krisan. Untuk itu peningkatan penerimaan dan biaya terkait penerapan SOP budidaya krisan perlu dianalisis lebih mendalam, untuk memberikan informasi yang lengkap apakah penerepan SOP ini akan menguntungkan atau tidak jika dlihat dari pendapatan usahatani yang dihasilkan. Berdasarkan permasalahan tersebut rumusan masalah yang ingin diteliti adalah:

1. Bagaimana pengaruh SOP budidaya terhadap biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani bunga krisan di Desa Langensarai Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi?

2. Bagaimana perbandingan biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani krisan antara petani yang menerapkan SOP dan yang tidak menerapkan SOP budidaya krisan di Desa Langensarai Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis pengaruh SOP budidaya terhadap biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani bunga krisan di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi.

2. Membandingakan biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani bunga krisan petani yang menerapan SOP dan yang tidak menerapakan SOP budidaya krisan di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi.

TINJAUAN PUSTAKA

(19)

maupun rumah tangga. Kebutuhan bunga krisan dalam rangkaian bunga mencapai 30 sampai 65 persen, penggunaannya yang tinggi karena bentuk mahkota dan warna yang bagus, bunga ini juga termasuk murah harganya. Masa panen tanaman ini cukup singkat, sekitar 3-4 bulan kuncup bunga sudah bermunculan (Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura, 2013). Saat ini bunga potong krisan dipasar nasional cukup populer dan menduduki urutan tertinggi kedua setelah anggrek (PUSDATIN, 2014). Pemasaran bunga krisan di Indonesia melalui beberapa saluran tataniaga, Purwono (2014) melakukan analisis tataniaga bunga krisan di Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur hasilnya menunjukan terdapat empat saluran tataniaga bunga krisan. saluran yang memberikan keuntungan terbesar pada petani adalah saluran III yaitu dari petani ke pedagang besar (grosir) dan terakhir ke konsumen akhir. Dimana dengan saluran tersebut petani mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 473 per tangkai dengan nilai marjin sebesar Rp. 1 313 per tangkai.

Kualitas dan mutu bunga krisan potong adalah faktor yang sangat mempengaruhi harga jual (Sari, 2010). Karena mutu adalah faktor yang menentukan segmen pasar yang akhirnya berpengaruh terhadap harga jual yang diterima petani. Krisan dengan kualitas tinggi dengan grade AA atau A biasanya untuk segmen pasar ekonomi kelas atas, semakin berkualitas harganya akan semakin tinggi (Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura, 2013). Untuk itu peningkatan produksi bunga krisan harus disertai dengan perbaikan teknologi budidaya atau Standar Operasional prosedur (SOP) untuk meningkatkan mutu produksi dan harga jual produk. Menurut Sandriawati, et al (2013) Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi budidaya bunga krisan potong seperti luas lahan, pendidikan formal, pendidikan Non Formal, tingkat partisifasi dalam kelompk tani, sumber informasi, tingkat kosmopolitan, sifat usahatani, keadaan kelompok tani dan kearifan penyuluh. Faktor internal dan eksternal kategori tinggi yang berpengaruh terhadap penerapan teknologi budidaya adalah pendidikan non formal, tingkat partisifasi petani dalam kelompok tani, sumber informasi dan keadaan kelompok tani.

(20)

pascapanen juga dilakukan oleh Wiraatmaja, et al (2007). Hasil penelitiannya menunjukan penggunaan larutan perendam sukrosa dan asam sitrat pada konsentrasi yang tepat dapat meningkatkan kesegaran bunga krisan. konsentrasi asam sitrat yang optimal terhadap lama kesegaran bunga krisan pada masing-masing konsentrasi sukrosa adalah 365 ppm, 285 ppm dan 344 ppm dengan lama kesegaran bunga 9.34 hari, 12.61 hari dan 11.91 hari dan 10.23 hari. sedangkan konsesntrasi sukrosa yang optimal terhadap lama kesegaran bunga krisan pada masing-masing konsentrasi asam sitrat adalah 2.82%, 3.33% dan 2.07% dengan lama kesegaran 11.33 hari, 11.88 hari, 13.02 hari dan 9.93 hari.

SOP budidaya penting untuk diperhatikan dalam usaha budidaya bunga potong krisan, karena SOP budidaya berpengaruh terhadap mutu bunga yang dihasilkan. Dan mutu bunga itu sendiri pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan usahatani. Sehingga dalam hal dapat dikatakan bahwa SOP budidaya berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani perlu dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Besarnya pendapatan usahatani merupakan ukuran keberhasilan usahatani. Petani dapat mengetahui gambaran keadaan aktual usahatani melalui analisis pendapatan usahatani, sehingga dapat melakukan evaluasi dalam perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang (Cempaka, 2013). Diterapkan atau tidaknya SOP budidaya berpengaruh terhadap pendapatan usahatani, untuk itu perlu dibandingkan pendapatan usahatani antara usaha budidaya krisan menggunakan SOP dan non-SOP. Metode perbandingan pendapatan usahatani dapat dilihat dari komponen penerimaan, biaya serta efisiensi usahatani yang dapat dilihat dari nilai R/C rationya (Poetryani, 2011).

Perbandingan pendapatan usahatani tanaman hias bunga potong terkait dengan penerapan SOP pernah dilakukan oleh Wulandari (2009), dimana hasilnya menunjukan bahwa budidaya bunga hias potong dengan menerapkan SOP terbukti lebih efisien dibandingkan yang tidak menerapkan SOP yang terlihat dari nilai R/C ratio-nya yang lebih besar. Selanjutnya untuk membuktikan perbedaan antara pendapatan usahatani yang dilakukan dengan metode berbeda dapat dilakukan dengan serangkaian uji statistik. Penelitian lain yang juga terkait dengan SOP budidaya juga dilakukan oleh Maharani (2012), hasilnya menunjukan pendapatan rata-rata per hektar petani pisang mas kirana di Kecamatan Sendoro Kabupaten Lumajang Jember yang menerapkan SOP budidaya lebih tinggi dari yang tidak menerapkan SOP budidaya. Begitupun hasil dari penelitian Lisanti (2014), menunjukan usahatani tomat berbasis standar operasional prosedur (SOP) lebih efektif dan efisien dibanding dengan usahatani tomat konvensional. Hal ini dibuktikan dengan nilai pendapatan dan nilai R/C ratio petani SOP yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani tomat petani konvensional.

(21)

tunai bernilai 3.06 sementara R/C ratio total bernilai 2.46. Begitupun penelitian Hartati (2010) juga masih mengenai penerapan SOP, komoditas yang diteliti adalah mangga gedong gincu di Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Hasilnya menunjukan terdapat perbedaan keragaan usahatani antara petani SOP dan non-SOP. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada aktivitas pemupukan, pemangkasan, penyiangan, pengairan, pengendalian OPT, pemanenan hingga pascapanen. Dari segi biaya, petani SOP lebih tinggi dibanding petani non-SOP. Namun dari segi penerimaan petani SOP juga lebih tinggi dibanding petani non-SOP, hal ini dikarenakan petani SOP dapat melakukan pemanenan diluar musim karena penerapan standar operasional prosedur (SOP). Kemudian penelitian terkait penerapan SOP pada komoditas petanian juga dilakukan oleh Dalimunthe (2008), komoditas yang diteliti adalah Nenas. Hasilnya menunjukan bahwa penerapan SOP terbukti dapat meningkatkan produksi dan produktivitas serta kualitas hasil yang akan meningkatkan harga jual bagi petani. Begitupun jika dilihat dari nilai pendapatan, pendapatan atas biaya total petani nenas SOP sebesar Rp. 22 635 500 sementara pendapatan atas biaya tunai Rp. 36 400 500 sedangkan pada petani non-SOP pendapatan total sebesar Rp. 17 720 000 sementara pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp. 26 165 000.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada dengan efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Efektif bila petani menggunakan sumberdaya yang ada sebaik-baiknya dan efisien jika pemanfaatan sumberdaya menghasilkan output yang melebihi input (Soekartawi, 2006). Analisis usahatani bermanfaat tidak hanya untuk petani tetapi juga untuk penyuluh pertanian, para mahasiswa dan juga pihak lain yang berkepentingan terhadap analisis usahatani. Menurut Soekartawi, et al (2011) ada empat elemen penting yang diperlukan dalam penelitian usahatani yang efektif yaitu: 1) pengetahuan yang cukup mengenai teori, 2) pengetahuan praktis, 3) strategi penelitian yang efetif dan sumberdaya penelitian yang cukup, 4) administrasi penelitian.

(22)

Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani adalah nilai dari perkalian antara total produksi dengan harga satuan produk usahatani (Hernanto, 1991). Total produksi dalam usahatani dapat berupa produk yang dijual maupun produk yang tidak dijual. Produk yang tidak dijual misalnya digunakan untuk konsumsi rumah tangga, digunakan kembali dalam usahatani, produk yang digunakan untuk pembayaran dan produk yang disimpan digudang pada akhir tahun (Soekartawi, 2011). Sehingga dalam hal ini penerimaan usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Penerimaan tunai (PT)

Penerimaan tunai usahatani adalah nilai produk yang dijual petani.  Penerimaan total (TR)

Nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik nilai produk yang dijual (PT) maupun nilai produk yang tidak dijual (PNJ).

Berdasarkan uraian di atas penerimaan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:

TR = P x Q

= P x (KJ + KNJ) = (P*KJ) + (P*KNJ) = PT + PNT

Keterangan:

P = harga produk

Q = produksi total (KJ + KNJ) KJ = produk yang dijual

KNJ = produk yang tidak dijual PT = penerimaan tunai

PNT = penerimaan tidak tunai

Biaya Usahatani

Biaya usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai dalam proses produksi tetapi tidak termasuk tenaga kerja petani. Kemudian dalam ilmu usahatani biaya juga dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya relatif tetap dan tidak terpengaruh oleh jumlah produksi, contohnya adalah biaya untuk pajak. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi, contohnya biaya untuk tenaga kerja, pupuk dan lain-lain (Soekartawi 2006, 2011).

(23)

Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara total penerimaan dan semua biaya. Pendapatan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari pengunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan dalam kegiatan usahtani (Soekartawi 2006, 2011).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan dan biaya dalam usahatani (Suratiyah, 2011), yaitu:

 Faktor internal dan faktor eksternal

Faktor internal seperti umur petani, pendidikan, pengalaman, keterampilan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan dan modal. Faktor eksternal seperti input (ketersediaan dan harga) dan output (permintaan dan harga)

 Faktor manajemen

Petani sebagai manajer harus dapat mengambil berbagai pertimbangan ekonomi sehingga dapat mendatangkan hasil yang maksimal. Mengingat faktor internal tertentu dan faktor eksternal yang selalu berubah-ubah. Pendapatan usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai membandingkan penampilan beberapa usahatani (Soekartawi, 2011). Namun perlu diperhatikan bahwa pendapatan yang besar tidak selalu menunjukan usahatani berjalan efisien, karena bisa saja pendapatan usahatani yang besar juga diimbangi oleh biaya yang besar pula. Sehingga dalam proses pembandingan penampilan usahatani perlu digunakan ukuran efisiensi usahatani seperti R/C ratio.

Efisiensi Usahatani (R/C ratio)

Retern cost ratio atau R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya (Soekartawi, 2006). Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut:

a= R/C R= Py*Y C= FC + VC

a= ((Py* Y)/(FC+VC))

Keterangan: R = penerimaan C = biaya

Py = harga output Y = output FC = biaya tetap

VC = biaya tidak tetap (variable cost)

(24)

digunakan. Nilai R/C > 1, menujukan bahwa penerimaan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha menguntungkan atau profitable untuk dijalankan. Nilai R/C = 1, menunjukkan bahwa penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan atau usaha berada pada posisi impas. Sedangkan nilai R/C < 1, menunjukkan bahwa penerimaan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha yang dijalankan tidak menguntungkan.

Uji T Dua Sampel

Berdasarkan hubungan antar populasinya, uji t dapat digolongkan kedalam dua jenis uji, yaitu dependent sample t-test dan independent sample t-test. Dependent sample t-test adalah jenis uji statistika yang bertujuan untuk membandingkan rata-rata dua grup yang saling berpasangan. Sampel berpasangan dapat diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama namun mengalami dua pengukuran yang berbeda, contohnya pengukuran sebelum dan sesudah dilakukan sebuah perlakuan. Kemudian untuk Independent sample t-test

adalah jenis uji statistika yang bertujuan untuk membandingkan rata-rata dua grup yang tidak saling berpasangan atau tidak saling berkaitan. Tidak saling berpasangan dapat diartikan bahwa penelitian dilakukan untuk dua subjek sampel yang berbeda.

Penggunaan uji-t yang membandingkan dua buah mean perlu diperhatikan bentuk hipotesis yang membandingkan kedua mean tersebut. Menurut Nazir (2003) ada tiga cara untuk merumuskan hipotesis, yaitu:

 Ho : u1 = u2, dengan hipotesis alternatif HA : u1 ≠ u2

 Ho : u1 > u2, dengan HA : u1≤ u2

 Ho : u1 < u2, dengan HA : u1≥ u2

Hipotesis yang sering digunakan adalah hipotesis pertama, yaitu hipotesis yang menyatakan bahwa mean dari populasi 1 sama dengan mean populasi 2, dengan hipotesis alternatif bahwa mean populasi 1 tidak sama dengan populasi 2. Ini namanya adalah hipotesis nul. Uji-t perlu dilakukan karena perbedaan dua

mean yang terlihat berbeda secara nominal belum tentu berbeda secara statistik. Standar Operasional Prosedur Budidaya Krisan

Kesadaran masyarakat internasional terhadap keamanan dan lingkungan semakin meningkat. Begitu pula pada komoditas krisan, tidak hanya produksi yang berkualitas baik yang diperhatikan tetapi juga aspek lingkungan dalam melakukan produksi bunga krisan menjadi aspek yang sangat penting. Dalam sistem perdangan internasional, hal ini menjadi isu penting yang digunakan sebagai barier non tarif oleh nagara maju terhadap produk dari negara-negara berkembang. Kondisi ini dapat diantisipasi oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia dengan memproduksi bunga krisan dengan menerapkan SOP agar dapat memenuhi preferensi konsumen internasional.

(25)

budidaya petani dapat memenuhi standar mutu sesuai dengan preferensi konsumen dalam negeri maupun internasional (Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura, 2012). Dalam SOP budidaya krisan terdapat acuan teknis mulai dari penyiapan saran dan prasarana, proses produksi, panen dan pasca panen, standar mutu hingga pencatatan.

Standar operasional prosedur (SOP) krisan merupakan acuan dasar bagi pelaksanaaan budidaya krisan di lapangan. Dengan mengacu pada SOP, petani dapat membudidayakan krisan potong secara baik dan benar untuk menghasilkan produk bermutu tinggi yang efisien dan ramah lingkungan. Penerapan SOP merupakan indikator menuju produk yang berdaya saing sehingga penjaminannya melalui telusur balik dari prinsip-prinsipnya dapat dilakukan dengan jelas (Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura, 2012).

Krisan sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor yang memberi kontribusi terhadap devisa negara. Saat ini peluang pangsa pasar internasional bagi bunga krisan Indonesia masih terbuka lebar. Pasokan bunga krisan di pasar dunia didominasi oleh pelaku usaha yang berasal dari Belanda, Colombia dan Italy yang mencapai total ekspor lebih dari 60 persen dari perdagangan dunia. Indonesia juga memiliki peluang besar menjadi pengekspor bunga krisan karena beberapa daerah Indonesia memiliki lahan yang luas serta iklim dan cuaca yang cukup baik untuk tumbuh perkembangan bunga krisan. Untuk menjadi pelaku usaha yang berdaya saing pada komoditas bunga krisan Indonesia sudah memiliki peluang dari segi lingkungan, kemudian untuk mewujudkan Indonesia menjadi produsen krisan yang berdaya saing juga perlu didukung dari teknik produksi yaitu harus dilakukan dengan cara yang baik dan benar. Budidaya krisan yang baik dan benar salah satunya dapat dilakukan dengan menerapkan SOP budidaya krisan, sehingga dalam hal ini SOP budidaya krisan menjadi sangat penting untuk mewujudkan Indonesia sebagai produsen krisan yang berdaya saing.

Pedoman Budidaya yang Baik (Good Agricultural Practices On Floriculture) Pada era perdagangan global saat ini, baik pada sektor pertanian maupun sektor lainnya tidak lagi mengandalkan hambatan tarif tetapi sudah lebih cenderung pada hambatan teknis berupa persyaratan mutu, sanitary dan

phytosanitary. Kondisi ini menuntut produsen untuk meningkatkan daya saing produknya agar dapat membentengi arus barang dari luar mengusai pasar dalam negeri. Khusus pada sektor florikultura tepatnya komoditas krisan, salah satu tanaman subsektor florikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan prospek yang cerah sebagai komoditas ekspor maupun pemasaran dalam negeri. Berhubungan dengan tuntutan perdagangan global saat ini, juga diperlukan peningkatan kualitas serta produksi yang ramah lingkungan untuk mencegah masuknya produk luar negeri menguasai pasar bunga krisan dalam negeri. Salah satu solusi dari tuntutan tersebut adalah dengan menerapkan budidaya florikultura yang baik (good agricultural practices on floriculture).

(26)

budidaya, teknik budidaya tanaman hias, peralatan dan mesin, pengaduan, pencatatan hingga evaluasi internal.

Kerangka Pemikiran Operasional

(27)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Langensari Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Langensari merupakan salah satu sentra produksi bunga krisan yang cukup besar produksinya baik skala kabupaten maupun nasional. Penelitian disentra produksi bunga krisan menjadi penting, karena produksi bunga krisan dilokasi ini juga mempengaruhi produksi nasional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Nopember 2014 sampai Februari 2015.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani bunga krisan Desa Langensari. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur terkait seperti data dari BPS, Dinas Pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Indonesia, Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura serta BP3K Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi.

Metode Pengumpulan Data

Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu dengan melakukan wawancara kepada petani krisan Desa Langensari. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan pengamatan langsung proses budidaya bunga krisan di lokasi penelitian. Petani responden dalam penelitian ini berjumlah 35 orang.

Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif dijabarkan secara deskriptif yaitu mengenai gambaran umum dan kondisi usaha budidaya krisan. Sedangkan data kuantitatif diolah dengan menggunakan program

Microsoft Excel dan SPSS versi 11.5.

Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dan total biaya. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.

Pendapatan atas biaya tunai dirumuskan sebagai berikut:

(28)

Keterangan:

�tunai = Pendapatan Tunai usahatani krisan

TR = penerimaan total usahatani BTU = biaya tunai usahatani krisan

Pendapatan atas biaya total dirumuskan sebagai berikut:

� � = − �

Keterangan:

�total = pendapatan total usahatani krisan

TR = Penerimaan total usahatani krisan BTO = Biaya Total

Analisis Efisiensi Usahatani

Pendapatan yang besar tak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu analisa pendapatan perlu diikuti dengan pengukuran efisiensi. R/C rasio merupakan salah satu ukuran efisiensi yang menggambarkan penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio).

Pengukuran efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya (R/C). R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total, yang secara sederhana dapat diturunkan dari rumus:

⁄ = � � �

⁄ = � � �

Keterangan:

R = Revenue atau penerimaan budidaya krisan (Rp) C = Cost atau pengeluaran/biaya budidaya krisan (Rp)

Nilai R/C secara teoritis menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan, jika R/C rasio >1 maka kegiatan usahatani menguntungkan untuk dijalankan. Akan tetapi apabila R/C <1 maka kegiatan usahatani tidak menguntungkan untuk dijalankan.

Uji T Independen

(29)

pendapatan dari dua sampel yang saling bebas atau tidak berhubungan. Dimana peneliti tidak memiliki informasi mengenai ragam dari sampel bebas tersebut, asumsi lain yang digunakan pada pengujian ini adalah sampel menyebar normal. Menurut Sugiyono (2013) terdapat dua formula uji-t independen, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rumus 1: seperated varian Rumus 2: polled varian

= � − �

√ 2+ 2

= � − �

√ − +2+ − 2 +

Varian dan Standar deviasi pendapatan petani (SOP dan non SOP) dicari dengan rumus (Nazir, 2003):

=∑ � − 2

= √�

= ∑ �− 2

= √�

Menurut Sugiyono (2013) ketentuan penggunaan rumus pada uji t-independen di atas adalah sebagai berikut:

 Bila jumlah anggota sampel = , dan varian homogen ( =

maka dapat digunakan rumus separated varian maupun pooled variance (rumus 1 dan 2). Untuk melihat t-tabel digunakan dk = +

− .

 Bila ≠ , variance homogen = maka dapat digunakan rumus

pooled varian (rumus 2). Derajat kebebasannya dk = + − .

 Bila = , varian tidak homogen ≠ dapat digunakan rumus

separated varian maupun pooled variance (rumus 1 dan 2). Dengan dk =

− atau − .

 Bila ≠ dan varian tidak homogen ≠ digunakan rumus

separated varian (rumus 1). Harga t sebagai pengganti t-tabel dihitung dari selisih harga t-tabel dengan dk ( − ) dan dk ( − dibagi dua dan kemudian ditambahkan dengan harga t yang terkecil.

Keterangan

� = rata-rata biaya/penerimaan/pendapatan kelompok petani yang

menerapkan SOP

� = rata-rata biaya/penerimaan/pendapatan kelompok petani non SOP pi = biaya/penerimaan/pendapatan petani ke-i

= varian biaya/penerimaan/pendapatan kelompok petani SOP = varian biaya/penerimaan/pendapatan kelompok petani non-SOP = standar deviasi biaya/penerimaan/pendapatan kelompok petani SOP = standar deviasi biaya/penerimaan/pendapatan kelompok petani non SOP = banyaknya petani yang menerapkan SOP

(30)

Adapun hipotesis dapat dituliskan sebagai berikut:

Ho : Biaya/penerimaan/pendapatan petani menerapkan SOP =

biaya/penerimaan/pendapatan petani tidak menerapkan SOP

H1 : Biaya/penerimaan/pendapatan petani menerapkan SOP ≠

biaya/penerimaan/pendapatan petani tidak menerapkan SOP

Kesimpulan terhadap hipotesis, tolak Ho bila nilai t hitung > t tabel atau saat

P value < α sebaliknya terima Ho bila nilai t hitung < t tabel atau saat P value > α.

Penilaian Penerapan SOP/GAP

Penerapan SOP petani dinilai menggunakan format penilaian pedoman budidaya florikultura yang baik (good agricultural practices on floriculture),

kemudian untuk penilaian teknik budidaya spesifik komoditas krisan digunakan standar operasional prosedur (SOP) budidaya krisan potong yang diterbitkan oleh Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian.

Ruang lingkup penilaian penerapan good agricultural practices on floriculture meliputi aspek dasar-dasar usahatani, dasar-dasar budidaya, teknik budidaya tanaman hias dan bunga, alat dan mesin pertanian, pangaduan, pencatatan dan yang terakhir evaluasi internal. Dimana dari aspek tersebut dirinci menjadi beberapa kegiatan dan kegiatan-kegiatan itu sendiri terdapat beberapa anjuran yang harus diikuti. Secara keseluruhan terdapat 101 anjuran yang sudah mencakup seluruh aspek. Dari 101 anjuran tersebut memiliki beberapa kriteria, yaitu kriteria A yang artinya dianjurkan untuk dilaksanakan yang berjumlah 27, kriteria SA yang artinya sangat dianjurkan untuk diikuti berjumlah 63 dan kriteria W yang artinya anjuran yang wajib diikuti berjumlah 11. Format lengkap penilaian penerapan GAP dapat dilihat pada lampiran 5 sampai 8.

Penerapan GAP oleh petani dinilai untuk 101 anjuran yang ada pada pedoman budidaya florikultura yang baik. Dimana jika tingkat penerapan anjuran telah sesuai diberi nilai satu dan jika tidak sesuai diberikan nilai nol. Hasil penilaian itu dikumulatif dan dibuat persentase. Kemudian untuk hasil penilaiannya, dikategorikan menjadi lulus, lulus dengan syarat perbaikan dan tidak lulus. Tabel 3 memperlihatkan bahwa petani dikatakan lulus atau tergolong petani SOP jika mengikuti minimal 40 persen kriteria anjuran A, 60 persen kriteria anjuran SA dan 100 persen kriteria anjuran W.

Tabel 3 Kategori penilaian penerapan SOP/GAP

Kategori penilaian Skor Kriteria Anjuran (%)

A SA W

Lulus (petani SOP) ≥ 40 ≥ 60 100

Lulus dengan catatan perbaikan < 40 < 60 100

Tidak lulus 0-100 0-100 <100%

(31)

Definisi Operasional dan Asumsi Dasar

1. Krisan adalah tanaman hias yang berasal dari spesies Dendranthema grandiflora Tzvelev termasuk dalam Familia Asterales, Ordo Asterales, Classis Dicotyledoneae, Subdivisio Angiospermae dan Divisio Spermatophyta (Marwoto, 2012).

2. Standar operasional prosedur (SOP) budidaya krisan potong adalah acuan teknis terperinci budidaya krisan potong yang produktif, efisien dan ramah lingkungan sesuai prinsip GAP dalam rangka peningkatan produktivitas, mutu hasil dan keuntungan ekonomis bagi petani secara berkelanjutan.

3. Petani Krisan SOP/Petani SOP adalah petani yang telah mempraktekan budidaya krisan sesuai anjuran SOP budidaya krisan potong dan secara penilaian telah dinyatakan lulus memenuhi 100 persen kategori kegiatan wajib (W), memenuhi minimal 60 persen kategori kegiatan sangat anjuran (SA) serta memenuhi kategori kegiatan minimal 40 persen kegiatan kategori anjuran (A) pada format penilaian Budidaya Florikultura yang Baik (Good Agricultural Practices on Floriculture) yang diterbitkan oleh Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura Kementrian Pertanian.

4. Petani non-SOP adalah petani yang belum mempraktekan budidaya krisan sesuai anjuran SOP dan secara penilaian belum memenuhi 100 persen kategori kegiatan wajib (W), 60 persen kategori kegiatan sangat anjuran (SA) serta 40 persen kegiatan anjuran (A) pada format penilaian Budidaya Florikultura yang Baik (Good Agricultural Practices on Floriculture) yang diterbitkan oleh Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura Kementrian Pertanian. 5. Tingkat penerapan SOP petani dinilai oleh peneliti dengan menggunakan

format penilaian Budidaya Florikultura yang Baik (Good Agricultural Practices on Floriculture) dan buku Standar Operasional Prosedur Budidaya Krisan Potong yang diterbitkan oleh Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementrian pertanian.

6. Greenhouse atau rumah lindung budidaya krisan adalah tempat budidaya tanaman krisan beratap yang dapat dibuat dari berbagai jenis bahan untuk mencegah terpaan curah hujan dan sinar matahari yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman krisan.

7. Luas lahan greenhouse budidaya krisan yang dianalisis pada penelitian ini adalah 500 m2. Dengan pertimbangan luas greenhouse rata-rata yang dimiliki para petani Desa Langensari adalah seluas 500 m2.

8. Perlakuan seorang petani terhadap beberapa greenhouse yang dimilikinya diasumsikan sama.

(32)

dipanen (satu siklus produksi) di daerah penelitian adalah selama 3.5 bulan atau 105 hari.

10.Harga input serta output yang digunakan dalam penelitian ini merupakan harga yang berlaku pada saat penelitian dan dinyatakan konstan.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum Desa Langensari

Kondisi Geografis

Desa Langensari merupakan salah satu dari sembilan desa yang berada di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Desa ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatasan dengan Taman Nasional Gede Pangrango  Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pasirhalang

 Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cisarua dan Desa Limbangan  Sebelah timur berbatasan dengan Desa Salawi dan Desa Margaluyu

Kondisi iklim Desa Langensari adalah iklim tropik dengan tipe iklim B (Oldeman) dengan curah hujan rata-rata tahunan 2 805 mm dan hari hujan 144 hari, suhu udara berkisar antara 20-30 oC dengan kelembaban udara 85-89 persen. Bentuk lahan Desa Langensari bergelombang hingga gunung. Bentuk bergelombang sampai berbukit dengan lereng 15-40 persen seluas 42.7 persen dan berbukit sampai bergunung dengan lereng lebih dari 40 persen seluas 25.9 persen.

Tabel 4 menunjukan total luas lahan Desa Langensari adalah 454 Ha yang terbagi menjadi Tanah sawah, tanah kering (tegal / ladang dan pemukiman), tanah perkebunan, fasilitas umum dan hutan. Pemanfaatan paling besar adalah untuk tanah sawah yaitu sebesar 32.38 persen dan untuk tegal atau ladang sebesar 28.63 persen. Hal ini menunjukan Desa Langensari memiliki potensi sektor pertanian yang cukup besar. Jenis tanaman yang dibudidayakan di Desa Langensari dikelompokan menjadi tiga sektor utama, yaitu tanaman pangan seperti padi dan jagung, tanaman bunga (florikultura) dan tanaman sayuran (hortikultura).

Tabel 4 Spesifikasi lahan Desa Langensari

Spesifikasi lahan Satuan Desa Langensari

Tanah sawah

- Sawah irigasi desa Ha 147

Tanah kering

- Tegal / ladang Ha 130

- pemukiman Ha 38

Tanah perkebunan

- Rakyat Ha 36

- Negara Ha 75

(33)

Lanjutan Tabel 4 Spesifikasi lahan Desa Langensari

Spesifikasi lahan Satuan Desa Langensari

- Kas Desa

Langensari

Ha 12

- lapangan Ha 2

- perkantoran pemerintah

Ha 2

Tanah hutan

- hutan lindung Ha 12

Total Luas Ha 454

Sumber: Profil Desa Langensari (2014)

Potensi sektor pertanian Desa Langensari juga didukung oleh kondisi masyrakatnya yang sebagian besar bermata pencaharian di sektor pertanian. Tabel 5 menunjukan warga Desa Langensari yang bekerja pada sektor pertanian sebanyak 47.62 persen yaitu sebagai petani, buruh tani dan peternak. Dimana yang bekerja sebagai petani sebanyak 7.45 persen, sebagai buruh tani 38.56 persen yang juga menempati urutan pertama dari jenis pekerjaan lainnya dan sebagai peternak sebanyak 1.61 persen.

Tabel 5 Pekerjaan penduduk Desa Langensari

Pekerjaan Jumlah Persentase

Petani 194 7.45

Buruh tani 1 004 38.56

Buruh/Swasta 654 25.12

Pegawai Negeri 29 1.11

Pengrajin 6 0.23

Pedagang 216 8.29

Peternak 42 1.61

Montir 4 0.15

TNI/POLRI 4 0.15

Kontraktor 1 0.04

Tukang Batu 16 0.61

Tukang Kayu 34 1.31

Guru Swasta 8 0.31

Pengangguran 392 15.05

Total 2 604 100

Sumber: Profil Desa Langensari (2014)

Kondisi Sosial

(34)

19.51 persen, SLTA sederajat 14.37 persen dan hanya sebagian kecil yang mengenyam bangku kuliah yaitu sebanyak 1.87 persen (Tabel 6).

Tabel 6 Pendidikan Penduduk Desa Langensari

Kriteria Pendidikan Jumlah Persentase

Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah 404 6.74

Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 435 7.25

Tamat SD /Sederajat 3 015 50.27

SLTP /sederajat 1 170 19.51

SLTA/Sederajat 862 14.37

D1 52 0.87

D2 6 0.10

D3 37 0.62

S1 17 0.28

Total 5998 100

Sumber: Profil Desa Langensari (2014)

Karakteristik Petani Responden

Petani responden dalam penelitian ini berjumlah 35 orang dan semua merupakan warga Desa Langensari. setelah dilakukan penilaian terhadap teknik budidayanya, terdapat 10 orang petani yang tergolong menerapkan SOP dan 25 sisanya tergolong tidak menerapkan SOP (Non SOP). Karakteristik petani responden digolongkan berdasarkan usia dan tingkat pendidikan. Pengklasifikasian tersebut dilakukan karena dapat menjadi faktor yang mempengaruhi teknik budidaya usahatani krisan termasuk penerapan SOP oleh petani.

Usia

(35)

penerapan dan pengetahuannya mengenai budidaya sesuai SOP cenderung lebih rendah dibanding petani berusia muda. Oleh karena itu petani yang menerapkan SOP cenderung menyebar pada usia-usia muda sedangkan petani non-SOP menyebar pada petani dengan usia yang relatif sudah tua.

Tabel 7 Perbandingan usia petani SOP dan non-SOP

Usia (Tahun)

SOP Non SOP

Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%)

20-30 2 20 4 16

31-40 3 30 7 28

41-50 3 30 5 20

>50 2 20 9 36

10 100 25 100

Sumber: Profil Desa Langensari (2014)

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan tingkat penerapan teknologi dalam melakukan kegiatan usahatani. Begitupula dalam hal ini, tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap penerapan SOP. Tabel 8 memperlihatkan baik petani SOP maupun non-SOP sebagian besar tingkat pendidikannya adalah SD. Pada petani SOP tingkat pendidikan SD sebanyak 50 persen sedangkan petani non-SOP sebanyak 68 persen. Sedangkan Persentase tingkat pendidikan SMP dan SMA petani SOP cenderung lebih besar dibanding petani non-SOP. Persentase tingkat pendidikan SMP petani SOP sebesar 20 persen sedangkan petani non-SOP sebesar 12 persen. Untuk persentase tingkat pendidikan SMA petani SOP sebesar 30 persen sedangkan petani non-SOP sebesar 20 persen.

Sehingga terlihat semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar pula kemungkinan petani tersebut menerapkan SOP. Walaupun saat ini sebagian besar tingkat pendidikan petani SOP maupun non-SOP adalah SD namun jika kita bandingkan antara petani SOP dan non-SOP, tingkat pendidikan petani SOP secara persentase lebih tinggi dibanding petani non-SOP. Terlihat dari nilai persentase tingkat pendidikan SMP dan SMA petani SOP yang lebih tinggi dibanding petani non-SOP.

Tabel 8 Tingkat pendidikan petani SOP dan non-SOP

Pendidikan SOP Non SOP

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase(%)

SD 5 50 17 68

SMP 2 20 3 12

SMA 3 30 5 20

10 100 25 100

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Penerapan SOP Budidaya Krisan Petani Desa Langensari

Penerapan SOP budidaya krisan petani Desa Langensari umumnya masih rendah. Bentuk tidak diterapkannya SOP dapat dilihat mulai dari proses penyiapan sarana prasaran, proses produksi, panen hingga pascapanen. Dalam penyiapan sarana prasarana contoh tidak diterapkannya SOP dapat terlihat pada penyiapan greenhouse, masih banyak petani yang tidak mengikuti anjuran SOP terutama pada penggunaan dinding greenhouse. Menurut anjuran SOP dinding greenhouse seharusnya adalah bahan yang dapat menjaga sirkulasi udara sekaligus dapat menahan serangga perusak bunga, bahan dinding greenhouse anjuran adalah net screen atau ram kawat. Namun kenyataannya saat ini banyak petani yang hanya menggunakan plastik sebagai dinding greenhousenya bahkan ada yang tidak berpenutup dinding sama sekali. Tentu dengan hanya menggunakan plastik sebagai dinging greenhouse pertumbuhan bunga krisan menjadi tidak optimal karena sirkulasi udara dalam greenhouse menjadi tidak baik, apalagi greenhouse yang tidak berpenutup sama sekali, serangga perusak bunga krisan akan sangat mudah keluar masuk kedalam greenhouse tanpa ada yang menghalangi. Banyak dinding greenhouse petani Desa Langensari yang tidak sesuai anjuran SOP dikarenakan net screen atau ram kawat (bahan anjuran SOP) harganya relatif mahal sehingga banyak petani yang tidak mampu membelinya. Kemudian pada proses produksi bentuk tidak diterapkannya SOP terlihat dari pemberian pupuk tidak sesuai dosis anjuran, penggunaan bibit yang tidak berkualitas dan sanitasi lingkungan yang belum dilakukan dengan benar. Dari kegiatan panen dan pascapanen bentuk tidak diterapkannya SOP dapat terlihat dari perlakuan bunga krisan yang kurang baik yang menyebabkan bunga banyak yang rusak sebelum sampai ke konsumen.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penerapan SOP masih banyak tidak diterapkan. Pertama, anjuran SOP masih dianggap kurang praktis untuk dilaksanakan. Banyak petani mengganggap anjuran dalam SOP terlalu banyak kegiatan dan bertele-tele sehingga mengakibatkan petani merasa tidak perlu mengikutinya. Kedua, penerapan SOP dianggap hanya menambah biaya tanpa memberikan imbalan pendapatan yang seimbang jika diterapkan. Ketiga, lemahnya pengetahuan petani mengenai manfaat penerapan SOP budidaya krisan.

Proses introduksi SOP budidaya krisan di Desa Langensari sebenarnya telah dilakukan oleh beberapa pihak yaitu diantaranya Balithi, BP3K dan juga Gapoktan Asri Tani Jaya. Bahkan sampai saat ini Gapoktan Asri Tani Jaya bekerja sama dengan pihak BP3K Kecamatan Sukaraja Sukabumi rutin melaksanakan pertemuan dan penyuluhan pada hari rabu yang dimulai sejak awal tahun 2014. Pertemuan dan penyuluhan tersebut salah satunya bertujuan memperkenalkan SOP budidaya krisan agar terwujud budidaya krisan yang baik dan benar.

(37)

dijalankan petani Desa Langensari menjadi kurang menguntungkan. Dampak lebih lanjut, karena usaha budidaya krisan kurang menguntungkan banyak petani krisan Desa Langensari meninggalkan usahanya dan mengganti dengan menanam komoditas lain. Bahkan ada sebagian petani yang beralih profesi menjadi tukang ojek, karyawan pabrik dan kerja cathering. Keadaan ini menambah rentetan masalah yang dihadapi petani, karena dengan trend beralih profesi menyebabkan tenaga kerja menjadi sulit didapatkan terutama untuk budidaya tanaman krisan. Tidak hanya sampai disitu, sulitnya mendapatkan tenaga kerja membuat tenaga kerja yang sudah ada menjadi naik harganya. Hasilnya untuk memproduksi bunga krisan akan membutuhkan biaya lebih tinggi dari sebelumnya. Jika diasumsikan modal petani tetap maka dengan semakin tingginya harga tenaga kerja akan membuat produksi secara keseluruhan menurun di Desa Langensari.

Penilaian Tingkat Penerapan SOP Petani Krisan Desa Langensari

Petani digolongkan SOP apabila memenuhi minimal 40 persen kriteria anjuran (A), 60 persen kriteria sangat anjuran (SA) dan 100 persen kriteria wajib (W). Setelah dilakukan penilaian penerapan SOP terhadap 35 petani krisan di Desa Langensari, terdapat sepuluh petani yang dinyatakan lulus dan 25 lainnya dinyatakan tidak lulus. Sepuluh petani yang lulus penilaian itulah yang kemudian disebut sebagai petani SOP sedangkan 25 petani lainnya yang tidak lulus digolongkan sebagai petani non-SOP.

Secara keseluruhan skor penilaian kriteria anjuran petani SOP lebih tinggi dibanding petani non-SOP. Tabel 9 menunjukan skor petani SOP untuk kriteria anjuran (A) rata-rata sebesar 54 persen sedangkan pada petani non-SOP 50 persen. Pada kriteria sangat anjuran (SA) rata-rata skor petani SOP 65 persen sedangkan pada petani non-SOP hanya 49 persen. Pada kriteria wajib skor petani SOP senilai 100 persen sedangkan pada petani non-SOP senilai 67 persen.

Tabel 9 Perbandingan rata-rata penerapan anjuran petani SOP dan non-SOP

Kriteria anjuran Kriteria kelulusan (%) Petani Desa Langensari (%) Lulus Tidak lulus Petani SOP Petani non-SOP Anjuran (A) ≥ 40 < 40 54 50 Sangat anjuran (SA) ≥ 60 < 60 65 49 Wajib (W) 100 < 100 100 67

(38)

florikultura yanb baik (good agricultural practices on floriculture) dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai Lampiran 8. Pada Lampiran 6 sampai Lampiran 8 terlihat setiap anjuran telah diberi nomor urut dari 1 sampai 101, dimana setiap anjuran telah memiliki kriteria masing-masing yaitu A, SA dan W. Adapun untuk hasil penilaian penerapan setiap anjuran berdasarkan kriteria (A, SA dan W) oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 10, 11 dan 12. Tabel 10 menampilkan hasil penilaian anjuran untuk yang kriteria A, Tabel 11 menampilkan hasil penilaian anjuran kriteria SA dan Tabel 12 menampilkan penilaian anjuran untuk kriteria W.

Kriteria Anjuran (A)

Kriteria anjuran (A) yang banyak tidak diterapkan oleh petani baik dari kelompok SOP maupun non-SOP adalah nomor 4, 9, 22, 29, 30, 76, 77, 100 dan 101. Terlihat dari nilai persentasenya yang bernilai nol (Tabel 10). Begitu pula dengan anjuran nomor 69 juga belum banyak diterapkan oleh petani, terlihat dari nilainya yang hanya 3 persen. Anjuran SOP nomor 4 adalah kegiatan pemetaan dalam usaha budidaya krisan, dalam SOP menganjurkan petani memiliki peta lokasi budidaya krisan yang mereka miliki. Namun keadaan dilapangan menunjukan semua petani Desa Langensari baik dari kelompok SOP maupun non-SOP belum ada yang memiliki peta lokasi lahan budidaya krisan, sehingga nilai anjuran nomor 4 bernilai nol. Anjuran nomor 9 adalah kegiatan analisis dampak lingkungan, anjuran nomor 9 bernilai nol karena semua petani Desa Langensari belum ada yang melakukan analisis dampak lingkungan sebelum pembukaan lahan budidaya krisan. Anjuran nomor 22 adalah kegiatan penanganan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, anjuran tersebut bernilai nol karena semua petani Desa Langensari belum ada yang memiliki tempat khusus penyimpanan baju dan perlengkapan perlindungan kerja. Anjuran nomor 30 adalah kegiatan penggunaan benih yaitu pada aspek mutu, anjuran tersebut bernilai nol karena semua petani Desa Langensari tidak ada yang menyimpan label benih yang digunakannnya, sedangkan pada SOP budidaya krisan menganjurakan agar label benih yang digunakan disimpan agar dapat menjadi bukti petani menggunakan benih bersertifikasi. Anjuran SOP nomor 76 dan 77 adalah kegiatan fumigasi tanah, dalam SOP menganjurakan waktu, bahan aktif, metode aplikasi, operator dan interval fumigasi tanaman harus dicatat. Namun keadaan dilapangan menunjukan semua petani krisan Desa Langensari yang menjadi responden tidak ada yang memiliki catatan fumigasi sehingga nilai anjuran nomor 76 dan 77 bernilai nol. Kemudian kegiatan nomor 100 dan 101 adalah evaluasi internal, SOP budidaya krisan menganjurkan terdapat bukti atau catatan evaluasi internal yang dilakukan secara periodik. Namun semua petani Desa Langensari yang menjadi responden dalam penelitian tidak ada yang memiliki catatan atau bukti lainnya mengenai evaluasi internal, sehingga nilai anjuran nomor 100 dan 101 bernilai nol.

(39)

dari kelompok SOP sebesar 20 persen dan kelompok non-SOP sebanyak 16 persen atau dari seluruh petani yang menjadi responden hanya sebanyak 17 persen yang memiliki panduan penggunaan peralatan seperti yang diajurkan SOP. Kemudian anjuran nomor 69 adalah kegiatan pengairan yaitu aspek penanganan limbah, SOP budidaya menganjurkan tersedianya fasilitas pengelolaan limbah. Namun saat ini masih sedikit petani yang memiliki fasilitas tersebut, dari kelompok petani SOP sekalipun hanya 10 persen yang memiliki fasilitas tersebut, sedangkan dari kelompok non-SOP tidak ada yang memiliki fasilitas penanganan limbah seperti yang dianjurkan SOP budidaya. Secara keseluruhan petani yang menjadi responden hanya 3 persen yang memiliki fasilitas penangan limbah seperti yang dianjurkan SOP budidaya. Kemudian anjuran 78 adalah kegiatan pemupukan dalam pemenuhan nutrisi tanaman, SOP budidaya menganjurkan tersedianya hasil analisa tanah sebelum melakukan pemupukan. Namun petani krisan Desa Langensari hanya sedikit yang melakukan analisa seperti yang dianjurkan SOP sebelum melakukan pemupukan dari kelompok petani SOP sebanyak 40 persen dan dari kelompok petani non-SOP sebenyak 16 persen atau dari seluruh petani yang menjadi responden hanya sebanyak 23 persen yang melakukan analisa tanah sebelum pemupukan (Tabel 10).

Tabel 10 Perbandingan penerapan kriteria anjuran (A) petani SOP dan non-SOP

Kegiatan Nomor Anjuran Petani SOP Petani Non-SOP Total Petani

(40)

Lanjutan Tabel 10 Perbandingan penerapan kriteria anjuran (A) petani SOP dan non-SOP

Kegiatan Nomor Anjuran Petani SOP Petani Non-SOP Total Petani

(41)

fasilitas toilet di kebunnya. Anjuran nomor 94 masih terkait dengan kalibrasi peralatan dan mesin yang dimiliki petani, anjuran nomor 94 juga masih belum ada petani yang menerapkan seperti yang dianjurkan SOP budidaya sehingga nilainya masih nol. Kemudian anjuran nomor 95, 96, 97 dan 99 adalah anjuran SOP budidaya yang menginstruksikan petani memiliki catatan, dokumen, sistem pencatatan yang selalu diperbarui secara berkala, namun tidak ada petani responden yang memiliki catatan, dokumen maupun sistem pencatatan seperti yang dianjurkan SOP budidaya tersebut.

Tabel 11 Perbandingan penerapan kriteria sangat anjuran (SA) petani SOP dan non-SOP

(42)

Kriteria Wajib (W)

Secara keseluruhan terdapat 11 anjuran SOP yang termasuk dalam kriteria wajib untuk dilaksanakan. Wajib untuk dilaksanakan artinya setiap petani harus mengikuti semua anjurannya agar dapat menjadi petani SOP, apabila ada satu saja dari anjuran yang bersifat wajib ini tidak dilaksanakan dapat menjadikan petani menjadi tidak SOP, karena anjuran yang besifat wajib ini harus 100 persen dilaksanakan. Untuk petani SOP semua anjuran wajib umumnya sudah semua petaninya melaksanakan sesuai anjuran, namun untuk petani non-SOP ada beberapa anjuran yang masih banyak tidak diterapkan oleh petaninya, bahkan ada pula anjuran yang tidak diterapkan sama sekali oleh petaninya seperti anjuran nomor 12 dan 88. Anjuran nomor 12 adalah kegiatan mengenai penanganan limbah, SOP budidaya menganjurkan petani memiliki tempat pembuangan limbah yang letaknya terpisah dari lokasi produksi untuk mencegah risiko pencemaran. Namun banyak petani dari kelompok non-SOP yang tidak memiliki tempat pembuangan limbah seperti yang dianjurkan SOP, sehingga pembuangan limbah seperti daun yang terserang penyakit masih dibuang dalam greenhouse sebagai tempat produksi krisan. Tentu hal ini membahayakan tanaman krisan, karena semakin tinggi kemungkinan terkontaminasi oleh penyakit dari limbah daun berpenyakit tersebut. Kemudian anjuran nomor 88 adalah kegiatan pengemasan, SOP budidaya menganjurkan produk diberikan label yang menjelaskan identitas produk. Namun tidak ada petani dari kelompok non-SOP yang melakukan pelabelan pada saat penanganan pascapanen sehingga nilai anjuran nomor 88 bernilai nol. Secara umum anjuran nomor 12 dan 88 adalah anjuran kriteria wajib yang paling banyak tidak diterapkan oleh petani Desa Langensari, terlihat dari nilai persentasenya yang hanya 29 persen. Anjuran nomor 12 dan 88 dari kriteria wajib juga merupakan anjuran SOP yang menyebabkan banyak petani krisan Desa Langensari menjadi tidak SOP (Tabel 12).

Gambar

Tabel 4  Spesifikasi lahan Desa Langensari
Tabel 5  Pekerjaan penduduk Desa Langensari
Tabel 8  Tingkat pendidikan petani SOP dan non-SOP
Tabel 10  Perbandingan penerapan kriteria anjuran (A) petani SOP dan non-SOP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Thalassia hemprichii yang memiliki kepadatan tertinggi di lokasi penelitian disebabkan karena peluang ditemukannya jenis ini lebih banyak dan jenis substrat yang

Dalam suatu organisasi atau perusahaan analisis modal kerja adalah salah satu faktor penting dan salah satu faktor yang diperlukan perusahaan karena analisis

mengatakan film Habibie Ainun ada yang tidak sesuai dengan isi cerita dalam. novel Habibie yang sebelumnya namun isi pesan film Habibie

Suatu website agar dapat digunakan dengan nyaman selain informasi yang akurat juga harus dapat menyajikan suatu tampilan yang menarik, karena user biasanya lebih memilih suatu

Progress in practice: Using concepts from motivational and self- regulated learning research to improve chemistry instruction.. San

Dalam pembahasan masalah ini yang akan dibahas adalah mengenai cara pembuatan dari mulai menentukan struktur navigasi, membuat peta navigasi, membuat disain antarmuka,

Ketenagakerjaan (arbeidsrecht) adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang

pengumpulan datanya dilakukan dengan pengamatan atau observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis datanya diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: reduksi data, display data