• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Penilaian Tangibles pada Puskesmas Sedan

BAB VI. PEMBAHASAN

6.2. Gambaran Penilaian Tangibles pada Puskesmas Sedan

sebanyak 2 orang, begitu juga dengan frekuensi responden sebagai PNS. Sedangkan frekuensi responden sebagai nelayan dan TNI / POLRI adalah sama, yaitu 1 orang.

Pada penelitian ini, jawaban tidak bekerja dipilih oleh banyak responden sebagai ibu rumah tangga. Tidak adanya pekerjaan ibu rumah tangga karena pilihan jawaban pekerjaan pada kuesioner penelitian ini berdasarkan pada macam-macam pekerjaan masyarakat Kecamatan Sedan yang tertulis pada Profil Puskesmas Sedan Tahun 2014, yaitu tidak bekerja, buruh/karyawan, petani, nelayan, wiraswasta, pengajar, PNS, dan TNI/POLRI.

Menurut data kependudukan Kecamatan Sedan, mayoritas penduduk Kecamatan Sedan bekerja pada sektor pertanian, selanjutnya adalah nelayan. Mata pencaharian yang lain adalah wiraswasta, buruh, pengajar (baik di madrasah, pondok pesantren, ataupun sekolah umum), PNS, dan sedikit TNI/POLRI. Selain itu, tingkat pengangguran atau masyarakat Kecamatan Sedan yang tidak bekerja juga tergolong banyak (Puskesmas Sedan, 2015).

6.2. Gambaran Penilaian Tangibles pada Puskesmas Sedan

Tangibles atau wujud nyata sangat erat kaitannya dengan kemampuan suatu penyelenggara jasa dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Maka tidak salah jika Parasuraman et al. pada tahun 1988 mencetuskan model Service Quality dengan menjadikan tangibles sebagai komponen nomor satu dalam pengkajian kualitas pelayanan. Dengan mengacu pada konsep SERVQUAL menurut Parasuraman et al. (1988),

64

penelitian ini tidak hanya mengkaji tanggapan responden terhadap pelayanan yang diterima (perceived service), tetapi juga mengkaji harapan responden terhadap pelayanan Puskesmas Sedan (expected service).

Berdasarkan grafik 5.1. dapat disimpulkan bahwa dari enam item dimensi tangibles,item “persediaan obat di puskesmas lengkap” merupakan item yang paling banyak diharapkan sangat penting oleh responden. Sebanyak 100 responden pada penelitian ini, tidak ada responden yang mengharapkan item dimensi tangibles sangat tidak penting, tidak penting, dan ragu-ragu. Dari 100 responden, sebanyak 51,5% responden menjawab penting dan 48,5% responden menjawab sangat penting pada expected service dimensi tangibles. Selanjutnya, untuk mendapatkan gambaran penilaian tangibles menurut persepsi pasien, maka dibutuhkan perbandingan jawaban responden tentang expected service dengan jawaban responden tentang perceived service.

Grafik 5.2. menggambarkan frekuensi jawaban responden tentang perceived service pada dimensi tangibles. Semua responden penelitian ini tidak ada yang menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju. Dari enam item dimensi tangibles, item yang dinilai sangat setuju oleh banyak responden adalah item “ruang perawatan pasien bersih, rapi, dan terjaga privasinya”. Sedangkan item yang dinilai ragu-ragu oleh banyak responden adalah item “kamar mandi puskesmas bersih dan terawat”. Presentase jawaban responden tentang perceived service pada dimensi tangibles adalah sangat tidak setuju 0%, tidak setuju 0%, ragu-ragu hanya 11,67%, setuju sebagai jawaban terbanyak dengan presentase 45,5%, dan presentase

65 jawaban sangat setuju adalah 42,83%.

Setelah data tentang expected service dan perceived service terkumpul, untuk menyimpulkan kualitas pelayanan diperlukan perhitungan skor gap. Skor gap yaitu hasil perhitungan mean jawaban responden pada perceived service dikurangi mean jawaban responden pada expected service. Berdasarkan Tabel 5.5. yang menggambarkan skor gap pada dimensi tangibles, terlihat bahwa terdapat dua item tangibles yang mempunyai skor gap negatif. Artinya kondisi kamar mandi, dan persediaan obat pada Puskesmas Sedan kurang memuaskan. Sedangkan item yang dinyatakan sangat memuaskan, yaitu keadaan ruang tunggu, ruang perawatan, dan kerapian petugas. Sementara satu item lain pada dimensi tangibles dinyatakan memuaskan menurut persepsi pasien, yaitu tempat parkir puskesmas memadai untuk parkir kendaraan pasien dan keluarga pasien. Dan jika pelayanan Puskesmas Sedan pada dimensi tangibles dilihat secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanannya kurang memuaskan dengan skor gap -0,173.

Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa dimensi tangibles pada Puskesmas Sedan kurang memuaskan, meskipun di dalamnya hanya terdapat dua item yang dinyatakan kurang memuaskan. Yaitu tentang keadaan kamar mandi puskesmas dan persediaan obat puskesmas.

Masalah kamar mandi yang kurang memuaskan dilaporkan karena kotor dan kurang terawat. Hal seperti ini juga dilaporkan pada Puskesmas Waekajong Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur saat dilakukan evaluasi kinerja oleh tim evaluasi Program Manajemen dan

66

Kepemimpinan (PML) puskesmas (Eunice, 2013). Pedoman penyelenggaraan kesehatan lingkungan puskesmas sendiri telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1428/MENKES/SK/XII/2006. Beberapa kekurangan pada kamar mandi Puskesmas Sedan yang tidak sesuai dengan pedoman tersebut adalah kamar mandi tidak terpisah antara laki-laki dan perempuan, tidak selalu terpelihara dalam keadaan bersih, dan tidak ada peringatan untuk memelihara kebersihan kamar mandi.

Sedangkan masalah persediaan obat pada Puskesmas Sedan dilaporkan kurang memuaskan karena tidak lengkap. Keadaan seperti ini juga ditemukan pada puskesmas-puskesmas lain di Indonesia (Pohan, 2007). Menurut Pohan (2007), masalah tersebut nampaknya terjadi diskrepansi atau ketidaksesuaian antara persepsi pasien dengan standar obat, karena bagaimanapun penyediaan obat generik di puskesmas adalah sesuai dengan standar medis. Pernyataan Pohan tersebut didukung oleh laporan pada profil kesehatan Indonesia tahun 2013. Di dalam profil tersebut dijelaskan bahwa capaian kinerja indikator presentase ketersediaan obat dan vaksin di Indonesia adalah sebesar 102,03%. Karena target ketersediaan obat dan vaksin di Indonesia pada 2013 adalah 95%, sementara data dari Ditjen Binfar dan Alkes didapatkan presentase ketersediaan obat rata-rata nasional tahun 2013 sebesar 96,63% (KEMENKES, 2014).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Yustisianto (2009) di Puskesmas Gambir Jakarta Pusat, pelayanan dimensi tangibles pada puskesmas tersebut dinyatakan kurang memuaskan dengan skor gap -1,42 yang mana semua item pada dimensi tangibles juga dinilai kurang

67

memuaskan menurut persepsi pasien. Sama halnya dengan penemuan Yustisianto (2009), penelitian yang dilakukan di Puskesmas Berastagi Sumatera Utara oleh Ginting (2012) juga menemukan bahwa pelayanan dimensi tangibles kurang memuaskan dan item-item di dalamnya juga kurang memuaskan semua. Skor gap dimensi tangibles pada Puskesmas Berastagi adalah -0,37.

Jika hasil penelitian ini dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya tentang kualitas pelayanan pada puskesmas di Indonesia, terdapat beberapa kesimpulan. Diantaranya adalah item tangibles yang paling kurang memuaskan pada Puskesmas Sedan menurut persepsi pasien adalah “persediaan obat di puskesmas lengkap”. Sedangkan item tangibles yang paling kurang memuaskan di Puskesmas Gambir adalah “ruang pemeriksaan pasien memadai dan terjaga privasinya”. Sementara pada Puskesmas Berastagi, item tangibles yang kurang memuaskan adalah “kelengkapan media informasi”.

Pada penelitian ini, kondisi ruang perawatan pada Puskesmas Sedan sangat memuaskan dengan skor gap 0,01. Dan item tentang kelengkapan media informasi pada penelitian ini tidak dikaji. Tidak dikajinya media informasi pada Puskesmas Sedan karena item “visually appealing materials associated with the service” sudah diwakili oleh item “persediaan obat di puskesmas lengkap”.

Kondisi persediaan obat di Puskesmas Sedan dinyatakan sebagai item paling kurang memuaskan pada Puskesmas Sedan dengan skor gap -0,60. Sedangkan item yang dinyatakan sangat memuaskan oleh sebagian

68

besar responden adalah kondisi ruang tunggu Puskesmas Sedan dengan skor gap 0,10.

6.3. Gambaran Penilaian Reliability pada Puskesmas Sedan

Reliability berhubungan dengan kemampuan penyedia jasa dalam menjaga konsistensi kerja dan kepercayaan. Pentingnya reliability ini telah dijelaskan oleh Parasuraman et al. pada tahun 1988 sebagai penampilan sebuah penyelenggara jasa saat kontak pertama kali dengan pelanggan dalam memberikan pelayanan.

Berdasarkan grafik 5.3. terlihat bahwa item yang diharapkan sangat penting oleh banyak responden adalah “dokter memberikan resep obat kepada pasien dengan tepat”. Presentase jawaban responden tentang expected service pada dimensi reliability yaitu 43,33% menyatakan penting, dan 56,67% menyatakan sangat penting. Sementara presentase jawaban sangat tidak penting, tidak penting, dan ragu-ragu adalah sama seperti pada dimensi tangibles, yaitu 0%. Untuk mengetahui kualitas pelayanan dimensi reliability, maka setelah melihat grafik 5.3., perlu melihat grafik 5.4.

Grafik 5.4. menunjukkan bahwa presentase responden yang menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju adalah 0%. Presentase jawaban tertinggi adalah 48% sangat setuju, disusul 43,67% setuju, dan 8,33% ragu-ragu. Item dimensi reliability yang paling banyak dinyatakan sangat setuju adalah item “puskesmas memberikan pelayanan dengan segera”. Sedangkan item yang paling banyak dinyatakan ragu-ragu oleh responden adalah item “diagnosa dokter terhadap penyakit pasien akurat”.

69

Langkah selanjutnya guna mendapatkan gambaran penilaian reliability menurut persepsi pasien adalah membandingkan jawaban responden tentang expected service dan perceived service.

Berdasarkan Tabel 5.6., dapat disimpulkan bahwa ada item yang sangat memuaskan dan ada item yang kurang memuaskan. Item yang sangat memuaskan lebih banyak daripada item yang kurang memuaskan dengan perbandingan 4 : 2. Meskipun demikian, jika dilihat secara keseluruhan, kualitas pelayanan dimensi reliability pada Puskesmas Sedan kurang memuaskan dengan skor gap -0,17. Hal tersebut karena skor gap item yang kurang memuaskan lebih besar dibanding dengan skor gap item yang sangat memuaskan. Item yang kurang memuaskan menurut persepsi pasien adalah diagnosa dokter akurat dengan skor gap -0,77 dan resep obat tepat dengan skor gap -0,42.

Masalah keakuratan diagnosa dan ketepatan resep obat ini saling berhubungan. Apabila diagnosa tidak akurat, maka resep obat tidak tepat. Hal seperti ini tidak hanya ditemukan pada Puskesmas Sedan. Pohan (2007) menjelaskan dalam bukunya bahwa pada tahun 2001 Kepala Direktorat Pelayanan Medik Dasar Depkes dan Kesos dalam seminar Public Private Mix layanan kesehatan mengatakan bahwa kesalahan diagnosa yang dilakukan oleh puskesmas cukup tinggi, yaitu sekitar 60%. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil pengumpulan data yang berasal dari lima provinsi, yaitu Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Barat (Pohan, 2007). Kesalahan diagnosa pada puskesmas juga seringkali dilaporkan karena penegak diagnosa adalah

70

profesi bukan dokter, pada beberapa puskesmas di Indonesia perawat atau bidan diharuskan dan dituntut untuk membuat diagnosa dan menulis resep obat padahal secara fungsional mereka tidak memiliki kompetensi dalam bidang tersebut (Pohan, 2007., dan Sulastomo, 2007).

Sementara item yang sangat memuaskan yaitu puskesmas memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan kepada masyarakat, pelayanan puskesmas dapat diandalkan, pelayanan puskesmas diberikan dengan segera, dan pelayanan puskesmas sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. Item reliability yang sangat memuasakan menurut persepsi sebagian besar pasien adalah “puskesmas memberikan pelayanan dengan segera” dengan skor gap 0,06.

Pada penelitian tentang kualitas pelayanan puskesmas yang dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa dimensi reliability pada Puskesmas Gambir kurang memuaskan dengan skor gap -1,39 (Yustisianto, 2009) dan pada Puskesmas Berastagi juga kurang memuaskan dengan skor gap -0,48 (Ginting, 2012). Penelitian oleh Yustisianto (2009) menghasilkan temuan bahwa item-item dimensi reliability dinyatakan kurang memuaskan menurut persepsi pasien. Sedangkan penelitian oleh Ginting (2012) menghasilkan temuan bahwa terdapat satu item dimensi reliability yang memuaskan yaitu item pelayanan yang tidak berbelit-belit. Selain item tersebut, item-item dimensi reliability pada Puskesmas Berastagi dinyatakan kurang memuaskan menurut persepsi pasien.

Terdapat satu kesamaan antara hasil analisis kualitas pelayanan reliability di Puskesmas Sedan dengan kualitas pelayanan reliability di

71

Puskesmas Berastagi. Yaitu bahwa item yang dinilai oleh pasien mempunyai tingkat kepuasan paling tinggi adalah tentang pelayanan puskesmas yang diberikan dengan segera atau tidak berbelit-belit.

6.4. Gambaran Penilaian Responsiveness pada Puskesmas Sedan

Sama halnya dengan tangibles dan reliability, responsiveness juga sama pentingnya dalam pelayanan. Fokus responsiveness adalah kemauan dan kesiapan penyelenggara jasa dalam memberikan pelayanan. Dengan melihat grafik 5.5., dapat ditarik kesimpulan bahwa item dimensi responsiveness yang paling banyak diharapkan sangat penting adalah item “pihak puskesmas menunjukkan kemauan untuk membantu pasien”. Dari grafik tersebut, terlihat bahwa jawaban responden penting adalah 55,25%, dan jawaban responden sangat penting adalah 44,75%, serta jawaban responden sangat tidak penting, tidak penting, dan ragu-ragu adalah 0%.

Grafik selanjutnya adalah grafik 5.6. Grafik 5.6. menggambarkan frekuensi jawaban responden tentang perceived service pada dimensi responsiveness. Sama seperti perceived service dimensi tangibles dan reliability, pada dimensi responsiveness tidak ada jawaban responden sangat tidak setuju, dan tidak setuju.Presentase jawaban ragu-ragu adalah sebesar 2,25%, jawaban setuju 38,25%, dan jawaban sangat setuju 59,5%. Dari empat item dimensi responsiveness, item yang dinyatakan sangat setuju oleh banyak responden pada perceived service adalah item “pihak puskesmas menunjukkan kemauan untuk membantu pasien”. Sedangkan item yang dinyatakan ragu-ragu oleh banyak responden adalah item “pihak

72

puskesmas selalu memberitahu pasien tentang kapan pelayanan siap diberikan”.

Setelah melihat gambaran jawaban responden tentang expected service dan perceived service, selanjutnya adalah melihat gap antara keduanya. Tabel yang menggambarkan hal tersebut adalah tabel 5.7. Tabel 5.7. dapat ditarik kesimpulan yaitu pelayanan Puskesmas Sedan dimensi responsiveness sangat memuaskan, baik jika dilihat pada tiap-tiap item ataupun secara keseluruhan. Item yang dinilai sangat memuaskan menurut persepsi sebagian besar pasien adalah item “pelayanan puskesmas terhadap pasien diberikan dengan tanggap”. Sedangkan item yang tingkat kepuasannya paling rendah adalah “pihak puskesmas selalu memberitahu pasien tentang kapan pelayanan siap diberikan”.

Hasil analisa tersebut berbeda dengan penemuan pada penelitian sebelumnya tentang kualitas pelayanan puskesmas. Pada Puskesmas Sedan, skor gap dimensi responsiveness adalah 0,125 yang artinya sangat memuaskan, sedangkan skor gap responsiveness pada Puskesmas Gambir adalah -1,51 yang artinya kurang memuaskan (Yustisianto, 2009), dan skor gap responsiveness pada Puskesmas Berastagi adalah -0,47 yang juga berarti kurang memuaskan (Ginting, 2012).

Apabila dibandingkan dengan Puskesmas Gambir dan Puskesmas Berastagi, pelayanan Puskesmas Sedan dimensi responsiveness atau daya tanggap tergolong baik menurut persepsi pasien. Karena pada Puskesmas Sedan, semua item dimensi responsiveness dinilai sangat memuaskan menurut persepsi pasien. Sementara pada Puskesmas Gambir dan

73

Puskesmas Berastagi, semua item dimensi responsiveness dinilai kurang memuaskan menurut persepsi pasien (Yustisianto, 2009, dan Ginting, 2009).

Dokumen terkait